Monday 31 August 2020

Jenis Kelompok Sosial

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Dalam pandangan seorang sosiolog, Soerjono Soekanto, kelompok sosial dapat dibedakan berdasarkan enam hal, yaitu: besar kecilnya jumlah anggota; derajat interaksi sosial; kepentingan dan wilayah; derajat organisasi; kesadaran terhadap jenis yang sama; hubungan sosial dan tujuan. Berikut tiga dari enam jenis tersebut.

 

Berdasarkan Besar Kecilnya Jumlah Kelompok

Menurut George Simmel, kelompok terkecil adalah satu orang yang menjadi fokus atau sentral dari hubungan sosial yang disebut monad. Monad dikembangkan dengan meneliti kelompok yang terdiri atas dua atau tiga orang yang disebut dyad dan triad. Di samping itu, Simmel pun menelaah kelompok-kelompok kecil lainnya serta membandingkannya dengan kelompok-kelompok dengan jumlah anggota yang lebih besar. Dengan demikian, jenis kelompok dapat berbeda dilihat dari jumlah anggotanya.

 

Berdasarkan Derajat Interaksi Sosial

Derajat interaksi sosial dapat dibedakan dari sejauh mana keintiman dan hubungan di antara anggota kelompok tersebut. Ada kelompok yang interaksinya intim, sangat sering, dan saling mengenal (face to face grouping), misalnya, keluarga, kerabat, rukun tetangga, rukun warga, kampung, dan desa. Berbeda dengan kelompok yang interaksinya sangat lemah, jarang, dan hubungannya jauh atau bahkan sama sekali tidak ada hubungan, misalnya, masyarakat perkotaan, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, dan negara. Dengan demikian, derajat interaksi ada yang intim, tetapi ada pula yang jarang berinteraksi.

 

Berdasarkan Kepentingan dan Wilayah

Terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk atas dasar kepentingan tertentu, misalnya, kelompok yang menginginkan perbaikan jalan, perbaikan pelayanan dari pemerintah, atau mereka yang menginginkan kenaikan gaji. Mereka berkelompok karena memiliki kepentingan yang sama. Adapula kelompok yang terbentuk karena kesamaan wilayah. Mereka bersama-sama karena hidup berada di wilayah yang sama atau memperjuangkan suatu wilayah yang sama.

            Lama atau tidaknya keberlangsungan hidup kelompok bergantung pada tercapainya kepentingan yang sama tersebut. Suatu kerumunan (ephimeral group) adalah kelompok yang hidup hanya sebentar karena tercapainya kepentingan hanya berlangsung sebentar, misalnya, kerumunan penonton bola atau mereka yang sedang menunggu bis di halte. Adapula yang hidupnya lebih lama dan tetap (permanen) karena tingkat ketercapaiannya lebih lama, misalnya, kelompok buruh yang menginginkan kenaikan gaji dan kesejahteraan, mereka berjuang dalam waktu yang cukup lama untuk mencapai keinginannya.

            Demikian tiga jenis kepentingan menurut Soerjono Soekanto. Tiga jenis lainnya ada pada tulisan lain, masih dalam blog ini juga.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Wijayanti, Fitria; Rahmawati, Farida; Irawan, Hanif; Sosiologi: untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

 

Maryati, Kun; Suryawati, Juju; 2014, Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Sunday 30 August 2020

Peran Para Sosiolog

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Orang-orang ahli dalam bidang sosiologi disebut sosiolog. Para sosiolog memiliki peran penting dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara. Berikut peran para sosiolog:

            Pertama, sosiolog sebagai ahli riset. Para sosiolog memiliki fokus pada kehidupan masyarakat. Mereka mencari data, fakta, dan melakukan penelitian tentang masyarakat. Hasil dari penelitian mereka berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pengambilan kebijakan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai masalah di masyarakat.

            Penelitian yang dilakukan para sosiolog akan memunculkan kebenaran dan meluruskan berbagai kekeliruan di masyarakat. Para sosiolog berkewajiban memberikan informasi yang ilmiah, objektif, dan rasional. Ilmu sosiologi harus dapat dicerna oleh akal dan tidak mendasarkan dirinya pada hal-hal yang tidak rasional, semacam keyakinan-keyakinan dan hal-hal gaib.

