oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Kembali sejarah mencatat terjadi pengeroyokan terhadap Libya oleh pasukan AS dan Nato. Alasan dilakukan penyerangan itu adalah Libya dianggap tidak demokratis, otoriter, tidak mendengar suara rakyat, dan melakukan pembunuhan terhadap warga sipil. Itulah yang dikatakan Presiden AS Barack Obama. Alasan-alasan itulah yang disebarluaskan melalui media massa ke seluruh dunia. Padahal, semua sudah mengerti bahwa bangsa-bangsa Barat itu menginginkan harta kekayaan alam Libya yang melimpah ruah, terutama minyak.
Mereka ingin Moamar Khadafi mundur dengan alasan pemimpin Libya itu menghalangi jalannya demokrasi. Alasan penyerangan itu sebagian memang benar. Para negeri kapitalis dan negeri-negeri kambing congeknya memang menginginkan agar Libya bisa berdemokrasi. Hal itu disebabkan dengan demokrasi, para penyerang yang kapitalis itu bisa dengan mudah membentuk partai atau mendukung partai tertentu dan membiayainya agar mendapatkan balas budi berupa kekayaan alam, terutama minyak. Adapun negeri-negeri kambing congek penjilat negeri para penyerang itu sudah cukup bangga mendapatkan julukan sebagai negara demokratis di dunia, hanya itu, padahal dalam hal ekonomi tetap saja underdog.
Libya diserang karena memang bersikukuh dengan cara hidupnya sendiri. Libya menerapkan sistem ketatanegaraan sesuai dengan keinginan Khadafi sendiri dan itu menghalangi jalannya para negeri kapitalis untuk mendapatkan kekayaan alamnya dengan lebih leluasa. Tak heran dia diserang dari luar dan dari dalam.
Memang benar sistem politik Khadafi tidak sempurna, perlu banyak perbaikan. Akan tetapi, bukan penyerangan fisik penyelesaiannya.
Adapun Indonesia tak akan diserang oleh para kapitalis seperti terhadap Libya. Hal itu disebabkan Indonesia sudah terbuka dengan perampokan korporasi asing. Para kapitalis itu bisa membiayai kampanye satu-dua partai, mendirikan partai, atau jual-beli legislasi dengan pentolan-pentolan politik bermental rendah di Indonesia. Mereka tinggal hitung-hitungan untung-rugi di dalam kalkulator untuk mendapatkan kekayaan alam Indonesia. Mereka sangat paham bahwa di Indonesia sangat banyak anggota legislatif yang tidak memahami legislasi serta sangat tahu bahwa banyak penguasa yang butuh uang pinjaman untuk tetap berkuasa kembali. Oleh sebab itu, tak heran Amien Rais (2008) mengatakan bahwa banyak legislasi dan berbagai peraturan yang disinyalir dibuat oleh pihak asing. Hal itu tampak dari bahasa yang digunakan dalam berbagai regulasi adalah bahasa Inggris yang tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia, bahkan diduga keras hasil mencontek dari negara lain, lebih parah lagi diperkirakan dibuat oleh orang-orang asing yang justru selalu mengincar potensi-potensi yang dimiliki Indonesia. Sementara itu, banyak elit di negeri ini yang manut-manut saja pada negeri-negeri yang dulunya menjajah secara fisik bangsa-bangsa Asia itu.
Dengan demikian, sudah pasti Indonesia tidak akan di-Libya-kan karena gampang sekali untuk dirampok. Buat apa diserang? Toh, dengan disuap, ditipu, dan dipuji saja sudah mabuk kepayang bangga. Dalam alam demokrasi, sangat sulit kita mendeteksi apakah partai-partai atau LSM-LSM itu jelmaan aspirasi rakyat ataukah jadi-jadian antek-antek kapitalis. Indonesia bukan hanya mudah untuk dirampok, tetapi sangat menguntungkan dan menyenangkan dijadikan mangsa empuk bagi para kapitalis yang bekerja sama dengan para penipu rakus di negeri ini. Menyedihkan memang.
Tenang, Indonesia tidak akan di-Libya-kan asal terus saja manut sama mereka.
Kalau tidak manut, pasti terjadi seperti dulu. Negeri-negeri kapitalis mengurung Indonesia dari sana-sini, lalu dikerjain lewat pemberontakan-pemberontakan di daerah seperti PRRI/Permesta. Beruntung saat itu kita punya TNI yang tangguh. Orang-orang kapitalis itu mundur teratur, kemudian menghormati kekuatan Indonesia.
Berbeda dengan sekarang yang sangat banyak orang ketar-ketir jika Indonesia diserang negara lain. Lihat saja kemarin-kemarin dilecehkan Malaysia, Indonesia adem ayem saja seperti yang kumeok memeh dipacok, ‘kalah sebelum berperang’. Apalagi diserang negara Barat yang kabarnya punya banyak senjata pembunuh modern.
