Saturday 27 May 2023

Memerangi dan Melawan Terorisme Versi Mahasiswa Fisip Universitas Al Ghifari

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ada dua hal yang sangat membanggakan saya dari mahasiswa Universitas Al Ghifari, Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), baik Program Studi (Prodi) Ilmu Hubungan Internasional (HI) maupun Ilmu Administrasi Negara (AN) dalam Praktikum Simulasi Sidang: “Al Ghifari Model Organization Islamic Cooperation (OIC) Summit di Hotel Savoy Homann, Bandung pada Sabtu, 27 Mei 2023. Praktikum sidang itu mengambil tema “Strengthening Organization of Islamic Cooperation to Combat and Counter Terrorism” yang kalau diterjemahkan bebas dalam bahasa Indonesia adalah “Memperkuat Kerja Sama Organisasi Islam untuk Memerangi dan Melawan Terorisme”. Kedua hal yang sangat membanggakan itu adalah pertama, semua peserta sidang yang terdiri atas mahasiswa HI dan AN, Fisip, Unfari pada semester VI sangat anti terhadap tindakan terorisme, tak ada seorang pun yang mendukung gerakan teroris. Itu sangat bagus dan membanggakan. Kedua, mereka yang sehari-harinya menggunakan bahasa Indonesia memaksakan diri untuk menggunakan bahasa Inggris meskipun kadang masih tercampur antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Itu juga sudah menunjukkan keberanian dan kemajuan yang sangat bagus.

            Jika anti terhadap terorisme, mereka harus pula anti terhadap radikalisme. Jika anti terhadap radikalisme, mereka wajib anti terhadap intoleransi. Hal itu disebabkan intoleran adalah benih dari radikalisme. Jika sudah menjadi pohon radikalisme, buahnya adalah terorisme. Artinya, dalam sikap dan pandangan awal sehari-hari, untuk mencegah terorisme, kita harus toleran dengan berbagai perbedaan yang ada sepanjang tidak melanggar hukum yang disepakati untuk diberlakukan di Indonesia.



            Saya ini Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Fisip, Unfari, tetapi tidak ikut mengarahkan mahasiswa untuk melakukan sidang dan berdebat dalam isu yang mereka bawakan dalam kegiatan tersebut. Saya malah hanya diminta mereka untuk menjadi juri, hanya menilai mereka, baik dari segi membuat tulisan, berbicara, berdebat, dan melakukan lobi. Saya juga tidak ingin menilai isi materi yang mereka kemukakan karena bisa terjadi banyak perbedaan pandangan antara mahasiswa dengan dosen. Saya hanya menilai apa yang mereka lakukan dalam simulasi tersebut.

            Ada hal menarik lain yang saya perhatikan dari perdebatan mereka. Dalam sidang tersebut, setelah terjadi perdebatan, mereka terpisah dan terbagi ke dalam dua kelompok pemikiran, ada dua koalisi besar dari 31 negara itu, yaitu Koalisi Indonesia dan Koalisi Arab. Dari dua koalisi besar tersebut, pandangan dan pendapatnya keras berbeda. Terjadi perdebatan yang lumayan seru. Dalam pandangan Koalisi Arab, untuk memerangi dan melawan terorisme, diperlukan upaya militer yang kuat. Artinya, teroris harus dilawan dengan kekuatan militer. Adapun Koalisi Indonesia berpandangan bahwa untuk memerangi dan melawan terorisme, harus melalui pendekatan kemanusiaan yang berupa mengubah ide atau gagasan terorisme dengan gagasan kemanusiaan serta melakukan banyak pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Dua koalisi besar itu saling berdebat dengan seru dan menggunakan pemahaman serta ilmu yang mereka dapat selama ini. Hal itu sangat menarik dan mencerdaskan.



            Saya tidak memutuskan mana yang paling benar dari kedua koalisi tersebut. Akan tetapi, saya mendapatkan pemahaman bahwa mahasiswa Fisip, Unfari, baik HI maupun AN sama-sama ingin memberantas terorisme. Saya memandang pendapat dua koalisi itu sama-sama benarnya, bahkan pendapat mereka harus dilaksanakan dengan baik oleh para penguasa negara dan berbagai organisasi Islam untuk memerangi dan melawan terorisme. Artinya, tindakan yang perlu dilakukan berdasarkan pendapat mahasiswa Fisip, Universitas Al Ghifari adalah adanya penyebarluasan ide atau gagasan toleransi yang membangun martabat kemanusiaan, pembangunan fisik dan manusia dalam segala bidang untuk kesejahteraan rakyat, serta penggunaan kekuatan militer yang kuat jika memang terorisme sudah menunjukkan ancaman yang sangat membahayakan bagi manusia dan eksistensi negara.



            Pendapat dua koalisi besar para mahasiswa itu akan menjadi dasar pemikiran yang baik untuk dikembangkan menjadi pemikiran besar lainnya dalam memerangi dan melawan terorisme. Baguslah, meskipun mereka masih statusnya pelajar, sudah bisa dan berani berpikir seoalah-olah para profesor. Semoga pada masa depan Allah swt memberikan kemudahan bagi mereka untuk mencapai cita-citanya. Aamiin.

            Sampurasun.

Wednesday 24 May 2023

Har, Fiq, Zieq, Kapan Tes DNA?

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Judul itu bukan kata saya lho. Itu kata Gus Fuad Plered. Fotonya saya dapatkan dari Spotify.

            Saya mendengarnya seperti itu. Tampaknya, Gus Fuad Plered menantang Bahar bin Smith yang disebutnya “Har”, Ketua Rabithah Alawiyah Taufiq Assegaf yang dipanggilnya “Fiq”, dan Rizieq Shihab yang disebutnya “Zieq”. Har, Fiq, Zieq. Kalau salah, saya mohon maaf. Untuk tahu lebih benarnya, tanya saja Gus Fuad Plered, siapa yang dia panggil Har, Fiq, Zieq itu.

            Gus Fuad Plered sudah mendaftarkan dirinya untuk tes DNA. Menurutnya, biayanya sekitar dua belas juta rupiah.

            Di tengah-tengah keributan soal pengakuan keturunan Nabi Muhammad saw di kalangan para habib, Gus Fuad yang juga disebut-sebut sebagai keturunan Sunan Ampel yang tersambung kepada Nabi Muhammad saw melakukan tes DNA. Dia sendiri tampaknya tidak yakin dengan nasab dirinya meskipun tertulis dalam naskah kuno sebagai keturunan Sunan Ampel. Dia ingin mengonfirmasinya melalui jalur pengetahuan, tes DNA.

Gus Fuad Plered (Foto: Spotify)

            “Saya tidak pernah mengaku-aku sebagai sebagai keturunan Rasulullah, tetapi saya tes DNA,” katanya, “Saya tidak tahu apakah tersambung ke Rasulullah atau saya hanya keturunan Semar Noyogenggong, Petruk, Gareng.”

            Dia berjanji, tiga bulan ke depan setelah hasilnya tes DNA dirinya didapat, akan diumumkan ke publik supaya dirinya yakin dan orang lain juga lebih mengetahui tentang dirinya. Para pendukungnya tampaknya tidak peduli dengan hasilnya. Mau Gus Fuad itu keturunan Nabi Muhammad saw atau bukan, nggak masalah. Bagi mereka, tetap akan menghormati Gus Fuad sebagai kiyainya.

            Kalau tidak salah, Rizieq Shihab pernah mengatakan bahwa tes DNA sekarang itu tidak sulit karena ada rambut Rasulullah saw yang sampai sekarang dijaga. Bahar juga bersedia untuk tes DNA dengan syarat makam Nabi Muhammad saw dibongkar untuk diambil darahnya, kemudian dicocokkan dengan darah dirinya. Syarat yang sangat ngaco dan bodoh sekali untuk membongkar makam Nabi Muhammad saw. Lucu sekaligus ngeselin.

               Menurut saya sih, apa susahnya tes DNA?

            Hasilnya, tidak akan berpengaruh besar. Mau keturunan Nabi Muhammad saw atau bukan, orang akan melihat dirinya saat ini. Kalau dia bermanfaat bagi orang banyak, orang lain akan menghormati dan mencintainya. Akan tetapi, jika dia justru memanfaatkan orang lain, apalagi memanfaatkan agama untuk kepentingan dirinya yang rendah, orang lain akan menghinakannya. Allah swt juga.

            “Har, Fiq, Zieq, kapan tes DNA?” tantang Gus Fuad Plered.

            Sampurasun.

Sunday 21 May 2023

Lucu, Kiyai Imaduddin Dilaporkan ke Polisi

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Bagi saya beneran lucu ini. Beberapa waktu lalu saya sudah menulis bahwa Gus Fuad Plered ingin melaporkan Rabithah Alawiyah, organisasi para habib, ke polisi karena telah melakukan kebohongan publik sejak 1928 dengan mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad saw, padahal tidak ada buktinya. Gus Fuad menyandarkan pendapatnya itu pada hasil penelitian Kiyai Imaduddin yang menegaskan bahwa nasab Ba Alawi terputus dari Nabi Muhammad saw selama 550 tahun. Artinya, para habib di Indonesia ini tidak terbukti secara ilmiah bahwa mereka adalah keturunan Nabi Muhammad saw.

            Keinginan Gus Fuad itu ditentang Kiyai Imad. Sebagai seorang akademisi, Kiyai Imad tidak ingin memenjarakan orang lain. Dia ingin justru ilmu pengetahuan berkembang dan masyarakat menjadi cerdas. Kelihatan sekali Kiyai Imad itu seorang akademisi karena bagi seorang akademisi, kepuasannya adalah mendapatkan ilmu baru, bukan mengalahkan orang atau menjatuhkan orang lain. Bahkan, orang yang berbeda pendapat dengannya akan dianggap sebagai partner berpikir untuk mendapatkan ilmu pengetahuan baru. Itulah ciri-ciri seorang alim.

            Gus Fuad harus puas meskipun tidak puas dengan penentangan Kiyai Imad. Toh, yang membuat penelitian adalah Kiyai Imad bukan Gus Fuad atau orang lain. Gus Fuad sendiri tampaknya bukan ingin memenjarakan orang lain juga, melainkan ingin memindahkan perdebatan ke meja pengadilan. Sayangnya, ditentang Sang Peneliti, Kiyai Imad. Akan tetapi, lucunya justru yang membuatnya kemungkinan masuk ke pengadilan adalah para oknum habib sendiri. Sebuah organisasi yang katanya rakyat atau warga melaporkan Kiyai Imad ke polisi karena penelitiannya dianggap tercela dan mengadu domba. Nama organisasinya adalah “Majelis Muhyin Nufuus”. Netizen mencari tahu organisasi itu dan ternyata di dalamnya dipenuhi para habib.

            Kiyai Imad pun menyatakan siap melayaninya di pengadilan. Bahkan, ini menurut saya akan semakin mempermalukan para habib sendiri karena yang dilaporkan itu hasil penelitian. Mestinya, hasil peneltian itu diuji di universitas, bukan di pengadilan. Akan tetapi, karena sudah dilaporkan, akan dibuka penelitian itu dalam persidangan dan menurut Kiyai Nur Ikhya Salafy, sama saja para oknum habib itu menggali kuburnya sendiri.

