Thursday 18 June 2015

Komitmen Myanmar terhadap Asean Harus Dipertanyakan

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Diskriminasi dan tragedi terhadap Rohingya di Myanmar yang kemudian berimbas pada negara-negara di sekitarnya, termasuk Indonesia jelas merupakan tanggung jawab penuh Negara Myanmar. Negeri itu harus bisa menjelaskan dengan pasti penyebab peristiwa itu dan upaya yang pasti untuk menyelesaikan permasalahan itu.

            Jika memang benar Myanmar merupakan negara yang melegalkan pengusiran, pembunuhan, dan diskriminasi terhadap manusia, baik warganya sendiri maupun yang lainnya, komitmennya terhadap Asean harus benar-benar dipertanyakan.

            Asean itu memiliki kesepakatan Dasasila Bandung. Semua anggotanya harus berusaha keras melaksanakan Dasasila Bandung. Jika ada anggota Asean yang berkhianat terhadap Dasasila Bandung, otomatis dia sama sekalli tidak menghormati kesepakatan yang artinya untuk apa dia berada dalam Asean jika melanggar kesepakatan.

            Paling tidak ada dua sila yang telah dilanggar oleh Myanmar dalam hal kasus Rohingya. Pertama, Sila Pertama yang bunyinya Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Kedua, Sila Kesepuluh yang berbunyi Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional.

            Tragedi yang menimpa pengungsi Rohingya jelas merupakan pelanggaran terhadap kedua sila dari Dasasila Bandung. Pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia jelas harus mengingatkan secara tegas dan keras agar Myanmar menghormati Dasasila Bandung yang telah disepakatinya. Jangan biarkan pergaulan di Asean sebagaimana pergaulan di dunia yang lebih luas yang hanya bersandar pada kekuatan militer, materi, dan kekayaan alam. Mereka yang kuat dalam hal-hal itu adalah yang harus dipatuhi, mirip preman pasar. Asean harus bersandar pada nilai-nilai luhur yang telah terkristal dalam Dasasila Bandung. Indonesia harus menjadi contoh untuk itu, yaitu jangan mau ditekan dengan hal-hal bersifat materi, tetapi konsisten berjuang menegakkan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Myanmar adalah contoh nyata negara yang harus dikembalikan pada nilai Dasasila Bandung.


            Bukan hanya harus diingatkan pada Dasasila Bandung, melainkan pula Myanmar harus diingatkan bahwa ajaran Budha adalah penuh kasih sayang dan tidak mengajarkan diskriminasi berdasarkan kesukuan, tempat lahir, maupun agama. Jangan permalukan Budha yang penuh kasih dan hormat dengan perilaku-perilaku yang jauh bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan Budha.

Monday 15 June 2015

New World Order vs A World Anew

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Para pendukung The New World Order setiap hari bergerak dan bekerja untuk mencapai tujuan mereka. Mereka mengeluarkan uang banyak, energi yang besar, dan mengorbankan jutaan nyawa manusia untuk saling bunuh di muka Bumi ini. Setahap demi setahap mereka terus berupaya keras agar dunia berada di bawah kendali mereka dengan melakukan fitnah-fitnah keji kepada pihak-pihak yang dianggap hambatan bagi tercapainya tujuan mereka. Sementara itu, gerakan yang diharapkan menahan gerak laju mereka justru mengalami kemunduran pesat dan hampir dilupakan dunia, kecuali hanya diingat untuk acara-acara seremonial yang masih hampa aktivitas dan hampa hasil. Gerakan itu adalah a World Anew yang digagas Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno.

            The New World Order artinya adalah tatanan dunia baru. A World Anew artinya adalah sebuah dunia baru. Keduanya menginginkan adanya suatu kondisi dunia yang benar-benar baru, tetapi berbeda dalam cara pelaksanaan, tujuan, dan orang-orang yang memegang kendali dunia baru yang diharapkan itu.

