Thursday 8 September 2016

LGBT Lebih Bahaya Dibandingkan Firaun

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya, tidak ada manusia yang diciptakan untuk memiliki gen bawaan yang membuatnya menjadi lesbian, gay, biseks, dan transgender (LGBT). Memang ada beberapa penelitian yang mengklaim bahwa LGBT terjadi karena gen bawaan dari alam rahim. Akan tetapi, ada banyak pula peneliti yang membantah hasil penelitian itu. Banyak sekali artikel dan mereka yang menguji kebenaran soal gen bawaan itu. Mereka pun mendapatkan kesimpulan bahwa tidak ada gen yang menjadikan manusia menjadi LGBT. Mereka bilang itu adalah kebohongan.

            Saya lebih percaya pada penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa gen bawaan itu sama sekali tidak ada. Apalagi jika kita perhatikan bahwa para peneliti yang mengatakan bahwa LGBT berawal dari gen bawaan manusia sejak alam rahim adalah berasal dari luar negeri. Bagi mereka yang punya penyakit pikiran bahwa “luar negeri atau barat atau PBB selalu bagus”, akan dengan cepat percaya tanpa periksa. Bagi saya, sama sekali tidak. Hal itu disebabkan banyak peneliti barat yang berulang-ulang melakukan penelitian untuk mendukung kekuatan ekonomi tertentu. Di Amerika Serikat saja sudah banyak orang yang bersuara lantang bahwa sebenarnya wabah flu disebarkan secara sengaja agar orang membeli obat-obat flu.

            Siapa yang untung?

            Perusahaan farmasi!

            Memang sejak flu semakin mewabah, bermunculan obat-obat flu, baik yang sifatnya inhaler, balsam, atau padat (pil/tablet). Obat-obat mereka pun beredar pula di Indonesia. Demikian pula dengan berdatangannya penyakit-penyakit lain, banyak pihak menduga keras bahwa itu sengaja diciptakan untuk mendorong peningkatan penghasilan perusahaan farmasi.

            Mereka memang terbiasa melakukan hal seperti itu. Kita pun yang sulit lepas dari komputer atau gadget, sering terganggu dengan keberadaan virus yang setiap saat bertambah banyak dan bertambah pula jenisnya. Virus di software itu tentunya ada yang membuatnya.

            Untuk apa virus dibuat?

            Virus itu sengaja disebar agar orang-orang membeli antivirus. Sesederhana itu penjelasannya.

            Hal yang sama pun saya duga dengan keras terhadap LGBT. Banyak orang, peneliti, ahli, atau dokter dari berbagai negara berpendapat bahwa LGBT harus dibiarkan hidup karena berasal dari gen bawaan. Bahkan, WHO pun mengatakan bahwa LGBT bukanlah suatu penyimpangan. Mereka berjuang agar LGBT dapat terus hidup karena mereka tahu bahwa perilaku itu akan menimbulkan banyak penyakit. Dengan banyaknya penyakit yang timbul dari perilaku LGBT dan jumlah penggemar LGBT meningkat, akan ada obat dan perawatan yang harus dibayar jika pada masanya penyakit akibat LGBT itu muncul.

            Siapa yang untung?

            Perusahaan farmasi!

            Tak ada hubungannya dengan hak azasi manusia, tak ada hubungannya dengan diskriminasi. Semua itu hanya soal bisnis, soal uang, tidak ada yang lain.

            Kapitalis!

            Kalau memang alasannya berjuang untuk Ham, seharusnya para LGBT itu disadarkan, diberikan kasih sayang, dan diberikan perhatian lebih agar dapat kembali menjadi manusia normal sebagaimana lainnya. Hal itu disebabkan semua orang berhak memiliki keturunan, semua orang berhak mendapatkan informasi untuk hidup sehat, semua orang berhak mendapatkan cinta yang hakiki dan sehat, serta manusia berhak untuk tetap mempertahankan ras-nya demi keberlangsungan kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Adapun LGBT adalah sebuah pengkhianatan terhadap keberlangsungan hidup spesies manusia.


Hukuman Bahaya Besar

Bahaya LGBT itu lebih besar dibandingkan bahaya Firaun. Firaun yang mengatakan bahwa dirinya adalah “Tuhan-mu yang paling tinggi”, hukumannya lebih ringan dibandingkan para LGBT pada zaman Nabi Luth as.

            Allah swt menghukum Firaun dengan cara ditenggelamkan ke dalam laut dan mayatnya tetap utuh, tetapi tidak dikubur sampai hari ini. Itu siksaan yang sangat mengerikan dan pastinya menyakitkan. Oleh sebab itu, atas dasar kasih sayang-Nya, Allah swt memerintahkan kaum muslimin agar sesegera mungkin menguburkan jenazah. Tubuh mayat yang tidak segera dikubur membuat ruh dan tubuhnya kesakitan. Semakin lama tidak dikubur, semakin lama dan semakin sakit pula yang diderita Si Mati. Bayangkan, Firaun yang sudah jelas mati, tidak dikubur-kubur sampai sekarang. Sakitnya pasti bukan main, tidak selesai-selesai, terus dirasakan setiap detik sampai dia dikuburkan. Akan tetapi, Allah swt memang sengaja membuatnya seperti itu karena di samping memberikan hukuman kepadanya, juga agar manusia mendapatkan pelajaran dari peristiwa yang menimpa Firaun.

            Meskipun demikian, Firaun masih bisa tetap dilihat, dipelajari, dan digali berbagai informasi darinya. Para profesor dan peneliti hingga hari ini selalu mendapatkan informasi yang baru mengenai Firaun dan kehidupannya. Di dasar laut banyak yang menemukan sisa-sisa Firaun. Ada yang menemukan helm tentaranya, ada yang menemukan roda kereta kudanya, senjatanya, baju besinya, dan lain sebagainya. Manusia masih dapat menggali informasi tentang dirinya.

            Berbeda dengan para LGBT masa Nabi Luth as. Ketika tiba hari mereka dihukum dengan hujan api meteor panas dari langit, Allah swt memerintahkan seluruh manusia untuk tidak melihat bagaimana proses penghukuman itu berlangsung. Nabi Luth as sendiri “dilarang keras” untuk melihat proses penyiksaan itu. Kalau ada yang sempat melihatnya, Allah swt menimpakan hukuman bagi orang yang melihat itu. Istri Nabi Luth as adalah orang yang melihat proses penghukuman Allah swt terhadap para LGBT itu. Oleh sebab itu, dia dihukum menjadi batu.