            Tidak jauh-jauh, saya membayangkan sejak awal penelitian itu dibuka di pengadilan yang juga terbuka untuk umum, orang akan menyaksikan fenomena yang melatarbelakangi penelitian Kiyai Imaduddin. Fenomena itu adalah peristiwa atau kejadian yang membuat peneliti merasa penasaran, kemudian mendorongnya untuk melakukan penelitian. Sebagaimana yang dikatakan Kiyai Imad dalam berbagai kesempatan bahwa fenomena yang melatarbelakangi penelitiannya adalah banyaknya orang yang mengaku keturunan Nabi Muhammad saw, tetapi ucapan dan perilakunya jauh menyimpang dari baik pribadi Nabi Muhammad saw atau ajaran Rasululllah saw. Jika hakim, jaksa, ataupun pengacara meminta bukti ucapan dan perilaku oknum habib yang bertentangan dengan Nabi Muhammad saw atau ajaran Islam, akan dibeberkanlah perilaku-perilaku itu, baik melalui catatan media, tayangan video pribadi, ataupun yang sudah tersebar di youtube. Kemudian, perilaku-perilaku itu dikonfrontir dengan ayat-ayat Al Quran dan Hadits. Pada awal pembeberan fenomena saja sudah akan sangat memalukan para oknum habib itu.

            Sekarang saja semua orang mudah sekali melihat bagaimana ucapan dan perilaku oknum habib itu yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam dan Nabi Muhammad saw. Para youtuber sudah berinisiatif mengumpulkannya sendiri bagaimana kata-kata kotor, merendahkan, arogan, dan yang dipenuhi kata-kata berasal dari kebun binatang yang diumbar oknum-oknum habib itu. Semua orang bisa melihat mereka, coba cek saja sendiri. Ada ratusan, bahkan mungkin ribuan tayangan tentang hal itu.

            Itu baru fenomena, belum masuk ke sumber kajian pustaka. Kalau masuk ke sumber kitab rujukan, akan tampak sekali kitab-kitab yang menjadi pegangan Kiyai Imad dan melemahkan sumber rujukan para oknum habib itu mengingat sampai sekarang pun para oknum habib tidak memiliki sumber sumber selengkap Kiyai Imad.

Inilah yang menurut saya lucu. Kiyai Imad menentang Gus Fuad untuk memenjarakan orang, tetapi para oknum itu sendiri yang memilih berdebat di pengadilan dan terbuka untuk umum. Padahal, sampai sekarang, mereka belum bisa membuktikan diri sebagai keturunan Nabi Muhammad saw, baik melalui kitab rujukan yang bisa dipercaya, sertifikat internasional dari negara asal, maupun hasil tes DNA. Mereka masih bertahan pada pendapat para ulama yang salah satunya menyatakan bahwa ada kewajiban untuk mencintai Ba Alawi dan kalau tidak mencintai, mungkin akan masuk neraka. Kalau diperhatikan lebih jauh, ulama yang mengatakan itu ternyata masih oknum habib juga yang berasal dari Ba Alawi. Pantas atuh kalau begitu mah.

Maaf ya kepada para habib yang baik dan shaleh. Tidak akan berkurang rasa hormat saya kepada para habib shaleh yang penuh ilmu dan mencerahkan umat. Saya hanya tidak menyukai oknum habib yang bagi saya menyesatkan umat. Saya punya banyak kerabat, keluarga, dan murid. Saya harus menyelamatkan mereka dari pikiran sesat sebatas yang saya mampu dan sebatas yang saya yakini kebenarannya.

Karena sudah dilaporkan  ke polisi, mari kita lihat kelucuan selanjutnya di persidangan.

Sampurasun.

Saturday 20 May 2023

Musuh dari Musuhku Adalah Temanku: 5-2

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ada hal menarik saat terjadi final sepak bola di ajang Sea Games 2023 baru-baru ini di Kamboja. Pertandingan final yang terjadi adalah antara Indonesia melawan Thailand yang berakhir untuk kemenangan Indonesia dengan skor 5-2. Indonesia juara dan mendapatkan medali emas. Banyak faktor yang membuat Indonesia menang. Salah satunya adalah faktor penonton atau suporter.

            Pendukung Indonesia di lapang pertandingan bertambah banyak karena didukung oleh penonton Kamboja dan Malaysia. Jadi, jumlah suporter Indonesia jauh melebihi suporter Thailand.

            Ketika diteliti lebih jauh, ternyata Kamboja mendukung Indonesia disebabkan sedang bermusuhan dengan Thailand. Kamboja sering diejek dan dibuli Thailand dengan disebut sebagai salah satu provinsi Cina karena Cina memang banyak membantu ekonomi Kamboja. Di samping itu, Thailand sering mengklaim budaya-budaya Kamboja sebagai budaya Thailand. Dari segi militer dan politik, Kamboja dan Thailand sedang dalam sengketa perbatasan serta berebut kuil keagamaan bersejarah di sekitar perbatasan itu. Tak heran jika warga Kamboja mengibarkan bendera Kamboja dan merah putih Indonesia di sepanjang pertandingan. Bahkan, rakyat Kamboja dengan senang hati membentangkan merah putih raksasa di tribun penonton. Mereka merasa sangat puas hati menyaksikan musuh mereka, Thailand, dikalahkan Garuda Muda Indonesia 5-2. Foto warga Kamboja bergabung dengan suporter Indonesia saya dapatkan dari Suara com.


Kamboja dukung Indonesia (Foto: Suara.com)


            Adapun suporter Malaysia yang juga mendukung penuh Indonesia disebabkan sakit hati dan merasa dilecehkan Thailand. Ketika Thailand mengalahkan Malaysia, pemain bola Thailand mengejek Malaysia dengan tarian bebek yang dianggap warga Malaysia sebagai penghinaan. Hal ini disampaikan dengan jelas oleh rakyat Malaysia dan pengurus organisasi sepak bola Malaysia. Mereka berterima kasih kepada Indonesia yang telah mengalahkan Thailand. Sakit hati Malaysia terbayarkan oleh kemenangan Indonesia atas Thailand. Malaysia yang biasanya sengit memusuhi Indonesia dalam sepak bola, kini berbalik menjadi pendukung Indonesia. Foto Malaysia mendukung Indonesia saya dapatkan dari CNN Indonesia.