Akan tetapi, rakyat negeri ini tetap kuat kok. Seluruhnya siap sedia untuk tanah airnya. Yang belum kita punyai adalah pemimpin kuat yang mampu membangkitkan harga diri bangsa dan mengarahkan rakyat menuju kemerdekaan hakiki. Namun, pemimpin itu kelak pasti ada, tenang saja sambil jauhi itu yang namanya demokrasi.
Mereka ingin Moamar Khadafi mundur dengan alasan pemimpin Libya itu menghalangi jalannya demokrasi. Alasan penyerangan itu sebagian memang benar. Para negeri kapitalis dan negeri-negeri kambing congeknya memang menginginkan agar Libya bisa berdemokrasi. Hal itu disebabkan dengan demokrasi, para penyerang yang kapitalis itu bisa dengan mudah membentuk partai atau mendukung partai tertentu dan membiayainya agar mendapatkan balas budi berupa kekayaan alam, terutama minyak. Adapun negeri-negeri kambing congek penjilat negeri para penyerang itu sudah cukup bangga mendapatkan julukan sebagai negara demokratis di dunia, hanya itu, padahal dalam hal ekonomi tetap saja underdog.
Libya diserang karena memang bersikukuh dengan cara hidupnya sendiri. Libya menerapkan sistem ketatanegaraan sesuai dengan keinginan Khadafi sendiri dan itu menghalangi jalannya para negeri kapitalis untuk mendapatkan kekayaan alamnya dengan lebih leluasa. Tak heran dia diserang dari luar dan dari dalam.
Memang benar sistem politik Khadafi tidak sempurna, perlu banyak perbaikan. Akan tetapi, bukan penyerangan fisik penyelesaiannya.
Adapun Indonesia tak akan diserang oleh para kapitalis seperti terhadap Libya. Hal itu disebabkan Indonesia sudah terbuka dengan perampokan korporasi asing. Para kapitalis itu bisa membiayai kampanye satu-dua partai, mendirikan partai, atau jual-beli legislasi dengan pentolan-pentolan politik bermental rendah di Indonesia. Mereka tinggal hitung-hitungan untung-rugi di dalam kalkulator untuk mendapatkan kekayaan alam Indonesia. Mereka sangat paham bahwa di Indonesia sangat banyak anggota legislatif yang tidak memahami legislasi serta sangat tahu bahwa banyak penguasa yang butuh uang pinjaman untuk tetap berkuasa kembali. Oleh sebab itu, tak heran Amien Rais (2008) mengatakan bahwa banyak legislasi dan berbagai peraturan yang disinyalir dibuat oleh pihak asing. Hal itu tampak dari bahasa yang digunakan dalam berbagai regulasi adalah bahasa Inggris yang tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia, bahkan diduga keras hasil mencontek dari negara lain, lebih parah lagi diperkirakan dibuat oleh orang-orang asing yang justru selalu mengincar potensi-potensi yang dimiliki Indonesia. Sementara itu, banyak elit di negeri ini yang manut-manut saja pada negeri-negeri yang dulunya menjajah secara fisik bangsa-bangsa Asia itu.
Dengan demikian, sudah pasti Indonesia tidak akan di-Libya-kan karena gampang sekali untuk dirampok. Buat apa diserang? Toh, dengan disuap, ditipu, dan dipuji saja sudah mabuk kepayang bangga. Dalam alam demokrasi, sangat sulit kita mendeteksi apakah partai-partai atau LSM-LSM itu jelmaan aspirasi rakyat ataukah jadi-jadian antek-antek kapitalis. Indonesia bukan hanya mudah untuk dirampok, tetapi sangat menguntungkan dan menyenangkan dijadikan mangsa empuk bagi para kapitalis yang bekerja sama dengan para penipu rakus di negeri ini. Menyedihkan memang.
Tenang, Indonesia tidak akan di-Libya-kan asal terus saja manut sama mereka.
Kalau tidak manut, pasti terjadi seperti dulu. Negeri-negeri kapitalis mengurung Indonesia dari sana-sini, lalu dikerjain lewat pemberontakan-pemberontakan di daerah seperti PRRI/Permesta. Beruntung saat itu kita punya TNI yang tangguh. Orang-orang kapitalis itu mundur teratur, kemudian menghormati kekuatan Indonesia.
Berbeda dengan sekarang yang sangat banyak orang ketar-ketir jika Indonesia diserang negara lain. Lihat saja kemarin-kemarin dilecehkan Malaysia, Indonesia adem ayem saja seperti yang kumeok memeh dipacok, ‘kalah sebelum berperang’. Apalagi diserang negara Barat yang kabarnya punya banyak senjata pembunuh modern.
Akan tetapi, rakyat negeri ini tetap kuat kok. Seluruhnya siap sedia untuk tanah airnya. Yang belum kita punyai adalah pemimpin kuat yang mampu membangkitkan harga diri bangsa dan mengarahkan rakyat menuju kemerdekaan hakiki. Namun, pemimpin itu kelak pasti ada, tenang saja sambil jauhi itu yang namanya demokrasi.
No comments:
Post a Comment