            Kedua, sosiolog sebagai konsultan kebijakan. Pemerintah selalu mengambil kebijakan untuk mengatur dan menyelesaikan permasalahan di masyarakat. Akan tetapi, tidak jarang kebijakannya tidak menguntungkan atau tidak diterima oleh masyarakat. Tujuan mengambil kebijakan adalah untuk kebaikan masyarakat dan berpengaruh positif. Akan tetapi, ternyata dalam kehidupan sehari-hari kebijakan itu justru tidak mencapai hasil yang diinginkan. Oleh sebab itulah, diperlukan peranan para sosiolog untuk dapat lebih menyelaraskan kebijakan agar benar-benar diterima dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

            Bisa terjadi bahwa bagi pemerintah mendirikan sekolah adalah hal yang sangat penting, tetapi bagi masyarakat kebutuhan kesehatan jauh lebih penting dibandingkan pendidikan. Dalam kasus seperti ini, para sosiolog harus melakukan penelitian, apakah sekolahan dulu yang dibangun atau Puskesmas. Hasil penelitian para sosiolog akan menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil keputusan dan melakukan pembangunan.

            Ketiga, sosiolog sebagai praktisi. Banyak sosiolog yang terlibat langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan masyarakat. Mereka terjun langsung di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan saran dan menyelesaikan masalah agar hubungan masyarakat, hubungan karyawan, hubungan pemerintah, hubungan kelompok masyarakat dapat berjalan baik.

            Ketika para sosiolog langsung praktik di tengah masyarakat, mereka berfungsi sebagai ilmuwan terapan (applied scientist). Mereka dituntut menggunakan ilmu pengetahuannya untuk memperhatikan nilai-nilai bangsa, masyarakat, adat, dan agama agar pembangunan dapat berjalan lancar, efektif, efisien, serta memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

            Keempat, sosiolog sebagai pendidik. Para sosiolog adapula yang berperan sebagai pendidik, seperti, guru dan dosen. Mereka mengajarkan ilmu-ilmu sosiologi kepada para muridnya agar ilmu sosiologi berkembang dan memberikan   berbagai contoh yang kekinian. Dengan demikian, para muridnya dapat terus mempelajari dan mengembangkan ilmu sosiologi sehingga semakin bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat luas.

            Demikian beberapa peran para sosiolog.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Friday 21 August 2020

Karakteristik Perubahan Sosial

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Berdasarkan berbagai kajian, perubahan sosial memiliki karakteristik tertentu. Berikut beberapa karakteristik tersebut.

            Pertama, masyarakat selalu berkembang. Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang. Perubahan atau perkembangan tersebut bisa terjadi dengan cepat atau lambat. Hal yang jelas perubahan tidak bisa ditahan. Kalaupun ada orang-orang yang tidak mengikuti perubahan dalam arti anti terhadap perubahan, akan menjadi pihak yang “ketinggalan zaman”.

            Kedua, perubahan yang terjadi pada suatu lembaga kemasyarakatan akan mendorong pula perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga lainnya. Hal itu disebabkan lembaga yang satu dengan lembaga-lembaga lainnya terhubung bagai mata rantai. Contohnya, pada masa orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, presiden Indonesia itu sangat kuat, bisa berkali-kali dipilih, dan masyarakat sulit untuk melakukan kritik atau protes terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, pemerintah tertutup kepada masyarakat. Ketika berganti ke masa reformasi, presiden tidak boleh berkali-kali, paling lama hanya dua periode, kekuasaan presiden dibatasi oleh undang-undang, tidak boleh sekehendak dirinya sendiri, masyarakat boleh mengkritik dan protes. Oleh sebab itu, pemerintah menjadi harus terbuka. Setiap bagian atau departemen dalam pemerintah Indonesia harus terbuka kepada masyarakat. Demikian pula, lembaga penegak hukum ditambah dengan kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

            Ketiga, perubahan sosial bisa terjadi dengan lambat atau cepat. Perubahan yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi (keterbelahan atau kekacauan organisasi atau kerusakan kesatuan) untuk sementara karena harus ada penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Akan tetapi, pada waktunya akan terjadi reorganisasi (pengaturan kembali organisasi atau kesatuan) yang meliputi pemantapan kaidah, nilai, dan sikap yang baru akibat adanya perubahan.

            Keempat, perubahan tidak dapat dibatasi pada hanya benda atau spiritual karena keduanya mempunyai kaitan yang kuat. Misalnya, pada zaman dahulu orang mempelajari agama hanya dari ceramah para pemimpin agama, tetapi sekarang orang bisa mempelajarinya lewat buku atau internet. Dengan demikian, pengetahuan akan menyebar lebih cepat dibandingkan dengan hanya mendengarkan ceramah.

            Kelima, meskipun perubahan sosial tidak dapat dibendung dan tidak dapat ditahan, setiap orang harus waspada agar tidak menjadi korban perubahan yang negatif. Justru kitalah yang harus menjadi penentu dalam perubahan.

            Sampurasun.