            The New World Order sudah sejak lama bergerak dengan cara sembunyi-sembunyi, kerja sama  rahasia, mempengaruhi akal pikiran manusia melalui media massa dan pendidikan, serta melakukan pegelompokan-pengelompokan dalam mengatur negara-negara di dunia. Mereka bekerja tidak banyak diketahui secara umum karena sesungguhnya mereka itu curang, licik, jahat, angkuh, dan kejam. Mereka tak segan-segan mengobarkan perang dan melakukan banyak fitnah untuk mencapai tujuan mereka. Mereka memang berupaya untuk tidak banyak diketahui umum karena mereka sendiri sadar tentang kejahatan mereka dan tidak mau muncul secara jantan ke permukaan. Dominasi Amerika Serikat yang lantang dielukan oleh George Bush Sr. sebagai ”New World Order” atau tatanan dunia baru ini menginginkan homogenitas yang berpaku pada struktur yang diciptakan pihak barat (Salter, 2002: 128). Keinginan berkuasa dan berpaku pada struktur barat ini sudah jelas adanya ambisi untuk meraup kekuasaan dan keuntungan materi secara curang, serakah, dan penuh keangkuhan.

            Berbeda jauh dengan A World Anew, yang digagas oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno. Gagasan itu disampaikan tidak secara sembunyi-sembunyi dan harus dilaksanakan secara terbuka, tidak secara rahasia karena mengandung rencana kerja positif serta upaya-upaya yang solutif bagi manusia dan kemanusiaan di seluruh dunia, tidak memakukan nilai pada struktur budaya atau ras tertentu. Untuk mencapainya pun tidak boleh dilakukan dengan kekerasan atau menciptakan perang-perang di antara manusia seperti yang dilakukan oleh para pendukung New World Order.  Setiap bangsa, budaya, kekuatan ekonomi, nilai-nilai keluhuran, sejarah kuno harus diakui untuk memperkuat hubungan antarbangsa di dunia dan setiap bangsa memiliki hak yang sama dalam menciptakan perdamaian dunia, bukan digenggam oleh beberapa gelintir bangsa yang dianggap berkuasa. A World Anew menginginkan dunia yang bebas dari sengketa dan perang serta menganggap lebih penting opini dan pendapat bangsa-bangsa dibandingkan bom-bom, senjata-senjata, dan perang-perang dalam menciptakan perdamaian dunia. Moral harus menjadi senjata utama dalam pergaulan internasional, bukan uang dan harta benda. Manusia harus disadarkan bahwa perang-perang yang berkecamuk di wilayah manapun, tetap berimbas ke seluruh dunia, apalagi dengan senjata-senjata pemusnah massal. Oleh sebab itu, perang haruslah dihindari. Nonblok adalah bukan hanya tidak berpihak ke barat maupun ke timur, tetapi esensinya adalah tidak ikut dalam pertikaian yang saling berebut kekuasaan. Malahan, harus menjadi penengah dalam setiap pertikaian agar terjadi perdamaian. Apabila membantu meredam gejolak di dalam negara tertentu, harus membantu dengan terbuka dan jelas tanpa ikut campur atau menginginkan imbalan kekuasaan atas bantuan tersebut. Jangan bertindak atau bersikap sebagai “alat” dari penjajahan atau neokolonialisme. Yang paling penting di atas itu semua adalah meyakini bahwa Pancasila adalah bersifat universal dan dunia akan berada dalam perdamaian jika Pancasila dilaksanakan secara universal. Musyawarah dan mufakat adalah kunci utama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dunia, bukan adu kuat senjata dan mengirimkan para pemuda untuk berkelahi dalam medan tempur.


Perbedaan Jelas

Kita bisa melihat dengan jelas perbedaan nyata antara New World Order dengan A World Anew. New World Order menginginkan tatanan dunia baru yang dipegang atau dikuasai pihak barat. Adapun A World Anew menginginkan tatanan dunia baru dipegang atau dikuasai oleh semua bangsa dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat. New World Order meyakini bahwa kekuatan militer, paksaan, fitnah, kebohongan, dan penaklukan adalah cara ampuh untuk mengendalikan dunia. Adapun A World Anew meyakini bahwa kebersamaan, persaudaraan, kesederajatan, dan kesepahaman adalah cara ampuh untuk menciptakan perdamaian dunia.

            Kini dunia terseret-seret oleh agenda New World Order dengan akibat yang sudah diprediksikan oleh Pemimpin Besar Revolusi Indonesia saat berpidato di hadapan Majelis Umum PBB. Soekarno meramalkan bahwa jika cara-cara kekerasan dan penaklukan digunakan, dunia akan terancam bahaya dan akan selalu diliputi ketegangan.

Ramalan itu terbukti toh?