            Dengan berubahnya istri Nabi Luth as menjadi batu menandakan bahwa Allah swt sangat “melarang keras” manusia mengetahuinya. Karena telah menjadi batu, Istri Nabi Luth as tidak dapat menceriterakan penglihatannya tentang apa sebenarnya yang terjadi pada hari itu dan tidak dapat mengisahkan penyiksaan apa yang dilakukan para malaikat Allah swt kepada para LGBT itu. Saya menyangka dengan keras bahwa siksaan itu teramat mengerikan sehingga tidak boleh seorang pun melihatnya karena mungkin akan menyebabkan manusia “mati berdiri”. Istri Nabi Luth as juga langsung menjadi batu saking mengerikannya.

            Bukan hanya sampai di sana siksaan yang mengerikan itu. Sampai hari ini pun siksaan itu terus berlangsung. Siapa pun sampai hari ini “dilarang keras” untuk menyaksikannya, mengetahuinya, dan mempelajarinya. Wilayah para LGBT semasa Nabi Luth as itu diyakini telah tenggelam dan laut yang menenggelamkannya menjadi “Laut Mati”. Disebut laut mati karena siapa pun tidak bisa tenggelam di sana. Hal itu disebabkan laut itu memiliki kadar asin yang sangat tinggi. Asin sangat asin. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang dapat melakukan penyelaman ke dalam laut itu. Terlalu berat untuk melakukan penelitian di sana karena sangat asin dan tidak bisa diselami dengan baik. Itu artinya, sampai hari ini “larangan” Allah swt untuk melihat mereka itu, tetap berlaku.

            Semua orang dari zaman ke zaman hingga zaman kini tidak diperbolehkan mempelajari mereka. Entah sedang “dibagaimanakan” mereka di dasar Laut Mati. Entah sedang disiksa dengan cara apa mereka saat ini. Pokoknya … hiii … ngeri.

            Itulah yang saya sebut bahwa LGBT lebih bahaya dibandingkan Firaun. Firaun saja masih bisa dilihat dan diperbolehkan dipelajari, sedangkan LGBT “tidak diperkenankan” untuk dilihat, digali, atau dipelajari.


            Bayangkan, dari zaman Nabi Luth as sampai hari ini, tidak ada yang tahu kondisi mereka…. Hiii … ngeri!

Tuesday 6 September 2016

Nabi Prabu Siliwangi Alaihissalam

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Prabu Siliwangi as adalah Nabi Allah swt yang diutus ke Benua Sundaland untuk menyampaikan kebenaran dan mengajarkan Islam pada beberapa wilayah di Benua Sundaland. Ia adalah sosok teguh yang dirindukan kembali hadir pada zaman ini untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada di Benua Sundaland yang kini telah hancur berkeping-keping menjadi wilayah kepulauan yang bernama Indonesia.

            Sesungguhnya, dia tidak akan pernah kembali lagi. Prabu Siliwangi as telah ngahiyang, ‘bersatu dengan Allah swt’. Yang akan kembali adalah semangatnya, budi pekertinya, dan ajaran-ajarannya. Sosok dan ajaran Prabu Siliwangi as hanya akan menitis pada orang-orang yang baik hatinya, bukan yang kasar dan gemar berbohong.

            Sampai hari ini sosok Prabu Siliwangi masih menjadi misteri. Terdapat dua golongan besar dalam meyakini sosok Prabu Siliwangi, yaitu pertama, golongan yang menganggap bahwa Prabu Siliwangi pernah hidup secara nyata. Kedua, golongan yang menganggap bahwa Prabu Siliwangi hanya tokoh sastra hasil karya para penyair dan juru pantun. Terjadinya dua golongan ini, baik akademisi, ahli, maupun masyarakat, disebabkan oleh sumber-sumber sejarah yang memiliki banyak perbedaan dan bertolak belakang. Di samping itu, kesemrawutan kisah Prabu Siliwangi disebabkan adanya kepentingan politik dan ekonomi dalam menguasai wilayah Nusantara serta adanya keangkuhan dalam otoritas keilmuan. Kesengajaan merancukan sejarah karena kepentingan politik dan ekonomi jelas sangat merusakkan segalanya karena menyisipkan kerakusan atas harta, benda, dan sumber daya alam. Demikian pula keangkuhan otoritas keilmuan membuat ilmu pengetahuan mati dan membuat kehidupan masyarakat kehilangan arah karena tidak jelas pijakannya dan tidak jelas pula arah yang hendak dituju.

            Banyak naskah yang diberangus dan dibuang. Banyak pula naskah asli yang diterjemahkan secara salah dan hanya menyandarkan pada persepsi orang per orang. Di samping itu, banyak pula syair dan pantun yang diciptakan hanya untuk memperkuat pendapat-pendapat yang keliru.

            Satu-satunya naskah yang terjamin keasliannya dan tidak akan pernah berubah di dunia ini hanyalah Al Quran.  Oleh sebab itu, saya mencoba menggunakan Al Quran untuk memahami siapa sesungguhnya Prabu Siliwangi. Setelah menelaah Al Quran, saya cocokan beberapa kabar dan naskah mengenai Prabu Siliwangi dengan Al Quran serta mengenyahkan kalimat-kalimat yang bertolak belakang dengan Al Quran di samping meminggirkan kata-kata yang bertolak belakang dengan sosok Prabu Siliwangi as dalam pandangan urang Sunda.


Prabu Siliwangi as Bukan Hindu dan Bukan Budha

Banyak ahli sejarah yang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi as beragama Hindu. Sebagian lagi mengatakan beragama Budha Tantra. Para ahli sejarah yang kebanyakan berasal dari Belanda dan Inggris itu mengatakan bahwa Prabu Siliwangi as beragama Hindu dan Budha Tantra disebabkan melihat ajaran-ajaran Prabu Siliwangi mengenai sistem kepercayaan dalam agama Sunda lama. Di samping itu, ada patung yang diklaim sebagai sosok Prabu Siliwangi yang mirip dengan Dewa Wisnu.

            Mereka mengatakan hal itu disebabkan dalam pemahaman mereka Islam itu berasal dari Arab,  hanya ajaran Muhammad saw, dan ajarannya harus menggunakan bahasa Arab. Sementara itu, ajaran Prabu Siliwangi as menggunakan bahasa Sunda lama yang dekat sekali dengan bahasa Jawa. Itulah kesalahan mereka yang pertama.

