Sunday 31 May 2015

Bismillaahirrahmaanirrahiim



oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Bismillaahirrahmaanirrahiim, ‘Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang’.

            Kalimat itu adalah kalimat yang paling sering diucapkan oleh Muhammad Rasulullah saw.  Umatnya pun harus mengucapkannya sesering mungkin dalam hidup ini. Setiap kita akan melakukan sesuatu, apa pun itu, hendaklan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim. Kalimat itu merupakan permohonan agar Allah swt memberikan kekuatan dan pertolongan kepada kita untuk menyelesaikan hal-hal yang kita kerjakan dengan hasil yang baik, bermanfaat, lancar, serta menghasilkan sesuatu yang positif. Di samping itu, kalimat itu pun membuat kita akan membatasi diri secara otomatis untuk melakukan hal-hal yang positif saja, tidak melenceng melakukan hal-hal yang negatif. Sangatlah aneh jika seseorang minum minuman keras mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim terlebih dahulu atau hendak mencuri dengan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim. Sangat tidak normal jika seseorang ingin berbohong ataupun memfitnah orang lain dengan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim.

            Kalimat ini harus sering diucapkan pun agar kaum muslimin, seluruh manusia, jin, dan makhluk di seluruh dunia ini mengenal Allah swt pertama kali sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Seluruh makhluk harus dan wajib menyadari bahwa Allah swt itu adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

            Predikat dan gelar Allah swt itu pula yang harus selalu diyakini dan disebarkan oleh kaum muslimin di dunia ini. Kaum muslimin harus meyakini dan memberitakan kepada seluruh dunia, mulai keluarga terdekat sampai manusia terjauh bahwa Allah swt itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hal itu akan mendorong manusia mendekat kepada Allah swt karena Allah swt itu sesungguhnya Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

            Dengan demikian, yang harus ditumbuhkan dalam diri setiap muslim adalah perwujudan dari Allah swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Artinya, setiap orang Islam harus melatih dirinya menjadi seorang yang pengasih dan penyayang kepada dirinya dan lingkungannya. Rasa kasih sayang inilah yang harus ditumbuhkan, harus selalu dijaga, dan ditebarkan di mana pun kita berada.

            Memang Allah swt adalah juga Maha Adil, Maha Kuasa, Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Menentukan, Maha Pembalas, Maha Keras, Maha Agung, dan lain sebagainya, tetapi Allah swt dan Muhammad saw “mendorong” kita untuk lebih sering mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim, ‘dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang’. Allah swt dan Rasul-Nya tidak terlalu menganjurkan mengucapkan kalimat ‘dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Kuat dan Maha Perkasa’ atau ‘Maha Adil dan Maha Pemaksa’ atau ‘Maha Keras Siksa dan Maha Pembalas bagi Orang Kafir’. Hal itu disebabkan Allah swt ingin diperkenalkan sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang terlebih dahulu dan umat Islam diharapkan Allah swt sebagai pribadi-pribadi yang pengasih dan penyayang sebagai perwujudan dari diri-Nya.

            Sangatlah tidak elok jika kaum muslimin terlebih dahulu memperkenalkan Allah swt sebagai Maha Penyiksa, Maha Pembalas, Maha Penghukum, Maha Penolong Mujahidin, Maha Penghancur, Maha Keras Siksa, Maha Berkehendak, dan lain sebagainya yang mengarah pada penghukuman, penghancuran, kematian, kekerasan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Sangatlah kurang bagus jika memperkenalkan Allah swt sebagai ‘Zat Mahakuat’ dan ‘Maha Penyiksa’ sebelum kita memperkenalkan Allah swt sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

            Memang benar dalam situasi khusus kita harus tampil mewujudkan diri sebagai penghancur, pembalas, penghukum, atau penyiksa sebagai kepanjangan tangan Allah swt di muka Bumi ini untuk menghentikan berbagai keburukan dan kejahatan orang-orang sesat dan durhaka, tetapi terlebih dahulu kita harus tampil sebagai pribadi-pribadi yang penuh kasih sayang, baik terhadap diri maupun lingkungan di sekitar kita. Itulah yang diinginkan Allah swt dari dianjurkannya kita untuk sesering mungkin mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim.