 

 

Sumber Pustaka

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

 

Wijayanti, Fitria; Kusumantoro, Sri Muhammad; Irawan, Hanif, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

Thursday 20 August 2020

Tipe Kelompok Sosial (II)

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Terdapat beberapa tipe atau bentuk kelompok sosial. Berikut beberapa klasifikasi menurut para ahli sebagaimana yang ditulis Kun Maryati dan Juju Suryawati (2014) dalam Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial yang diterbitkan Penerbit Erlangga, Jakarta.

            Pada tulisan kali ini dikemukakan pendapat dari empat ahli, yaitu: Charles H. Cooley, Ellsworth Farris, W.G. Sumner, dan Soerjono Soekanto.

 

Charles H. Cooley

Menurutnya, di dalam kehidupan masyarakat terdapat kelompok primer. Kelompok ini cirinya dapat dilihat dari pergaulan mereka, kerja sama yang terjadi, dan tatap muka yang intim. Kelompok primer ini mencakup keluarga, kerabat, teman dekat, komunitas-komunitas orang dewasa, kelompok-kelompok ibu-ibu arisan, dan lain sebagainya. Karena pergaulan yang intim, anggota kelompok ini menjadi suatu kesatupaduan yang mendorong anggotanya hidup dan memiliki tujuan kelompok yang sama.

 

Ellsworth Farris

Farris mengkritik Cooley. Farris memberikan kritik karena Cooley hanya menjelaskan bahwa di masyarakat hanya ada kelompok primer. Dalam pandangan Farris, di samping ada kelompok primer, ada pula kelompok sekunder yang formal. Kelompok ini tidak pribadi dan bercirikan kelembagaan. Contohnya, koperasi, partai politik, dan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

 

W.G. Sumner

Sumner berpendapat bahwa pada masyarakat primitif terdapat dua kelompok, yaitu kelompok dalam (in group) dan kelompok luar (out group).

            Pada kelompok dalam terdapat persahabatan, perdamaian, ketertiban, keterikatan, kecintaan, kepatuhan, dan keintiman. Apabila kelompok ini bertemu dengan kelompok di luar kelompok mereka (out group), timbul kebencian, rasa permusuhan, perasaan terancam, pertengkaran, perang, dan kecurigaan. Bagi kelompok dalam, kelompok dirinya adalah pusat segalanya (etnosentrisme).

 

Soerjono Soekanto

Dia membagi jenis kelompok menjadi enam berdasarkan enam hal, yaitu: berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota, derajat interaksi sosial, kepentingan wilayah, derajat organisasi, kesadaran terhadap jenis yang sama, serta hubungan sosial dan tujuan.

            Untuk penjelasan klasifikasi tipe kelompok dalam pandangan Soerjono Soekanto, dijelaskan pada tulisan berikutnya supaya lebih rinci, lebih detail, dan lebih mudah dipahami.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Wijayanti, Fitria; Rahmawati, Farida; Irawan, Hanif; Sosiologi: untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

 

Maryati, Kun; Suryawati, Juju; 2014, Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013:         Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Tingkatan Gejala Sosial

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Menurut Norman Blaike, gejala sosial memiliki tiga tingkatan, yaitu: individu, kelompok, dan kelompok yang lebih besar, bahkan luas secara internasional. Tingkatan-tingkatan tersebut adalah:

            Pertama, gejala sosial mikro. Gejala sosial ini terjadi pada individu-individu yang sering bertemu bertatap muka, berinteraksi secara langsung. Mereka saling terlibat dalam berbagai kegiatannya dan merasakan keterlibatan tersebut dengan lebih dekat dan lebih intim. Biasanya, mereka memiliki sejarah, kebiasaan, dan banyak kesamaan. Keanggotaan masyarakatnya relatif permanen. Hubungan di antara mereka terpola sebagai akibat dari hubungan yang terjadi sehari-hari.

            Kedua, gejala sosial meso. Gejala ini terjadi pada berbagai organisasi, masyarakat, massa, dan gerakan sosial. Kelompok-kelompok ini biasanya besar yang memiliki tujuan bersama dan telah ditetapkan. Organisasi ini  bisa berupa organisasi pemerintah, swasta, bisnis, atau hobi. Sifatnya bisa wajib, bisa sukarela. Bisa paruh waktu atau penuh waktu. Bisa pula dibayar atau tidak dibayar. Waktunya pun bisa untuk jangka pendek, jangka menengah, ataupun jangka panjang. Hal-hal ini merupakan kebijakan organisasi tersebut dan kesepakatan para anggotanya.