            Kesalahan mereka yang kedua adalah menganggap bahwa salah satu dari arca-arca atau patung-patung di Jawa Barat adalah gambaran dari sosok Prabu Siliwangi as. Sosok itu mirip Dewa Wisnu. Sesungguhnya, saya melihat itu adalah sebuah kesalahan karena sama sekali sosok itu bukan merupakan sosok orang Sunda. Patung yang diklaim sebagai Prabu Siliwangi as itu bukanlah sosok yang berasal dari wilayah Sunda dan itu mencirikan bukanlah Prabu Siliwangi as. Arca itu memiliki mahkota yang agung, di belakang kepalanya ada tanda halo (bulatan yang biasa ada dalam gambar orang-orang bijak), memakai gelang perhiasan pada kedua tangan dan kakinya, tidak menggunakan baju, serta tidak menggunakan celana panjang dan hanya menggunakan balutan kain mirip celana pendek yang menutupi kemaluan dan bokong. Di samping itu, arca itu tidak menggunakan alas kaki. Pakaian itu sama sekali tidak mungkin digunakan seorang raja di wilayah Sunda yang beriklim sejuk, bahkan dingin sekali pada beberapa tempat. Pakaian Raja Sunda yang pantas adalah menggunakan baju yang cukup tebal dan celana panjang yang juga tebal untuk mengatasi iklim yang sejuk, bahkan dingin. Tidak mungkin tanpa baju dan celana hanya berupa balutan kain berbentuk celana pendek mirip cawat besar. Di samping itu, harus menggunakan alas kaki.


TIDAK MUNGKIN INI PRABU SILIWANGI. Sumber foto: tatangmanguny.wordpress.com
            Kedua kesalahan para ahli sejarah itu sudah bisa mengugurkan bahwa Prabu Siliwangi as adalah beragama Hindu atau Budha Tantra. Di samping itu, ada alasan lain yang menunjukkan bahwa Prabu Siliwangi as tidak beragama Hindu dan tidak pula Budha, yaitu tidak ada seorang atau sekeluarga Sunda pun yang menyimpan kitab Hindu atau Budha sebagai kitab yang pernah dijadikan pedoman hidup. Tak tampak jejak Hindu dan Budha di masyarakat Sunda, baik dalam bertutur bahasa, maupun dalam berperilaku. Bahkan, di kalangan para penganut Hindu dan Budha saat ini sama sekali tidak terdengar mengagungkan atau memuliakan Prabu Siliwangi as. Padahal, Prabu Siliwangi as adalah figur agung yang ajarannya pun digunakan secara nasional di Indonesia ini, yaitu silih asah, silih asih, silih asuh. Logikanya, para penganut Hindu dan Budha harus selalu memuliakan Prabu Siliwangi as, tetapi kenyataannya sama sekali tidak. Prabu Siliwangi as yang terkenal sedunia itu sama sekali berada di luar perhatian para pemeluk Hindu dan Budha. Justru orang-orang Islam yang bersuku Sunda-lah yang selalu menjadikan Prabu Siliwangi as sebagai anutan dan tidak pernah dilupakan, bahkan selalu diagungkan dan dimuliakan hingga kini selama berabad-abad. Hal itu menunjukkan bahwa Prabu Siliwangi adalah berada dalam kecintaan kaum muslimin dan bukan berada di lingkaran para penganut Hindu dan Budha. Itu pun sekaligus mengisyaratkan bahwa Prabu Siliwangi as bukan penganut Hindu dan atau Budha Tantra.

           
Sosok Protagonis

Para Nabi yang tercatat dalam Al Quran selalu dikisahkan sebagai sosok-sosok protagonis, penuh kebaikan, penuh keluhuran, dan penuh kemuliaan. Kalaupun dibuat kisah mengenai para nabi dalam sosok antagonis yang penuh keburukan, dendam, kemarahan, dan menguak sisi buruknya, kisah-kisah itu tidak akan dipercaya oleh masyarakat dan selalu diragukan meskipun kisah itu tetap ada.

            Beberapa film layar lebar yang dibuat oleh kaum Yahudi mencoba mengangkat sisi-sisi buruk para Nabi. Lumayan banyak film-film serupa itu dan saya pernah menontonnya beberapa. Ada nabi yang gemar mabuk, ada nabi yang menipu nabi lainnya. Ada nabi yang rebutan cewek, ada nabi yang mengejar kekuasaan, dan rupa-rupa keantagonisan lainnya. Akan tetapi, kisah itu hanya melayang sebagai kisah yang tidak pernah dipercaya. Kisah para nabi selalu berada dalam posisi protagonis.

            Demikian pula dengan Prabu Siliwangi as yang selalu protagonis. Meskipun dibuat kisah yang antagonis, kisah itu selalu diragukan dan tidak pernah dipercaya karena di samping semrawut, juga merusakkan hubungan baik di dalam keluarga kerajaan Sunda. Kisah-kisah antagonis itu hanya dibuat untuk membuat rakyat Sunda patuh pada kolonialisme Belanda dan patuh pada kekuasaan pribumi yang tidak menentang Belanda. Di samping itu, kisah itu dibuat untuk menghilangkan rasa hormat rakyat Sunda yang beragama Islam kepada Prabu Siliwangi as. Misalnya, kisah yang antagonis dalam pandangan Islam. Prabu Siliwangi as sempat masuk Islam, lalu murtad dan kembali lagi menjadi Hindu atau Budha. Oleh sebab itu, ia dikejar oleh anaknya, Raden Kian Santang Sang Penyebar Islam, untuk diperangi. Prabu Siliwangi as pun kabur dan menghilang ke Hutan Sancang. Dalam versi lain, Prabu Siliwangi as kabur bukan karena dikejar Kian Santang, melainkan dikejar “suara adzan”. Kisah itu tetap ada sampai hari ini, tetapi tidak dihiraukan karena meragukan dan sangat sulit dipercaya serta bertentangan dengan keluhuran sosok Prabu Siliwangi as yang selalu protagonis.

            Masyarakat Sunda yang jelas beragama Islam tetap mengagungkan Prabu Siliwangi as. Masyarakat tetap menghormatinya dan tidak pernah terpengaruh oleh kisah-kisah Sang Prabu as yang antagonis dalam pandangan Islam.