Malaysia dukung Indonesia (Foto: CNN Indonesia)


            Musuh dari musuhku adalah temanku. Ketika dalam pertandingan, Thailand adalah musuh Indonesia. Musuh Thailand, yaitu Kamboja dan Malaysia menjadi teman Indonesia. Akan tetapi, bagi Indonesia, bermusuhan dengan Thailand cukup terjadi hanya di lapang sepak bola dan hanya sepanjang pertandingan. Selepas itu, kita tetap harus bersahabat. Soal sengketa politik, militer, dan budaya antara Kamboja dengan Thailand, itu urusan mereka, bukan urusan kita. Demikian pula, soal rasa sakit hati Malaysia sekaligus rasa puas hati atas kekalahan Thailand oleh Indonesia, itu urusan mereka juga. Kita tidak perlu ikut-ikutan urusan orang lain. Urusan kita adalah negara kita sendiri.

            Hal yang harus diingat adalah permusuhan, pertikaian, dan dukungan dalam pertandingan sepak bola itu sama sekali tidak terkait dengan perbedaan atau kesamaan agama. Kalau soal agama, seharusnya Kamboja mendukung Thailand karena mayoritas mereka adalah pengguna kuil, tetapi Kamboja justru mendukung Indonesia yang mayoritas pengguna masjid. Demikian pula dengan Malaysia, mendukung Indonesia bukanlah karena kesamaan agama, melainkan karena perilaku buruk Thailand yang diterima oleh Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak yang baik dan perilaku terpuji adalah bernilai universal. Tak masalah soal perbedaan atau kesamaan agama, tingkah laku yang baik dan menyenangkan akan mendapatkan dukungan dari semua orang baik.

            Begitulah yang disampaikan Nabi Muhammad saw bahwa dirinya diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak. Artinya, akhlak yang buruk menjadi baik dan yang sudah baik menjadi lebih baik.

            Sampurasun.

Monday 15 May 2023

Kiyai Imad Tantang Ulama Sedunia

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kebiasaan songong sih. Padahal, sudah saya bilang bahwa setelah Ketua Umum PBNU Gus Yahya meredam pertentangan, seharusnya para habib diam, bikin situasi yang lebih kondusif. Hal itu disebabkan mereka memang tidak punya sumber data yang bisa dipercaya dan otentik, kitab rujukan abad awal tidak ada, sertifikat internasional tidak ada, serta tes DNA pun tidak mau. Mereka sangat lemah, sudah seharusnya mulai diam karena memang kalah data dan lemah bukti. Para habib tidak bisa membuktikan dengan benar bahwa mereka adalah keturunan Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, sayangnya, oknum-oknum habib songong ini malah bikin narasi-narasi aneh, video-video aneh, terus-terusan kasar, caci maki, serta tetap jualan promo syafaat, kuwalat, tuduhan syiah, yahudi, dan lain sebagainya untuk menipu orang-orang bodoh yang otaknya sudah terkuasai untuk dibodohi.

            Jika ingin berdiskusi dan berdebat, Kiyai Imaduddin Utsman Al Bantani menyediakan diri, baik untuk berdebat langsung maupun melalui media online. Banyak memang yang teriak-teriak berani untuk berdebat, tetapi tidak ada buktinya, Omdo, omong doang. Misalnya, Bahar bin Smith berani untuk berdebat selama sebulan, tetapi tidak juga terjadi, ngomongnya aja yang keras, ilmunya sih tidak ada. Demikian juga Qurtubi, pentolan FPI Banten, menantang debat Kiyai Imad, tetapi tidak mau live dan jangan diliput media, itu kan omong doang. Kalau sembunyi-sembunyi, bisa main persekusi dan main gerombolan karena tidak terdeteksi masyarakat luas.


Kiyai Imaduddin Utsman Al Bantani (Foto: Harianexpose.com)


            Saya lebih menyukai Hanif Al Athos, menantu Rizieq Shihab, yang membuat tulisan bantahan kepada Kiyai Imad. Dia bikin lagi artikel untuk membuktikan tersambungnya Ba Alawi kepada Nabi Muhammad saw. Begitu seharusnya meskipun tulisan Hanif dengan sangat mudah dipatahkan oleh Kiyai Imad.

Tidak jauh-jauh seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, sudah pasti, dicek kitab rujukannya terlebih dahulu: siapa penulisnya? Ditulis tahun berapa atau abad berapa? Di mana ditulisnya?

Tidak benar jika catatan nasab yang ditanyakan awal abad 4 atau 5 dijawab oleh catatan atau tulisan yang dibuat pada tahun 2023 atau 1444 H. Seharusnya, ditunjukkan tulisan yang dibuat pada awal abad 4, 5, atau 6.

Meskipun tulisan Hanif Al Athos mudah sekali dipatahkan, itu tetap harus dihormati karena telah menyumbangkan perkembangan ilmu walaupun sedikit, bahkan salah. Soal salah dan benar itu nomor dua. Kita bisa tahu salah atau benar itu setelah diuji secara ilmiah. Kalaupun salah, tetap sudah punya pahala, yaitu pahala berpikir.

Karena mereka kesulitan mengalahkan Kiyai Imad, tampaknya mereka mengundang kolega-kolega mereka, ulama dari Yaman atau Timur Tengah untuk membuktikan nasab mereka tersambung kepada Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, sayangnya, tulisan ulama-ulama itu pun sama, tidak jauh seperti apa yang dibuat oleh Hanif Al Athos. Untuk memahami hal ini, silakan ikuti chanel youtube Hanif Farhan. Terlalu panjang kalau saya menulis itu, lebih baik dari saluran aslinya yang digunakan oleh Kiyai Imaduddin. Tulisan para ulama itu pun mudah sekali dipatahkan Kiyai Imad. Seperti yang sudah saya bilang berkali-kali, pasti kitab rujukannya yang dipermasalahkan terlebih dahulu.

