oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang SuryaDalam tulisan beberapa waktu lalu saya mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara super power baru yang mengimbangi Amerika Serikat. Hal itu didasarkan pada beragam prediksi, baik luar negeri maupun dalam negeri. Saat ini apalagi kaum muda semakin memiliki semangat untuk maju dalam berbagai bidang. Presiden SBY sendiri mengatakan dalam pidatonya kemarin-kemarin saat pertemuan ekonomi dengan para pengusaha muda bahwa Indonesia sedang berada dalam keadaan “percaya diri”. Itu tidaklah salah. Buktinya, coba saja sekarang pembaca ukur kedalaman hati diri sendiri, pasti sedang dalam keadaan bersemangat cinta tanah air dan gemas tidak sabar ingin segera berjaya di muka Bumi. Iya kan? Jangan tahan keinginan itu, biarkan meledak sejadi-jadinya.
Akan tetapi, sebelum masa kejayaan itu benar-benar terjadi secara nyata, Indonesia akan mengalami dahulu kehancuran dan kegagalan luar biasa dalam proses berbangsa dan bernegara. Hal itu disebabkan masa ini adalah masanya kegelapan, kejahatan, fitnah, dusta, dan kerusakan berkuasa di muka Bumi. Indonesia kini berada di dalam ujung kekusutan tersebut. Dalam istilah Jawa disebut kalabendu, ‘waktunya kemarahan’. Waktunya bagi alam untuk memuntahkan kemarahannya akibat dari ketimpangan yang dilakukan manusia sekaligus waktunya bagi orang-orang terpinggirkan untuk mendesakkan keinginannya sekuat-kuatnya menjatuhkan orang-orang licik, jahat, angkuh, sombong, pongah, dan brutal.
Hal tersebut senada dengan yang sering diucapkan oleh mantan Menpora Adhiyaksa Dault yang mengutip pendapat seorang profesor asing bahwa Indonesia adalah negara berkembang yang sedang mengalami penurunan untuk kemudian berubah menjadi negara yang gagal. Demikian pula Amien Rais mengatakan bahwa Indonesia sudah bisa dibilang sebagai negara yang gagal (2008).
Kegagalan dan kehancuran Indonesia tak bisa dihalang-halangi karena sudah seharusnya terjadi. Sebagaimana saya katakan tadi, sekarang ini adalah hampir puncaknya kejahatan kehidupan. Kalau sudah puncak, berarti tak ada jalan lain, kecuali jalan menurun. Jika kita mendaki puncak gunung, setelah puncak, pasti akan menemui jalan turun.
Umar bin Khattab mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah sempurna, pasti mengalami kekurangan dan kebusukan. Untuk lebih mudah memahaminya begini Saudara, kita lihat buah di pohon, buah apa saja. Buah itu berawal dari bunga yang kemudian menguncup, lalu menjadi buah yang teramat kecil, dalam bahasa Sunda disebut pentil. Warnanya hijau sangat muda. Buah pentil tersebut membesar, lama-lama warnanya pun berubah hijau rada-rada merah. Semakin tumbuh, semakin matang. Sampailah pada suatu titik puncak kematangan. Warnanya merah matang, menggiurkan, manis rasanya. Akan tetapi, tak ada jalan lain setelah puncak kematangan adalah kebusukan. Lambat laun, buah matang yang merah menggairahkan itu berkurang indahnya, berkurang rasa nikmatnya, mengeriput, busuk dan busuk, lalu jatuh. Setelah kesempurnaan adalah kebusukan.
Hal itu terjadi terhadap hal apa saja dan di mana saja, kecuali terhadap Allah swt. Wanita cantik yang telah mencapai kesempurnaan, pasti akan mengalami pengurangan kecantikannya, akhirnya mati. Begitu kan? Setiap manusia jika sudah sampai titik puncak hidupnya, akan mengalami penurunan, kelemahan, sakit, belum mati, tetapi pasti bakal mati, nggak mati juga, pengen mati, akhirnya tetap mati.