            Ketiga,  gejala sosial makro. Gejala ini terjadi dalam entitas yang lebih besar seperti lembaga-lembaga multinasional, transnasional, melewati batas-batas negara, serta melakukan hubungan dengan negara-negara di dunia sesuai dengan kebutuhannya. Contohnya, organisasi kesehatan sedunia, WHO, merupakan organisasi besar dan kuat yang selalu berhubungan dengan organisasi-organisasi dunia dan negara-negara di seluruh dunia.

            Demikian gejala-gejala sosial jika dilihat dari tingkatannya.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Monday 17 August 2020

Manfaat Menghitung Pendapatan Nasional

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Seluruh negara menghitung pendapatan nasionalnya masing-masing. Di samping itu, ada pula negara yang menghitung pendapatan negara lain untuk kepentingan politik atau ekonomi.

            Beberapa manfaat perhitungan pendapatan ini adalah sebagaimana yang ditulis Alam S. (2016):

            Pertama, menganalisis perkembangan pendapatan dari tahun ke  tahun. Suatu negara yang dihitung pendapatan nasionalnya akan mengetahui perkembangannya dengan lebih pasti dari tahun ke tahun.

            Kedua, mengetahui struktur perekonomian suatu negara, apakah termasuk ke dalam negara agraris atau negara industri. Dengan menghitung pendapatan nasional, suatu negara akan memahami dirinya bahwa pendapatan yang dihasilkannya berasal dari perkebunan, pertanian, pertanian, atau industri dan pabrik.

            Ketiga, mengetahui kemajuan suatu negara dalam mencapai kemakmuran. Jika pendapatan nasional suatu negara tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan negara lain, negara tersebut bisa dikatakan makmur. Jika sebaliknya, pendapatannya rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan negara lain, negara tersebut dapat dikatakan sedang berkembang atau malah miskin.

            Keempat, dengan memahami pendapatan nasional, pemerintah negara tersebut memiliki pengetahuan untuk melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi bagi negaranya. Kebijakan itu bisa meliputi upaya untuk mendorong ekonomi rakyatnya dan bisa pula untuk melakukan hubungan bisnis dengan negara lainnya.

            Demikian sekelumit dari manfaat perhitungan pendapatan nasional.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka:

Hastyorini, Irim Rismi; Novasari, Yunita; Sari, Kartika; Jawangga, Yan Hanif (editor), Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XI Semester I: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

 

S., Alam, 2016, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Tepat dalam Menentukan Pilihan

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung Putera Sang Surya

Kelangkaan adalah inti dari masalah ekonomi. Kelangkaan bermacam-macam, ada kelangkaan uang, kelangkaan sumber daya alam, barang, jasa, waktu, dan kelangkaan pengetahuan. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kebijaksanaan dalam hidup kita untuk menentukan pilihan bagi kebutuhan kita.

            Dalam menentukan pilihan, terdapat beberapa cara yang perlu kita lakukan, yaitu:

            Analisis biaya peluang. Biaya peluang adalah nilai barang atau jasa yang dikorbankan karena melakukan tindakan alternatif. Jumlah uang yang dikeluarkan tidak selamanya merupakan biaya sesungguhnya. Misalnya, seorang siswa akan berangkat sekolah dari rumah dengan jarak 7 km. Jika menggunakan angkutan kota, ia harus mengeluarkan uang Rp3.000,-. Agar uang itu tidak keluar, ia berjalan kaki. Akibatnya, memang dia mendapatkan uang Rp3.000,- untuk jajan karena tidak perlu membayar Angkot. Akan tetapi, ia telat masuk kelas, letih, tidak konsentrasi belajar, dan bisa sakit. Artinya, jumlah biaya yang harus dikeluarkan  jauh lebih besar dibandingkan dengan Rp.3.000,- untuk membayar Angkot.

            Analisis biaya manfaat. Analisis ini merupakan suatu teknik dalam menentukan pilihan dengan cara membandingkan barang atau jasa apa yang lebih bermanfaat dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan.

            Identifikasi faktor pendorong kegiatan ekonomi. Untuk menentukan pilihan, identifikasi motif apa yang mendorong kita untuk melakukan kegiatan ekonomi. Ada motif yang berasal dari diri sendiri seperti memenuhi kebutuhan hidup. Ada pula ada yang merupakan dorongan dari luar karena pergaulan atau iklan yang mungkin menumbuhkan faktor gengsi.

            Memahami trade off. Trade off adalah situasi ketika seseorang harus mengorbankan hal lain untuk mendapatkan hal yang lainnya. Misalnya, seorang siswa mengorbankan uang jajannya untuk membeli kuota agar dapat mengikuti pelajaran secara daring/online.