Ada memang yang mengklaim punya kitab pada abad ke-4, tetapi penulisnya tidak dikenal, tidak masyhur, atau majhul. Penulisnya tidak dikenal oleh para ahli nasab pada abad itu. Penulis terkenal itu pasti hasil tulisan atau karyanya dijadikan kutipan atau dikutip oleh para ahli nasab pada zaman itu. Kalau tidak pernah dikutip, ya tidak masyhur. Ada pula yang menurut saya lucu, yaitu meminta ulama Yaman untuk menandatangani bahwa Ba Alawi adalah benar keturunan Nabi Muhammad saw.

Untuk apa tanda tangan itu?

Tetap saja bakal ditanyakan dari mana dia tahu bahwa Ba Alawi atau Ubaidillah itu anak dari Ahmad bin Isa dan tersambung kepada Rasulullah saw? Dari mana sumbernya?

 Perilaku oknum-oknum habib inilah yang membuat Kiyai Imad menantang ulama seluruh dunia untuk membuktikan dua hal. Pertama, terputusnya nasab para habib kepada Rasulllah saw. Kedua, membuktikan palsunya hadits-hadits untuk mencintai dan menghormati keturunan Rasulullah saw.

Menurut Kiyai Imad, yang disebut ahlul bait atau keluarga Rasulullah saw itu adalah Fatimah, Hasan, Husen, Ali, dan Bani Muthalib. Setelah itu, tidak ada ahlul bait. Keturunan Nabi saw setelah itu disebut dzuriyah bukan ahlul bait. Hadits-hadits mengenai fadillah atau kemuliaan ahlul bait itu kembali kepada orang-orang yang disebut tadi dan bukan kepada keturunannya. Bahkan, menurutnya, makna hadits-hadits itu telah dirampas untuk ditujukan dan digunakan orang-orang yang suka mengaku-aku keturunan Nabi saw. Tidak wajib untuk mencintai dan menghormati keturunan Rasulullah saw. Tidak wajib itu bukan berarti haram atau tidak boleh. Kalau mau mencintai atau menghormati, bagus. Bersikap biasa-biasa juga tidak apa-apa. Kiyai Imad bersedia berdebat dan memeriksa hadits-hadits itu selama tiga hari tiga malam. Hal yang wajib untuk dicintai dan dihormati itu adalah orang-orang yang berilmu atau para ulama. Ada ribuan ayat tentang wajibnya menghormati ilmu dan menghormati orang berilmu.

Begitulah tantangan Kiyai Imaduddin Al Bantani. Seperti saya bilang, kalau memang mau membantah, bikin karya ilmiah tandingan. Kalau tidak bisa, jangan songong, buatlah situasi lebih tenang sehingga tidak timbul kemarahan dari keturunan wali songo. Tidak kata terlambat untuk memperbaiki hubungan dan mengoreksi diri. Kita semua manusia yang sangat mudah untuk berbuat kesalahan, tetapi Allah swt membuat pula jalan untuk memperbaiki kesalahan itu menjadi hal yang sangat baik dan diridhoi Allah swt.

Soal nasab ini sudah jadi melebar ke mana-mana, malah cenderung membahayakan kehidupan yang harmonis. Kalau mau lebih cepat selesai, buktikan dengan tes DNA. Kiyai Imad menantang warga Banten, Bandung, Garut, dan Sumedang untuk tes DNA agar membuktikan mereka adalah keturunan Prabu Sliwangi. Rakyat pun mengatakan siap untuk tes DNA jika diminta oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Begitulah. Tenang, bikin suasana lebih nyaman, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Sampurasun

Sunday 7 May 2023

Para Habib Harus Berani Tes DNA

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya mudah saja menyelesaikan soal perhabiban ini. Namun, dibuat rumit karena tidak terbiasa berdebat ilmiah, tidak terbiasa berbicara secara terpelajar, dan tidak terbiasa berbesar hati.

            Kan sudah sudah jelas bahwa nasab para habib di Indonesia ini diragukan karena tidak ada buktinya mereka itu adalah keturunan Nabi Muhammad saw. Hal itu disebabkan dalam kitab abad ke 5-6 Hijriyah “As Sajarah al Mubarokah” Imam Fakhrurrazi menjelaskan bahwa Ahmad bin Isa hanya mempunyai anak tiga orang, yaitu: Muhammad, Ali, dan Husein. Selama berabad-abad seperti itu. Akan tetapi, tiba-tiba muncul nama “Ubaidillah” pada sekitar tahun 1700-1800-an, ada yang menyebutnya tiba-tiba muncul pada abad 10. Inilah yang dipermasalahkan oleh Kiyai Imaduddin Utsman Al Bantani.

            Dari kitab abad awal yang mana nama Ubaidillah ini disebutkan sebagai anak dari Ahmad bin Isa?

            Kalau memang benar anaknya, seharusnya tertulis juga pada abad-abad yang awal. Akan tetapi, dalam kitab awal itu Ahmad bin Isa hanya punya anak tiga dan tidak ada yang bernama Ubaidillah. Artinya, menurut Kiyai Imad, nasabnya terputus, tidak nyambung ke Nabi Muhammad saw. Akibatnya, seluruh para habib di Indonesia ini pun terputus, tidak nyambung ke Nabi Muhammad saw.

            Sebetulnya, mudah diselesaikannya. Tunjukkan saja sumbernya, kitab abad awal yang mana yang menjadi rujukan bahwa Ubaidillah itu anak dari Ahmad bin Isa. Kesulitannya adalah sampai hari ini kitab itu tidak ada. Artinya, tidak ada sumber ilmu yang menjelaskannya. Terputuslah silsilah itu sampai ditemukan buktinya. Diragukanlah bahwa para habib di Indonesia ini merupakan keturunan Nabi Muhammad saw.

            Sesungguhnya, kalaulah buku atau kitab rujukan itu tidak ada, masih ada jalan lain untuk membuktikan hubungan nasab itu sampai kepada Rasulullah saw. Sayyid Zulfikar Basyaiban menjelaskan bahwa hubungan nasab itu harus ada syahadah atau semacam sertifikat dari negara asal para habib itu, misalnya, dari Maroko, Mesir, Iran, atau Irak, dan bukan dari Indonesia. Masalahnya, para habib itu hanya punya catatan atau buku dari Rabithah Alawiyah yang ada di Indonesia yang berdiri pada 1928. Kalau ada dari negara asalnya, itu bisa menjadi bukti pengakuan dari internasional. Kalau tidak ada, ya pasti diragukan hubungan nasab itu tersambung ke Nabi Muhammad saw.

            Sebenarnya, kalau bukti kitab abad awal tidak ada dan sertifikat internasional tidak ada, masih ada jalan lain untuk membuktikan hubungan nasab itu, yaitu dengan tes DNA, sebagaimana yang dikatakan Kiyai Imad. Itu lebih mudah sebenarnya. Sayangnya, para habib itu tidak ada yang melakukannya, tampaknya mereka takut dengan hasilnya jika tidak tersambung secara ilmiah ke Nabi Muhammad saw. Pada tulisan yang lalu saya sudah bilang bahwa Najwa Shihab itu setelah tes DNA, ternyata jangankan dekat ke Nabi Muhammad saw, ke Arab saja sudah jauh. Najwa malah lebih dekat ke Asia Selatan atau India.

            Berbeda jauh dengan para kiyai keturunan wali songo. Mereka tanpa diminta pun sudah melakukan tes DNA sendiri untuk keperluan sendiri, mengonfirmasi kebenaran catatan kuno mereka. Mereka tidak yakin bahwa dirinya merupakan keturunan Nabi Muhammad saw. Soalnya, mereka merasa aneh secara fisik. Nabi Muhammad saw itu orang Arab, badannya besar, hidungnya mancung, tinggi, sementara itu mereka kulitnya coklat, pendek, sebagian kurus, dan hidungnya pesek. Untuk itu, mereka berinisiatif tes DNA sendiri.

            Contohnya, cicit Kiyai Sepuh Genggong, Probolinggo, yaitu K.H. Hasan Akhsan Malik melakukan tes DNA sendiri dengan mengirimkan air liurnya ke perusahaan tes DNA “Family Tree DNA” yang bermarkas di Houston, Texas, Amerika Serikat. Hasilnya, menurut Ketua Umum Naqobah Ansab Auliya Tis’ah (NAAT) K.H. R. Ilzamuddin Sholeh, ternyata nasabnya tersambung ke Syekh Abdul Qadir  Al Jaelani. Ke atasnya, tersambung ke Sayyidina Hasan yang jelas ahlul bait. Hasilnya jelas bahwa keturunan Kiyai Sepuh Genggong adalah keturunan Nabi Muhammad saw.

DNA (deoxyribonucleic acid) sendiri merupakan molekul yang menyimpan semua informasi genetik dan membawa instruksi untuk fungsi tubuh. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus dari tubuh manusia.

Kiyai saja berani tes DNA, masa habib tidak. Akan tetapi, kalaupun tidak mau tes DNA, tidak apa-apa. Itu hak, tetapi jangan salahkan orang lain jika pengakuannya selama ini sebagai keturunan Nabi Muhammad saw diragukan.

Kitab sumber pada abad awal tidak ada, sertifikat dari negara asal tidak ada, tes DNA tidak mau.

Bagaimana atuh?

Apa bukti yang mendasari bahwa mereka itu adalah keturunan Nabi Muhammad saw?

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang biasa dipanggil Gus Yahya tampaknya tahu ini semua. Untuk meredam isu ini yang juga menyelamatkan harga diri para habib, Gus Yahya mengambil sikap dengan menyatakan bahwa dirinya percaya bahwa Ba Alawi adalah keturunan Rasulullah saw. Hal ini didasarkan bahwa banyak barokah atau manfaat yang dirasakan bangsa Indonesia dari para habib ini. Pernyataannya itu tidak bisa dipungkiri bahwa memang sangat banyak aktivitas dari Ba Alawi yang bermanfaat bagi Indonesia. Kepercayaan semacam ini oleh netizen disebut sebagai kepercayaan lewat jalur barokah. Sementara itu, menurut Kiyai Imad sendiri kepercayaan seperti ini adalah kepercayaan berdasarkan “prasangka” tanpa bukti data. Itu adalah hak setiap orang. Mau percaya tanpa bukti boleh, mau tidak percaya jika tak ada bukti juga boleh.

Seharusnya, oknum Ba Alawi yang sering teriak-teriak nasab itu meredam kebiasaannya supaya situasi pun menjadi ikut lebih kondusif sehingga perdebatan itu tidak terus berlanjut. Jangan sampai justru oknum-oknum habib ini malah terus bikin narasi yang provokatif, misalnya, mengatakan bahwa lembaga nasab di luar Rabithah Alawiyah adalah palsu atau menuding Kiyai Imad dan siapa pun yang meragukan nasab Ba Alawi adalah munafik, anak haram hasil perzinahan, anak yang lahir dari hubungan seks ketika ibunya haid, syiah, yahudi, dzalim, kafir, dan lain sebagainya. Itu tidak menjernihkan situasi. Itu bisa membuat semakin hari semakin besar kebencian dan kemarahan yang tumbuh, ini sangat berbahaya.

Kalau memang ingin benar-benar diakui sebagai keturunan Nabi Muhammad saw, tes DNA segera, jangan takut. Terimalah hasil ilmu pengetahuan.

Gus Fuad Plered saja ingin tes DNA meskipun diakui banyak orang sebagai keturunan Sunan Ampel. Dia sendiri masih belum yakin penuh tentang dirinya.

“Saya juga ingin tes DNA. Bisa saja saya ini sebetulnya keturunan Petruk Gareng,” begitu kata Gus Fuad.