Demikian pula Indonesia tercinta, kita ini berada di ujung kejahatan, hampir berada di puncak kehancuran, tetapi belum hancur, nanti juga bakal hancur. Setelah berada di titik puncak kehancuran, kekacauan, dan kesemrawutan, negeri ini akan gagal total. Akan tetapi, kegagalan itu sekaligus membuka era baru, yaitu era kalasuba, ‘zaman kemuliaan’. Situasi dan kondisinya jauh sekali berbeda daripada sekarang. Setelah kejahatan mencapai puncaknya, kejahatan pun akan berkurang energinya, artinya jalan kebaikanlah yang mulai bersinar.
Tenang, Indonesia memang akan hancur karena masih diselimuti kejahatan. Kejahatan itulah yang akan hancur. Negaralah yang akan hancur, bukan bangsa. Negara Indonesia memang akan hancur, tetapi bangsa Indonesia tetap tegak berdiri. Bagi orang-orang yang memiliki senjata kehidupan berupa tritunggal nan suci, yaitu: sikap benar, lurus, dan jujur, tak perlu risau, tak perlu sedih. Saudara-saudara pasti selamat, pasti bahagia. Saudara-saudaralah yang akan terlebih dahulu menikmati masa kejayaan Indonesia. Allah swt tak pernah menyia-nyiakan orang baik-baik. Allah swt hanya mencoba kita dengan berbagai kegetiran. Orang-orang yang hatinya jahil dan berlindung di balik sistem politik jahatlah yang akan menuai kehancuran. Itu pasti. Lihat saja sudah tahu jahat masih berbohong juga. Sudah tahu punya teman ngaco, masih dibela juga. Itu artinya mereka memiliki hati yang jahil. Mereka kira akan selamat, padahal tidak sama sekali tidak. Mereka pikir kekuasaan dan kekayaannya akan menjamin kejahatan mereka, padahal tidak sama sekali tidak.
Tidak mungkin Indonesia mengalami masa kejayaan dan kemakmuran jika kejahatan masih belum hancur. Sama tidak mungkinnya buah menjadi busuk tanpa melewati masa matang. Kejahatan harus matang dulu, harus berkibar dulu sampai puncaknya merusakkan rakyat, barulah terjadi panen besar-besaran. Sabit-sabit dan golok-golok kebaikan akan menebas buah kejahatan yang sudah sangat matang. Saat selesai sabit-sabit dan golok-golok itu penuh darah karena memenggal kepala-kepala kejahatan, kezaliman pun mati berlumuran dosa. Mulailah era kejayaan, kemakmuran, kemuliaan, dan kebahagiaan. Hanya orang-orang benar, lurus, dan jujur sajalah yang akan berdiri tegak dan kokoh pada masa keagungan. Oleh sebab itu, milikilah senjata kehidupan berupa tritunggal nan suci, yaitu sikap benar, lurus, dan jujur.
Senjata itu ada yang dimiliki langsung sebagai pemberian atau hadiah dari Allah swt. Adapula yang dimiliki setelah proses upaya penempaan diri, riyadhah. Orang yang diberi langsung sikap mulia tersebut adalah orang yang “didekatkan” kepada Allah swt. Adapun orang yang memilikinya melalui proses upaya adalah orang yang “mendekat” kepada Allah swt.
Indonesia hancur karena di samping memang sudah terlalu banyak kejahatan, juga berlaku jahat kepada orang-orang baik yang memberikan peringatan. Orang-orang baik yang memperingatkan bahaya kejahatan itu tidak didengar, malahan sebagian ada yang dimasukkan penjara. Keterlaluan memang. Perilaku menganiayai orang-orang baik itulah juga yang memicu hukuman dari Allah swt kepada bangsa dan negara ini.