            Dengan terlebih dahulu menampilkan diri sebagai manusia pengasih dan penyayang serta menebarkan kasih sayang di muka Bumi, maka kita sudah berperan sangat positif dalam menciptakan perdamaian dunia. Bayangkan jika kaum muslim yang saat ini mencapai sekitar 1,6 miliar sama-sama berpribadi pengasih dan penyayang serta menebarkan kasih sayang, maka ada 1,6 miliar lingkungan yang terwarnai oleh kasih sayang.

            Bukankah itu artinya meliputi seluruh dunia?

            Bukankah terasa indah jika Bumi ini diliputi oleh gelombang kasih sayang?

            Benar dalam situasi tertentu kita harus tampil sebagai penghancur dan pembawa keadilan, sebagaimana yang diperintahkan Allah swt, tetapi tidaklah boleh dilupakan yang pertama dan yang paling sering harus ditampilkan oleh setiap muslim adalah jiwa-jiwa yang penuh kasih sayang.

            Dengan pribadi penuh kasih dan sayang kita akan lebih mudah memperkenalkan Allah swt sebagai Maha Pencipta, Maha Pengatur, Maha Berkuasa, Maha Adil, Maha Penghukum, Maha Penyiksa, dan lain sebagainya. Hal itu pun akan mempermudah orang-orang nonmuslim untuk menjadi muslim dan akan lebih kuat menanamkan keimanan terhadap orang-orang yang sudah menjadi muslim. Dengan demikian, akan ada banyak pahala yang kita terima dari Allah swt, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Insyaallah.

Friday 29 May 2015

Pendapat Borobudur Dibangun oleh Wangsa Syailendra Harus Digugurkan


oleh Tom Finaldin
 
Bandung, Putera Sang Surya


Ilmu pengetahuan itu harus terbuka untuk diuji. Begitulah aturannya, demikianlah hukumnya. Jika ilmu pengetahuan tidak boleh atau tidak bisa diuji, namanya bukan lagi ilmu pengetahuan, melainkan doktrin yang harus diyakini tanpa diperbolehkan dipertanyakan.


                Ilmu pengetahuan harus terbuka untuk diuji karena harus bermanfaat bagi manusia yang selalu berkembang. Dengan demikian, ilmu pengetahuan akan mendorong manusia untuk dapat hidup lebih bermanfaat dan penuh arti. Adapun doktrin hanya membuat manusia berat untuk melangkah dan menghalangi kehidupan manusia untuk berkembang ke tingkat selanjutnya.


                Pendapat bahwa Borobudur dibangun oleh Wangsa Syailendra merupakan hasil penelitian J.G. de Casparis dalam rangka meraih gelar doktor. Hasil penelitian itu adalah ilmu pengetahuan yang diyakini kebenarannya sepanjang tidak ditemukan bukti baru yang menggugurkan pendapatnya. Apabila ditemukan bukti baru yang lebih baik, lebih ilmiah, dan lebih pasti, pendapat J.G. de Casparis itu wajib gugur, kemudian diganti oleh hasil penelitian terbaru yang menggunakan metode lebih canggih, alat lebih canggih, dan analisis lebih akurat. Begitulah aturannya dalam dunia akademisi. Apabila pendapat J.G. de Casparis itu dianggap final dan tidak boleh ada yang mengganggu-gugat, jatuhlah hasil penelitiannya hanya senilai doktrin penuh dongeng kedustaan. Hasil penelitiannya sudah bukan lagi ilmu pengetahuan, nilainya menjadi sebatas dongeng yang dipaksakan.


                Pada masa ini memang telah ditemukan bukti baru dengan hasil penelitian yang lebih akurat dan pasti oleh K.H. Fahmi Basya. Hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa Borobudur itu adalah peninggalan Nabi Sulaiman dalam rangka hubungannya dengan Ratu Balqis. Penelitian itu harus diterima dan menjadi ilmu pengetahuan mutakhir, kecuali ada penelitian lain lagi yang lebih terbaru. Dengan demikian, pendapat J.G. de Casparis harus gugur demi ilmu pengetahuan.


                Apabila kita tidak mau menerima pengetahuan yang lebih terbaru, berarti kita mempertahankan kebodohan dan ketololan yang pada masa depan akan menjadi bahan tertawaan anak cucu kita. Kebenaran ilmu pengetahuan tidak bisa ditahan. Ia akan terus melaju menggilas orang-orang yang menentangnya.