Kalau tidak mau tes DNA, buatlah situasi yang lebih tenang sehingga situasi lebih kondusif dan jauh dari pertengkaran yang bisa mengakibatkan huru-hara. Ini Indonesia, hiduplah sebagaimana bangsa Indonesia. Jangan merasa diri lebih tinggi atau menciptakan kasta-kasta dalam masyarakat yang tidak perlu dan tidak masuk akal. Allah swt sendiri yang akan menentukan siapa yang paling tinggi dan mulia berdasarkan ilmunya, ketakwaannya, dan manfaatnya bagi manusia lainnya, bahkan bagi alam semesta.

Sampurasun.

Wednesday 3 May 2023

Jangan Lagi Panggil Habib Jika Tak Layak

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Banyak orang yang mengartikan habib. Ada yang mengartikan secara bahasa, secara makna, secara sosial, secara rasa, dan lain sebagainya.

            Kali ini saya tulis dua arti yang disampaikan dua habib, lalu kita bisa bersandar pada pendapat keduanya. Pertama, Habib Luthfi bin Yahya. Kedua, Quraish Shihab. Mereka berdua berasal dari Ba Alawi. Sekalian juga tulisan ini untuk membantah mereka yang menyangka atau menuduh saya adalah pembenci para habib. Tuisan saya ini bersandar pada habib. Tidak benar saya membenci habib. Saya itu membenci perilaku yang salah. Perilakunya yang saya benci, orangnya mah tidak.

            Menurut Habib Luthfi, kata habib bermakna “kekasih”. Gelar habib bisa diberikan kepada orang yang dicintai atau dikasihi.

            Menurut Quraish Shihab, habib artinya “orang yang dicintai karena mencintai”. Oleh sebab itu, Quraish Shihab selalu tidak mau disebut habib karena merasa belum bisa “mencintai umat”. Ini soal rasa.

            Akan tetapi, ketika didesak puterinya, Najwa Shihab yang reporter itu, Quraish Shihab memperbolehkan Najwa dan saudaranya, termasuk istrinya untuk memanggilnya habib karena Quraish Shihab merasa bisa mencintai istri dan anak-anaknya, tetapi tidak bersedia dipanggil habib oleh orang lain dengan alasan belum mampu mencintai umat. Padahal, cintanya kepada umat luar biasa besar dengan karya besarnya tafsir Al Misbah.

            Kita lihat dari pendapat keduanya. Ada kata “kekasih, cinta, dan mencintai”. Saya tidak menggunakan pendapat sekelompok orang yang sering mengartikan habib adalah “keturunan Nabi Muhammad saw”.   

Orang yang dicintai itu harus sudah terbukti mencintai terlebih dahulu. Artinya, seseorang yang layak disebut habib itu harus sudah terbukti dahulu mencintai umat. Cinta itu harus dibuktikan, bukan hanya di omongan, teriakan kasar, ataupun paksaan. Seorang laki-laki yang mencintai seorang perempuan harus membuktikan dahulu cintanya sehingga perempuan itu balik mencintainya. Misalnya, Si Pria selalu menanyakan kabarnya, berupaya memenuhi kebutuhannya, membantunya, memecahkan kesulitannya, melindunginya, berkorban untuknya, membimbingnya untuk lebih baik, dan selalu ada untuknya jika diperlukan. Begitu pula sebaliknya. Itu contoh bukti cinta.

            Jika mengikuti pendapat Habib Luthfi dan Quraish Shihab, orang yang layak disebut habib itu adalah orang yang sudah terbukti cintanya kepada umat sehingga layak untuk dicintai. Menurut Habib Zen bin Smith, para habib itu seharusnya melayani umat, mengayomi, melindungi, memberikan contoh yang baik; kalau ada orang membungkuk kepadanya, habib harus lebih membungkuk kepada orang itu.

            Contoh menarik adalah disampaikan oleh Ustadz Suparman yang melihat langsung banyak orang nonmuslim, khususnya Kristen yang hanya memandang wajah Habib Luthfi saja sudah menangis. Orang Islam lebih banyak lagi yang merasa teduh memandang Habib Luthfi. Kalau saya sendiri sih, selalu bersemangat kalau melihat Habib Luthfi. Itu soal rasa. Hal itu disebabkan Habib Luthfi sudah menunjukkan rasa cintanya bukan hanya kepada umat Islam melainkan pula umat nonmuslim yang merasa terlindungi dan terjamin ketenangannya sebagai warga Negara Indonesia minoritas.

            Wajar kalau mereka disebut habib karena orang sudah merasa mendapatkan cintanya. Demikian pula dengan Habib Jindan, Habib Husein Baagil, dan habib-habib lain yang selalu positif berdakwah dan berperilaku.

            Sangatlah aneh jika ada orang-orang dari keturunan mana pun yang teriak-teriak memaksa agar dirinya dihormati dan dimuliakan, padahal tidak ada bukti cinta apa pun dari mereka kepada umat. Bahkan, mereka memaksa orang lain untuk mencintainya tanpa mereka harus mencintai orang lain. Mereka kerap melakukan promosi mendapatkan “syafaat Nabi saw” kalau orang mencintai mereka. Jika orang tidak memuliakan mereka, tidak akan mendapatkan syafaat Nabi saw.

Begitu kan iklan promo mereka berulang-ulang?

Sekarang sudah banyak orang yang sangat kesal dengan promo tak berdasar itu, apalagi setelah ada penelitian dari Kiyai Imad bahwa mereka yang sering teriak nasab nasab itu diragukan nasabnya tersambung ke Nabi Muhammad saw. Syafaat Nabi saw itu akan turun kepada orang yang bertakwa, menjalankan Islam dengan benar, dan memberikan banyak manfaat bagi manusia seluruhnya. Itulah rahmatan lil alamin.

Jadi, jika mengikuti pendapat Habib Luthfi dan Quraish Shihab, sangatlah layak menyebut habib kepada orang yang sudah terbukti cintanya kepada umat. Sama sekali tidak layak memanggil habib kepada orang yang tidak mencintai umat, bahkan membuat umat berhati keras, berkepala batu, dan penuh kebencian.