Jika dunia ingin damai secara hakiki harus menggunakan cara musyawarah untuk mufakat, seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang mengadakan konferensi di Bandung. Konferensi Asia Afrika awalnya diragukan oleh pihak barat akan menghasilkan sesuatu yang bagus dan baik, malahan diramalkan akan menimbulkan pertikaian yang tajam di antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika karena perbedaan pandangan yang tajam di dalam negara masing-masing, yaitu paham ekstrem kiri dan ekstrem kanan. Akan tetapi, kesaktian musyawah untuk mufakat menunjukkan jati dirinya. Prediksi barat kecele, ngaco, borokok, salah berat. Bangsa Asia Afrika telah mampu dengan manis menghasilkan Dasa Sila Bandung tanpa ada pertikaian, padahal di kalangan Asia Afrika bertaburan orang-orang berpaham kiri dan kanan. Musyawarah untuk mufakat memang sakti.

Sekarang ketika kita menyaksikan New World Order setiap hari menimbulkan kerusakan di muka Bumi ini, adalah waktu yang sangat tepat untuk mengingatkan kembali Dasa Sila Bandung sebagai hasil musyawarah untuk menahan laju gelombang kejahatan New World Order. Tugas dan tanggung jawab utama untuk mengembalikan semangat A World Anew terutama berada pada pundak bangsa Indonesia. Kita harus menumbuhkan keyakinan kembali pada bangsa Asia Afrika terhadap Dasa Sila Bandung yang bukan sebatas ritual tahunan, melainkan aksi nyata dalam pergaulan internasional. Kita harus menjadikan agenda A World Anew sebagai penahan laju kekejaman New World Order. Indonesia harus berada di depan dan yakin mampu mengatasi berbagai ketimpangan dunia. Kita bisa bekerja sama dengan bangsa-bangsa yang menyepakati Dasa Sila Bandung untuk mengatasi masalah bersama dan menghentikan pemujaan dan ketergantungan pada pihak barat.

Apabila kita bergantung dan selalu memuja struktur barat, kita hanyalah alat dari New World Order, bukan sebagai subjek utama pelaku A World Anew. Itu artinya kita telah menghina perjuangan pendiri Republik Indonesia dengan menyerahkan diri pada dominasi New World Order yang telah nyata-nyata menimbulkan banyak kekusutan di muka Bumi ini.

Kembali pada A World Anew, selamatkan dunia!

Monday 8 June 2015

Jalan Lurus



oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Paling tidak umat Islam berdoa tujuh belas kali dalam sehari semalam untuk mendapatkan petunjuk dari Allah swt. Kaum muslim berharap Allah swt memberinya petunjuk dalam kehidupan agar tidak salah arah, tidak salah langkah, dan tidak salah tujuan. Doa itu ada di dalam Surat Al Fatihah ayat 6:

            “Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

            Jalan yang lurus itu apa, bagaimana?

            Di dunia ini banyak sekali ditawarkan jalan-jalan kehidupan yang diklaim sebagai jalan yang paling lurus, paling benar, dan paling hebat. Ada yang menawarkan agama, keyakinan tertentu, pandangan hidup, sistem pergaulan, atau sistem sosial lainnya. Jika dilihat sekilas, tawaran-tawaran itu tampak baik, hebat, masuk akal, dan patut untuk dijalani.  Akan tetapi, itu semua hanyalah khayalan, dugaan, kira-kira, pendapat, pandangan, dan pemikiran yang banyak sekali mengandung celah kesesatan.

            Dalam bahasa aslinya jalan yang lurus itu adalah shiraatal mustaqiim. Saya jadi ingat ceritera masa kecil dulu bahwa yang namanya shiraatal mustaqiim itu sangat tipis, bagaikan seutas rambut dibelah tujuh. Sesungguhnya, itu bukanlah ceritera bualan atau dongeng tanpa dasar, melainkan kondisi yang digambarkan oleh orangtua kita bahwa jalan yang lurus itu adalah sangat samar bagi kebanyakan manusia. Jika tidak diberi pandangan yang tajam dan petunjuk oleh Allah swt, kita bisa memilih dan melangkah di jalan yang sesat, tetapi kita menduganya jalan yang benar. Itulah shiraatal mustaqiim, jalan yang sering disamarkan oleh jalan-jalan syetan sehingga manusia tidak benar-benar melangkah di jalan itu. Manusia hanya menduga saja bahwa dirinya sedang melakukan hal yang benar, padahal sesungguhnya berada dalam jalan syetan.

