Friday, 5 December 2025

Banjir Dekat Pemerintahan Kabupaten Bandung


 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

 

Banjir di Kabupaten Bandung selalu terjadi setiap tahun di situ-situ saja. Artinya, semua orang tahu bahwa di wilayah itu kerap terjadi banjir. Anehnya, seperti dinikmati terus-menerus, tak ada perbaikan. Cirinya, tahun-tahun lalu banjir, sekarang masih banjir lagi. Semestinya, kalau sudah terjadi banjir satu kali, tahun berikutnya saat musim penghujan tiba, tak perlu lagi ada banjir karena sudah ada perhatian dan perbaikan. Akan tetapi, di area itu selalu terjadi banjir berulang-ulang.

 

            Kalau Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi “Bapak Aing”, mengomentari dan merencanakan hal-hal besar untuk ukuran provinsi dalam menangani banjir di Kabupaten Bandung, saya sebagai pengguna jalan melihat hal-hal kecil yang berakibat fatal. Semua warga Kabupaten Bandung yang tinggal di seputar atau dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bandung pasti tahu dan merasakan banjir yang sangat mengganggu itu. Lalu lintas macet, mobil tidak bisa bergerak hingga mengular tembus ke wilayah Kota Bandung, motor banyak yang mogok, polisi ikut-ikutan repot mengurusi lalu lintas akibat banjir yang sebetulnya sudah harus tidak terjadi lagi itu. Berjam-jam waktu terbuang berada di jalanan yang akibatnya menguras energi yang seharusnya tidak perlu.

 

            Saya melihat banjir itu banyak disebabkan saluran air yang tidak berfungsi maksimal. Saluran air sudah banyak sampah, ditumbuhi rumput dan tanaman liar, bahkan tidak mengalirkan air, air hanya menggenang tidak bergerak. Gorong-gorong tampaknya macet karena tidak tampak air yang mengalir, air hujan justru mengalir di jalanan. Bahkan, ada selokan yang hanya mengalirkan air sedikit, sementara air besar tumpah di jalanan yang bisa menenggelamkan kendaraan bermotor. Itu artinya tidak ada pemeliharan dan perbaikan saluran air untuk pembuangan. Jelas terjadi penyumbatan saluran air, baik oleh sampah, tanaman liar, atau bangunan liar tak berizin.

 

            Di samping itu, bangunan-bangunan di pinggir jalan, baik itu pertokoan, kantor, maupun rumah pribadi menggunakan beton untuk menutupi saluran air sebagai jembatan. Hal itu membuat orang tidak bisa mengontrol saluran air. Bisa saja di bawah beton itu dipenuhi sampah atau lumpur hingga membuat air macet dan pasti kotor karena setelah jejeran beton itu,tidak tampak air mengalir. Ada juga saluran air yang sudah tidak berfungsi karena tertimbun tanah yang kemudian ditumbuhi rumput liar. Bagusnya, dikeluarkan Perda ataupun Perbup atau apa pun itu untuk melarang warga dan siapa pun menggunakan beton sebagai jembatan untuk menutupi selokan. Semua orang hanya diperbolehkan menggunakan jembatan besi mirip pagar yang bisa diangkat agar selokan bisa dikontrol dan dibersihkan.

 

            Tampaknya konsep pentahelix sekedar omon-omon dalam urusan banjir di Kabupaten Bandung ini. Seharusnya, pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media berupaya keras mengatasi banjir ini sehingga tidak perlu lagi terjadi dan hidup masyarakat lebih berkualitas.

 

            Masih mau dinikmati banjir langganan tahunan ini di dekat pemerintahan Kabupaten Bandung?

 

            Saya sengaja tidak menampilkan ilustrasi dalam tulisan ini karena para netizen Kabupaten Bandung sudah banyak yang menguploadnya, baik berupa foto maupun video. Semakin banyak warga yang menyuarakan dan menayangkan konten-konten hasil karyanya terkait banjir di Kabupaten Bandung ini, mudah-mudahan pihak terkait lebih cepat mengambil tindakan untuk mengatasinya.

 

            Sampurasun.