            Bahkan, peneliti dari seluruh dunia membuat kesimpulan yang sangat mengejutkan bahwa sosok Prabu Siliwangi as ini merupakan sosok yang tidak memiliki noda cela sepanjang hidupnya. Hal ini ada dalam kesimpulan Proceedings: Seminar Sejarah dan Tradisi Tentang Prabu Silihwangi yang disusun oleh V. Sukanda Tesier dan  Hasan Muarif Ambary yang diterbitkan oleh Pemerintah Jawa Barat bekerja sama dengan Ecole Francaise D’Extreme-Orient-Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada 1991. Di dalam prosiding ini terkumpul berbagai makalah peneliti dari seluruh dunia yang tertarik pada sosok Prabu Siliwangi as. Makalah-makalah itu ditulis dengan bermacam-macam bahasa, yaitu: bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan lainnya.

            Begini kesimpulan mereka.
1. Prabu Silihwangi adalah seorang hero nasional bersifat universil (hero budaya, hero agama, hero historiografi, dan hero sastra dari abad silam sampai dewasa ini).

2. Sebagai seorang Dewa Raja, Silihwangi adalah
     - Seorang kepala agama yang sempurna
     - Seorang kepala negara yang sempurna
     - Seorang manusia yang sempurna (Insan Kamil)

3. Berkat sifat tersebut, Silihwangi menjadi tokoh ideal dalam suatu kontinuitas budaya, daerah, dan agama yang unik

4. Dengan kemasyhurannya yang tersebar luas, kebesaran pribadinya dan keluarbiasaannya, Silihwangi adalah tokoh hero kharismatik yang patut diteladani (angidung palupi)

5. Toleransi beragama, kemenangan, pemerintahan yang diayomi secara sempurna, keadilan, perlindungan serta pengayoman rakyat menonjolkan ciri khas Prabu Silihwangi dalam masa pemerintahannya yang masih utuh dikenang sampai masa kini.

6. Walaupun nama Silihwangi tidak dipelihara dalam bukti sejarah atau belum ditemukan, julukannyalah yang menjadikan Silihwangi termasyhur.


Di Seluruh Dunia Ada Nabi

Entah kenapa dunia, baik muslim maupun nonmuslim selalu menganggap bahwa nabi itu harus berasal dari Arab atau Timur Tengah. Entah siapa yang mula-mula ngajarin tidak benar seperti itu.

            Saha sih jalmana nu ngamimitian teu baleg model kitu?

            Entah apa pula maksud mereka mengajarkan hal seperti itu.

            Apakah ada kepentingan politik?

            Apakah ada kepentingan ekonomi?

            Apakah disebabkan keterbatasan pengetahuan?

            Kalau keyakinan bahwa para nabi itu harus selalu dari Arab atau Timur Tengah disebabkan adanya kepentingan politik dan ekonomi, jahat sekali orang-orang itu. Mereka harus bertanggung jawab di hadapan Allah swt atas perilaku mereka.

            Kalau disebabkan kurang pengetahuan karena keterbatasan berbagai faktor, tidaklah mengapa. Hal itu tidak menjadi dosa karena kurang pengetahuan yang kemudian melahirkan pemahaman yang salah. Dalam dunia ilmu pengetahuan yang namanya “salah” itu boleh karena bisa diperbaiki. Hal yang tidak diperbolehkan dalam ilmu pengetahuan adalah “berbohong” karena akan merusakkan segalanya.

            Allah swt sendiri tidak pernah mengatakan bahwa para nabi itu seluruhnya berasal dari Arab atau Timur Tengah. Allah swt justru menjelaskan bahwa para nabi ada di seluruh penjuru dunia.

            “Tiap-tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya.” (QS Yunus 10 : 47)

            Tiap-tiap umat mempunyai rasul.

            Tidak jelaskah kalimat itu?

            Ada berapa ribu umat di seluruh dunia ini?

            Sejumlah itulah rasul diutus ke setiap umat, setiap ras, setiap suku, dan setiap bangsa di dunia. Dengan demikian, di akhirat nanti tidak ada alasan bagi setiap manusia untuk menghindar dari pertanggungjawaban dengan alasan “tidak pernah ada seorang pun pemberi peringatan kepada mereka”. Allah swt tidak meluputkan satu umat pun dari kedatangan rasul dari sisi-Nya.

            “Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.”  (QS Fathir 35 : 24)

            Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.

            Tegas sekali Allah swt menjelaskan bahwa tidak ada satu umat pun di dunia ini yang tidak diutus nabi kepada mereka. Seluruh kelompok manusia telah didatangi oleh para rasul.
            “Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ibrahim 14 : 4)

            Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.

            Para nabi dan rasul yang diutus ke seluruh dunia itu menggunakan bahasa kaumnya masing-masing. Untuk Sunda, rasul yang diutus berbahasa Sunda. Untuk Jawa, berbahasa jawa. Untuk Batak, berbahasa Batak. Demikian pula untuk suku-suku yang ada di Indonesia dan di seluruh dunia ini. Para rasul hadir dengan menggunakan bahasa sukunya masing-masing agar penjelasan yang disampaikan para rasul itu mudah dipahami dengan terang dan jelas oleh masyarakatnya masing-masing.


Tanda Kenabian Prabu Siliwangi as

a. Ajaran Tauhid

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian.” (QS Al Anbiya 21 : 25)

            Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt memberikan pengetahuan kepada setiap rasul itu dengan ajaran tauhid, yaitu mengesakan Allah swt. Dengan keyakinan seperti itu, manusia diharuskan hanya menyembah kepada Allah swt, tidak kepada hal yang lain. Ayat di atas pun menegaskan bahwa rasul-rasul yang diutus adalah sebelum kerasulan Muhammad as. Artinya, rasul-rasul itu adalah para rasul sebelum masa Nabi Muhammad saw dan Nabi Muhammad saw adalah rasul terakhir. Tak ada rasul setelah Nabi Muhammad saw. Jadi, jangan percaya kalau ada orang yang mengaku-aku nabi atau diakui sebagai nabi, tetapi hidup setelah Nabi Muhammad saw. Jangan pula percaya kepada seseorang yang mengaku atau diakui sebagai nabi, tetapi tidak mengajarkan tentang tauhid dan tidak memerintahkan penyembahan hanya kepada Allah swt.

