Sunday 31 January 2016

Antara Nabi Muhammad saw dan Borobudur

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Mana yang lebih dulu, kelahiran Nabi Muhammad saw atau pembangunan Borobudur?

Hayo tebak!

Jangan, jangan ditebak, sudah ada kok catatan sejarahnya.

Nabi Muhammad saw lahir di Mekah pada Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah dalam keadaan yatim. Kelahiran Nabi Muhammad saw bertepatan dengan 20 April 571 Masehi.

Catat itu, 571 Masehi!

Sekarang mari kita periksa pembangunan Borobudur.

J.G. de Casparis dalam disertasinya pada 1950 mengatakan bahwa Borobudur diperkirakan didirikan oleh Raja Samaratungga dari wangsa Sayilendra sekitar tahun sangkala rasa sagara kstidhara atau tahun Caka 746 (824 Masehi) dan baru dapat diselesaikan oleh puterinya yang bernama Dyah Ayu Pramodhawardhani pada sekitar tahun 847 Masehi.

Catat itu, kira-kira 824 Masehi!

Kira-kira!

Jadi, jelas bahwa Nabi Muhammad saw lahir lebih dulu dibandingkan pembangunan Candi Borobudur versi J.G. de Casparis. Selisih tahunnya adalah 253 tahun. Nabi Muhammad saw lahir dulu, lalu 253 tahun kemudian Borobudur dibangun.

Jelas ya!

Masuk akalkah?

Tentu saja tidak masuk akal.

Mengapa?

Borobudur itu bangunan megah ajaib yang dibangun dengan teknologi tinggi yang orang-orang hebat saat ini pun tidak mampu menerangkannya dengan jelas bagaimana Borobudur itu dibangun. Di dalamnya pun dipenuhi keajaiban seni, budaya, sejarah, matematika, fisika, astrologi, dan berbagai pengetahuan menakjubkan lainnya. Adapun bangunan-bangunan pada zaman Nabi Muhammad saw sampai sekarang tidak ada yang seajaib itu. Biasa-biasa saja. Malahan pada zaman Nabi Muhammad saw, bangunan-bangunan di dunia ini sangat kumuh dan buruk dibandingkan bangunan-bangunan yang ada saat ini. Berbeda jauh dengan Borobudur yang dipenuhi nilai-nilai artistik yang mengagumkan dan memesonakan.

Seluruh bangunan apa pun itu namanya yang dibangun sejak 0 Masehi sangat mudah dipelajari dan dipahami, bahkan dibuat ulang. Malahan, ada yang diperindah karena memang tampak buruk. Mestinya kan ada bangunan-bangunan lain yang seajaib Borobudur pada berbagai belahan dunia lain pada 800-an Masehi itu.

Akan tetapi, buktinya kan tidak ada. Kalaupun ada bangunan bagus, ya bangunan biasa saja, hanya dikenal sebagai bangunan megah dan besar, tetapi tidak ajaib dan tidak banyak memuat ilmu pengetahuan, baik fisik maupun spiritual, malahan seperti kata saya tadi, kesannya kumuh. Mudah sekali ditiru.

Mari kita lihat buktinya di seluruh dunia ini. Kehidupan agama adalah kehidupan sakral yang sangat dihormati di dunia ini. Artinya, bangunan keagamaan haruslah menjadi bangunan yang terhebat dalam masanya dan dalam kehidupan umatnya.

Kuil dan Sinagog Eliahu Hanabi yang dibangun 720 SM di Suriah saja bentuknya sangat kumuh. Tidak ada istimewanya. Buruh kuli-kuli bangunan di Indonesia saat ini pun bisa membuat bangunan seperti itu. Begitu pula sinagog-sinagog tua yang dibangun pada 5 Masehi lebih mirip rumah-rumah orang melarat tempat berkumpul orang-orang Yahudi. Malahan, ada sinagog kuno yang mirip sekali dengan paviliun rumah orang Indonesia saat ini, kumuhnya bukan main, temboknya juga tidak rata, kembung dan acak-acakan.

Yesus as kata orang-orang Kristen diperkirakan lahir pada awal musim gugur tahun 2 SM. Akan tetapi, gereja-gereja dibangun ratusan tahun setelah Yesus as tidak ada. Tidak ada catatan Yesus as membangun gereja ketika masih ada. Gereja tua Santa Maria in Transvere (Roma, Italia) dibangun pada 221 Masehi. Bangunannya biasa saja, tidak ajaib. Gereja Gua Santo Petrus yang didirikan pada abad 3 di Antonika, Turki malahan hanya berupa gua, bangunan yang sudah ada karena alam yang membuatnya. Gereja Makam Suci, Golgota, Yerusalem, yang dibangun 325 M, juga biasa saja, tidak berteknologi tinggi.

Demikian pula masjid tempat ibadat umat Islam. Masjid pertama dan masjid kedua yang dibangun oleh tangan Nabi Muhammad saw, yaitu Masjid Quba dan Masjid Nabawi juga bangunan biasa, malahan teramat kumuh. Masjid itu dibangun dengan bahan bangunan alakadarnya, tidak ada teknologi yang mencengangkan di masjid-masjid itu. Kalau tidak diperbaiki dan disempurnakan, masjid-masjid itu bisa hancur lebur. Sekarang masjid-masjid itu tentu saja menjadi bangunan yang sangat megah dan teramat indah karena terus-menerus dibangun dan diperindah tanpa henti.