            Bayangkan saja gambaran para orangtua kita bahwa shiraatal mustaqiim itu bagaikan seutas rambut dibelah tujuh. Seutas rambut saja sudah sangat tipis, kadang-kadang kalau terjatuh, kita tidak bisa melihatnya. Apalagi kalau rambut yang sudah tipis itu dibelah tujuh, semakin tidak terlihat. Kalau ingin melihatnya, terpaksa kita harus menggunakan alat yang mampu membuat benda tipis dan kecil tampak ribuan kali lipat besarnya. Biasanya alat itu disebut mikroskop.

            Nah, begitulah shiraatal mustaqiim yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang telah ditajamkan matanya, dicerahkan pikirannya, dibeningkan hatinya, diluaskan pandangannya, dan disucikan perilakunya oleh Allah swt. Kepada merekalah sebenarnya umat Islam harus menuju, belajar, meminta pandangan, dan berharap nasihat agar tak salah langkah dan tak salah arah.

            Tak heran jika pada masa ini banyak sekali manusia yang gelisah, bingung, mudah marah, mudah sedih, grasa-grusu, sering cemas, gemar bertengkar, gampang memfitnah, enteng berbohong, ketakutan terhadap masa depan, kehilangan wibawa dan harga diri, dan berbagai kekusutan lainnya. Padahal, mereka sudah merasa seolah-olah melakukan hal yang benar, menjalankan ritual agama dengan baik, mengeluarkan uang untuk orang lain, dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan kebanyakan manusia hanya menduga telah berjalan pada jalan yang lurus, padahal sesungguhnya sedang terjerembab dalam kesesatan.

            Jadi, bagaimana dan apa sesungguhnya jalan yang lurus itu?

            Allah swt sudah sedikit memberikan dorongan berupa penjelasan mengenai jalan lurus itu. Yang dimaksud Allah swt sebagai jalan yang lurus adalah sebagaimana dalam firman-Nya pada Surat Al Fatihah ayat 7:

            “(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

            Jelas, kan?

            Meskipun sudah jelas, agar kita lebih mudah untuk melaksanakannya dan agar kita tidak salah, harus dipilah dulu mana jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat  serta jalan mereka yang dimurkai dan sesat. Jika kita tidak memilah-milah dulu, kita bakalan terjerumus dengan mencampurkan antara kebaikan dan kesesatan.   

Ada dua jalan yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu jalan orang-orang yang diberi kenikmatan yang harus kita ikuti serta jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat yang harus kita hindari.

            Siapa saja orang-orang yang telah diberi kenikmatan tersebut?

            Siapa saja orang-orang yang dimurkai dan sesat itu?

            Orang-orang yang telah diberi kenikmatan tentu saja para nabi dan orang-orang yang mengikuti para nabi tersebut secara utuh dan terlepas dari dorongan hawa nafsunya sendiri yang rendah.

            Nabi yang mana?

            Ya para nabi yang sudah disebutkan Allah swt dalam Al Quran. Bukan orang-orang yang mengaku-aku nabi setelah kenabian ditutup oleh Muhammad Rasulullaah saw.

            Terus, siapa saja orang-orang yang dimurkai dan sesat itu?

            Mereka adalah orang-orang yang merendahkan ajaran para nabi, menyingkirkan ajaran nabi hanya untuk upacara keagamaan, mengampanyekan bahwa pikiran manusia lebih hebat, menuding bahwa ajaran para nabi sudah tidak lagi bisa dilaksanakan pada masa ini, membanggakan hasil pikirannya sendiri, tidak menyentuh ajaran para nabi, dan atau membanggakan diri sebagai pengikut orang-orang yang sudah sesat.

            Lihat bagaimana sudah sangat tersesatnya kita!

            Jika kita sekolah atau menyekolahkan anak, apa tujuannya?

            Sebagian besar dari kita berharap agar kita dan atau anak kita mendapatkan pekerjaan yang baik, bergaji besar, dan terhormat!

            Benar kan?

           
Saya tanya nabi siapa yang mengajarkan hal seperti itu?

            Tidak ada!

            Itu adalah ajaran para syetan kapitalis yang berasal dari luar negeri.

            Para nabi mengajarkan bahwa kita memang wajib menuntut ilmu adalah agar kita dapat lebih baik lagi mengabdikan diri kepada Allah swt dan bermanfaat bagi manusia lain dan lingkungan sekitar kita. Khairunnas anfauhum linnas, ‘sebaik-baik manusia di antara kamu adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lainnya’.