            Ucapan atau tulisan yang berasal langsung dari Prabu Siliwangi sendiri memang tidak ditemukan peninggalannya karena tenggelam dan hancur bersama hancurnya Benua Sundaland yang mengakibatkan benua itu berkeping-keping menjadi kepulauan seperti sekarang ini. Benua Sundaland dihancurkan oleh Allah swt karena kesombongan penduduknya yang sangat cerdas dan kaya raya serta melupakan ajaran tauhid dari Prabu Siliwangi as, Nabi Sulaiman as, Nabi Daud as, dan nabi-nabi lainnya di seluruh Nusantara ini.

            Meskipun demikian, ajaran Prabu Siliwangi tetap diingat oleh para pengikutnya dan keturunannya yang diselamatkan Allah swt dari bencana mahadahsyat itu. Beberapa raja Sunda mencoba mengabadikan ajaran-ajaran Prabu Siliwangi as dalam berbagai bentuk tulisan. Misalnya, sebagaimana yang direkam oleh Prabu Munding Laya bin Gajah Agung bin Cakrabuana bin Aji Putih, Raja Sumedang Larang.

            “Dina Agama Sunda Wiwitan, aya anu unina kieu, ‘Nya inyana anu muhung di ayana, aya tanpa rupa, aya tanpa waruga, hanteu ka ambeu-ambeu acan, tapi wasa maha kawasa di sagala karep inyana’.”

            Artinya.

            “Dalam Agama Sunda Wiwitan (Mula-Mula), ada ajaran seperti ini, ‘Dia-lah Yang Mahaagung dalam keberadaan-Nya, ada tanpa kelihatan rupa-Nya, ada tanpa kelihatan wujud-Nya, tidak tercium keberadaan-Nya, tetapi berkuasa yang kemahakuasaan-Nya adalah sesuai dengan kehendak-Nya’.”

            Ada lagi.

            “Hyang tunggal anu Maha Luhung; satemenna tujuan utama manusa sembah Hyang; henteu boga anak henteu boga dulur; boga baraya jeung batur ogé henteu di jagat jeung ieu alam; anu pangunggulna dina sagala rupa hal; hung, tah éta téh nu ngagem bebeneran sajati, ahung.”

            Artinya.

            “Tuhan Tunggal Yang Mahaagung. Sesungguhnya, Dia-lah yang sebenarnya tujuan penyembahan manusia, tidak punya anak dan tidak punya saudara, punya kerabat dan teman juga tidak di seluruh jagat dan seluruh alam ini. Dia yang paling unggul dalam segala rupa hal. Hung! Itulah agama pegangan kebenaran yang sejati. Ahung!”

            Ada lagi.

            "Utek, tongo, walang, taga, manusa, buta, detia, lukut, jukut, rungkun, kayu, keusik, karihkil, cadas, batu, cinyusu, talaga, sagara, Bumi, langit, jagat mahpar, angin leutik, angin puih, bentang rapang, bulan ngempray, sang herang ngenge nongtoreng, eta kabeh ciptaan Sang Hyang Tunggal, keur Inyanamah sarua kabeh oge taya bedana."

            Artinya.

            “Cacing-cacing, tungau, belalang, taga, manusia, raksasa, jin, lumut, rumput, semak-semak, kayu, kerikil, cadas, batu, mata air, danau, lautan, Bumi, langit, seluruh dunia, angin kecil, angin topan, bintang bertaburan, Bulan bercahaya, Matahari bersinar terik. Itu semua ciptaan Sang Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa). Bagi-Nya semua itu tidak ada bedanya.”

            Itu semua adalah beberapa dari ajaran tauhid dalam bahasa Sunda. Ajaran tauhid ini pasti diajarkan oleh seorang nabi. Tidak mungkin ajaran tauhid berasal dari seorang filosof karena ketauhidan itu selalu harus ada campur tangan Allah swt, baik langsung maupun melalui malaikat. Seseorang yang memikirkan asal mula dunia dengan jalan meditasi dan berpikir filosofis, selalu terjatuh dalam kesesatan atau kemusyrikan jika tidak dibimbing oleh orang yang sudah bertauhid lebih dulu. Tak ada orang yang melalui proses berpikir sendiri mampu mendapatkan ilmu tauhid. Ilmu tauhid hanya bisa diajarkan oleh Allah swt atau malaikat kepercayaan Allah swt kepada orang yang sangat dipercayai-Nya.

            Siapa orangnya yang telah diberikan pengetahuan tentang tauhid berbahasa Sunda lama kalau bukan Prabu Siliwangi as?

            Agama Sunda Wiwitan atau Agama Sunda Mula-Mula adalah Agama Islam yang dibawa Prabu Siliwangi as sebelum ajaran Muhammad saw. Agama itu kemudian disempurnakan oleh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Terakhir Penyempurna Ajaran Islam Muhammad saw.


b. Mudahnya Islam Tersebar di Sunda

Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw pun sangat mudah tersebar di tanah Sunda dan diterima dengan baik pula oleh masyarakat. Hal itu disebabkan memang masyarakat Sunda sudah menjalankan ajaran Islam yang dibawa oleh Prabu Siliwangi as. Tak ada penolakan yang berarti terhadap Islam karena memang sudah Islam sejak lama. Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw menjadi penyempurna ajaran Islam yang dikenal dengan nama ajaran Sunda Wiwitan. Jadi, bukan karena pagelaran wayang, degung, dan syair-syair, masyarakat Sunda dengan mudah menerima Islam, melainkan memang sudah Islam sejak lama. Wayang, degung, syair, dan lain sebagainya yang digunakan oleh para wali hanya merupakan media atau alat untuk menyiarkan Islam, tetapi bukan menjadi penyebab utama mudahnya ajaran Islam diterima dengan baik.

            Hal tersebut pun menjelaskan bahwa seolah-olah Sunda sama dengan Islam. Orang Sunda harus Islam. Jika orang Sunda tidak beragama Islam, sulit sekali orang Sunda lainnya mengatakan orang tersebut adalah masih orang Sunda. Jika orang Sunda murtad dari Islam, seolah-olah ia pun sekaligus murtad dari Suku Sunda. Oleh sebab itu, sulit sekali kita mendapatkan orang Sunda yang agamanya bukan Islam. Bahkan, hampir tidak ada.

            Hal tersebut pernah disampaikan dalam pidato Ketua Pendiri Yayasan Al Ghifari Sali Iskandar yang sempat dimuat dalam majalah Mangle, “Orang Sunda harus Islam. Jika tidak Islam, kita sulit sekali menyebut dia sebagai orang Sunda.”