            Patuh pada prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi adalah suatu tindakan dengan cara mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan manfaat atau hasil yang sebesar-besarnya.

            Demikian, beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menentukan pilihan.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Novasari, Yunita; Jawangga, Yan Hanif; Setiadi, Inung Oni; Hastyorini, Irim Rismi (editor); Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X Semester I: Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

 

S., Alam, 2013, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Friday 14 August 2020

Bentuk dan Jenis Gejala Sosial

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Gejala sosial terdiri atas dua bentuk. Guglielmo Cachedi mengelompokkannya ke dalam gejala sosial yang menentukan (the determinant social phenomenon) dan gejala sosial yang ditentukan (the determined social phenomenon). Gejala sosial yang menentukan merupakan gejala sosial yang menentukan gejala-gejala sosial lainnya. Misalnya, merebaknya hoax atau berita palsu menentukan gejala sosial yang berupa demonstrasi, perpecahan di masyarakat, dan kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Gejala sosial yang ditentukan merupakan gejala sosial yang disebabkan oleh gejala sosial yang menentukan.

            Jenis-jenis gejala sosial menurut Pitrim A. Sorokin adalah:

            Pertama, gejala sosial religius. Contohnya, orang melakukan ritual permohonan doa kepada pohon besar, batu besar, ular kobra; menari mengitari perapian sambil menabuh gendang untuk mendapatkan keberkahan.

            Kedua, gejala sosial ekonomi. Contohnya, meningkatnya pengangguran, daya beli menurun, turunnya pertumbuhan ekonomi. Demikian pula sebaliknya, daya beli meningkat, lapangan kerja mencukupi, ekonomi meningkat pesat.

            Ketiga, gejala sosial politik. Contohnya, merebaknya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu, banyaknya berita palsu, tumbuh polarisasi atau kubu-kubuan akibat dari beda pilihan politik.

            Keempat,  gejala sosial hukum. Misalnya, terjadinya pelanggaran oleh pengguna lalu lintas, para pedagang di trotoar jalan, dan merebaknya penggunaan uang palsu.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Thursday 13 August 2020

Mempertahankan Nilai Lama dalam Arus Perubahan

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Perubahan adalah suatu keniscayaan karena pada dasarnya dunia selalu berkembang. Hal itu pun mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ada yang mengikuti arus perubahan dan hidup sesuai dengan perubahan tersebut, termasuk perubahan nilai-nilai. Ada pula masyarakat yang cenderung mempertahankan nilai-nilai lama dan mempertahankannya sehingga perubahan tidak mengubah keseluruhan nilai yang terdapat di masyarakat.

            Kecenderungan untuk mempertahankan nilai-nilai lama tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya:

            Pertama, adanya unsur-unsur yang berfungsi sangat penting di tengah masyarakat. Misalnya, sistem kekerabatan dan soliditas kesukuan pada suku tertentu. Meskipun perubahan cenderung menawarkan persaingan hidup yang keras dan individualistis, masyarakat tetap mempertahankan nilai-nilai kekerabatan sehingga menghalangi efek negatif dari individualistis.

            Kedua, adanya unsur-unsur yang sudah sangat kuat tertanam sejak kecil. Contohnya, orang Indonesia makan pokoknya adalah nasi. Makanan pokok sesungguhnya dapat berubah menjadi mie, gandum, jagung, roti, dan sebagainya. Akan tetapi, orang Indonesia tetap memilih nasi sebagai makanan pokok dengan sayur dan lauknya yang lebih lezat dibandingkan dengan makanan yang berasal dari negara lain.

            Ketiga, adanya unsur-unsur yang hadir dalam kehidupan beragama. Agama adalah nilai yang sangat kuat dalam diri seseorang yang sudah meyakininya. Dia akan sangat sulit meninggalkan tatacara ibadat, ritual, ajaran, dan tradisi keagamaannya. Apabila tidak melaksanakan hal-hal itu, seseorang akan merasa sangat bersalah. Contohnya, di Indonesia yang mayoritas Islam kerap mengadakan berbagai hajatan syukuran atas kenikmatan yang diperolehnya. Bahkan, untuk mengenang orang yang sudah wafat pun, kerap berkumpul berdoa dan makan bersama. Hal-hal itu mengikat banyak orang untuk melaksanakannya. Jika tidak, orang bisa merasa sangat bersalah atau merasa diri kurang dalam hidupnya.

