Wednesday 1 May 2019

Soekarno Ingin Palangkaraya Jadi Ibukota Indonesia


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Pada masa-masa menunggu hasil Pilpres RI  yang akan diumumkan 22 Mei 2019, pemerintah kembali menggaungkan wacana soal pemindahan Ibukota RI dari Jakarta ke tempat lain. Usulannya sama dengan yang dulu pernah ada pada masa Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno, yaitu berpindah ke kota-kota yang masih di Pulau Jawa atau pindah ke luar Pulau Jawa. Beberapa wilayah di Pulau Jawa sempat menjadi kandidat, misalnya, Bandung, Bogor, Jonggol, bahkan ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Salah satu kota yang berada di luar Jawa yang sangat sering dibicarakan adalah Palangkaraya, Kalimantan.

            Soekarno ingin memindahkan Ibukota RI dari Jakarta lebih banyak disebabkan ketidaksukaan Soekarno terhadap hal-hal yang bergaya barat. Jakarta memang dibangun bergaya kolonial. Ia ingin membangun Ibukota sesuai dengan budaya Indonesia sendiri. Seiring dengan berkembangnya waktu, wacana pemindahan dari Jakarta ke Palangkaraya semakin menguat, terutama berkaitan dengan bencana alam serta keamanan dan pertahanan nasional.

            Dari beberapa obrolan ringan dan diskusi terbatas, memang Palangkaraya dianggap lebih tepat dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Palangkaraya tidak dilewati cincin api yang membuatnya tidak ada gempa akibat gunung berapi, memiliki banyak sungai yang bisa menjadi pembuangan air untuk menghindari banjir, serta mampu lebih baik dalam mengontrol keamanan dan pertahanan negara, terutama dalam menghadapi konfrontasi dengan Malaysia yang saat itu sedang terjadi masalah hebat.

            Saat ini pun sebenarnya Palangkaraya masih tepat untuk dijadikan Ibukota RI karena alasan-alasan tadi, apalagi sekarang Jakarta sudah sangat macet, sulit diatur, terlalu padat, mudah stress, dan sering banjir. Sebaiknya, memang Jakarta dijadikan saja pusat bisnis, sedangkan pusat pemerintahan pindah ke Palangkaraya, Kalimantan.

            Penelitian untuk itu memang sangat diperlukan agar tidak salah langkah. Pengalaman-pengalaman negara lain pun yang sempat memindahkan ibukotanya dapat menjadi pelajaran bagi kita. Akan tetapi, tidak harus juga menjadi dasar pokok dalam memindahkan ibukota RI karena mereka memiliki permasalahan yang berbeda dengan permasalahan kita. Mereka ya mereka, kita ya kita.

            Di dalam negeri sendiri kita punya pengalaman dalam hal pemindahan ibukota ini. Dulu Ibukota Kabupaten Bandung adalah Krapyak. Akan tetapi, karena kota ini sering terkena banjir besar hingga saat ini belum tertangani dengan baik akibat luapan Sungai Citarum, Bupati Bandung R.A.A. Wiranata Kusumah memindahkan ibukota ke seputaran Sungai Cikapundung dan membangun pendopo di sana. Saat itu Bupati R.A.A. Wiranata Kusumah masih berusia enam belas tahun. Anak muda belasan tahun itu nggak pake lama segera memindahkan ibukota dan berhasil.

            Krapyak pun berubah nama menjadi Dayeuhkolot, ‘Kota Tua’ karena sempat menjadi ibukota dan terus banjir hingga kini belum teratasi. Adapun pendopo yang  dibangun dekat Sungai Cikapundung menjadi pusat Kota Bandung, lengkap dengan Masjid Agung, alun-alun, pusat pertokoan, dan menjadi salah satu ikon Kota Bandung. Wilayah ini menjadi sangat terkenal ke seluruh penjuru dunia.

            Bukankah Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di wilayah ini?

            Jangan terlalu lama berpikir memindahkan ibukota dan jangan terlalu banyak pendapat politis. Bisa-bisa niat baik ini hanya menjadi wacana tanpa pernah terlaksana.


Sampurasun.