            Karena kita sudah tersesat dengan pikiran-pikiran sesat, tetapi kita menganggapnya sebagai “kebenaran dan kebaikan”, lihat apa hasil dari itu semua. Orang-orang berlomba mencari uang sebanyak-banyaknya dan kehormatan setinggi-tingginya tanpa mempedulikan etika dan orang lain. Mereka kemudian tenggelam pada perilaku korupsi, kolusi, kerja sama rahasia, melecehkan orang lain, tidak menghargai karya orang lain, berupaya menjatuhkan orang lain, dan lain sebagainya. Di pikiran mereka hanya ada “uang” dan “kehormatan”.

            Pikiran dan tujuan “sekolah” yang hanya untuk kerja, uang, dan kehormatan jelas membuat jauh dari ajaran kebenaran, ajaran orang-orang yang telah diberikan nikmat, yaitu para nabi. Coba kita perhatikan apakah korupsi, kolusi, kerja sama rahasia, bersaing secara buruk, curang, menjatuhkan orang lain, dan melecehkan itu merupakan cerminan dari khairunnas anfauhum linnas?

            Apakah perilaku-perilaku itu merupakan perilaku yang bermanfaat bagi orang lain?

            Jelas tidak!

            Penyebabnya padahal sepele, yaitu bersekolah untuk mendapatkan uang, kedudukan, dan kehormatan.

            Berbeda jauh dengan “sekolah” yang bertujuan memberikan manfaat kepada orang lain. Ilmu yang telah didapatnya dan posisi yang telah ditempatinya akan digunakan sebagai alat untuk memberikan manfaat kepada orang lain dan sarana mengabdikan diri kepada Allah swt. Soal uang, materi, kekayaan, dan harta benda akan mengikuti sendiri. Allah swt akan melengkapi kehidupan seseorang agar seseorang itu melaksanakan tugasnya untuk memberikan manfaat kepada manusia lainnya.

            Jika menjadi dokter, dia akan berhati-hati agar tidak merugikan pasien dan tidak akan mengambil keuntungan secara curang dari pasiennya. Jika menjadi guru atau dosen, tidak akan memberatkan siswanya, apalagi jualan ijazah palsu. Jika menjadi pemimpin masyarakat, ia tidak akan menyedot harta rakyat karena hal itu membuatnya menjadi pengkhianat bagi dirinya sendiri. Orang yang tujuannya hanya Allah swt dengan cara memberikan manfaat kepada orang lain akan terhindar dari perilaku buruk karena jika berperilaku buruk, sama saja dengan mencederai cita-cita sebagai orang yang ingin memberikan manfaat bagi manusia lainnya.

            Sekarang contoh lain.

            Masih ingat bahwa kita tidak boleh sombong dan jika memberi dengan tangan kanan, tangan kiri tidak boleh tahu?

            Ajaran itu adalah ajaran para nabi.

            Akan tetapi, dengan hidup menggunakan politik demokrasi, kita dituntut menjadi orang-orang sombong yang suka menyebarluaskan kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan. Untuk mendapatkan kedudukan dalam proses demokrasi, jelas harus menampilkan diri dan berteriak-teriak bahwa kita adalah paling baik dibandingkan orang lain serta merinci segala kegiatan baik kita di hadapan orang banyak. Bahkan, adapula orang yang cuma mengarang dan menipu masyarakat dengan kegiatan-kegiatan yang seolah-olah baik, padahal palsu.

            Kita menganggap bahwa demokrasi adalah baik dan benar, tetapi lihat apa buktinya. Kita jadi gemar menuduh, suka bertengkar, rajin korupsi, sombong, mudah stress, berupaya mencari celah dari jeratan hukum padahal sudah jelas bersalah, kerap berdusta, ringan memfitnah, senang sekali melihat orang lain jatuh, dan lain sebagainya.

            Begitukah ciri-ciri orang yang khairunnas anfauhum linnas?

            Padahal, yang namanya jabatan itu adalah beban di dunia dan penyesalan di akhirat. Jabatan itu sesungguhnya amanat yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan diakhirat. Kini kita sudah sangat sering melihat bahwa banyak sekali orang yang dulunya menduduki jabatan tinggi, lalu terlempar ke penjara.