Sudah menjadi kebiasaan Allah swt jika ingin menghancurkan negeri-negeri, jika hendak menurunkan azab, jika berketetapan menjatuhkan bencana, terlebih dahulu memberikan peringatan agar kaum dimaksud kembali ke jalan yang benar. Jika kaum itu mematuhi seruan Allah swt, selamatlah. Jika tidak, Allah swt akan menghancurkannya.
“Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan.” ( QS Asy Syu’araa : 208)
“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al Israa : 16)
“Tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS Al Qashash : 59)
Bencana alam sudah lebih dahulu nyata dan akan terus berlanjut sampai puncaknya, kemudian berhenti bebarengan dengan hancurnya kejahatan manusia. Sudahlah kita pasrah saja, tak ada gunanya menolak bencana.
Kata Syekh Abdul Qadir Jaelani, “Kalaulah bencana itu datang, terimalah dengan pasrah, jangan ditolak. Jangan dilawan sekalipun dengan doa. Sebaiknya, mintalah kepada Allah swt kekuatan untuk tetap tegar dan kuat menghadapi bencana. Berperilakulah untuk tetap baik.”
Jangan ditolak karena memang sudah waktunya datang. Itu sudah menjadi ketetapan Illahi. Bencana tak bisa dihalangi, sebagaimana kita tidak bisa menghalangi datangnya malam untuk menggantikan siang.
Ada gambaran kekisruhan yang bakal bahkan mungkin sedang terjadi di Indonesia dalam puncak kejahatan menurut Prabu Siliwangi.
Mulai saat itu akan terjadi keributan, huru-hara, dari rumah menjadi sekampung, dari sekampung menjadi senegara! Orang-orang bodoh pada jadi gila ikut-ikutan membantu mereka yang sedang berkelahi yang dipimpin oleh Pemuda Buncit! Penyebabnya berkelahi? Memperebutkan warisan, tanah. Mereka yang serakah ingin mendapatkan lebih banyak lagi. Mereka yang memiliki hak meminta haknya diberikan. Mereka yang sadar berdiam diri. Mereka hanya menonton, tetapi tetap terimbas juga.
Mereka yang berkelahi akhirnya kelelahan. Mereka baru tersadar. Ternyata, semuanya tidak ada yang mendapatkan bagian. Hal itu disebabkan tanah dan kekayaan alam seluruhnya habis, habis oleh mereka yang memegang banyak uang. Para raksasa lalu menyusup curang ke berbagai kelompok. Mereka yang berkelahi jadi ketakutan sendiri, takut dipersalahkan atas kerusakan dan kehilangan tanah serta kekayaan negara.
Dalam darmagandhul:
Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan. Mereka tidak mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut. Hal tersebut berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit, sorenya telah meninggal dunia.
Bahaya penyakit luar biasa. Di sana-sini banyak orang mati. Hujan tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai meluap banjir sehingga bila dilihat, persis lautan pasang.
Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besar pun terhanyut dengan gemuruh suaranya.
Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan serta ke kiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal, sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikit pun.
Menurut R. Ng. Ronggowarsito:
Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati. Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya. Para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu. Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita, dan banyak orang miskin beraneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.
Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat. Kejahatan, perampokan, dan pemerkosaan makin menjadi-jadi serta banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.
Alam pun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana Matahari dan Bulan, hujan abu dan gempa Bumi. Angin ribut dan salah musim. Banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram di hati.
Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tatatertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan. Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah dan kesulitan bagi banyak orang.
Para pemimpin mengatakan seolah-olah bahwa semua berjalan dengan baik, padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.
Menurut Jayabaya:
Raja tidak menepati janji. Kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya. Banyak rumah di atas kuda. Orang makan sesamanya. Kayu gelondongan dan besi juga dimakan, katanya enak serasa kue bolu. Malam hari semua tak bisa tidur.
Yang gila dapat berdandan. Yang membangkang semua dapat membangun rumah, gedung-gedung megah.
Orang berdagang barang makin laris, tetapi hartanya makin habis. Banyak orang mati kelaparan di samping makanan. Banyak orang berharta, namun hidupnya sengsara.
Orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil. Yang tidak dapat mencuri dibenci. Yang pintar curang jadi teman. Orang jujur semakin tak berkutik. Orang salah makin pongah. Banyak harta musnah tak jelas larinya. Banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab.
Begitulah sedikit gambaran yang terjadi pada masa-masa kekalutan Indonesia. Sesungguhnya, masih banyak yang bisa ditulis, tetapi akan terlalu panjang. Lain kali mungkin bisa ditulis dalam bahasan yang lain.
Meskipun demikian, kita tidak perlu berkecil hati karena zaman kekalutan dan kejahatan akan segera sirna jika sudah mencapai puncaknya. Indonesia tidak akan pecah seperti Unisoviet atau negeri-negeri Balkan. Indonesia tetap bersatu dan kuat, bahkan lebih tegak dengan catatan kejahatan dan para penjahat harus hancur dulu. Setelah kesulitan, akan tiba kemudahan. Itu pasti, sebagaimana janji Allah swt.
“Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh, setelah kesulitan ada kemudahan.” (QS : Alam Nasyrah 5-6)
Dua kali Allah swt mengatakan hal tersebut dalam satu surat pendek. Itu artinya, pasti pasti pasti pisan sekali. Setelah kesulitan ada kemudahan. Setelah jalan terjal mendaki ada jalan turun menyenangkan. Setelah kejahatan, ada keadilan dan kemakmuran. Demi Allah swt.
Ingatlah untuk memiliki senjata tritunggal nan suci: benar, lurus, dan jujur. Mari kita songsong zaman kemuliaan bersama-sama.
Akan tetapi, sebelum masa kejayaan itu benar-benar terjadi secara nyata, Indonesia akan mengalami dahulu kehancuran dan kegagalan luar biasa dalam proses berbangsa dan bernegara. Hal itu disebabkan masa ini adalah masanya kegelapan, kejahatan, fitnah, dusta, dan kerusakan berkuasa di muka Bumi. Indonesia kini berada di dalam ujung kekusutan tersebut. Dalam istilah Jawa disebut kalabendu, ‘waktunya kemarahan’. Waktunya bagi alam untuk memuntahkan kemarahannya akibat dari ketimpangan yang dilakukan manusia sekaligus waktunya bagi orang-orang terpinggirkan untuk mendesakkan keinginannya sekuat-kuatnya menjatuhkan orang-orang licik, jahat, angkuh, sombong, pongah, dan brutal.
Hal tersebut senada dengan yang sering diucapkan oleh mantan Menpora Adhiyaksa Dault yang mengutip pendapat seorang profesor asing bahwa Indonesia adalah negara berkembang yang sedang mengalami penurunan untuk kemudian berubah menjadi negara yang gagal. Demikian pula Amien Rais mengatakan bahwa Indonesia sudah bisa dibilang sebagai negara yang gagal (2008).
Kegagalan dan kehancuran Indonesia tak bisa dihalang-halangi karena sudah seharusnya terjadi. Sebagaimana saya katakan tadi, sekarang ini adalah hampir puncaknya kejahatan kehidupan. Kalau sudah puncak, berarti tak ada jalan lain, kecuali jalan menurun. Jika kita mendaki puncak gunung, setelah puncak, pasti akan menemui jalan turun.
Umar bin Khattab mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah sempurna, pasti mengalami kekurangan dan kebusukan. Untuk lebih mudah memahaminya begini Saudara, kita lihat buah di pohon, buah apa saja. Buah itu berawal dari bunga yang kemudian menguncup, lalu menjadi buah yang teramat kecil, dalam bahasa Sunda disebut pentil. Warnanya hijau sangat muda. Buah pentil tersebut membesar, lama-lama warnanya pun berubah hijau rada-rada merah. Semakin tumbuh, semakin matang. Sampailah pada suatu titik puncak kematangan. Warnanya merah matang, menggiurkan, manis rasanya. Akan tetapi, tak ada jalan lain setelah puncak kematangan adalah kebusukan. Lambat laun, buah matang yang merah menggairahkan itu berkurang indahnya, berkurang rasa nikmatnya, mengeriput, busuk dan busuk, lalu jatuh. Setelah kesempurnaan adalah kebusukan.