                Mari kita lihat contoh bagaimana orang-orang yang apabila terus-terusan bertahan pada pengetahuan lama, pada masa depannya ditertawakan orang banyak. Saya punya dua contoh nyata tentang hal ini. Contoh ini bahkan diajarkan di seluruh perguruan tinggi, biasanya dalam mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar.


                Dulu sekali orang-orang sangat percaya bahwa yang namanya “pelangi” adalah jalan yang menghubungkan kehidupan langit dengan kehidupan dunia sekarang ini. Jalan itu digunakan oleh para “bidadari” untuk turun dan naik antara Bumi dan langit dalam menyelesaikan urusannya di Bumi ini. Para bidadari itu ada yang mandi, memberikan berkah, menyuburkan tanaman, dan lain sebagainya. 


                Pada masa lalu sesuai dengan kondisi Iptek saat itu manusia percaya bahwa “pelangi” itu adalah jalannya para “bidadari”. Hal itu menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya dan tak ada yang membantahnya. Akan tetapi, karena sifat manusia yang selalu ingin tahu, sesuai perkembangan zaman, manusia mempertanyakan lebih jauh mengenai pelangi  dan bidadari itu. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia melakukan banyak penelitian sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang lebih akurat, lebih bisa dipercaya, dan lebih masuk akal. Hasil penemuan terbaru yang diakui sampai saat ini menyatakan bahwa pelangi adalah bias dari sinar matahari yang masuk ke dalam butiran air di langit sehingga menimbulkan spektrum warna tertentu. Warna-warna itu menjadi lebih beraneka ragam ketika sinar matahari meninggalkan butiran-butiran air itu sehingga kita bisa melihatnya sebagaimana pelangi yang biasa terlihat. 


                Pengetahuan tentang pelangi yang terbaru tersebut jelas secara otomatis menggugurkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya. Artinya, ilmu pengetahuan tentang bidadari itu diuji dengan pengetahuan baru dan hasilnya bidadari yang mondar-mandir pada pelangi itu tidak ada. Begitulah yang namanya ilmu pengetahuan harus terbuka untuk diuji. Apabila dia tahan uji, pengetahuan itu tetap diterima karena pengetahuan yang baru tidak membuktikan bahwa pengetahuan yang diujinya itu salah.


                Apabila masih ada saat ini yang mempertahankan ilmu pengetahuan bahwa pelangi itu adalah jalan bagi para bidadari, pasti jadi tertawaan orang banyak serta jelas dianggap kampungan dan bodoh sekali. Bukan soal percaya pada pelangi dan bidadari yang membuatnya menjadi orang bodoh dan tertawaan orang lain, melainkan kedunguannya mempertahankan ilmu pengetahuan lama yang sudah gugur oleh pengetahuan yang baru.


                Contoh lainnya adalah kita tahu bahwa dulu gereja berpandangan bahwa Bumi berbentuk datar seperti tikar dan di ujungnya adalah neraka. Demikian pula Aristoteles berpendapat bahwa Bumi adalah pusat dari tatasurya. Pendapat gereja dan Aristoteles itu diterima sebagai pengetahuan yang sahih dan benar sehingga dunia percaya pada pendapat tersebut. Tak ada yang menolaknya karena belum ada penelitian lain yang menggugurkan pendapat mereka dengan disertai bukti yang kuat. 


Siapa yang akan membantah ketika gereja sangat kuat dan Aristoteles adalah ilmuwan yang sangat dihormati?


Akan tetapi, kebenaran ilmu pengetahuan itu terus berkembang dan menunjukkan jati dirinya. Galileo Galilei memiliki bukti yang lebih akurat bahwa Bumi tidaklah datar sebagaimana pendapat gereja. Di samping itu, ia pun menyatakan bahwa Bumi bukanlah pusat dari sistem tatasurya sebagaimana pendapat Aristoteles. Menurutnya, Bumi adalah bulat dan Matahari merupakan sumber pusat dari sistem tatasurya. Apalagi pendapatnya itu dikuatkan oleh pengalaman Copernicus yang berlayar mengelilingi dunia.


Pendapat yang benar itu tentu saja mendapatkan penentangan dari “orang-orang yang tidak siap” menerima ilmu pengetahuan baru. Akibatnya, pengetahuan yang baru dan lebih benar itu ditolak, dilecehkan, dianggap mengganggu keimanan, dan mengguncangkan keyakinan yang sudah mapan saat itu. Kebodohan dan kedunguan orang-orang itu mengakibatkan keburukan yang lebih serius, yaitu menghukum Galileo Galilei dengan hukuman pengucilan di rumahnya sendiri sampai meninggal. Hal yang lebih memalukan adalah tetap mempertahankan kedunguannya sampai kedunguannya itu benar-benar terhina dan tersingkir. Toh, kita sekarang meyakini bahwa yang namanya Bumi itu bulat dan Matahari merupakan pusat dari tatasurya.


Jika saat ini ada orang-orang yang mempertahankan pendapat lama bahwa Bumi adalah datar di ujungnya ada neraka dan merupakan pusat dari tatasurya, mereka akan menjadi bahan tertawaan. Bahkan, sangat disarankan untuk masuk dalam grup sirkus bersama para simpanse.


Nah, demikian pula dengan Borobudur. Hasil penelitian yang mutakhir dengan bukti-bukti lebih akurat menyatakan bahwa Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman as dalam hubungannya dengan Ratu Balqis. Hasil penelitian itu menggunakan alat-alat dan hasil analisis yang lebih tinggi dibandingkan dugaan-dugaan J.G. de Casparis. Artinya, pendapat J.G. de Casparis harus gugur diganti oleh pendapat K.H. Fahmi Basya. Bukan hanya pendapat J.G. de Casparis yang harus gugur, melainkan pula pendapat para ahli tafsir yang mengatakan bahwa kisah Nabi Sulaiman as, Ratu Balqis, dan bendungan yang hancur itu terjadi di seputar Yaman. Para ahli tafsir itu juga kan mengemukakan ilmu pengetahuan berdasarkan kelengkapan yang dimiliki mereka saat itu. Ketika pengetahuan mereka diuji dengan pengetahuan yang baru, kemudian terkalahkan, sudah menjadi keharusan pendapat para ahli tafsir itu mendapat perbaikan. Itu namanya ilmu pengetahuan.


Kalau pendapat ahli tafsir itu tidak boleh diuji, sama saja dengan merendahkan ajaran Islam sebagai ajaran logis dan ilmiah. Orang-orang yang bertahan pada pendapat lama sama saja dengan menyudutkan Islam menjadi agama penuh doktrin dan dogmatis yang harus diyakini tanpa proses berpikir. Orang-orang seperti ini akan tergusur dan terhina jika terus tenggelam dalam kebodohannya, pada masa depan akan jadi tertawaan anak-cucunya sendiri.


Orang-orang dungu yang tidak siap dengan pengetahuan baru kata Soekarno sama dengan “kukuk beluk” dan sederajat dengan orang-orang dungu yang mempertahankan bahwa pelangi itu merupakan jalan milik bidadari serta Bumi itu datar di ujungnya adalah neraka dan merupakan pusat dari sistem tatasurya.


Bukalah pikiran kita. Jika kita mendapatkan ilmu pengetahuan baru, uji dengan cara yang ilmiah dengan metode-metode ilmiah. Jangan lantas terkaget-kaget, lalu menolak dengan penuh kedunguan sembari melecehkan kebenaran dengan kata-kata yang tidak ilmiah dan alasan-alasan mirip para perempuan yang sedang bertengkar.


Islam itu penuh dengan ilmu pengetahuan. Dirinya sendiri selalu menantang untuk diuji kapan pun dan oleh siapa pun. Demikian pula, orang Islam harus penuh dengan kesiapan menerima ilmu pengetahuan baru dan siap untuk diuji sekaligus menguji ilmu pengetahuan agar lebih bermanfaat bagi kehidupan orang banyak sehingga dirinya tercatat sebagai orang mulia yang bermanfaat bagi umat manusia, bukannya menghalangi umat manusia mendapatkan pencerahan dan kebaikan. 




Wednesday 27 May 2015

Perlunya Peningkatan Kekuatan Militer


oleh Tom Finaldin
 

Bandung, Putera Sang Surya

Kita, bangsa Indonesia sudah cukup bangga dengan kekuatan militer Indonesia sekarang. Kita tidak lagi dilecehkan oleh negara-negara terdekat kita. Minimal kita sudah memiliki kekuatan angkatan bersenjata yang dianggap mampu melindungi wilayah Negara Indonesia. Meskipun kadang-kadang kecolongan, tetapi kita mampu menghalau, menghardik, bahkan menghukum siapa pun yang melanggar kedaulatan Negara Indonesia.

            Miiter Indonesia tampaknya merupakan cerminan pula dari jiwa bangsa Indonesia. Maksudnya, kekuatan militer Indonesia cenderung untuk defensif tidak ofensif. Militer Indonesia lebih berfokus pada pertahanan diri, bukan dirancang untuk menyerang dan menaklukkan negara lain. Memang begitulah jiwa bangsa Indonesia yang cinta damai dan tidak ingin ada huru-hara. 

Kita bisa tanya hati kita masing-masing sebagai bangsa Indonesia, “Adakah keinginan untuk menguasai bangsa lain? Adakah keinginan untuk menjajah negara lain?”

Jawabannya pasti, “Tidak!”

Iya kan?

Perasaan untuk tidak melukai dan merugikan orang lain atau negara lain itu adalah anugerah terindah dari Allah swt. Kita tidak perlu semedi, meditasi, ataupun mengadakan kelas khusus agar “berhenti” dari keinginan membuat kerusuhan kepada bangsa lain. Dengan demikian, hidup kita relatif lebih tenang dan lebih santun.

Berbeda dengan banyak negara lain yang mempersiapkan diri untuk menguasai wilayah negara lain. Mereka meningkatkan kekuatan militernya karena “takut” diserang dan memang ingin menguasai negara lain. Jiwa mereka memang begitu dari dulu selalu diliputi ketakutan dan keinginan untuk berkuasa. Akibatnya, mereka sering sekali gelisah dan kerap merancang berbagai rencana untuk menaklukan bangsa lain, baik dengan cara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Kita bisa lihat sejarah mencatat itu dan tidak pernah dilupakan bagaimana mereka melakukan penjajahan terhadap negeri lain dan mereka sendiri berperang dengan sesama mereka.

Mereka harus banyak berlatih mengendalikan pikiran, memenej hati, dan merapikan tingkah laku. Oleh sebab itu, mereka harus keluar banyak uang agar mampu “berhenti” dari bersaing dan menginginkan menguasai orang lain. Itu juga kalau mereka mau.


Pentingnya Peningkatan Militer Indonesia
Meskipun sudah cukup bangga dengan kekuatan militer saat ini, kita, bangsa Indonesia tidak boleh merasa hanya cukup dengan itu. Memang jiwa kita jiwa defensif, tetapi sekali waktu pasti akan diperlukan tindakan-tindakan ofensif. Hal itu tidak bisa dipungkiri selalu terjadi dalam hidup kita. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sangat bijaksana menghadapi orang yang selalu menyerang, menghina, bahkan memfitnah kita, tetapi jika orang itu tidak juga berhenti dari merugikan diri kita, sekali-sekali memang diperlukan upaya keras secara fisik, misalnya, menggampar atau memukul orang itu agar sadar dari keburukannya. Nah, dalam dunia modern seperti ini, kita tidak bisa memungkiri adanya kemungkinan negara lain atau bangsa lain melakukan keburukan kepada Negara Indonesia dari tempatnya sendiri tanpa mengerahkan kekuatan militer ke wilayah Indonesia. Mereka bisa merampok, mencuri, melakukan penghinaan, fitnah, mengacaukan ekonomi, melakukan pelecehan terhadap WNI, atau menyadap rahasia Negara Indonesia sehingga membuat keburukan terhadap kita.

            Bukankah kita pernah disadap oleh tetangga kita?

            Bukankah krisis moneter yang kita alami pada 1998 juga tidak lepas dari perilaku buruk mereka yang membuat ekonomi kita carut marut?

            Beruntung dengan upaya diplomasi dan ekonomi kita bisa menyadarkan mereka. Akan tetapi, siapa yang bisa menjamin bahwa negara-negara lain tidak akan melakukan upaya serupa, lalu tetap angkuh dengan perilakunya itu?

            Mau tidak mau kita harus show bahwa kita bisa melumatkan mereka. Bahkan, bukan hanya show,  sekali-kali perlu kita mengirim ledakan peluru ke arah mereka dengan maksud agar mereka berhenti dari melakukan keburukan itu.

            Dengan demikian, kita tidak boleh berpuas diri dengan hanya kekuatan militer saat ini. Kita harus terus memperkuat diri, baik dari segi Alutsista maupun keterampilan individu prajurit. Hal yang sangat penting untuk tetap dipelihara adalah jiwa nasionalisme dan semangat rakyat yang harus selalu mencintai negerinya dan tetap seia-sekata dalam mengarungi hidup.

Di samping untuk melindungi harta dan martabat bangsa, peningkatan militer pun mutlak diperlukan untuk menciptakan perdamaian dunia. Para pendiri bangsa Indonesia sudah mengamanatkan bahwa Indonesia selama-lamanya harus membenci penjajahan, baik penjajahan yang dilakukan negara terhadap negara, maupun negara terhadap rakyatnya, apa pun alasannya. Leluhur kita mewariskan jalan agar kita selalu menggunakan politik luar negeri yang “Bebas dan Aktif”. Bebas dari pengaruh dan tekanan siapa pun dan aktif menciptakan perdamaian dunia. 

Bagaimana mungkin kita akan terbebas dari tekanan orang lain dan aktif menciptakan perdamaian jika kita dalam keadaan lemah atau hanya mampu membela diri?

Mungkin kita bisa terbebas dari tekanan orang lain karena mampu membela diri, tetapi akan selalu kesulitan memaksa orang lain agar bisa bersikap lebih baik untuk tidak melakukan keburukan di muka Bumi ini. Misalnya, jika kita memiliki kekuatan militer yang sangat hebat, kita akan lebih mudah membela bangsa yang lemah dan komunitas yang terzalimi agar negara-negara yang bertanggung jawab terhadap hal itu dapat lebih cepat melakukan perbaikan-perbaikan.

Peningkatan kualitas militer sangatlah mutlak diperlukan untuk melindungi bangsa dan negara serta diperhitungkan ketika Indonesia benar-benar “aktif” dalam “memaksa” dunia agar selalu berada dalam perdamaian.

Alasan Sah Berperang



oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Kaum muslimin, baik yang bodoh maupun yang pintar sebenarnya menjadi sasaran empuk permainan syetan jin dan syetan kapitalis yang gemar bertengkar plus rebutan uang. Orang-orang kafir jahat bersama para syetan kafir bersama-sama mengadu domba umat Islam. Sementara itu, umat Islam berbangga-bangga diri dalam kebodohannya dan congkak dalam kepintarannya. 

Upaya mengadu domba umat Islam tidak lagi dilakukan dengan cara kasar seperti masa lalu. Pada masa lalu para bangsawan Indonesia di dalam keraton, istana, dan kesultanannya diadu domba dengan cara mempertengkarkan antara ayah dan anak, adik dan kakak, paman dan keponakan, dan lain sebagainya. Adu domba itu mempengaruhi kekuatan dan kesolidan bangsa Indonesia. Hal itu disebabkan pertengkaran itu menjadi perang di antara kekuatan bangsa sendiri. Ketika para bangsawan kita bertengkar, penjajah bertepuk tangan bersorak-sorai karena semakin mudah mengeruk keuntungan dari kekayaan alam Indonesia yang rasanya lezat. 

Cara itu sudah sulit sekali dilakukan. Cara yang efektif saat ini adalah para pembuat skenario jahat mempengaruhi orang-orang bodoh dari kalangan umat Islam untuk melakukan perang dengan alasan jihad  di dalam Al Quran. Karena memang dasarnya bodoh, mereka mau saja mendengarkan penjelasan-penjelasan Al Quran yang ngawur tentang jihad. Kebodohan itu bertambah-tambah karena ada kucuran dana untuk melakukan aksi-aksi teror dan perang-perang yang sangat sulit dipahami kebenarannya.

Kalangan kaum muslim yang pintar jadi sibuk mempertahankan diri bahwa Islam itu membawa kedamaian dan cinta karena mendapat serangan opini-opini yang terbangun oleh tindakan-tindakan bodoh dari perang-perang yang tidak jelas maksud dan tujuannya. Mereka pun tak segan-segan menyalahkan saudaranya sendiri yaitu orang-orang Islam bodoh di hadapan dunia sebagai orang-orang jahat yang harus dimusuhi dan dibasmi.

Pendeka kata, secara tidak disadari kita sebenarnya sedang tenggelam dalam permainan para syetan dari jenis jin dan manusia. Akibatnya,  umat Islam selalu menjadi korban secara fisik dan korban tuduhan-tuduhan yang teramat keras untuk dibantah. Artinya, sudah sempurnalah umat Islam dipermainkan secara tidak sadar.

Satu-satunya cara untuk mengatasi semua itu adalah kesadaran untuk kembali pada tugas yang mulia untuk menebarkan kasih sayang dan perdamaian di muka Bumi ini. Apabila ada tindakan-tindakan kotor, kasar, dan keji yang dilakukan sekelompok kaum muslimin, hal yang pertama dilakukan adalah memperingatkan mereka untuk tidak melakukan kerusakan terhadap manusia dan Bumi yang kita cintai ini. Ingatkan bahwa sesama kaum muslimin itu bersaudara. Kita jangan tiba-tiba langsung ikut-ikutan menyalahkan secara membabi buta.

Ingatkan pada alasan-alasan yang digunakan Rasulullah Muhammad saw jika mengobarkan perang. Dari semua perang yang saya pelajari, alasan Muhammad saw melakukan perang hanyalah untuk membela diri, membela kehormatan, mempertahankan hak, dan menegakkan keadilan. Hanya itu. Tidak ada alasan lain.

Dengan bersandar pada alasan-alasan yang digunakan Rasulullah, kita bisa menilai apakah perang-perang yang dikobarkan oleh sekelompok umat Islam itu sah atau tidak. Jika memang alasan itu sesuai dan sejalan dengan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw, perang yang terjadi sudah seharusnya menjadi perang bagi umat Islam seluruhnya di muka Bumi. Setiap diri muslim wajib berpartisipasi sesuai dengan kapasitas masing-masing. Akan tetapi, jika tidak sesuai dengan alasan yang dilakukan oleh Rasulullah, perang itu sama sekali tidak sah dan sama saja dengan membuat kedurhakaan kepada Allah swt dan pengkhianatan kepada Rasulullah Muhammad saw. Hal itu disebabkan perang itu hanya bersandar pada hawa nafsu, membuat buruk kehidupan manusia, dan memperburuk citra Agama Islam. Perang seperti itu memang harus diperangi secepatnya agar kembali pada jalan Allah swt. Besar kemungkinan bahwa perang itu justru buah dari skenario yang disusun para syetan jin dan syetan manusia.

Sekali lagi, alasan perang Rasulullah hanyalah untuk membela diri, membela kehormatan, mempertahankan hak, dan menegakkan keadilan. Di luar itu, tidak ada.

Bagaimana dengan perang menegakkan Negara Islam?

Pertanyaan itu bisa dijawab dengan pertanyaan lain, yaitu kapan Nabi Muhammad saw berperang untuk menegakkan Negara Islam?

Di samping itu, frasa Negara Islam berasal dari dua konsep yang sangat jauh, yaitu konsep negara dan konsep Islam. Konsep negara atau negara bangsa tumbuh pascaperjanjian Westphalia yang hadir dalam masa-masa kelam daratan Eropa. Adapun Islam hadir sebelum langit dan Bumi diciptakan yang kemudian dibawa dan diperkenalkan para nabi sejak Adam as sampai dengan Muhammad saw. Jadi, wajar jika konsep Negara Islam akan selalu rancu.

Lain kali kita akan coba bahas soal Negara dan Islam. Tidak pada artikel ini.

Kita harus menyudahi kondisi hidup dalam permainan para begundal ini dengan cara kembali pada kebenaran Islam dan membela secara penuh urusan kaum muslimin sekaligus menentang secara penuh kekerasan-kekerasan dari kelompok mana pun. Jangan banci, setengah-setengah, hanya karena ingin dipuji atau ingin bisnis lancar.

Perlu diperhatikan, walaupun berteriak dalam jihad Allahu Akbar berkali-kali, tetapi perang yang dilangsungkan itu tidak sesuai dan sejalan dengan yang dicontohkan Rasulullah, sama sekali tidak punya arti apa-apa, bahkan sama dengan menanam dosa untuk dituai di tanah neraka kelak.

Lakukan kebaikan, perdamaian, dan kasih sayang sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah saw. Kalaupun harus berperang, lakukan pula sesuai dengan alasan dan cara-cara Rasulullah saw.

Demi Allah swt