Kita bisa melihat bukan bahwa bangunan-bangunan bersejarah kuno yang didirikan mulai 0 Masehi sangat minim teknologi dan mudah ditiru?

Artinya, manusia-manusia sekarang dapat memperhitungkan bagaimana cara pembuatannya dan sangat mampu membuat lagi bangunan serupa, bahkan lebih indah. Tidak perlu arsitek jenius untuk meniru bangunan-bangunan itu, orang sekelas mandor bangunan di Indonesia zaman sekarang juga bisa.

Akan tetapi, mengapa bangunan Candi Borobudur tidak bisa diperhitungkan dan tidak bisa diperkirakan bagaimana cara membuatnya?

Tidak diketahui pula teknologi apa yang digunakan untuk membangunnya. Semuanya serba misterius. Itulah sebabnya disebut ajaib.

Bukankah hal yang aneh sekaligus menggelikan ketika manusia bisa memahami dan membuat kembali bangunan-bangunan yang dibangun pada abad 1, 2, 3, 5, dan 6, tetapi tidak mampu memahami bangunan pada abad ke-8?

Seharusnya, logika mengatakan jika manusia mampu memahami bangunan pada abad 1, akan lebih mudah memahami bangunan yang didirikan abad 8.

Begitu kan?

Hal itu disebabkan para arsitek dunia akan menuliskan berbagai pengetahuannya dari zaman ke zaman sehingga mudah dipahami dan pasti diajarkan pada berbagai perguruan tinggi teknik. Namun, anehnya manusia mampu mengerti bangunan abad 1, tetapi tidak mengerti bangunan abad 8. Ini pasti ada yang salah.

Jadi, jelas ada yang salah.

Apa yang salah?

Yang salah adalah perhitungan dan penelitian yang dilakukan J.G. de Casparis. Karena perhitungan tahun pembangunan Borobudur salah, semua data yang ada dalam desertasinya pun menjadi salah. Tidak mungkin Borobudur dibangun pada abad 8. Kalau benar, pasti manusia sekarang memiliki teknologi itu dan mampu membuat detail-detailnya dengan lebih sempurna. Kenyataannya adalah sebaliknya, boro-boro bisa membangun dengan lebih sempurna, mengerti saja tidak.

Dengan demikian, sangat kuatlah hasil penelitian yang dilakukan K.H. Fahmi Basya bahwa Borobobudur itu adalah peninggalan Nabi Sulaiman as. Seluruh catatan kemegahan dan notasi teknologinya hancur lebur hilang dilanda banjir besar sebagai hukuman dari Allah swt atas dosa-dosa yang dilakukan bangsa Indonesia pada masa lalu.

Kalaulah ada orang yang menyanggah hasil penelitian K.H. Fahmi Basya, sesungguhnya mereka itu cuma kaget, terbiasa punya otak dan jiwa sebagai manusia terjajah, tidak siap menerima ilmu pengetahuan baru, dan sebagian ada yang iri atau khawatir terbongkar rencana tipu dayanya. Hal itu disebabkan banyak sekali sejarah Indonesia ini yang diputarbalikan untuk kepentingan orang-orang tertentu, malahan untuk kepentingan orang-orang asing dalam menyebarluaskan hegemoni dan dominasi mereka.

Saya suka geli menyaksikan orang-orang seperti itu. Bukan hanya hasil penelitian K.H. Fahmi Basya yang mereka bantah, melainkan pula penelitian-penelitian lainnya. Akan tetapi, ada kesamaan dalam diri mereka itu, yaitu hanya bisa membantah, mengganggu, tidak mampu melakukan alasan akademis, serta minim data dan miskin argumentasi. Coba lihat saja penelitian K.H. Fahmi Basya yang komprehensif dibantah dengan artikel murahan yang isinya hanya beberapa paragraf atau pertanyaan-pertanyaan rendahan. Ini biasa. Harusnya, bikin lagi penelitian yang komprehensif yang mampu mematahkan hasil penelitian K.H. Fahmi Basya, sebagaimana penelitian K.H. Fahmi Basya yang mampu menghajar hasil penelitian yang ada dalam desertasi J.G. de Casparis.

Biasalah, orang-orang kurang pengetahuan ini suka tidak mau menerima kebenaran dan membuat ulah-ulah yang murahan. Kalaupun mereka punya modal, mereka biasanya bikin buku untuk membantah. Akan tetapi, buku itu selalu tipis dan miskin argumentasi, kebanyakan isinya emosional bukan akademis. Saya sering lihat buku-buku itu.