Hal itu terjadi terhadap hal apa saja dan di mana saja, kecuali terhadap Allah swt. Wanita cantik yang telah mencapai kesempurnaan, pasti akan mengalami pengurangan kecantikannya, akhirnya mati. Begitu kan? Setiap manusia jika sudah sampai titik puncak hidupnya, akan mengalami penurunan, kelemahan, sakit, belum mati, tetapi pasti bakal mati, nggak mati juga, pengen mati, akhirnya tetap mati.
Demikian pula Indonesia tercinta, kita ini berada di ujung kejahatan, hampir berada di puncak kehancuran, tetapi belum hancur, nanti juga bakal hancur. Setelah berada di titik puncak kehancuran, kekacauan, dan kesemrawutan, negeri ini akan gagal total. Akan tetapi, kegagalan itu sekaligus membuka era baru, yaitu era kalasuba, ‘zaman kemuliaan’. Situasi dan kondisinya jauh sekali berbeda daripada sekarang. Setelah kejahatan mencapai puncaknya, kejahatan pun akan berkurang energinya, artinya jalan kebaikanlah yang mulai bersinar.
Tenang, Indonesia memang akan hancur karena masih diselimuti kejahatan. Kejahatan itulah yang akan hancur. Negaralah yang akan hancur, bukan bangsa. Negara Indonesia memang akan hancur, tetapi bangsa Indonesia tetap tegak berdiri. Bagi orang-orang yang memiliki senjata kehidupan berupa tritunggal nan suci, yaitu: sikap benar, lurus, dan jujur, tak perlu risau, tak perlu sedih. Saudara-saudara pasti selamat, pasti bahagia. Saudara-saudaralah yang akan terlebih dahulu menikmati masa kejayaan Indonesia. Allah swt tak pernah menyia-nyiakan orang baik-baik. Allah swt hanya mencoba kita dengan berbagai kegetiran. Orang-orang yang hatinya jahil dan berlindung di balik sistem politik jahatlah yang akan menuai kehancuran. Itu pasti. Lihat saja sudah tahu jahat masih berbohong juga. Sudah tahu punya teman ngaco, masih dibela juga. Itu artinya mereka memiliki hati yang jahil. Mereka kira akan selamat, padahal tidak sama sekali tidak. Mereka pikir kekuasaan dan kekayaannya akan menjamin kejahatan mereka, padahal tidak sama sekali tidak.
Tidak mungkin Indonesia mengalami masa kejayaan dan kemakmuran jika kejahatan masih belum hancur. Sama tidak mungkinnya buah menjadi busuk tanpa melewati masa matang. Kejahatan harus matang dulu, harus berkibar dulu sampai puncaknya merusakkan rakyat, barulah terjadi panen besar-besaran. Sabit-sabit dan golok-golok kebaikan akan menebas buah kejahatan yang sudah sangat matang. Saat selesai sabit-sabit dan golok-golok itu penuh darah karena memenggal kepala-kepala kejahatan, kezaliman pun mati berlumuran dosa. Mulailah era kejayaan, kemakmuran, kemuliaan, dan kebahagiaan. Hanya orang-orang benar, lurus, dan jujur sajalah yang akan berdiri tegak dan kokoh pada masa keagungan. Oleh sebab itu, milikilah senjata kehidupan berupa tritunggal nan suci, yaitu sikap benar, lurus, dan jujur.
Senjata itu ada yang dimiliki langsung sebagai pemberian atau hadiah dari Allah swt. Adapula yang dimiliki setelah proses upaya penempaan diri, riyadhah. Orang yang diberi langsung sikap mulia tersebut adalah orang yang “didekatkan” kepada Allah swt. Adapun orang yang memilikinya melalui proses upaya adalah orang yang “mendekat” kepada Allah swt.
Indonesia hancur karena di samping memang sudah terlalu banyak kejahatan, juga berlaku jahat kepada orang-orang baik yang memberikan peringatan. Orang-orang baik yang memperingatkan bahaya kejahatan itu tidak didengar, malahan sebagian ada yang dimasukkan penjara. Keterlaluan memang. Perilaku menganiayai orang-orang baik itulah juga yang memicu hukuman dari Allah swt kepada bangsa dan negara ini.
Sudah menjadi kebiasaan Allah swt jika ingin menghancurkan negeri-negeri, jika hendak menurunkan azab, jika berketetapan menjatuhkan bencana, terlebih dahulu memberikan peringatan agar kaum dimaksud kembali ke jalan yang benar. Jika kaum itu mematuhi seruan Allah swt, selamatlah. Jika tidak, Allah swt akan menghancurkannya.
“Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan.” ( QS Asy Syu’araa : 208)
“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al Israa : 16)
“Tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS Al Qashash : 59)
Bencana alam sudah lebih dahulu nyata dan akan terus berlanjut sampai puncaknya, kemudian berhenti bebarengan dengan hancurnya kejahatan manusia. Sudahlah kita pasrah saja, tak ada gunanya menolak bencana.
Kata Syekh Abdul Qadir Jaelani, “Kalaulah bencana itu datang, terimalah dengan pasrah, jangan ditolak. Jangan dilawan sekalipun dengan doa. Sebaiknya, mintalah kepada Allah swt kekuatan untuk tetap tegar dan kuat menghadapi bencana. Berperilakulah untuk tetap baik.”
Jangan ditolak karena memang sudah waktunya datang. Itu sudah menjadi ketetapan Illahi. Bencana tak bisa dihalangi, sebagaimana kita tidak bisa menghalangi datangnya malam untuk menggantikan siang.
Ada gambaran kekisruhan yang bakal bahkan mungkin sedang terjadi di Indonesia dalam puncak kejahatan menurut Prabu Siliwangi.
Mulai saat itu akan terjadi keributan, huru-hara, dari rumah menjadi sekampung, dari sekampung menjadi senegara! Orang-orang bodoh pada jadi gila ikut-ikutan membantu mereka yang sedang berkelahi yang dipimpin oleh Pemuda Buncit! Penyebabnya berkelahi? Memperebutkan warisan, tanah. Mereka yang serakah ingin mendapatkan lebih banyak lagi. Mereka yang memiliki hak meminta haknya diberikan. Mereka yang sadar berdiam diri. Mereka hanya menonton, tetapi tetap terimbas juga.
Mereka yang berkelahi akhirnya kelelahan. Mereka baru tersadar. Ternyata, semuanya tidak ada yang mendapatkan bagian. Hal itu disebabkan tanah dan kekayaan alam seluruhnya habis, habis oleh mereka yang memegang banyak uang. Para raksasa lalu menyusup curang ke berbagai kelompok. Mereka yang berkelahi jadi ketakutan sendiri, takut dipersalahkan atas kerusakan dan kehilangan tanah serta kekayaan negara.
Dalam darmagandhul:
Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan. Mereka tidak mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut. Hal tersebut berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit, sorenya telah meninggal dunia.
Bahaya penyakit luar biasa. Di sana-sini banyak orang mati. Hujan tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai meluap banjir sehingga bila dilihat, persis lautan pasang.
Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besar pun terhanyut dengan gemuruh suaranya.
Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan serta ke kiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal, sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikit pun.
Menurut R. Ng. Ronggowarsito:
Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati. Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya. Para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu. Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita, dan banyak orang miskin beraneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.
Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat. Kejahatan, perampokan, dan pemerkosaan makin menjadi-jadi serta banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.
Alam pun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana Matahari dan Bulan, hujan abu dan gempa Bumi. Angin ribut dan salah musim. Banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram di hati.
Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tatatertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan. Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah dan kesulitan bagi banyak orang.
Para pemimpin mengatakan seolah-olah bahwa semua berjalan dengan baik, padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.
Menurut Jayabaya:
Raja tidak menepati janji. Kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya. Banyak rumah di atas kuda. Orang makan sesamanya. Kayu gelondongan dan besi juga dimakan, katanya enak serasa kue bolu. Malam hari semua tak bisa tidur.
Yang gila dapat berdandan. Yang membangkang semua dapat membangun rumah, gedung-gedung megah.
Orang berdagang barang makin laris, tetapi hartanya makin habis. Banyak orang mati kelaparan di samping makanan. Banyak orang berharta, namun hidupnya sengsara.
Orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil. Yang tidak dapat mencuri dibenci. Yang pintar curang jadi teman. Orang jujur semakin tak berkutik. Orang salah makin pongah. Banyak harta musnah tak jelas larinya. Banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab.
Begitulah sedikit gambaran yang terjadi pada masa-masa kekalutan Indonesia. Sesungguhnya, masih banyak yang bisa ditulis, tetapi akan terlalu panjang. Lain kali mungkin bisa ditulis dalam bahasan yang lain.
Meskipun demikian, kita tidak perlu berkecil hati karena zaman kekalutan dan kejahatan akan segera sirna jika sudah mencapai puncaknya. Indonesia tidak akan pecah seperti Unisoviet atau negeri-negeri Balkan. Indonesia tetap bersatu dan kuat, bahkan lebih tegak dengan catatan kejahatan dan para penjahat harus hancur dulu. Setelah kesulitan, akan tiba kemudahan. Itu pasti, sebagaimana janji Allah swt.
“Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh, setelah kesulitan ada kemudahan.” (QS : Alam Nasyrah 5-6)
Dua kali Allah swt mengatakan hal tersebut dalam satu surat pendek. Itu artinya, pasti pasti pasti pisan sekali. Setelah kesulitan ada kemudahan. Setelah jalan terjal mendaki ada jalan turun menyenangkan. Setelah kejahatan, ada keadilan dan kemakmuran. Demi Allah swt.
Ingatlah untuk memiliki senjata tritunggal nan suci: benar, lurus, dan jujur. Mari kita songsong zaman kemuliaan bersama-sama.
alhmdulilah... mudah2an kta termasuk orang2 yg bersyukur masih slamat dr dosa2 besar!!slamt dri teguran Yg mulia Imam Mahdi...amiiin!!! ahlaq baik lah yg mnyelamatkan kta...kesiapan dan menerima ilmu karna asahan khidupan dn ngelakoni nya dgn ksdaran bahwa Allah tdk akan bergerak jika kita tdk memberi -Nya kbthan makan nya yaitu kthanan menahan pdih dn perih dgn ikhlas...
ReplyDeletekalau indonesia diramalkan akan makmur sebentar lagi logikanya yg harus tersisa paling tidak diangka 50juta jiwa sja dong bang??? lebihnya kena tegur kayanya... akibat nyari Tuhan dapat hantu... biarkanlah kesuburan memang perlu pupuk... peringatan sdh hampir dilampu merah...
ReplyDeleteDari mana logika bahwa jika Indonesia ingin makmur, penduduknya harus hanya 50 juta?
DeletePenduduk Indonesia sekarang berjumlah hampir 250 juta sudah jelas merupakan pasar potensial bagi berbagai produk dan tenaga kerja yang banyak pula. Asal bisa aja mengelolanya dengan mengenyampingkan ego pribadi dan kelompok.
Menurut saya, nanti Negara Indonesia tidak akan hancur. Hanya saja memang Indonesia nanti akan melalui zaman kegelapan. Agar Indonesia dapat melaluinya, kita harus optimis berharap pada generasi muda sekarang. Ya memang, beberapa diantaranya mungkin tidak bisa diharapkan. Namun segelintirnyalah yang akan membuat Negara Indonesia tetap bertahan.
ReplyDelete