            Demokrasi itu kelihatannya ajaran yang baik, tetapi sesungguhnya mendorong orang untuk menjauh dari ajaran para nabi, ajaran orang-orang yang diberikan kenikmatan. Bahkan, sesungguhnya hanya memancing orang untuk mengikuti jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat.

            Lihat saja orang-orang yang lebih dahulu melaksanakan demokrasi di negeri asalnya. Mereka sudah sangat sering gelisah, tak tahu hidup untuk apa, penghormatan kepada orangtua sudah hampir musnah, seks bebas jadi kewajaran, sering sekali memfitnah orang lain, gemar berdusta, mudah bertengkar, tidak menghormati perempuan, gampang membunuh, grasa-grusu, meragukan eksistensi Tuhan, menjatuhkan orang lain merupakan kebiasaan, korup, dan seabrek kemaksiatan lainnya.


Hanya Satu Jalan

Hanya ada satu jalan dan jalan itu sebenarnya ada di depan mata, hanya kita harus menguatkan mental dan keinginan kita untuk melangkah pada jalan itu. Jalan itu adalah milik para nabi yang jelas-jelas diberikan kenikmatan oleh Allah swt.

            Jalan-jalan lain yang menyimpang dan bertentangan dengan para nabi adalah jalan yang dimurkai dan sesat.

            Sebagai seorang muslim, kita harus menampakkan bahwa kita berbeda dibandingkan dengan orang-orang yang tidak mengikuti jalan para nabi. Kita hanya harus mengikuti jalan orang-orang yang diberikan kenikmatan.

            Jika kita ternyata menggunakan cara hidup atau jalan hidup sebagaimana orang-orang yang dimurkai dan sesat, lalu apa bedanya kita dengan mereka?

            Kita harus menjadi cahaya dalam kehidupan dunia ini, bukan hidup dalam kegelapan sebagaimana mereka yang tenggelam dalam kegelapan. Begitulah seharusnya muslim bersikap dan bangga dengan hal itu karena kita pun akan sama-sama diberikan kenikmatan oleh Allah swt bukan kemurkaan dan kesesatan.
 
Akan tetapi, jika kita hidup berada di jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat, tanyalah diri kita sendiri, “Apakah kita benar-benar muslim atau hanya seorang beridentias muslim yang senang mengikuti jalan hidup orang-orang yang dimurkai dan sesat?”

Friday 5 June 2015

Mengabdi Dulu Baru Meminta



oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Hampir di seluruh instansi, baik swasta maupun negeri, biasanya gaji, honor, maupun bonus, selalu diberikan setelah kita bekerja. Artinya, kita harus melakukan dulu serangkaian aktivitas yang dikehendaki oleh atasan kita, kemudian kita berhak meminta atau memohon upah atas kerja yang kita lakukan. Sangatlah aneh jika ada seseorang atau sekelompok orang yang protes meminta haknya diberikan, tetapi tidak dapat menunjukkan hasil kerjanya. Ia tidak akan pernah mendapatkan apa yang dia inginkan sebelum bekerja dengan baik. Bekerja dengan baik adalah syarat utama untuk mendapatkan upah dan tetap bertahan dalam pekerjaan tersebut. Jika tidak bekerja dengan baik atau bekerja tidak sesuai instruksi, ia bisa tidak mendapatkan honor atau bahkan diberhentikan dari pekerjaan tersebut.

            Demikian pula seharusnya kita bersikap kepada Allah swt. Kita harus menunjukkan diri terlebih dahulu sebagai hamba yang baik, taat, dan tahan uji agar Allah swt mengasihi kita, melindungi kita, memberikan jalan keluar bagi kita dari berbagai kesulitan, dan membimbing kita ke jalan yang Dia inginkan. 

Begitulah etika yang harus dilakukan jika kita mengharapkan sesuatu dari Allah swt sebagaimana firman Allah swt dalam Al Quran Surat Al Fatihah ayat 5:

“Hanya kepada Engkaulah kami mengabdi dan  hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”

Ayat tersebut menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnya kita harus mengabdi dulu kepada Allah swt, baru meminta pertolongan. Kita harus menunjukkan sepenuh jiwa raga bahwa hanya Allah swt yang kita sembah, yang kita agungkan, yang kita abdi, bukan yang lain. Kita harus jelas secara lahir dan batin bahwa Allah swt sajalah yang menjadi tujuan serta zat yang kita takuti dan kita taati. Kita tidak boleh taat kepada siapa pun, kecuali Allah swt. Setelah kita menunjukkan diri sebagai hamba sejati Allah swt, baru kita pantas untuk meminta pertolongan Allah swt.

