Friday 14 June 2024

Beda Soeharto dan Jokowi Soal Tenaga Kerja

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Soeharto adalah Presiden ke-2 Indonesia, sedangkan Jokowi adalah Presiden ke-7 Indonesia. Keduanya memiliki keinginan yang sama-sama baik untuk rakyatnya. Mereka menginginkan rakyatnya memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak. Mereka berbuat sesuai dengan zamannya masing-masing dan kondisi negara pada masanya.

            Pada Zaman Soeharto, Indonesia baru membangun, uang masih sangat sedikit, lapangan kerja masih sangat sedikit, industri juga masih jauh dari banyak. Oleh sebab itu, Soeharto membolehkan rakyat Indonesia untuk berduyun-duyun bekerja di luar negeri. Pada era ini semakin marak dan santer istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan atau Tenaga Kerja Wanita (TKW). Banyak rakyat Indonesia yang berharap bekerja di luar negeri karena memang di dalam negeri sulit sekali pekerjaan. Bahkan, pemerintah Soeharto mendorong rakyat untuk bekerja di luar negeri dengan memujinya sebagai “Pahlawan Devisa” yang artinya pahlawan Indonesia yang datang dengan mata uang asing untuk dijadikan kas dan tabungan negara dalam bertransaksi dengan pihak luar negeri.

            Saya masih ingat perkataan Menteri Tenaga kerja RI saat itu, Abdul Latif, “Kita memfasilitasi rakyat untuk bekerja di luar negeri, yang penting mereka punya pekerjaan saja dulu.”

            Hal itu jelas menunjukkan bahwa konsentrasi pemerintah adalah “asal rakyat punya kerja” karena pemerintah belum mampu membuka lapangan kerja di dalam negeri untuk rakyatnya. Para boss, orang-orang kaya raya, para pemilik industri, dan uang itu ada di luar negeri. Jadi, rakyat harus bekerja kepada mereka untuk mendapatkan uang. Rakyat bekerja untuk mengejar uang di luar negeri.

            Berbeda dengan masa Jokowi. Pada zaman ini sudah mulai banyak masalah yang menimpa rakyat Indonesia yang bekerja di luar negeri dan negara punya program hilirisasi. Keadaan ini membuat Jokowi melakukan moratorium, pengurangan, bahkan pelarangan untuk bekerja di luar negeri di negara-negara tertentu. Jokowi malah sedikit membujuk rakyat untuk tetap berada di dalam negeri dengan menunjukkan berbagai keberhasilan pembangunan di Indonesia. Di samping itu, program hilirisasi semakin diperkuat. Jokowi dan Prabowo tentunya berusaha menarik para boss, orang-orang kaya raya, para pemiliki industri, dan uang-uang yang bejibun di luar negeri untuk masuk ke Indonesia. Pemerintah memberikan syarat kepada negara-negara maju yang menginginkan kekayaan alam Indonesia untuk membangun pabrik, industri, dan perusahaan di Indonesia. Demikian pula Jokowi dengan sangat tegas mewajibkan mereka membawa para ahlinya dan uang-uang mereka untuk berada di Indonesia. Jika mereka tidak mau, tidak ada proyek untuk mereka. Dengan demikian, rakyat Indonesia bisa bekerja kepada mereka di dalam negeri Indonesia sendiri. Rakyat tak perlu ke luar negeri untuk mencari uang, tetapi uang yang harus datang ke Indonesia untuk didapatkan oleh rakyat.

            Begitu perbedaan antara Soeharto dengan Jokowi dalam memberikan pekerjaan kepada rakyatnya. Soeharto mendorong rakyat untuk mendapatkan uang di luar negeri, sedangkan Jokowi memaksa asing untuk membawa uang ke dalam negeri untuk menggaji rakyatnya.

            Pekerjaan Soeharto dan Jokowi memang belum sempurna, masih perlu waktu dan perlu presiden-presiden baru untuk menyelesaikannya. Hal yang harus diingat adalah kita masih sangat lemah yang ditandai dengan kalau bekerja di luar negeri, orang asing adalah boss, sedangkan kita adalah kuli. Kalaupun orang-orang asing kaya itu datang ke Indonesia, mereka tetap yang menjadi boss, kita tetap kuli. Di luar ataupun di dalam negeri kita hanyalah kuli. Begitulah kita yang masih lemah karena pendidikan yang buruk dan perilaku korupsi yang juga masih sangat banyak.

            Mudah-mudahan tidak lama lagi kita yang menjadi boss dan orang asing yang menjadi kuli kita karena kita belajar dari orang-orang pintar, orang kaya, dan para pemiliki industri. Orang-orang hebat itu sekarang sedang memikirkan transportasi pulang-pergi ke luar angkasa, ke Bulan, ke Mars. Kita harus mengejar ketertinggalan kita. Kita terlalu banyak mikirin berbangga-bangga dengan leluhur, keturunan ini-itu, darah ini-itu, cucu nabi, anak malaikat, generasi jin, ahli waris raksasa, penjaga ruh-ruh orang sakti, dan dongeng-dongeng lucu lainnya yang celakanya dianggap kebenaran.

            Begitu ya. Selama presiden kita bekerja untuk kebaikan kita semua, dukung penuh agar cepat tercapai tujuan pembangunan. Jika merugikan rakyat, ingatkan dia untuk kembali ke jalan yang benar.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment