Friday 17 February 2023

Teroris Turki Dilindungi Indonesia


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Gempa di Turki telah menewaskan sangat banyak orang. Gempa Cianjur menewaskan sekitar 600 orang, gempa di Yogyakarta menewaskan 6.000 orang, korban gempa Turki jauh lebih banyak, lebih dari 35.000 orang.

         Bencana besar dengan korban besar telah membuat dunia prihatin dengan melakukan banyak penggalangan dana, baik oleh negara maupun oleh rakyat secara individu. Banyak instansi atau lembaga pendidikan yang bekerja sama dengan Turki di Indonesia yang memberikan banyak sumbangan ke Turki. Sayangnya, beberapa sekolah atau lembaga pendidikan di Indonesia dituduh teroris oleh pemerintah Erdogan Turki. Erdogan mengeluarkan surat untuk pemerintah Indonesia agar mencurigai beberapa lembaga pendidikan dalam mengumpulkan sumbangan. Turki mempropagandakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan itu tidak akan menyalurkan sumbangannya ke Turki, tetapi akan menggunakannya untuk kegiatan terorisme.


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (CNN Indonesia)


         Tuduhan teroris dari Turki itu diakibatkan lembaga-lembaga pendidikan itu berafiliasi dengan orang besar, ulama Turki, Fethullah Gulen, yang dianggap Turki sebagai pemimpin kudeta di Turki dan merupakan orang penting dalam organisasi Feto yang dimusuhi Turki. Padahal, Fethullah Gulen sendiri membantah hal itu. Dia tidak ingin berpolitik, apalagi kudeta. Dia hanya ingin mengembangkan lembaga pendidikan dan sosial agar anak-anak Turki, anak-anak muslim, dan warga dunia ini hidup lebih berpandangan terbuka, toleran, mencintai ilmu pengetahuan, membenci korupsi, dan dapat hidup harmonis dengan lebih baik lagi. Karena pandangan Ulama Gulen ini banyak mendapatkan perhatian dan dukungan dari rakyat Turki, tampaknya Presiden Turki Erdogan merasa terancam. Kemudian, melakukan banyak tuduhan dan eksekusi terhadap guru-guru dan lembaga pendidikan di Turki yang terkait dengan Fethullah Gulen.


Fethullah Gulen (Foto: kompasiana.com)


         Sebenarnya, sudah sejak sekitar 6 atau 7 tahun lalu, Turki meminta Indonesia untuk menutup sekolah-sekolah yang terhubung dengan Gulen di Indonesia. Akan tetapi, pemerintah Indonesia sangatlah cerdas. Keinginan Turki tidaklah digubris. Sekolah-sekolah itu tetap ada sampai sekarang dan tetap boleh mengumpulkan sumbangan untuk saudara-saudaranya di Turki. Mereka yang belajar di sekolah-sekolah itu bukan hanya anak-anak Turki, melainkan pula anak-anak Indonesia, anak-anak Inggris, Australia, Amerika Serikat, dan lain sebagainya. Mereka baik-baik saja.

         Pengelola sekolah-sekolah itu sudah menegaskan, “Bos kami adalah pemerintah Indonesia dan bukan pemerintah Turki.”


Presiden Indonesia Jokowi (Foto: DW)


         Mereka patuh pada berbagai peraturan di Indonesia dan sangat menghormati Indonesia. Sekolah-sekolah itu mengajarkan perdamaian, kebaikan, dan mata pelajaran sebagaimana umumnya. Mereka yang bersekolah dan terdiri atas berbagai negara itu bahkan mampu lebih terbuka dengan perbedaan ras, agama, suku, dan lain sebagainya. Demikian pula sekolahnya, jika ada nonmuslim berprestasi, tetap diberikan beasiswa sebagaimana muslim lainnya yang berprestasi.

         Keputusan Indonesia sudah benar. Gejolak politik Turki atau kisruh di Turki, bukanlah urusan Indonesia. Itu urusan Turki. Indonesia tidak melihat bahwa Fethullah Gulen dan lembaga-lembaga pendidikannya di Indonesia sebagai teroris atau pengacau.

         Jadi, untuk apa ikut-ikutan keinginan Turki?

         Indonesia punya hak menilai sendiri dan melindungi siapa pun yang berhak dilindungi di Indonesia tanpa harus mengikuti kehendak negara lain. Itu namanya mandiri dalam berpolitik dan berdaulat dalam mengambil keputusan.

         Foto Jokowi saya dapatkan dari DW dan foto Erdogan saya dapatkan dari CNN Indonesia. Foto Fethullah Gulen dari kompasiana com.

            Sampurasun.

Saturday 4 February 2023

Harusnya, DIbangun Juga Gereja 1,2 Triliun

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Begitu kata orang-orang sesat dan menyesatkan. Saya bilang mereka sesat karena tidak tahu hal ihwal yang sesungguhnya dan tidak memahami prosesnya, tetapi mengeluarkan pernyataan yang seolah-olah benar atau paling tidak seolah-olah pernyataan pintar, padahal bodohnya bukan main.

