Sunday 12 August 2012

Manuk Dadali


oleh Tom Finaldin  

Bandung, Putera Sang Surya
Burung garuda adalah lambang Negara Indonesia. Ia menjadi lambang karena memiliki kegagahan yang luar biasa di antara para burung, bahkan di antara para binatang. Sikap, sifat, dan tingkahnya melambangkan keperkasaan, baik di angkasa, di darat, maupun di air. Burung garuda menjadi inspirasi dan motivasi para pejuang bangsa untuk memerdekakan Negara Indonesia dari penjajahan sekaligus pertahanan jiwa para penerusnya untuk tetap berada pada koridor yang benar dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.

            Karena keperkasaan dan kegagahannya, penyair Sambas Mangundikarta menggubah lagu yang terinspirasi dari burung garuda untuk memberikan semangat berjuang setiap anak bangsa Indonesia. Lagu yang dibuatnya menggunakan bahasa Sunda dengan judul Manuk Dadali.

            Berikut syair Manuk Dadali dalam bahasa Sunda.


Mesat ngapung luhur jauh di awang-awang
Meberkeun jangjangna bangun taya karingrang
Kukuna ranggoas reujeung pamatukna ngeluk
Ngapak mega bari hiberna tarik nyuruwuk

Saha anu bisa nyusul kana tandangna?
Tandang jeung pertentang taya bandingannana
Dipikagimir dipikaserab ku sasama
Taya karempan kasieun leber wawanenna

Refrain:
Manuk dadali manuk panggagahna
Perlambang sakti Indonesia Jaya
Manuk dadali pangkakoncarana
Resep ngahiji rukun sakabehna

Hirup sauyunan tara pahiri-hiri
Silih pikanyaah teu inggis bela pati
Manuk dadali ngandung siloka sinatria
Keur sakumna bangsa di Nagara Indonesia  



Dalam bahasa Indonesia.


Terbang melesat tinggi, jauh di angkasa
Merentangkan sayapnya, tegak tanpa ragu
Kukunya panjang tajam dan paruhnya melengkung
Menyongsong langit dengan cergas terbangnya

Siapa yang bisa menyaingi keberaniannya?
Gagah perkasa tanpa tandingan
Dihormati dan disegani oleh sesama
Tanpa ragu tanpa takut, besar nyalinya

Refrain :
Burung garuda, burung paling gagah
Lambang sakti Indonesia jaya
Burung garuda yang paling tersohor
Senang bersatu, rukun semuanya

Hidup berhimpun tanpa saling iri
Saling menyayangi, tak sungkan membela
Burung garuda adalah lambang kesatriaan
Untuk seluruh bangsa di Negara Indonesia

GAGAH PERKASA. Sumber Foto: www.rpp-silabus.com

Di dalam syair tersebut terasa sekali kegagahan dan wibawa burung garuda yang kemudian menjadi nafas dan gerak bangsa Indonesia untuk selalu bersama-sama membangun negeri dengan sekuat tenaga. Akan tetapi, itu dulu, burung garuda yang dulu, manuk dadali tempo dulu. Sekarang burung garuda itu sudah sangat lelah, manuk dadali kini sangat letih karena ditinggalkan bangsanya. Bisa jadi benar kata orang-orang Malaysia bahwa burung garuda telah “patah sayap”.  Orang-orang Indonesia telah lupa dirinya sendiri, melupakan teman seperjuangannya, meninggalkan sejarahnya, memutuskan hubungan dengan para pendahulunya, serta serakah dan gemar mencuri dari sesama saudaranya sendiri. Memang suatu kondisi yang sangat memprihatinkan, menyedihkan, dan memalukan.

Beberapa waktu lalu saya menemukan syair yang sangat menyakitkan tentang burung garuda kita. Syair itu berbentuk lagu yang berjudul Dadali Manting ti Peuting, ‘Garuda Melayang di Tengah Malam’. Lagu ini diciptakan Uko H. pada 2007 yang kemudian dipopulerkan penyanyi Sunda legendaris Darso (alm.).