Peneliti aslinya selalu menyusun buku yang tebal-tebal karena sangat ingin meyakinkan pembaca tentang kebenaran penelitiannya. Mereka menulis berbagai hal dengan mengambil data dari berbagai sisi dan mengkomparasinya dengan berbagai pengetahuan serta mengujinya sendiri sehingga mendapatkan kebenaran yang lebih nyata. Berbeda dengan yang membantahnya, mereka hanya menulis kebingungan dirinya bersama fitnah-fitnah dan data-data kosong yang diharapkan dapat mempengaruhi pembaca untuk tidak mendapatkan pengetahuan baru yang ditulis penulis aslinya. Di toko-toko buku besar sering saya lihat hal itu. Misalnya, buku-buku tentang Imam Mahdi yang tebal-tebal dan penuh data dibantah oleh buku-buku tipis murahan yang isinya hanya tuduhan rendah dan fitnah tak berdasar. Demikian pula, buku-buku yang tebal tentang Atlantis dibantah oleh buku tipis yang kurang dari 50 halaman yang isinya cuma kemarahan dan ajakan untuk tidak mempercayai bahwa Atlantis terletak di dataran Sunda, Indonesia. Buku-buku seperti itu banyak, tetapi memang sangat tipis dan miskin informasi.





Wednesday 27 January 2016

Eks Ketua Umum Gafatar Lucu

oleh Tom Finaldin   

Bandung, Putera Sang Surya

Yang saya maksud eks Ketua Umum Gafatar lucu itu adalah pernyataannya, bukan fisiknya. Pada news sticker dalam salah satu stasiun televisi swasta  iNews dimuat dua pernyataan eks Ketua Umum Gafatar yang menurut saya sangat lucu. Untung saya tidak tertawa terpingkal-pingkal, tetapi yang jelas tertawa sendirian.

Kata orang kalau tertawa sendirian, bisa disebut gila. Biarin aja lah.

Kalau pengen ketawa, gimana?

Pernyataan yang lucu itu adalah pertama, ia mengatakan, “Kami bukan koruptor dan teroris.”

Pernyataan kedua yang lucu juga adalah ia menegaskan, “Kami sudah keluar dari pemahaman Islam mainstream.”

Pernyataan pertama yang mengatakan bahwa mereka bukanlah koruptor dan teroris adalah lucu karena untuk apa pernyataan itu dikeluarkan?

Memangnya siapa yang menuduh Gafatar koruptor?

Memangnya siapa yang memfitnah Gafatar sebagai organisasi teroris?

Ada gitu yang mengatakan seperti itu?

Ada-ada saja.

Masa “penerima wahyu gaib” ngomongnya kayak gitu. Malu-maluin.

            Tidak korup dan bukan teroris tidak berarti Gafatar bisa dibenarkan. Mereka tetap saja mengajarkan hal-hal yang sesat. Masyarakat resah karena ajaran mereka yang menyimpang dari Al Quran dan Hadits, kemudian membuat keluarga menjadi terpisah dan tercerai-berai.

            Menurut saya sih lucu. Nggak ada yang nuduh, nggak ada yang nyalahin, nggak ada angin, nggak ada hujan, mereka bilang dirinya bukan koruptor dan teroris. Nggak nyambung banget.

            Pernyataan yang kedua juga lucu sekali. Dia menyatakan bahwa mereka sudah keluar dari pemahaman Islam mainstream.

            Jadi, pemahaman siapa yang mereka ikuti?

            Pemahaman pribadi?

            Apa yang mereka pahami?

            Lagian, nggak ada itu pemahaman Islam mainstream. Pemahaman Islam yang benar adalah ya yang diajarkan Muhammad Rasulullah saw. Beliau saw meninggalkan dua hal untuk seluruh kaum muslimin agar tidak hidup tersesat, yaitu Al Quran dan Al Hadits. Itu saja. Kalaupun ada pendapat, penafsiran, dan pemahaman baru, tetap harus disesuaikan dengan Al Quran dan Hadits. Begitu patokannya. Tidak ngarang sendiri atau ngorong sendirian.

     Akan tetapi, saya mencoba mengerti apa yang mereka maksudkan keluar dari pemahaman Islam mainstream itu. Maksud mereka adalah keluar dari kebiasaan orang-orang Islam pada umumnya yang suka shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Mereka tidak melakukan itu karena bagi mereka belum saatnya dilaksanakan. Mereka memang banyak ngarang.

       Paling tidak, beberapa stasiun televisi sudah menayangkan pengakuan orang-orang yang pernah berdialog dengan penganut Gafatar. Demikian pula ada pengakuan dari seseorang yang pernah dilantik menjadi Ketua Gafatar untuk wilayah Sumedang, Jawa Barat. Namun, dia cepat sadar dan keluar dari Gafatar karena tidak sesuai dengan pemahaman Islam yang dimilikinya. Menurutnya, memang Gafatar tidak mewajibkan shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Bahkan, ketika pada bulan Ramadhan, dia berpuasa dan mengobrol dengan orang Gafatar. Orang Gafatar itu ngobrolnya sambil makan mie rebus saat bulan Ramadhan.

            Menurut banyak pihak yang berwenang di Indonesia, Gafatar itu metamorfosa dari pemahaman-pemahaman dan organisasi-organisasi lama yang berakar pada Negara Islam Indonesia (NII). Kalau begitu ceriteranya, saya sangat paham karena soal tidak wajib shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya itu sangat sering saya dengar dan saya berupaya memahaminya. Sayangnya, saya bukannya paham, malah ketawa-ketawa. Lucu soalnya.