            Kalau diperhatikan, mereka itu sesungguhnya tidak sedang membicarakan masjid, gereja, tempat ibadat lain, atau peribadatan. Mereka hanya ingin “menembak” Ridwan Kamil dan merendahkan Provinsi Jawa Barat agar tidak menghalangi halusinasi mereka menjadi kenyataan, yaitu hanya jagoan-jagoan mereka yang harus berada di tampuk kursi kepemimpinan nasional Indonesia. Ini tahun politik, mereka melakukan apa saja dan membicarakan apa saja, termasuk hal-hal bodoh yang sesat dan menyesatkan.

            Mereka mencoba menggiring opini bahwa pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Ridwan Kamil tidak adil karena hanya memperhatikan umat Islam dengan bukti membangun Masjid Raya Al Jabbar seharga 1,2 triliun, tetapi tidak membangun gereja, pura, klenteng, vihara, atau tempat ibadat agama lain dengan harga yang sama, 1,2 triliun. Pikiran mereka ini sesat dan menyesatkan.

            Kita lihat sejarah Masjid Raya Al Jabbar Provinsi Jawa Barat. Masjid ini bukanlah keinginan Ridwan Kamil. Masjid ini merupakan keinginan rakyat mayoritas muslim Jawa Barat yang berharap ada masjid setingkat provinsi. Keinginan rakyat ini disuarakan oleh Ormas-Ormas Islam yang kemudian dikuatkan pula oleh partai-partai politik. Setelah itu, ditampung oleh para wakil rakyat di DPRD Jawa Barat dan didiskusikan dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, bukan Ridwan Kamil. Saat itu Ridwan Kamil masih sebagai Walikota Bandung.

            Sampai sini, paham?

            Pemerintah dan DPRD sepakat untuk membangunnya, lalu dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Gubernur Ahmad Heryawan dan Wakil Gubernur Dedi Mizwar. Pembangunan masjid ini tidak selesai pada masa Ahmad Heryawan. Oleh sebab itu, dilanjutkan oleh Ridwan Kamil hingga seperti sekarang ini. Jadi, Masjid Raya Al Jabbar adalah keinginan rakyat muslim Jawa Barat yang disetujui oleh pemerintah dan DPRD Jawa Barat.

            Sekarang, kenapa tidak membangun gereja atau tempat ibadat agama lain seharga 1,2 triliun?

            Kenapa hayoh?

            Jawabannya adalah tidak pernah ada yang usul dari masyarakat nonmuslim untuk membangun tempat ibadat setingkat provinsi. Sebetulnya, sangat mudah dibangun tempat ibadat agama nonmuslim juga asalkan ada yang usul kepada pemerintah Jawa Barat. Uang untuk pembangunan itu kan berasal dari rakyat, semua orang berhak mengusulkan keinginannya. Jadi, tinggal usulkan saja keinginan itu, tidak repot kok.

            Sangat aneh jika menuding Jawa Barat dan Ridwan Kamil tidak adil karena hanya membangun Masjid Raya, tetapi tidak membangun tempat ibadat agama lain.

            Kok menyalahkan, padahal usulan membangun tempat ibadat agama lain juga tidak ada?

            Iya toh?

            Iya toh pisan.

            Usulkan saja dulu, soal disetujui atau tidak, itu urusan belakangan. Hal yang sangat penting adalah bikin dulu usulan yang masuk akal dan sangat logis sehingga Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Barat dapat memahaminya.




            Kalau saya jadi gubernur, lalu mendapatkan usulan untuk membangun tempat ibadat nonmuslim, paling saya cek dulu kelayakan untuk pembangunan tempat tersebut.

            Berapa orang yang akan memanfaatkan bangunan itu di Jawa Barat?

            Di mana tempatnya?

            Berapa luas tanah dan bangunan yang akan dibuat untuk dimanfaatkan ibadat sesuai dengan data-data yang telah dikumpulkan?

Tidak mungkin juga membangun tempat ibadat seharga 1,2 triliun jika hanya akan dimanfaatkan oleh 100 atau 1.000 orang. Pasti harus sesuai dengan peruntukkannya.

            Kalau Masjid Raya Al Jabbar kan bisa dimanfaatkan orang sebanyak satu juta orang per hari. Kalau saya perkirakan dari Shubuh hingga Isya, orang-orang yang datang dan pergi itu setiap harinya bisa mencapai satu juta orang dari berbagai wilayah Indonesia, bahkan dari luar negeri. Wajar kalau membutuhkan dana yang sangat besar, Rp1,2 triliun.

            Itu kalau saya jadi gubernur. Gubernur yang aslinya pasti punya perhitungan yang lebih akurat.

            Jadi, jangan bicara hal sesat dan menyesatkan lagi. Gunakan data dan fakta sebelum berbicara sehingga memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan berbicara berdasarkan lamunan dan rasa iri plus takut kalah dalam pemilihan politik.

            Sampurasun.