oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Burung garuda adalah lambang Negara Indonesia. Ia menjadi lambang karena memiliki kegagahan yang luar biasa di antara para burung, bahkan di antara para binatang. Sikap, sifat, dan tingkahnya melambangkan keperkasaan, baik di angkasa, di darat, maupun di air. Burung garuda menjadi inspirasi dan motivasi para pejuang bangsa untuk memerdekakan Negara Indonesia dari penjajahan sekaligus pertahanan jiwa para penerusnya untuk tetap berada pada koridor yang benar dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.
Burung garuda adalah lambang Negara Indonesia. Ia menjadi lambang karena memiliki kegagahan yang luar biasa di antara para burung, bahkan di antara para binatang. Sikap, sifat, dan tingkahnya melambangkan keperkasaan, baik di angkasa, di darat, maupun di air. Burung garuda menjadi inspirasi dan motivasi para pejuang bangsa untuk memerdekakan Negara Indonesia dari penjajahan sekaligus pertahanan jiwa para penerusnya untuk tetap berada pada koridor yang benar dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.
Karena keperkasaan dan kegagahannya, penyair Sambas Mangundikarta menggubah lagu yang terinspirasi dari burung garuda untuk memberikan semangat berjuang setiap anak bangsa Indonesia. Lagu yang dibuatnya menggunakan bahasa Sunda dengan judul Manuk Dadali.
Berikut syair Manuk Dadali dalam bahasa Sunda.
Mesat
ngapung luhur jauh di awang-awang
Meberkeun
jangjangna bangun taya karingrang
Kukuna
ranggoas reujeung pamatukna ngeluk
Ngapak
mega bari hiberna tarik nyuruwuk
Saha
anu bisa nyusul kana tandangna?
Tandang
jeung pertentang taya bandingannana
Dipikagimir
dipikaserab ku sasama
Taya
karempan kasieun leber wawanenna
Refrain:
Manuk
dadali manuk panggagahna
Perlambang
sakti Indonesia Jaya
Manuk
dadali pangkakoncarana
Resep
ngahiji rukun sakabehna
Hirup
sauyunan tara pahiri-hiri
Silih
pikanyaah teu inggis bela pati
Manuk
dadali ngandung siloka sinatria
Keur
sakumna bangsa di Nagara Indonesia
Dalam bahasa Indonesia.
Terbang
melesat tinggi, jauh di angkasa
Merentangkan
sayapnya, tegak tanpa ragu
Kukunya
panjang tajam dan paruhnya melengkung
Menyongsong
langit dengan cergas terbangnya
Siapa
yang bisa menyaingi keberaniannya?
Gagah
perkasa tanpa tandingan
Dihormati
dan disegani oleh sesama
Tanpa
ragu tanpa takut, besar nyalinya
Refrain
:
Burung
garuda, burung paling gagah
Lambang
sakti Indonesia jaya
Burung
garuda yang paling tersohor
Senang
bersatu, rukun semuanya
Hidup
berhimpun tanpa saling iri
Saling
menyayangi, tak sungkan membela
Burung
garuda adalah lambang kesatriaan
Untuk
seluruh bangsa di Negara Indonesia
GAGAH PERKASA. Sumber Foto: www.rpp-silabus.com |
Di dalam syair tersebut terasa sekali kegagahan dan wibawa burung garuda yang kemudian menjadi nafas dan gerak bangsa Indonesia untuk selalu bersama-sama membangun negeri dengan sekuat tenaga. Akan tetapi, itu dulu, burung garuda yang dulu, manuk dadali tempo dulu. Sekarang burung garuda itu sudah sangat lelah, manuk dadali kini sangat letih karena ditinggalkan bangsanya. Bisa jadi benar kata orang-orang Malaysia bahwa burung garuda telah “patah sayap”. Orang-orang Indonesia telah lupa dirinya sendiri, melupakan teman seperjuangannya, meninggalkan sejarahnya, memutuskan hubungan dengan para pendahulunya, serta serakah dan gemar mencuri dari sesama saudaranya sendiri. Memang suatu kondisi yang sangat memprihatinkan, menyedihkan, dan memalukan.