            Sebenarnya, bukan hanya di Sunda Islam mudah sekali diterima. Buktinya, Indonesia ini menjadi negara pemeluk Islam terbesar di dunia. Hal itu disebabkan sudah sejak lama suku-suku di Indonesia ini melaksanakan ajaran tauhid sebelum Islam dari Nabi Muhammad saw disebarkan. Misalnya, di Batak ada agama Parmalim yang inti ajarannya adalah tauhid, yaitu Mula Jadi Na Bolon, ada pula agama Kaharingan yang ajarannya juga sama-sama tauhid. Banyak sekali agama lokal di Indonesia ini yang berintikan ajaran tauhid. Hal itu menunjukkan adanya nabi-nabi di seluruh Indonesia yang mengajarkan tauhid dengan menggunakan bahasa kaumnya masing-masing. Sayangnya, mereka masih belum mendapatkan penerangan yang benar dan mencerahkan mengenai ajaran tauhid Nabi Muhammad saw yang sebetulnya hadir untuk menyempurnakan ajaran yang dibawa nabi-nabi mereka pada masa lalu.


c. Berhubungan dengan Allah swt dan Malaikat

Dalam berbagai kisah para nabi, selalu ada kontak langsung antara nabi dengan Allah swt atau paling tidak dengan malaikat kepercayaan Allah swt. Hal ini pun dapat dijadikan standar apakah seorang tokoh itu pantas dipercaya sebagai nabi atau tidak. Sekarang, mari kita lihat dengan Prabu Siliwangi as.

            Dalam naskah Jatiraga dituliskan bahwa Sang Hyang Jatiniskala benar-benar bersifat niskala, tidak dapat terbayangkan, tidak dapat dikonkritkan.

            “Sebab Aku adalah asli dan dari keaslian. Tidak perlu diubah dalam bentuk benda alam yang tidak asli dan tidak jujur sebab Aku adalah jujurnya dari kejujuran.”

            Dari mana kalimat-kalimat itu berasal?

            Siapa yang mengklaim diri “Aku” dalam kalimat di atas?

            Iblis atau syetan tidak mungkin berbicara seperti itu. Hal itu disebabkan Iblis selalu menginginkan adanya benda yang diwujudkan untuk dianggap “Tuhan”. Benda itulah yang menjadi berhala sesembahan manusia. Begitulah Iblis menyesatkan jin dan manusia.

            Berbeda dengan kalimat tadi yang menyatakan diri untuk “tidak perlu diubah dalam bentuk alam”. Kata-kata itu pasti berasal dari “diri” yang tidak ingin disamakan dengan benda apa pun di alam ini karena Dia berbeda dengan segala ciptaan-Nya.

            Siapa lagi yang berbicara seperti itu kalau bukan Allah swt?

            Sang Hyang Jatiniskala adalah Allah swt.

            Pernyataan “diri” yang juga sama tegasnya ada dalam naskah Sang Hyang Raga Dewata.

            “Hanteu nu ngayuga Aing. Hanteu manggawe Aing. Aing ngaranan maneh, Sanghiyang Raga Dewata.”

            Artinya.

            “Tidak ada yang menjadikan Aku. Tidak ada yang menciptakan Aku. Aku menamai diri sendiri, Sang Hyang Raga Dewata.”

            Kata-kata tegas itu terasa sekali berasal dari Allah swt. Ilmu tauhid.

            Sang Hyang Raga Dewata adalah Allah swt.

            Sifat-sifat Sang Hyang Raga Dewata pun dijelaskan sebagai berikut.

            “Datang tanpa rupa, tanpa raga, tak terlihat, perkataan (senantiasa) benar. Rupa direka karena ada. Aku-lah yang menciptakan, tetapi tak terciptakan, Aku-lah yang bekerja, tetapi tidak dikerjakan, Aku-lah yang menggunakan, tetapi tidak digunakan.”

            Dia berbeda dari makhluk-Nya. Firman-Nya selalu benar. Ia menciptakan berbagai rupa karena diri-Nya memang ada. Ia berkuasa melakukan sesuatu dan tidak ada yang berkuasa atas diri-Nya.

            Sang Hyang Raga Dewata adalah Allah swt.

            Allah swt menyampaikan kalimat itu pasti tentunya kepada manusia pilihan-Nya sendiri, bisa secara langsung, bisa pula melalui malaikat. Yang jelas, “manusia pilihan” itu adalah sosok istimewa dan agung.

            Siapa dia?

            Siapa lagi kalau bukan Prabu Siliwangi as.

            Dalam hal berhubungan dengan malaikat jelas sekali saat penanaman benih padi yang pertama di muka Bumi ini. Nabi Prabu Siliwangi as adalah orang yang dipercaya Allah swt untuk memulai menanam benih padi di dunia. Naskah tentang ini sangat panjang, tetapi saya coba sampaikan bait-bait yang langsung berkaitan dengan proses penyerahan bibit padi kepada Prabu Siliwangi as dan dimulainya penanaman bibit padi tersebut. Naskah ini saya dapatkan di dalam Proceeding: Seminar Sejarah dan Tradisi Tentang Prabu Silihwangi (1991) yang ditulis oleh orang-orang ahli dari berbagai negara di dunia yang tertarik terhadap sosok Prabu Siliwangi as.

            Allah swt memerintahkan malaikat yang bernama Ki Bagawat untuk menyampaikan benih padi kepada Prabu Siliwangi as.

            “Maneh teh kudu lumaku ka Perebu Siliwangi. Nagarana di Pakuwan. Ku Aki teh bawa binih. Sanggakeun ku Ki Bagawat. Parentahkeun kudu tani.”

            Artinya.

            “Kamu harus menemui Prabu Siliwangi. Negaranya di Pakuwan. Bawa oleh Aki benih itu.  Serahkan oleh Ki Bagawat. Perintahkan harus bertani.”

            Allah swt memerintahkan Malaikat Ki Bagawat untuk menghadap Prabu Siliwangi as sambil membawa benih padi. Ki Bagawat harus memerintahkan bertani padi kepada Prabu Siliwangi as.

             “Wiyosing sera kapungkur. Kami teh ngirimkeun binih. Ayeuna kudu dipelak. Sareng na kudu gumati. Andumkeun ka wadya balad. Ulah aya nu kari.”