Berikut syair yang mengiris hati itu.



Dadali manting ti peuting
Ngoleang kakalayangan
Neangan nu lawas ilang
Baturna duka ka mana

Dadali manting ti peuting
Ngalayang ka pilemburan
Hate bingung kapigandrung
Nu ilang kawas nu pundung

Memang bonganna manehna
Kacida rasa mokaha
Kaduhung sagede gunung
Kumaha nya pilampaheun?

Refrain:
Dadali kabawa angin
Teu wasa nandangan lara
Tos teu kadenge deui sorana
Boa … boa ….
Boa … boa ….
Tapi palias teuing


Dalam bahasa Indonesia.


Garuda melayang di tengah malam
Melayang tak tentu arah
Mencari yang telah lama hilang
Para sahabatnya dulu yang kini hilang entah ke mana

Garuda melayang di tengah malam
Melayang ke kampung-kampung
Hatinya bingung penuh rasa rindu dendam
Sahabat-sahabatnya yang hilang sepertinya tak ingin kembali

Memang salah dia sendiri
Terlalu merasa perkasa, sombong, dan angkuh
Kini tinggal rasa penyesalan sebesar gunung
Bagaimana sekarang harus melangkah?

Garuda melayang terbawa angin
Tak kuasa lagi menanggung rasa sesal dan sedih di hati
Kini suaranya sudah tak terdengar lagi, sayapnya pun tak terdengar mengepak lagi
Jangan-jangan ... jangan-jangan ….
Jangan-jangan … jangan-jangan ….
Akan tetapi, mudah-mudahan jangan  terjadi



Lagu yang menyedihkan itu menggambarkan burung garuda yang sudah kehilangan semangat, sedih, dan menderita. Hal itu disebabkan rakyat dan para pejuang yang dulu bersama-sama bersatu berkarya untuk kejayaan Indonesia kini tak ada lagi. Tak tampak lagi pejuang bangsa, tak terlihat lagi rakyat yang penuh heroisme. Kini warga bangsa sudah sangat tersihir dengan kegandrungan terhadap kekayaan, kekuasaan, dan gemar sekali bertengkar. Celakanya, banyak warga bangsa yang berteman mesra dengan musuh-musuh garuda.

Kekacauan dan kesemrawutan hidup perjalanan bangsa membuat bangsa ini kehilangan arah, kehilangan dirinya, kehilangan semangat garuda yang teramat perkasa itu. Hampir seluruhnya telah tertipu. Tertipu karena cinta pada pemikiran dan kebiasaan hidup bangsa lain yang sama sekali tidak mendidik dan penuh kebohongan. Tertipu karena merasa bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu harus mengikuti hidup orang lain yang sama sekali berbeda jauh watak dan kulturnya dengan kita.

Sang Garuda kini letih dan sedih karena kebodohan yang diakibatkan kesombongan anak-anak negeri ini. Hampir seluruhnya tertipu dalam berbangsa dan bernegara. Semuanya hampir tertarik untuk berperilaku dan berpikir sebagaimana perilaku dan cara berpikir musuh-musuh garuda. Beginilah kita saat ini, telah meninggalkan garuda, manuk dadali, teman setia kita. Berjalan tak tentu arah yang sekali-kali ditarik hidungnya oleh orang-orang yang sama sekali tidak menginginkan Indonesia menjadi besar dan kuat.

MUDAH-MUDAHAN TIDAK JATUH MATI DAN DIMAKAN AYAM. Sumber Foto: ukisaja.blogspot.co.id
Sungguh, kerusakan negeri ini akan semakin parah jika tidak bersama-sama lagi Sang Garuda. Negeri ini akan runtuh bebarengan dengan matinya Sang Garuda yang suara dan kepakan sayapnya tak terdengar lagi, melayang di angkasa terbawa angin untuk kemudian terhempas remuk di kerasnya tanah yang penuh batu keras dan menyakitkan.

         Tapi, palias teuing, ‘janganlah hal itu sampai terjadi’.

No comments:

Post a Comment