Beberapa waktu lalu saya menemukan syair yang sangat menyakitkan tentang burung garuda kita. Syair itu berbentuk lagu yang berjudul Dadali Manting ti Peuting, ‘Garuda Melayang di Tengah Malam’. Lagu ini diciptakan Uko H. pada 2007 yang kemudian dipopulerkan penyanyi Sunda legendaris Darso (alm.).
Berikut syair yang mengiris hati itu.
Dadali
manting ti peuting
Ngoleang
kakalayangan
Neangan
nu lawas ilang
Baturna
duka ka mana
Dadali
manting ti peuting
Ngalayang
ka pilemburan
Hate
bingung kapigandrung
Nu
ilang kawas nu pundung
Memang
bonganna manehna
Kacida
rasa mokaha
Kaduhung
sagede gunung
Kumaha
nya pilampaheun?
Refrain:
Dadali
kabawa angin
Teu
wasa nandangan lara
Tos
teu kadenge deui sorana
Boa
… boa ….
Boa
… boa ….
Tapi
palias teuing
Dalam bahasa Indonesia.
Garuda
melayang di tengah malam
Melayang
tak tentu arah
Mencari
yang telah lama hilang
Para
sahabatnya dulu yang kini hilang entah ke mana
Garuda
melayang di tengah malam
Melayang
ke kampung-kampung
Hatinya
bingung penuh rasa rindu dendam
Sahabat-sahabatnya
yang hilang sepertinya tak ingin kembali
Memang
salah dia sendiri
Terlalu
merasa perkasa, sombong, dan angkuh
Kini
tinggal rasa penyesalan sebesar gunung
Bagaimana
sekarang harus melangkah?
Garuda
melayang terbawa angin
Tak
kuasa lagi menanggung rasa sesal dan sedih di hati
Kini
suaranya sudah tak terdengar lagi, sayapnya pun tak terdengar mengepak lagi
Jangan-jangan
... jangan-jangan ….
Jangan-jangan
… jangan-jangan ….
Akan
tetapi, mudah-mudahan jangan terjadi
Lagu
yang menyedihkan itu menggambarkan burung garuda yang sudah kehilangan
semangat, sedih, dan menderita. Hal itu disebabkan rakyat dan para pejuang yang
dulu bersama-sama bersatu berkarya untuk kejayaan Indonesia kini tak ada lagi.
Tak tampak lagi pejuang bangsa, tak terlihat lagi rakyat yang penuh heroisme.
Kini warga bangsa sudah sangat tersihir dengan kegandrungan terhadap kekayaan,
kekuasaan, dan gemar sekali bertengkar. Celakanya, banyak warga bangsa yang
berteman mesra dengan musuh-musuh garuda.
Kekacauan dan kesemrawutan hidup perjalanan bangsa membuat bangsa ini kehilangan arah, kehilangan dirinya, kehilangan semangat garuda yang teramat perkasa itu. Hampir seluruhnya telah tertipu. Tertipu karena cinta pada pemikiran dan kebiasaan hidup bangsa lain yang sama sekali tidak mendidik dan penuh kebohongan. Tertipu karena merasa bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu harus mengikuti hidup orang lain yang sama sekali berbeda jauh watak dan kulturnya dengan kita.
Sang Garuda kini letih dan sedih karena kebodohan yang diakibatkan kesombongan anak-anak negeri ini. Hampir seluruhnya tertipu dalam berbangsa dan bernegara. Semuanya hampir tertarik untuk berperilaku dan berpikir sebagaimana perilaku dan cara berpikir musuh-musuh garuda. Beginilah kita saat ini, telah meninggalkan garuda, manuk dadali, teman setia kita. Berjalan tak tentu arah yang sekali-kali ditarik hidungnya oleh orang-orang yang sama sekali tidak menginginkan Indonesia menjadi besar dan kuat.
MUDAH-MUDAHAN TIDAK JATUH MATI DAN DIMAKAN AYAM. Sumber Foto: ukisaja.blogspot.co.id |
Tapi, palias teuing, ‘janganlah hal itu sampai terjadi’.
No comments:
Post a Comment