            Ki Bagawat menjelaskan bahwa dia memberikan benih yang harus ditanam saat itu juga. Pekerjaan menanam benih itu harus dilakukan oleh seluruh rakyat, tidak boleh ada yang tertinggal.

            “Ngarana anu ditandur Nyi Puhaci Sangiyang Sri. Pelak di cai, di darat. Galengna masing beresih. Di darat nya kitu pisan. Jalan huni sing beresih.”

            Benih padi yang harus ditanam itu namanya Nyi Puhaci Sangiyang Sri. Benih itu bisa ditanam di tanah yang berair. Pematang-pematangnya harus bersih. Jalan-jalan di perkampungan yang dilalui oleh benih padi pun harus bersih.

            “Pagerna masing kukuh. Poma-poma wekas kami. Eta perkara melakna anu putih pada putih, anu beureum pada beureumna. Ulah pabaur sasiki.

            Ki Bagawat menerangkan bahwa lahan pertanian harus dipagari dengan kuat. Benih yang harus ditanam pun harus terpisah antara benih padi berwarna putih dengan padi berwarna merah. Tidak boleh tercampur sedikit pun.

            “Eta perkara tarigu gandrung sarawuh jeung kunyit. Ayeuna geura tinggal sabab eta hamo nepi segerna reujeung raosna. Berkatna nya kitu deui.”

            Ki Bagawat pun menjelaskan bahwa padi, terigu, kunyit, dan tanaman di seputar padi sangatlah nikmat dan segar. Bahkan, tanaman-tanaman itu telah mendapatkan berkah dari Allah swt.

            Prabu Siliwangi as pun menerima perintah untuk menanam benih itu.

            “Dewa Guru ingkang Agung. Kang miyosing sawergi. Anggrek jagat pamulan. Perkawis timbalan Gusti maparinkeun bibinihan, ku abdi anggeus katampi.”

            Sang Prabu as pun segera bersyukur dan berdoa.

            “Timbalan Gusti. Sukur sewu berkah Gusti sareng diestukeun pisan nyuhunkeun berekah Gusti. Ti dinya serat ditampa ku Aki Bagawat Sang Sri.”

            Rasa syukur dan doa Prabu Siliwangi segera diterima oleh Ki Bagawat untuk kemudian disampaikan kepada Allah swt.

            Saat itu pula Prabu Siliwangi as segera memerintahkan Ki Patih untuk menggerakkan rakyat menanam benih padi.

            “Geus kitu Raja nimbalan. Ki Patih maneh ayeuna geura indit. Ayeuna maneh sing estu ngumpulkeun wadya balad. Poma-poma ulah aya nu kalarung. Geus puguh jero nagara. Lembur kabeh pada yakti.”

            Artinya.

            “Setelah itu Raja memberikan perintah. Ki Patih kamu sekarang segera pergi. Kamu harus mengumpulkan seluruh rakyat. Ingat, jangan sampai ada yang terlewat, terutama yang ada di dalam negara. Seluruh wilayah harus bekerja bakti.”

            Ki Patih pun patuh, kemudian sesegera mungkin memberikan pengumuman perintah Prabu Siliwangi as. Rakyat kaget dengan perintah yang tiba-tiba itu.

            “Wadya balad sadayana pada kaget nabeuh bende, ngungkung nitir. Ti dinya kabeh garugup. Kabeh sadiya pakakas. Anu deukeut anu jauh pada kumpul. Kocap lalampahanana, eta sela berkiti.”

            Seluruh rakyat terkejut. Semuanya segera menabuh tetabuhan berulang-ulang tanda ada perintah penting Sang Prabu as. Semuanya gugup, kemudian menyediakan perkakas yang ada. Rakyat yang dekat dan jauh semuanya berkumpul dengan sigap untuk melaksanakan perintah Raja as.

            Ki Patih pun memberikan perintah mengenai tatacara menanam benih padi yang pertama di dunia.

            “Pelak di cai di darat. Tilu ranggeuy lobana tah eta binih. Hanteu leuwih ti sakitu. Timbalanana Sang Dewa. Yang Permesti eta teh kudu diandum. Maparinkeun bibinihan. Lobana teh eta binih ku urang nagri Pakuwan. Ulah aya nu kari.

            Iyeu nu baris di darat masing apik galengna kudu beresih. Poma maneh mudu turut kana parentahna Dewa sabab eta pikeun maneh nyaratu. Upama teu dirasanan, kumaha bae Sang Gusti.”

            Artinya.

            “Tanam di air di darat. Tiga rangkai banyaknya itu benih. Tidak boleh lebih daripada itu. Itu perintahnya Sang Dewa. Yang Permesti itu harus dimuliakan. Memberikan benih-benih. Banyaknya itu benih oleh orang negeri Pakuwan. Jangan ada yang tersisa.

            Ini yang ditanam di darat harus apik pematangnya harus bersih. Ingat, kalian harus patuh pada perintahnya Dewa sebab itu untuk makanan kalian. Kalaulah tidak diberikan keberhasilan, terserah Yang Mahakuasa saja.”

            Demikianlah awal mulanya ada padi dan tatacara penanaman benih padi yang pertama di dunia ini. Setelah adanya benih padi itu, dalam kisah-kisah selanjutnya, rakyat di bawah Prabu Siliwangi as di Benua Sundaland hidup sangat makmur dengan beras berlimpah ruah, tak pernah kekurangan pangan, gemah ripah loh jinawi, penduduknya pun semakin kaya raya. Tak heran jika Atlantis yang sering dibicarakan orang secara ngawur itu memang benar-benar ada di wilayah Benua Sundaland, Indonesia.


Prabu Siliwangi as-Borobudur-Islam

Terdapat keterkaitan yang sangat menarik antara ajaran Islam Prabu SIliwangi as dengan Borobudur yang dibangun Nabi Sulaiman as dengan ajaran Islam sempurna yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Hal itu bisa dilihat dari ajaran-ajarannya.

            Dalam ajaran Sunda Wiwitan yang dibawa oleh Prabu Siliwangi as, ada tiga macam alam, yaitu Buana Nyungcung, Buana Panca Tengah, dan Buana Larang. Buana Nyungcung adalah tempat bersemayam Sang Hyang Kersa (Tuhan Yang Maha Berkehendak) yang letaknya paling atas. Buana Panca Tengah adalah tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya yang letaknya di tengah. Buana Larang adalah tempatnya perilaku buruk yang akan menyebakan manusia masuk neraka, letaknya paling bawah.

            Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Sunda mempraktikan ajaran ini dalam hal membangun rumah. Rumah-rumah tradisional Sunda adalah rumah panggung. Demikian pula untuk langgar, mushalla, surau, bahkan masjid. Bangunan panggung itu merupakan perwujudan dari keyakinan adanya ketiga alam tadi. Bangunan panggung adalah tempatnya manusia hidup untuk mendapatkan ketenangan, kemuliaan, kedamaian, dan petunjuk Tuhan. Adapun bagian kolong rumah dan tanah di seputar rumah serta di seluruh Bumi merupakan tempat segala perilaku buruk yang dapat menjerat manusia ke dalam neraka. Jika keluar rumah atau bangunan lainnya, kemudian menginjakkan kaki ke tanah, sama artinya dengan harus berhadapan dengan segala kesibukan duniawi yang bisa membuat manusia terjebak dalam berbagai kesesatan. Oleh sebab itulah, manusia harus kembali ke rumah atau bangunan panggung untuk kemudian melakukan koreksi diri sehabis menghadapi rimba kehirukpikukan dunia sehingga mendapatkan ketenangan dan kemuliaan. Di tempat ini pula manusia dapat beribadat untuk memperoleh petunjuk Tuhan. Adapun bagian atas rumah sampai ke langit adalah tempatnya kebenaran hakiki, yaitu Sang Hyang Kersa, Yang Maha Berkehendak, Allah swt.

            Di Borobudur yang dibangun Nabi Sulaiman as ada tiga tingkat, yaitu: Kamadatu, Rupadatu, dan Arupadatu. Kamadatu adalah tingkat kehidupan manusia yang paling rendah dan hidup layaknya binatang dengan segala hawa nafsu dan tipu dayanya, sebagaimana hidup dalam keseharian kita yang harus berhadapan dengan rupa-rupa situasi. Rupadatu adalah tingkat kehidupan manusia yang lebih baik lagi karena di sinilah manusia mulai tersadar dengan berbagai kekhilafannya dan mencoba menenangkan diri serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Di sini pula terjadi perang antara pikiran baik dan buruk yang jika manusia mampu menang, akan menjadi lebih baik lagi, tetapi jika kalah, ia akan terjatuh ke dalam tingkat Kamadatu. Tingkat terakhir adalah Arupadatu tempat segala ketenangan dan kemuliaan Allah swt berada.

            Dalam ajaran Islam sempurna yang dibawa oleh Muhammad saw ada ilmu pengetahuan mengenai amarah, lawamah, dan  muthmainah. Amarah adalah nafsu kehewanan yang ada dalam diri manusia. Manusia hidup bagai hewan dengan segala kerakusannya, kecurangannya, kesombongannya, dan kebodohannya. Lawamah adalah nafsu penyesalan manusia atas keburukan-keburukan yang pernah dilakukannya. Di sinilah mulai adanya keinginan lebih kuat untuk memperbaiki diri dan mengharapkan petunjuk serta pertolongan Allah swt. Muthmainah adalah nafsu yang sudah berada dalam keadaan tenang dan stabil. Dirinya sudah dipenuhi cahaya Illahi dan tenggelam dalam kemuliaan Allah swt.

            Jadi, Buana Larang = Kamadatu = Nafsu Amarah. Kemudian, Buana Panca Tengah = Rupadatu = Nafsu Lawamah. Setelah itu, Buana Nyungcung = Arupadatu = Nafsu Muthmainah.

            Apabila dibahas lebih panjang, hal ini terhubung dengan syariat, tarekat, hakekat, makrifat, iman, Islam, dan ihsan. Begitulah Allah swt mengajarkan Islam secara bertahap kepada seluruh manusia dengan bahasanya masing-masing yang kemudian disempurnakan oleh Islam yang diajarkan Muhammad saw.

            Saya sangat setuju sekali dengan pernyataan Quraish Shihab yang menurutnya, ketika Muhammad saw hadir sebagai Rasul, sesungguhnya bangunan Islam itu sudah lama berdiri, tetapi masih kurang satu bata. Nabi Muhammad saw-lah yang menjadi satu bata yang kurang itu sehingga bangunan Islam pun lengkap dan sempurna.


Kehancuran Akibat Dosa dan Keangkuhan

Setelah mendapat berkah Allah swt yang berupa padi dan makanan lainnya, rakyat Benua Sundaland hidup dalam kemakmuran, kekayaan, keagungan, dan kehebatan dalam berbagai bidang, terutama teknologi. Beberapa generasi pasca-Prabu Siliwangi as, Nabi Sulaiman as, Nabi Daud as, dan nabi-nabi lainnya, mendapatkan kegemilangan luar biasa yang membuat orang-orang penasaran sampai hari ini. Akan tetapi, sayangnya, kemewahan duniawi telah membuat mereka rakus seperti kata pepatah “diberi hati minta jantung”. Mereka ingin lebih kaya lagi dan lagi. Mereka pun berdoa kepada Allah swt supaya ditambah lagi kekayaan dan kekuasaannya. Sayangnya, Allah swt tidak mengabulkan keinginan mereka karena keinginan mereka itu buruk dalam pandangan Allah swt. Akibatnya, mereka kecewa dan terus kecewa hingga mencari sesembahan lain di luar Allah swt. Mereka pun mulai menjadi kafir dan menyembah berhala serta Iblis. Mereka pun melupakan ajaran-ajaran para nabi terdahulu, kecuali sedikit orang-orang lemah yang masih ingat. Setelah kekafiran mereka keterlaluan, Allah swt pun menghancurkan Benua Sundaland yang megah itu hingga hancur lebur bagai serpihan-serpihan kue kering yang berantakan kemana-mana hingga menjadi kepulauan seperti sekarang ini. Kehebatan dan kegemilangannya dikubur dan ditenggelamkan dalam-dalam hingga orang sulit sekali mencarinya hingga kini. Saking hancurnya dan miskinnya, padi yang asalnya dipercayakan Allah swt kepada penduduk Benua Sundaland yang kini bernama Indonesia, telah dikuasai oleh penduduk wilayah lain. Akibatnya, keturunan manusia-manusia yang dipercaya menanam padi pertama di muka Bumi ini pun harus impor beras dari negeri lain.

            Siapa keturunan orang-orang itu?

            Ya, kita-kita ini.

            Kasihan sekali kita, ya?

            Makanya, jangan melakukan dosa dan jangan berkhianat terhadap hal apa pun.