            Keempat, terdapat unsur ideologi dan falsafah hidup bangsa yang sangat diyakini dan dijaga agar perubahan-perubahan yang terjadi di dunia tidak membuat keyakinan terhadap bangsanya rusak yang pada gilirannya akan mengubah hidup masyarakat dengan nilai-nilai asing yang tidak dikenalnya dengan baik. Misalnya, Indonesia memiliki falsafah hidup Pancasila. Dengan falsafah itulah masyarakat menyaring segala perubahan sehingga nilai-nilai baru harus menyesuaikan dirinya dengan nilai-nilai Pancasila.

            Demikian faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tetap bertahan pada nilai-nilainya sendiri dalam menghadapi berbagai perubahan di dunia.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

 

Wijayanti, Fitria; Kusumantoro, Sri Muhammad; Irawan, Hanif, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

Tipe Kelompok Sosial

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Terdapat beberapa tipe atau bentuk kelompok sosial. Berikut beberapa klasifikasi menurut para ahli sebagaimana yang ditulis Kun Maryati dan Juju Suryawati (2014) dalam Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial yang diterbitkan Penerbit Erlangga, Jakarta.

            Pada tulisan kali ini dikemukakan dua pendapat dari dua ahli, yaitu: Durkheim dan Ferdinand Tonnies.

 

Durkheim

Durkheim mengklasifikasikan kelompok sosial menjadi dua, yaitu kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Kelompok sosial yang didasarkan pada solidaritas mekanik adalah kelompok yang memenuhi segala kebutuhan hidupnya saling bergantung pada kelompoknya sendiri, tidak bergantung pada kelompok yang di luar dirinya. Ikatan persatuan di dalam kelompok ini sangat kuat karena memiliki keyakinan yang sama, tujuan yang sama, perasaan yang sama, dan kesamaan saling ketergantungan. Tidak ada pembagian kerja dalam kelompok ini, semua bekerja untuk mendapatkan hal yang sama, tidak jelas siapa bertanggung jawab atas apa dan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Jika ada masalah, biasanya diselesaikan secara kekeluargaan dan sifatnya perdata (pribadi), bukan pidana (umum/negara).

            Berbeda dengan kelompok sosial yang didasarkan pada solidaritas organik. Dalam kelompok masyarakat seperti ini sudah dikenal pembagian kerja. Ada ketua, wakil, dan pengurus lainnya. Kelompok ini kerap bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain di luar diri mereka untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam kelompok ini jelas ada pembagian tugas, pembagian hasil, pertanggungjawaban, dan aturan-aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan. Pelanggaran yang terjadi dalam kelompok ini kerap diselesaikan melalui jalur hukum positif, baik perdata (pribadi) maupun pidana (umum/negara).

 

Ferdinand Tonnies

Ferdinand Tonnies mengatakan bahwa kelompok sosial terbagi ke dalam dua, yaitu: gemeinschaft dan gesselschaft. Dalam gemeinschaft hubungan di antara anggota kelompok lebih kuat dan lebih intim karena terdapat ikatan yang dibawa sejak lahir. Contohnya, keterikatan karena pernikahan, keturunan yang sama, agama, bahasa, dan adat. Para anggota gemeinschaft tetap bersatu meskipun hidup dan tinggal di tempat terpisah, beda kota, beda provinsi, bahkan beda negara.

            Adapun gesselschaft merupakan kelompok sosial yang bisa dikatakan bertemu tanpa sengaja. Mereka terikat oleh kebutuhan dan kepentingan yang sama. Meskipun bersatu, mereka tetapi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Ikatan mereka semu dan sementara. Misalnya, kelompok para pekerja, pengusaha, dan sarjana. Mereka bisa terpisah satu sama lain kapan saja ketika kepentingan mereka sudah terpenuhi atau tujuannya tidak tercapai. Mereka tetap bersatu selama kepentingan masing-masingnya terpenuhi.

            Demikian penjelasan Durkheim dan Ferdinand Tonnies.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka:

Wijayanti, Fitria; Rahmawati, Farida; Irawan, Hanif; Sosiologi: untuk SMA/MA Kelas X Semester 1: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

 

Maryati, Kun; Suryawati, Juju; 2014, Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Monday 10 August 2020

Gejala Sosial

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Timbulnya gejala sosial sebagai akibat dari kehidupan manusia sendiri. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial.

            Sebagai makhluk individu, manusia memiliki kepribadian yang unik dan berbeda dari manusia lainnya. Keunikan ini dapat dilihat dari berbagai hal. Setiap manusia berbeda dengan manusia lainnya. Pebedaan itu bisa dilihat dari ciri-ciri fisik, kemampuan, kebutuhan, perasaan, dan sikap yang ditunjukkan. Kita bisa melihat diri sendiri yang jelas pasti berbeda dibandingkan manusia lainnya. Tak ada manusia yang persis sama di dunia ini meskipun lahir dalam keadaan kembar.