Yang harus diingat adalah Allah swt pemilik segalanya dan berkuasa atas segala sesuatu. Artinya, Allah swt adalah Zat yang seharusnya paling ditakuti dan dipatuhi. Segala sesuatu yang bertentangan dengan Allah swt harus pula menjadi musuh kita dan kita tidak boleh berada di dalam kubangan para penentang Allah swt.

Sangatlah tidak etis jika kita hidup jauh dari tuntunan Allah swt, bahkan berada dalam kubangan lumpur kesesatan, tetapi ketika kita ditimpa musibah atau menginginkan sesuatu, tiba-tiba kita memohon kepada Allah swt. Kita pasti tidak berani meminta uang atau gaji kepada seorang direktur yang tidak kita kenal dan kita tidak pernah bekerja padanya.

Akan tetapi, mengapa kita berani meminta kepada Allah swt tanpa menunjukkan kepatuhan kita secara nyata kepada Allah swt?

Tidak tahu malukah kita?

Yang lebih parah adalah menuding Allah swt sebagai tidak adil jika tidak mengabulkan permohonan kita. Lebih jauh lagi adalah menganggap bahwa doa itu sama sekali tidak berguna karena keinginan kita tidak dipenuhi Allah swt.

Memangnya Allah swt adalah Koordinator Pengadaan Barang dan Jasa?

Memangnya Allah swt adalah  Penjaga Gudang Barang dan Jasa?

Terlalu banyak orang yang telah merendahkan Allah swt dengan cara memohon tanpa menunjukkan bukti diri sebagai orang yang taat kepada-Nya.

Benar sekali Allah swt memiliki segalanya serta menjaga dan memelihara segala milik-Nya, baik di Bumi maupun di langit, baik yang tampak maupun yang gaib. Oleh sebab itu, kita harus menunjukkan diri sebagai pribadi-pribadi yang pantas mendapatkan pertolongan dan rahmat Allah swt.


Allah swt Menjerumuskan Manusia ke Lembah Kesulitan

Sering pula Allah swt menjerumuskan hamba-Nya ke dalam lembah kesulitan dan penderitaan yang seolah-olah tak berakhir. Allah swt membiarkannya dalam kesengsaraan dan kepedihan mendalam. Itu artinya Allah swt sedang menguji dan membersihkan diri seseorang dari berbagai dosa dan kekotoran hidup. 

Allah swt benar-benar menyaksikan orang-orang yang dijerumuskan-Nya dalam kehinaan dan mengujinya, apakah benar-benar beriman serta kembali kepada-Nya ataukah akan mengambil jalan pintas yang teramat buruk dan menyesatkan?

Jika orang-orang itu tetap beriman dan kembali kepada Allah swt, kemudian dengan sangat lirih mengakui berbagai dosa yang telah diperbuatnya serta menangis memohon pertolongan Allah swt dengan kata-kata permohonan yang tulus penuh mutiara hikmah, Allah swt senang kepada orang itu dan membanggakannya di hadapan para malaikat. Sungguh, Allah swt kerap menjebak manusia dalam lembah kesengsaraan agar mereka menggunakan lidahnya dengan bersih untuk memohon ampun, mengagungkan Allah swt, dan meminta dengan kepasrahan untuk segera dilepaskan dari kesulitan yang sedang dideritanya.

Menurut Syekh Abdul Qadir Jaelani, manusia itu tidak akan pasrah kepada Allah swt jika masih ada sesuatu yang lain yang bisa menolong dirinya. Orang itu tidak akan pernah benar-benar tunduk kepada Allah swt jika masih ada orang lain atau sesuatu yang lain yang menjadi andalannya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Akan tetapi, ketika tidak ada seorang pun atau sesuatu pun yang mampu menolong dirinya, ia mulai menyadari bahwa hanya Allah swt yang mampu menyelamatkan dirinya.