Sampurasun.

Monday 1 May 2023

Belajar dari Pertentangan Kiyai Imad dengan Gus Fuad

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebagaimana yang telah diketahui masyarakat luas mengenai kasus atau isu yang Viral tentang diragukannya Ba Alawi atau keluarga para habib adalah keturunan Nabi Muhammad saw karena masih terputusnya silsilah sejak Ubeidillah, Gus Fuad Plered semakin mendapatkan angin untuk menghentikan ceramah atau dakwah yang dianggapnya kasar, ngawur, dan berpengaruh buruk. Hasil penelitian K.H. Imaduddin Utsman Al Bantani menegaskan bahwa para habib dan Ba Alawi ini belum terbukti secara ilmiah merupakan keturunan Rasulullah saw karena ada nama orang yang tiba-tiba ada masuk dalam silsilah atau nasab Nabi Muhammad saw, padahal nama itu tidak ada dalam kitab-kitab nasab pada abad-abad awal. Namanya Ubeidillah.

            Hasil penelitian Kiyai Imad yang sampai hari ini tidak terbantahkan dalam arti belum ada bukti jelas mengenai Ubeidillah adalah keturunan Nabi Muhammad saw membuat Gus Fuad Plered semakin yakin bahwa memang penelitian Kiyai Imad tidak akan bisa terbantahkan. Bahkan, ada orang bilang bahwa peneltian Kiyai Imad tidak bisa dibantah sampai setengah hari sebelum kiamat pun. Menurut Gus Fuad Plered, hal ini  bisa mendorong adanya kelompok-kelompok yang akan melaporkan Rabithah Alawiyah sebagai organisasi para habib telah melakukan kebohongan publik sejak 1928 kepada rakyat Indonesia. Maksudnya, selama ini para habib banyak yang mengaku keturunan Nabi Muhammad saw, tetapi ternyata tidak terbukti dalam penelitian Kiyai Imad. Rabithah Alawiyah berpotensi dilaporkan ke kepolisian karena kebohongan itu. Tampaknya, Gus Fuad Plered ingin memindahkan perdebatan soal nasab Nabi Muhammad saw ini ke pengadilan karena di pengadilan sudah pasti ada perdebatan para ahli yang ujungnya adalah keputusan dari majelis hakim tentang benar-tidaknya soal nasab yang diakui Rabithah Alawiyah dan hasil penelitian Kiyai Imad. 

            Wacana Gus Fuad Plered untuk melaporkan Rabithah Alawiyah ke pihak kepolisian mendapatkan penentangan dari Kiyai Imad secara langsung. Kiyai Imad tidak setuju untuk melaporkan Rabithah Alawiyah ke polisi. Hal itu disebabkan Kiyai Imad melakukan penelitian itu adalah bukan untuk memenjarakan orang atau  berujung di pengadilan, melainkan untuk berkembangnya ilmu pengetahuan.

            Kiyai Imad ini memang orang yang senang dengan ilmu. Dia tampaknya menikmati setiap perdebatan untuk mendapatkan kebenaran. Kalau berujung di pengadilan, perdebatan ilmu itu bisa berhenti dan terputus. Itu bisa merugikan para penuntut ilmu dan kita semua. Kiyai Imad ini pemberani, lurus, dan tegas dalam pendapatnya. Dia itu orangnya detail untuk setiap kalimat, kata, bahkan huruf. Dia tidak menolerir sedikit pun kesalahan. Bahkan, saking detailnya, ada orang bilang setengah huruf pun bisa dia permasalahkan. Video terbaru Kiyai Imad yang saya perhatikan pun luar biasa detailnya. Dia dengan tegas mengatakan kitab yang disusun salah seorang habib tentang larangan “syarifah menikah dengan orang biasa atau pribumi” adalah menyalahi ajaran Islam. Kiyai Imad mengkonfrontir kitab itu dengan kitab awal madzhab Syafii dan Hanafi. Dari setiap huruf dan kata yang dianalisisnya, kitab yang dibuat habib itu salah. Belum lagi bahayanya bagi kehidupan sosial yang bisa menimbulkan kasta-kasta tertentu dan perbedaan lapisan sosial yang tidak perlu.

            Kiyai Imad sangat menentang diselesaikan berbagai hal yang ditelitinya secara hukum seperti yang diinginkan Gus Fuad, tetapi harus diselesaikan dalam berbagai diskusi dan perdebatan ilmiah. Meskipun menentang Gus Fuad, Kiyai Imad tetap santun dan tetap mendoakan Gus Fuad Plered karena merasa sama-sama pernah didoakan oleh guru yang sama dengan Gus Fuad. Sampai hari ini belum ada tanggapan dari Gus Fuad. Belum tahu apa yang terjadi selanjutnya.

            Dari pertentangan keduanya, kita bisa belajar bahwa kita bisa berbeda keinginan, berbeda cara, berbeda pendapat, tetapi pertentangan atau perbedaan itu sangat bisa diselesaikan dengan bahasa yang baik, santun, tetap menghargai orang lain, serta tetap saling mendoakan untuk kebaikan bersama. Pertentangan itu tidak perlu ditampakkan dengan saling buli, saling mencemooh, saling memaki, dan permusuhan. Itu sangat tidak baik.

            Saya sendiri berpendapat bahwa selama diskursus soal pernasaban ini berada dalam perdebatan ilmu, adu argumen ilmiah, sebaiknya terus dilanjutkan demi perkembangan ilmu pengetahuan, jangan diselesaikan dengan cara hukum. Akan tetapi, jika kemudian berubah menjadi fitnah, persekusi, pelecehan, ancaman, perbuatan tidak menyenangkan, menimbulkan keonaran, apalagi huru-hara, memang harus dilaporkan ke polisi untuk diselesaikan di pengadilan yang kemungkinan berujung penjara.

            Sampurasun.