            Sebagai makhluk sosial, manusia harus berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Menurut Aristoteles, manusia tidak akan mendapatkan keutamaan dan menjadi baik jika tidak memiliki teman atau terasing dari masyarakat sekitarnya. Bahkan, manusia yang hidup sendirian bisa gila, kehilangan ingatan, bahkan mati. Sebagai manusia kita harus menunjukkan sikap positif untuk bersosialisasi dengan manusia lainnya, misalnya, kerja sama, gotong royong, toleransi, tolong-menolong, saling menghargai. Manusia tidak bisa terlepas dari manusia lainnya. Sejak lahir pun kita sudah ditolong oleh orang lain.

            Karena manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, terjadilah berbagai gejala sosial. Pengertian gejala sosial sendiri menurut Gulo (2010), adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di antara dan oleh manusia, baik secara individu maupun secara kelompok. Dalam pandangan Durkheim, dapat dipahami bahwa gejala sosial adalah fakta objektif di luar kehidupan individu. Contoh gejala sosial adalah gejala ekonomi, gejala politik, gejala budaya, dan gejala moral.

            Gejala sosial yang terjadi bisa berbeda di setiap wilayah. Gejala sosial di kalangan petani di desa bisa berbeda dibandingkan di kalangan para pekerja di perkotaan. Akibat yang dirasakan masyarakat pun akan sangat berbeda. Misalnya, di desa gejala sosial yang terjadi adalah kemiskinan dan kebodohan, adapun di kota gejala sosial yang selalu tampak adalah kejahatan, kekerasan fisik, perkosaan, dan penipuan.

            Gejala sosial berbeda dengan gejala alam. Gejala sosial adalah sebagai akibat dari perbuatan manusia sendiri. Adapun gejala alam bukanlah akibat perbuatan manusia secara langsung, seperti, ledakan gunung berapi, gempa bumi, ataupun angin topan dan tsunami.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta


Sunday 9 August 2020

Konsep-Konsep Terkait Pendapatan Nasional

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Terdapat beberapa konsep yang terkait konsep pendapatan nasional. Berikut ini dipaparkan beberapa konsep tersebut sebagaimana yang ditulis oleh Alam S. dalam Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial.

 

a.   Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product = GDP)

Istilah lain dari pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Pendapatan nasional atau PDB diartikan sebagai total nilai barang dan jasa yang dihasilkan  oleh suatu perekonomian dalam periode tertentu yang dihitung berdasarkan nilai pasar.

            Di Indonesia PDB dapat dihitung dari dua sisi pendekatan, yaitu sektoral dan penggunaan. Dari pendekatan sektoral, PDB merupakan total nilai tambah dari seluruh sektor ekonomi yang mencakup sektor pertanian, pertambangan, dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, restoran, dan hotel; pengangkutan dan komunikasi; lembaga keuangan; jasa-jasa. Adapun dari pendekatan penggunaan, PDB merupakan total nilai dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor neto.

 

b.   Produk Nasional Bruto (Gross National Product = GNP)

Dewasa ini hubungan antarbangsa semakin maju. Demikian pula dalam hal berbisnis. Banyak penduduk negara lain yang mempunyai bisnis di Indonesia. Sebaliknya,  banyak juga orang Indonesia yang mempunyai bisnis di negara lain. Laba dari perusahaan asing di Indonesia menjadi milik negara asalnya sehingga jumlah ini harus dikeluarkan dari produk domestik bruto. Sebaliknya, laba dari perusahaan orang Indonesia yang ada di luar negeri adalah milik warga Negara Indonesia sehingga jumlah ini harus ditambahkan pada produk nasional bruto Indonesia. Selisih antara laba perusahaan penanaman modal asing di Indonesia dengan laba perusahaan penduduk Indonesia di luar negeri disebut pendapatan neto terhadap luar negeri. Produk domestik bruto digabung dengan pendapatan neto terhadap luar negeri adalah Produk Nasional Bruto/PNB (Gross National Product). Jadi, pada PNB hanya dihitung total output warga negara saja.

 

c. Produk Nasional Neto (Net National Product = NNP)

Produk Nasional Neto (Net National Product) didapat dari produk nasional bruto dikurangi dengan penyusutan dan barang penggantii modal. Jika ditulis dala rumus, adalah:

NNP = GNP – (penyusutan + barang pengganti modal)

 

d.   Pendapatan Nasional Neto (Net National Income = NNI)

Pendapatan nasional neto adalah produk nasional neto dikurangi dengan pajak tidak langsung dan ditambah dengan subsidi.

            Jika ditulis dalam rumus, sebagai berikut.