Ketika ditimpa kesulitan, biasanya manusia berusaha dengan dirinya sendiri. Ketika dirinya tidak mampu menyelesaikannya, dia meminta pertolongan kepada orang banyak, orang yang lebih kuat, atau orang yang punya kekuasaan atas banyak hal. Ia akan sangat mengharapkan pertolongan mereka. Tak letih ia mondar-mandir, menunggu berjam-jam, berhari-hari hanya untuk merayu dan mengemis rasa kasihan dari orang-orang yang dianggap lebih berkuasa atas dirinya. Akan tetapi, ketika orang-orang itu tidak dapat memberikan pertolongan dan terlepas dari dirinya, ia mulai mencari hal-hal lain yang dapat menyelamatkan dirinya. Ia akan berpayah-payah mencari jalan keluar dari kesedihan dan kebingungan yang menimpanya. Ketika tak ada sesuatu pun atau seorang pun yang dapat dijadikan penolong bagi dirinya, ia mulai kecewa teramat berat, sedih tiada terkira, bingung bukan kepalang. Ia benar-benar merasa putus dari sekelilingnya, tak ada lagi yang bisa diharapkan. Benar-benar dia putus asa. Allah swt memang sedang benar-benar meremukan dirinya. Hancurlah dirinya, terhina sampai ke dasar-dasarnya.

Ia sudah sangat putus asa. Ia berulang-ulang berdoa kepada Allah swt dengan kalimat-kalimat yang menyedihkan dan penuh keputusasaan. Ia benar-benar sangat mengharapkan Allah swt. Akan tetapi, sayang seribu sayang, Allah swt tetap membiarkannya dalam keadaan tanpa harapan. Allah swt membenamkannya dalam lumpur kehinaan. Doa-doa yang dipanjatkannya tak kunjung terkabul karena memang Allah swt tidak mengabulkannya.

Ketika semua sudah tak bisa lagi diharapkan dan Allah swt seolah-olah membiarkan doa-doanya hangus dan hancur menjadi serpihan-serpihan tak berguna yang ditiup angin terbuang ke segala arah, ia kemudian hanya bertumpu pada ruhnya. Ia kini hidup bagai bola sepak yang ditendang ke sana kemari oleh para pemain bola tanpa bisa melakukan apa pun karena sudah terlalu letih. Ia sudah bagai jenazah di tangan orang-orang yang memandikannya. Ia sudah tak ada lagi upaya untuk melakukan sesuatu bagai mayat yang dibolak-balikan oleh orang yang memandikannya.

Sungguh ia sedang diuji. Dalam keadaan terkapar penuh derita, ia bisa memilih antara kesesatan dan Allah swt. Jika dia memilih kesesatan, Allah swt akan membiarkannya terombang-ambing dalam lautan kebingungan tanpa petunjuk hingga akhir hayatnya jika Allah swt tidak memberikannya pertolongan dan berakhir dalam neraka. Akan tetapi, jika dia memilih kebenaran, Allah swt mulai menjanjikannya dengan berbagai harapan-harapan. Perlahan namun pasti, Allah swt mulai membasuh luka-lukanya, menghangati lagi tubuhnya dari dinginnya kesengsaraan. Allah swt memperlakukannya bagai bayi yang baru lahir. Bayi itu menangis atau tidak, Sang Ibu tetap menyusuinya. Artinya, berdoa ataupun tidak Allah swt akan memberikan rahmatnya. Allah swt mulai menyembuhkannya dari segala kesusahan dan diberinya jalan keluar dari berbagai kesulitan.

Kondisi ini adalah kondisi terbaru bagi dirinya. Dia sudah sangat diperhatikan Allah swt. Jika Allah swt mulai lagi memberinya banyak kemudahan, lalu dia terlena lagi dengan kemudahan itu, Allah swt mengancamnya lagi dan mulai lagi menghancurkannnya seremuk-remuknya. Kemudian, jika dia kembali sadar dengan cepat, Allah swt pun memudahkannya lagi. Dalam keadaan sulit, ia tetap diberikan harapan. Dalam keadaan penuh dengan kemudahan, ia tetap berada dalam ancaman Allah swt.

Allah swt memperlakukannya demikian karena menginginkan dia melakukan pengabdian yang utuh kepada-Nya agar Allah swt mengujinya. Kemudian jika dia berhasil, Allah swt tetap bersamanya. Jika dia gagal, tersesatlah dalam kehampaan hidup.

Mulailah menunjukkan diri sebagai pengabdi sejati Allah swt dan ingkari seluruh hal yang menjauhkan diri dari Allah swt. 

Mudah-mudahan Allah swt selalu melindungi dan memberikan petunjuk kepada kita semua.

Amin.