            Kalau soal NII Kartosoewiryo, saya sangat menghormatinya karena mereka berawal dari ketidaksetujuannya terhadap Perjanjian Renville yang hanya membuat wilayah Republik Indonesia menjadi sangat sempit, yaitu hanya Yogyakarta dan beberapa keresidenan di sekitarnya. Di luar itu adalah wilayah milik Belanda. Akan tetapi, Perjanjian Renville itu batal disebabkan adanya Agresi Militer Belanda 2 yang menyerang wilayah Republik Indonesia yang sudah sangat sempit itu. Belanda tidak menghormati perjanjian yang dibuatnya sendiri. Hal itu menyebabkan pihak RI pun menganggap bahwa wilayah RI kembali pada semula, yaitu dari Sabang sampai Merauke, bukan hanya Yogyakarta lagi. Hal itu pun mengakibatkan wilayah yang dikuasai oleh pasukan Kartosoewiryo harus kembali pada RI. Dari sanalah segala konflik RI vs NII bermula.

            Jadi, sebenarnya konflik RI vs NII adalah persoalan politik, bukan soal agama. Entah kapan dimulainya menjadi persoalan agama yang kemudian melahirkan pemahaman takfiriyah, ‘kafir-mengkafirkan’ sesama muslim. NII Kartosoewiryo sendiri masih sangat dihormati sampai saat ini karena memang merupakan bagian dari sejarah dan Kartosoewiryo sendiri adalah seorang tokoh pejuang Indonesia. Bahkan, di dalam kamus hukum, yang namanya NII atau DI/TII diuraikan secara positif, tidak negatif. Kenegatifan NII atau DI/TII justru disebabkan oleh gerombolan-gerombolan pengacau dan penjahat yang entah dari mana datangnya melakukan banyak kejahatan dengan mengaku-aku sebagai NII atau DI/TII.

            Entah bagaimana ceriteranya selepas Kartosoewiryo meninggal, banyak orang yang mengaku NII dengan pemahaman takfiriyah. Setiap orang yang tidak berbaiat kepada NII disebut kafir. Padahal, ajaran Kartosoewiryo sendiri sangat hebat yang disusun dalam Pedoman Darma Bakti NII.  Dia menjelaskan mengenai Jihad Kecil sebagai perang yang menimbulkan banyak kerusakan, kematian, dan hal-hal negatif, sedangkan Jihad Besar menimbulkan pengaruh yang sangat positif, yaitu membangun bangsa yang berdaulat dan penuh dengan kemakmuran.

            Dari orang-orang yang mengaku NII saat inilah saya mendapatkan pemahaman-pemahaman aneh yang tidak mewajibkan shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Menurut mereka, umat Islam tidak wajib melaksanakan hal-hal tersebut karena  saat ini dianggap sebagai periode Mekah. Artinya, negara berada dalam kekuasaan kafir dan tidak menggunakan hukum Allah swt. Nanti kalau sudah sampai periode Madinah, baru bisa dilaksanakan dan mendapatkan pahala.

            Hukum Allah swt itu apa sih?

            Yang saya dengar cuma potong leher-potong tangan-rajam. Itu dan itu saja diulang-ulang, padahal mengatur negara itu bukan cuma melakukan hal itu. Ada soal keuangan, pendidikan, kesehatan, budaya, seni, pariwisata, ekonomi, sumber daya alam, dan lain sebagainya sampai pada hal-hal bersifat teknis. Mereka nggak pernah membahas hal-hal itu, kecuali ya itu tadi potong leher-potong tangan-rajam.

            Kalaulah NII Kartosoewiryo yang menjadi awal segalanya dalam arti hukum Allah swt yang murni dan ingin diterapkan, coba lihat undang-undangnya yang pernah disusun dan dilaksanakan NII sejak 1949 s.d. 1962. Undang-Undang Dasar NII itu disebut Qanun Azasy. Isinya nggak beda-beda amat dengan UUD RI 1945 sebelum diamandemen. Hal yang paling mencolok perbedaannya adalah Qanun Azasy sangat banyak menggunakan istilah-istilah dalam bahasa arab, sedangkan UUD 1945 menggunakan bahasa Indonesia. Itu saja.

            Itukah yang disebut hukum Allah swt?

            Yang membuat saya merasa lucu adalah adanya pemahaman periode Mekah. Kalau disebut periode Mekah, artinya pemerintahan Indonesia adalah kafir. Akan tetapi, anehnya, pemerintah Indonesia tidak melarang umat Islam untuk shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Malahan, elit-elit muslim Indonesia yang eling selalu mendorong rakyat untuk beribadat dengan baik. Berbeda dengan kafir Quraisy dulu yang menghalangi umat Islam untuk beribadat, malahan sampai menganiaya dan memburu umat Islam bagai binatang. Beda amat antara pemerintah Indonesia dengan kafir Quraisy.

            Di mana periode Mekah-nya?

            Kalau saat dulu Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin tidak melakukan banyak ritual, itu disebabkan memang belum ada perintah untuk melakukannya dari Allah swt. Kalau sudah ada, ya pasti dilaksanakan. Perintah-perintah tentang ibadat ritual itu memang kebanyakan turun ketika Nabi Muhammad saw berada di Madinah.

            Ketika Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin diganggu terus oleh orang-orang kafir, Rasulullah saw memilih hijrah ke wilayah yang tidak dikuasai kaum kafir Quraisy, yaitu Madinah. Beda sekali dengan Gafatar yang pindah karena kemauan sendiri tanpa ada yang menganiaya, mengusir, dan memburu. Lagian hijrahnya ke Kalimantan.

Kan Kalimantan itu masih wilayah yang dikuasai pemerintah kafir Indonesia?

Lihat Nabi Muhammad saw yang hijrah ke wilayah yang tidak dikuasai pemerintah kafir Quraisy serta orang-orang Madinah menyambutnya dengan sukacita dan lagu-lagu pujian.

Lihat Gafatar, hijrah ke Kalimantan yang masih milik pemerintah kafir Indonesia, terus boro-boro disambut masyarakat, malahan diusir dan dibakar.

Di mana periode Madinah-nya?

Kalau mau hijrah, harus ke wilayah yang tidak dikuasai pemerintah kafir RI dan penduduk di wilayah yang baru sangat mencintai Gafatar sehingga mampu melindungi Gafatar dari berbagai kesulitan seperti penduduk Madinah yang disebut “kaum penolong” bagi kaum muhajirin, ‘pendatang’ yang bersama Rasulullah saw. Setelah itu, baru berperang dengan pemerintah kafir RI untuk merebut Kabah yang ada di Jakarta. Makin ngaco deh.

Begitukah?

Di mana samanya antara Rasulullah saw dengan Gafatar?

Lagian, wilayah mana yang akan menjadi “kaum anshor” bagi Gafatar?

Jadi, kapan akan sampai ke periode Madinah?

Makanya, jangan kebanyakan ngorong sambil ngarang.

Akan tetapi, seperti yang kata bekas ketuanya bilang bahwa Gafatar memang sudah keluar dari pemahaman Islam mainstream. Artinya, mereka memahami Islam sesuai dengan kehendaknya sendiri. Arti lebih jauh lagi, mereka memiliki wahyu atau ilham atau pengalaman spiritual yang mereka duga berasal dari Allah swt. Itulah yang disebut sesat.

Mereka harus tahu bagaimana caranya membedakan mana wahyu dari Allah swt dan mana wahyu dari Iblis. Memang Allah swt selalu memberikan pengalaman-pengalaman spiritual sampai hari ini kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Akan tetapi, Iblis pun punya cara yang hampir sama dengan Allah swt dalam memberikan pengalaman spiritual. Iblis mencontek bagaimana Allah swt dalam memberikan pengalaman spiritual. Akibatnya, orang-orang sulit membedakan mana petunjuk gaib dari Allah swt dan mana petunjuk gaib dari Iblis laknatullah.

Coba baca artikel saya masih di dalam blog ini yang berjudul Wahyu Sang Iblis pada http://tom-finaldin8.blogspot.co.id/2011/05/wahyu-sang-iblis.html. Insyaallah, Saudara-saudara sekalian dapat membedakan dengan baik mana petunjuk gaib dari Allah swt dan mana yang berasal dari Iblis.

Gafatar dapat wahyu dari Allah swt atau dari Iblis?


Baca artikel saya yang berjudul Wahyu Sang Iblis, lalu nilai sendiri dari siapa mesias Gafatar mendapatkan petunjuk.

Saturday 23 January 2016

Tajamnya Lidah

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Pernah dengar peribahasa lidah lebih tajam daripada mata pedang?

Pedang memang bisa melukai orang lain, tetapi bisa melukai pula pemiliknya jika tidak hati-hati. Demikian pula lidah, bisa melukai orang lain, tetapi bisa pula melukai pemiliknya. Lidah yang saya maksud tentu saja bukan lidah dalam arti fisik, tetapi dalam arti konotatif, yaitu “berkata-kata”.

            Di Indonesia ini, bahkan di seluruh dunia, gara-gara lidah bisa mengakibatkan terjadinya pembunuhan. Orang yang tersinggung atau cekcok yang kemudian terlibat saling hina dan saling merendahkan bisa saling bunuh. Akan tetapi, itu hal yang sangat kecil meskipun sering terjadi. Hal yang sangat besar pun sebenarnya berkali-kali terjadi di Indonesia ini. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadarinya, bahkan tidak belajar dari berbagai peristiwa yang terjadi. Ada banyak kasus besar gara-gara lidah ini. Akan tetapi, saya hanya ingin memberikan contoh yang masih dapat diingat oleh orang banyak secara langsung.

            Kita mulai dengan pembantaian terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurut beberapa sumber, sesungguhnya ada jutaan manusia yang mati dalam pembantaian ini. Ir . Soekarno sendiri, selaku Presiden RI, menyatakan kesedihannya karena banyak orang mati yang dibuang di sungai, di tengah jalan, digantung di pohon, dan disembelih. Soekarno sendiri menganggapnya bahwa kita telah memperlakukan orang-orang PKI seperti bangkai anjing. Akan tetapi, ia berterima kasih kepada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang setidak-tidaknya telah menguburkan mayat-mayat itu dengan baik.

            Orang-orang boleh berkilah dan menulis macam-macam buku dengan mempertanyakan apakah adil kematian tujuh jenderal dan satu orang bocah perempuan kecil dibalas oleh kematian jutaan nyawa PKI?

            Jawabannya tentu saja tidak adil. Akan tetapi, sesungguhnya kematian tujuh jenderal yang kemudian jasadnya ditemukan di lubang buaya itu hanyalah puncak kekejian yang dilakukan elit PKI yang memicu kemarahan rakyat yang sudah sangat kesal dengan tingkah polah PKI dengan segala ajarannya. Bukan kematian para jenderal yang membuat massa menjadi beringas, tetapi kelakuan orang-orang PKI sendiri.

            Saya mendapatkan banyak ceritera dari orang-orang tua yang mengalami peristiwa itu. Orang-orang PKI itu suka menjelek-jelekkan orang, menghina orang lain seenaknya, mengajarkan untuk membenci orang lain tanpa alasan yang jelas, dan yang lainnya. Uwak saya sendiri hampir menjadi korban penculikan dan pembunuhan PKI. Menurut orang-orang, uwak saya akan diculik karena disebut sebagai orang kaya raya.

            Lho, apa salahnya menjadi orang kaya?

            Memang saat itu uwak saya termasuk orang kaya di daerahnya. Dia sekretaris salah satu perusahaan Wybert. Semacam permen pereda gatal di tenggorokan, mirip Pagoda Pastiles. Sekarang permen itu sudah tidak ada lagi.

            Kabarnya, orang-orang PKI mengajarkan untuk memusuhi orang kaya karena dianggap kapitalis. Seharusnya, yang dimusuhi itu orang-orang pelit, bukan orang kaya.

            Di samping itu, komunisme itu tidak bisa dibantah bersaudara erat atau sejiwa dengan ateisme. Orang-orang ateis itu gemar sekali menghina Allah swt dan Nabi Muhammad saw. Paling tidak, hampir 200 orang ateis asing yang berdebat dengan saya akhir-akhir ini. Mereka selalu bisa saya kalahkan. Ketika mereka kalah debat, tak memiliki lagi kalimat yang bisa mengalahkan saya, keluarlah jurus “menjijikan” mereka, yaitu menghina Allah swt dan Nabi Muhammad saw tanpa pengetahuan yang jelas.

            Mereka punya puluhan frase untuk menghina Allah swt dan Nabi Muhammad saw. Perhatikan bahasa-bahasa kotor ini. Mereka menulis kata-kata tanpa pengetahuan, seperti, Allaaahu Cockbar ….! Allaahu Fuckbar …!. Ketika menghina Nabi Muhammad saw, mereka menulis Muhammad pemerkosa! Muhammad ejakulasi dengan sperma di paha gadis kecil.

            Ada yang lebih menjijikan daripada yang sudah saya tulis itu. Namun, itu saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa orang-orang ateis memang membuat muslim mana pun marah besar.

            Belakangan mereka menghapus penghinaan-penghinaan itu setelah saya ancam mereka. Saya memang tidak bisa berdebat lagi dengan kata-kata kotor seperti itu. Saya ancam saja mereka dengan keras.

            Tahu bagaimana saya mengancam?

            Saat itu sudah ada berita bahwa 2.000 orang Eropa bergabung dengan Isis. Sekarang sih sudah mencapai lebih dari 8.000 orang. Saya ancam mereka bahwa bisa jadi orang-orang Isis itu adalah tetangga mereka, lalu membunuh mereka di mana saja Isis menemui mereka.

            He he he … lumayan ampuh juga ancaman saya itu. Saya gunakan nama Isis untuk mengancam para penghina Islam itu. Orang-orang ateis itu ternyata takut juga. 
        
           Memang jadi kenyataan juga kan? 
       
          Isis mengatakan bahwa Paris dibom itu karena penyerangan Perancis terhadap Isis di Suriah sekaligus karena di Perancis banyak orang yang menghina Nabi Muhammad saw.

Kemungkinan besar penghinaan-penghinaan kotor itulah yang membuat setiap muslim Indonesia pada masa lalu menjadi sangat beringas untuk melakukan pembantaian terhadap orang-orang PKI ketika kesempatan membantai itu datang. Inilah yang saya sebut lidah lebih tajam daripada mata pedang. Penghinaan-penghinaan itu memicu kemarahan besar yang mengakibatkan pembunuhan besar-besaran.

Jadi, hati-hati kalau berbicara. Jangan menghina agama orang lain. Bisa mati konyol dibunuh.

Adapula kelompok kecil yang ngakunya Islam, tetapi melakukan penghinaan terhadap Islam dan kaum muslimin. Kita mungkin masih ingat ada kelompok syiah yang dibenci dan atau diusir dari kampungnya. Itu juga kemungkinan besar gara-gara lidah yang membuat orang lain marah. Kita tahu bahwa banyak kelompok syiah yang gemar melakukan penghinaan terhadap para sahabat Rasulullah saw, seperti, Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, dan Usman bin Affan ra. Di samping itu, mereka pun sering memutarbalikan sejarah sekaligus menghina istri Nabi Muhammad saw, Siti Aisyah ra. Penghinaan-penghinaan itu jelas membuat orang lain marah. Siti Aisyah ra dan para sahabat Rasulullah saw yang dihina syiah itu adalah orang-orang yang dijadikan contoh hidup oleh kaum muslimin mayoritas di Indonesia.

Jadi, jangan menghina Islam dan kaum muslimin. Bisa diusir.

Sekarang soal Gafatar. Mereka diusir dari Kalimantan tempat mereka berkumpul.

Kenapa?

Pasti soal lidah.

Lidah mereka telah mengajarkan hal-hal sesat yang membuat terpisah anggota keluarga dari keluarganya. Mereka mengklaim mendapat petunjuk dari seorang mesias.

Memang sehebat apa sih mesias mereka itu mendapatkan pengalaman spiritual?

Mereka pun menafsirkan Al Quran sekehendak hati mereka, misalnya, tidak perlu shalat, puasa, dan lain sebagainya. Mereka menganggap diri mereka yang benar. Sementara itu, orang lain salah. Semuanya itu bukanlah yang nyata-nyata tercantum dalam Al Quran, melainkan penafsiran yang disesuaikan dengan hawa nafsu mereka.

Bahkan, lebih sesat lagi jika mereka mengafirkan orang lain. Padahal, tugas orang Islam itu adalah membuat orang kafir menjadi Islam, bukan memandang orang Islam sebagai orang kafir.

Wajar jika orang-orang marah, bahkan sampai mengusirnya karena setiap keluarga yang waras otak pasti tidak mau kehilangan anggota keluarganya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang tidak diketahui dengan jelas dan serba rahasia. Mereka khawatir jika ada anggota keluarganya yang ketularan ikut hilang dan tidak lagi menghormati keluarganya sendiri. Mereka pun tidak mau jika ada anggota keluarganya memahami Islam secara tidak benar.

Ini bukan soal intoleransi, melainkan soal melindungi keluarga dari jalan yang sesat. Intoleransi itu adalah jika menghalangi orang lain untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Akan tetapi, upaya mengusir ajaran sesat dan membahayakan keutuhan keluarga merupakan suatu kewajiban.

Allah swt sendiri mewanti-wanti agar umat Islam selalu menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Jika ada ajaran yang membawa kesesatan sekaligus penghinaan bagi yang lain, sudah merupakan sesuatu hal yang wajar untuk dihalangi dan dijauhkan.
       
        Ajaran Islam yang benar adalah selalu mengajarkan untuk menjaga keutuhan keluarga dan menghormati keluarga. Bahkan, seorang muslim harus tetap berbakti kepada orangtua dan keluarganya meskipun orangtua dan keluarganya itu bukan orang Islam. Meskipun hanya dia satu-satunya yang beragama Islam dalam keluarganya, sangat tidak diperbolehkan untuk menyakiti, menghina, serta menjauhi orangtua dan keluarganya. Sepanjang orangtua dan keluarganya itu tidak menghalanginya menjadi muslim yang baik dan tidak memaksanya pada kekufuran, dia tetap harus berbakti kepada orangtua dan keluarganya.

            Jadi, ajaran yang menganjurkan terpisah dan bercerai-berai dengan keluarganya adalah ajaran sesat. Inilah lidah yang sangat tajam yang mengajarkan kesesatan yang pada akhirnya berbalik pada dirinya sendiri menjadi berbagai buah keburukan dan kesusahan.

            Jangan menghina dan jangan berbohong karena Pancasila tidak bisa bertoleransi dengan para penghina dan pembohong.

Bersikaplah “intoleran” terhadap para  penghina dan pembohong.

Kita memang tidak boleh bertoleransi dengan penghina dan pembohong.

Tak ada toleransi terhadap penghina dan pembohong!
           
           

            

Thursday 21 January 2016

Jangan Lebay Menghadapi Terorisme

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Sejak kejadian Bom Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016, banyak suara dan pihak yang memberikan pandangan dan masukan untuk melakukan pencegahan dan penanganan terorisme di Indonesia. Baik, pemerintah, legislatif, maupun masyarakat memberikan banyak komentar untuk langkah-langkah selanjutnya. Akan tetapi, komentar, pendapat, pandangan itu sudah mengarah ke lebay, ‘berlebihan’.

            Saya sangat berharap pemerintah dan petinggi negeri lainnya di Indonesia ini tidak berlebihan yang akan mengacaukan ajaran Islam dalam menangani terorisme ini. Saya melihat sekarang segala hal yang mengarah pada “kekerasan’ dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya. Padahal, tidak selalu.

            Islam itu mengajarkan ‘kekerasan” itu jelas dan jangan direduksi atau dikacaukan oleh pandangan-pandangan kontemporer yang berlebihan tanpa pengetahuan. Kekerasan memang diajarkan dalam Islam untuk hal-hal positif. Kekerasan itu bukan harus dihilangkan, melainkan harus diarahkan pada hal-hal yang positif. Paling tidak, saya melihat bahwa Islam mengajarkan kekerasan itu untuk membela diri, menegakkan keadilan, serta menegakkan hak dan kehormatan. Islam tidak mengajarkan kekerasan untuk tujuan di luar ketiga hal itu.

            Jangan sampai telinga kita dipengaruhi oleh orang-orang lebay yang menginginkan ajaran Islam “direduksi”.

            Bahaya sekali jika ada buku atau guru atau ustadz atau dosen yang mengajarkan jihad dianggap sebagai suatu kekerasan. Padahal, Indonesia bisa merdeka pun pada intinya sangat didorong oleh kekerasan yang diajarkan Islam. Para kiyai menyuarakan semangat untuk melawan, bahkan membunuh para penjajah yang telah melakukan banyak keburukan di Indonesia.

            Bukankah itu kekerasan?

            Ya, itu adalah kekerasan, tetapi diarahkan pada hal yang positif.

            Jihad itu “wajib” diajarkan, baik itu dalam arti sempit maupun arti luas. Jihad itu adalah point ketiga yang harus dicintai oleh umat Islam setelah Allah swt dan Rasululullah saw. Bahkan, rasa cinta pada jihad ini harus lebih besar dibandingkan rasa cinta kita kepada orangtua. Urutan rasa cinta orang Islam itu adalah Allah swt, Muhammad saw, dan jihad. Setelah urutan itu, ada rasa cinta kepada orangtua, masyarakat, pekerjaan, dan lain sebagainya.

            Saran dari Menkumham RI yang saya baca dari news sticker salah satu stasiun televisi swasta pun saya pandang sebagai “berlebihan”. Ia mengatakan seolah-olah bahwa orang Indonesia harus dilarang berperang di luar negeri.

            Apa itu?

            Itu bisa mereduksi dan mengacaukan ajaran Islam.

            Saya ingatkan bahwa umat Islam itu bersaudara di mana saja negaranya. Jika saudaranya disakiti, sudah kewajiban sesama muslim untuk memberikan pertolongan. Kita tahu di Bosnia pernah terjadi pembunuhan massal terhadap kaum muslim. Kita tahu bahwa tanah milik rakyat Palestina dirampas oleh Israel. Masih banyak contoh lainnya.

            Apakah untuk membela manusia dan kemanusiaan, terutama sesama muslim yang dianiaya merupakan sebuah pelanggaran?

            Banyak yang pergi ke Bosnia dan pulang baik-baik saja sebagai orang baik. Untuk Palestina, kebetulan saja orang-orang Palestina tidak membutuhkan bantuan manusia untuk berperang.

            Mereka bilang, “Jangan kirim orang, kami punya banyak.”

            Hal yang sangat mereka butuhkan adalah obat-obatan dan makanan.

Kita memang mengirimnya kan?

            Saya khawatir jika ada aturan yang mereduksi ajaran Islam, malahan akan membuat aksi-aksi terorisme menjadi-jadi di Indonesia. Ingat ketika terjadi kerusuhan di Ambon, Poso. Orang-orang dari Pulau Jawa banyak yang berangkat ke sana. Ketika ada aparat atau bagian dari pemerintah melarang mereka dan menghalangi mereka, kemarahan pun terjadi.

            Mereka bilang, “Kita mulai jihad di sini!”

            Artinya, mereka akan memulai jihad di kota-kota Pulau Jawa. Ancaman Ini benar-benar ada dan banyak media yang memberitakannya. Saya juga baca dari media.

            Jika kaum muslim Indonesia dilarang oleh aturan untuk membela saudaranya di seluruh dunia ini, Indonesia benar-benar akan menjadi medan jihad. Hal itu disebabkan pemerintah mengekang hak untuk melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian, jihad akan dimulai di Indonesia oleh kaum muslim Indonesia.

            Itukah yang pemerintah inginkan?

            Larangan untuk berperang di luar negeri adalah salah besar. Seharusnya, larangan itu adalah untuk melarang siapa pun orang Indonesia, agama apa pun, untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris. Ada banyak kelompok teror di dunia ini dari berbagai agama. Ada IRA, FARC, Macan Tamil Elam, dan sebagainya. Jangan melarang umat Islam Indonesia untuk membela saudaranya.

            Pemerintah harus tegas dengan larangan untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris. Oleh sebab itu, pemerintah pun harus secara jelas, terang, utuh, dan masuk akal menerangkan organisasi-organisasi yang dianggap pemerintah sebagai teroris. Jangan sampai masyarakat kebingungan dengan informasi yang beredar. Maksudnya, ketika pemerintah mengatakan suatu kelompok adalah teroris, tetapi masyarakat mendapatkan informasi lain bahwa kelompok yang dituding pemerintah itu adalah para penegak kebenaran.

            Kalau aturan untuk tidak boleh berperang di luar negeri itu diberlakukan, berarti pemerintah sudah mengacaukan dan mereduksi ajaran Islam sekaligus berkhianat terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Preambul UUD 1945 itu menyatakan dengan jelas bahwa penjajahan di muka Bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

            Jika di belahan Bumi yang lain ada manusia yang melakukan penjajahan atas manusia lainnya, apakah patut orang Indonesia dilarang untuk berperan serta menghentikan penjajahan?

            Kalau pemerintah belum mampu menghapuskan penjajahan di muka Bumi ini dengan militer resminya, jangan halangi siapa pun yang ingin berperang untuk menghapuskan penjajahan di mana pun berada, agama apa pun.


            Jangan lebay. Jangan berlebihan!