NNI = NNP – pajak tidak langsung + subsidi

 

e. Pendapatan Perorangan (Personal Income = PI)

Pendapatan Perorangan (Personal Income) adalah jumlah seluruh penerimaan yang benar-benar sampai di tangan masyarakat. Tidak semua pendapatan sampai ke tangan masyarakat karena masih dikurangi dengan laba yang ditahan, iuran asuransi, iuran jaminan sosial, pajak perseroan, dan ditambah dengan pembayaran pinjaman (transfer payment).

            Jika ditulis dalam rumus, sebagai berikut.

PI = NNI + transfer payment – (laba ditahan + iuran asuransi + iuran jaminan sosial + pajak perseroan)

 

f. Pendapatan Disposabel/Setelah Pajak (Disposable Income)

Pendapatan Disposabel (Disposable Income) adalah pendapatan perorangan setelah dikurangi pajak penghasilan.

            Jika ditulis dalam rumus, sebagai berikut.

Dissposable Income = Personal Income – Pajak Penghasilan

 

g. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

PDRB adalah jumlah keseluruhan dari nilai tambah bruto yang berhasil diciptakan oleh seluruh kegiatan ekonomi yang berada pada suatu wilayah selama periode waktu tertentu. Misal, PDRB DKI Jakarta, PDRB Jawa Tengah, dan PDRB Sumatera Barat.

 

Agar lebih jelas perhatikan foto berikut yang berisi contoh soal pendapatan nasional suatu negara.

 

 


Sampurasun

 

Sumber Pustaka

Hastyorini, Irim Rismi; Novasari, Yunita; Sari, Kartika; Jawangga, Yan Hanif (editor), Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XI Semester I: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

 

S., Alam, 2016, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Friday 7 August 2020

Inti Masalah Ekonomi

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Inti dari masalah ekonomi adalah kelangkaan. Hal itu disebabkan kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan hal-hal yang dibutuhkannya terbatas. Terjadilah kelangkaan. Kelangkaan tersebut membuat manusia berupaya untuk memenuhi hal-hal yang dibutuhkannya. Upayanya itu bertujuan agar hal yang dibutuhkannya itu dapat dimiliki meskipun langka. Hal-hal ini yang membuat manusia menggerakkan roda perekonomian.

             Tidak ada suatu negara pun yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Oleh sebab itu, setiap negara bekerja sama atau berdagang agar kebutuhannya yang langka itu dapat terpenuhi. Misalnya, semua negara membutuhkan minyak bumi, tetapi tidak semua negara memiliki sumber daya minyak bumi. Di negara yang tidak memiliki sumbernya, minyak bumi merupakan barang yang langka. Oleh sebab, negara tersebut membeli dan bekerja sama dengan negara lain untuk mendapatkan minyak bumi tersebut.

            Penyebab kelangkaan, antara lain:

            Pertama, keterbatasan benda pemenuhan kebutuhan di alam. Tidak semua hal yang diinginkan manusia dapat diperbarui, ada yang habis dan tidak akan ada lagi. Misalnya, minyak bumi yang terus berkurang digunakan, sementara manusia tidak dapat lagi membuat minyak bumi.

            Kedua, kerusakan sumber daya alam akibat ulah manusia. Manusia kerap melakukan kerusakan terhadap alam karena kerakusannya tanpa melakukan upaya perbaikan. Contohnya, penggundulan hutan yang mengakibatkan habisnya pohon yang langka, penangkapan ikan secara liar, pembunuhan gajah untuk diambil gadingnya.

            Ketiga, keterbatasan manusia mengolah sumber daya ekonomi. Keterbatasan ini diakibatkan lemahnya penguasaan teknologi sehingga penggunaan sumber daya alam menjadi boros dan tidak efektif. Misalnya, membuka ladang perkebunan dengan cara membakar hutan atau membuka peternakan dengan membunuhi satwa-satwa lainnya.

            Keempat, peningkatan jumlah kebutuhan yang lebih cepat dibandingkan penyediaan sarana kebutuhan. Jumlah manusia tumbuh lebih cepat dibandingkan sarana penyedia kebutuhan. Oleh sebab itu, terjadi kelangkaan. Contohnya, jumlah manusia yang membutuhkan beras semakin banyak, akibatnya pada wilayah-wilayah tertentu terjadi kelangkaan beras sehingga mengganti kebutuhan terhadap beras tersebut dengan jagung atau gandum.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Novasari, Yunita; Jawangga, Yan Hanif; Setiadi, Inung Oni; Hastyorini, Irim Rismi (editor); Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X Semester I: Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

 

S., Alam, 2013, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta