Friday 25 December 2015

Makin Mudah Menggebuk Anti-Islam dan Pemfitnah Indonesia

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Ini pengalaman pribadi. Ketika mulai melakukan perdebatan di Youtube serta “mengganggu” situs-situs anti-Islam dan pemfitnah Indonesia, saya memang agak harus ekstra kerja keras menerangkan kebenaran Islam dan kebaikan Indonesia. Ada banyak ayat Al Quran, teori sosial, sejarah, dan logika yang saya gunakan untuk mengalahkan mereka.

Saya memang lumayan senang berdebat dengan mereka karena dunia berpikir mereka adalah “orang-orang hebat dan tinggal di negara-negara well developed”, tetapi ternyata mereka tidak sepintar yang disangka orang dan sama sekali tidak hebat. Saya yakin sekali mereka sama sekali tidak istimewa. Kita saja yang terlalu bodoh mempercayai berbagai propaganda mereka yang menganggap mereka lebih pintar daripada kita. Di samping itu, kita sejak awal sudah terbius dengan anggapan yang dibangun mereka bahwa kita lebih bodoh dibandingkan mereka. Salah sekali Saudara. Sungguh, kita lebih pintar dan lebih bijaksana dibandingkan mereka. Persoalannya adalah kita harus yakin dan memiliki banyak kesempatan serta ruang untuk mengaktualisasikan kecerdasan dan kebijaksanaan kita. Jujur saja, keyakinan kita masih sangat kecil, kesempatan yang ada pun sangat minim, ruang untuk mengaktualisasikan kecerdasan dan kebijaksanaan kita pun sangat terbatas.

Siapa yang salah atas hal itu?

Semua akan menuduh dengan mudah bahwa pemerintahlah yang salah!

Selalu begitu. Pemerintahlah yang pasti disalahkan jika bangsa ini tidak berkembang. Padahal, bukan hanya pemerintah yang salah, rakyatnya juga salah tidak memaksa pemerintah untuk benar-benar serius mengembangkan potensi masyarakat. Hal itu bisa dilihat dari biaya penelitian yang sangat minim. Kalaupun dana penelitian yang ada bisa diserap akademisi, banyak dana yang justru jatuh ke tangan akademisi korup yang tidak menghasilkan penelitian yang signifikan bagi pembangunan bangsa. Akademisi korup itu hanya menikmati dana penelitian sebagai penambah kesenangan diri tanpa hasil yang bisa dibanggakan. Kalaupun ada anak bangsa yang cerdas dan berpotensi, pemerintah tidak segera menyiapkan ruang dan fasilitas untuk mengembangkan potensinya, malah ada kesan “meragukan” yang seterusnya “membiarkan” potensi itu tidak bermanfaat. Bagi orang cerdas yang beruntung, potensi mereka justru dimanfaatkan oleh negara lain, untuk kemudian berkarir dan  berkarya untuk negara lain. Bagi yang tidak beruntung, ya harus cukup puas dengan “ketidakberuntungannya”. Hal itu terjadi bukan hanya pada bidang ilmu pasti, melainkan pula pada bidang-bidang ilmu sosial. Hal itu disebabkan kita masih “tersihir” oleh keharusan menggunakan teori-teori dan pendapat “asing” yang sebetulnya banyak yang tidak terlalu sesuai untuk keadaan Negara Indonesia. Sementara itu, hasil olah pikir berdasarkan sejarah dan budaya bangsa “terpinggirkan”, padahal memiliki kesesuaian yang tinggi terhadap kondisi Negara Indonesia. Masih banyak hal lain yang bisa menunjukkan bahwa kita, Indonesia, belum memiliki kesadaran untuk membuka kesempatan dan ruang agar potensi asli bangsa ini bisa berkembang maksimal. Kita hanya baru bisa bersikap “kampungan” dengan berbangga diri jika telah bisa mengikuti cara hidup dan gaya hidup orang lain.

Oke, kita kembali pada maksud judul tulisan ini. Saat ini saya sama sekali tidak merasa sulit berdebat dengan orang-orang asing itu, baik tentang Islam maupun tentang Indonesia. Hal itu disebabkan di samping banyak sekali yang telah saya sampaikan dan tidak terbantahkan, juga keterbatasan pengetahuan mereka untuk mendebat saya. Artinya, mereka hanya memiliki pengetahuan terbatas dan menganggap keterbatasannya itu sebagai kehebatannya. Akibatnya, mereka selalu berupaya mengalahkan saya dengan masalah yang sudah selesai saya perdebatkan dengan orang lain. Mereka mendesakkan masalah yang sama dan selalu berulang. Saya mudah saja menjawab mereka. Saya suruh mereka membaca perdebatan saya dengan orang lain karena hal yang mereka sampaikan sudah saya jelaskan sedetail-detailnya. Kalau ada yang sangat arogan tidak mau membaca perdebatan saya dengan orang lain dan memaksa saya untuk secara khusus berdebat dengan dirinya, saya mudah saja melakukannya, yaitu copy-paste dari perdebatan yang pernah saya lakukan dengan orang lain.

Sama saja kan?

Lucu jadinya.

Mereka menjadi tambah lucu dan saya sering sekali menertawakannya. Mereka sering protes bahwa saya menghina mereka karena saya banyak tertawa.

Mau tidak tertawa bagaimana, mereka itu lucu karena mencari permasalahan lain yang tidak mereka kuasai dan sebatas dugaan dengan pikiran yang semrawut dan kalimat yang juga semrawut. Contohnya, pada awal-awal berdebat dengan saya, mereka sering sekali menunjukkan situs-situs yang memuat berita tentang “intoleransi” di Indonesia. Mereka tahu bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Di situs-situs yang mereka tunjukkan memang banyak berita yang membuat kesan bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk Islam terbesar yang tidak memiliki rasa toleransi tinggi, bahkan sangat tidak toleran. Mereka menunjukkan berita tentang kisruh di Ambon, Poso. Akan tetapi, setelah saya perhatikan, berita yang ditulis di situs itu banyak bohongnya dan penuh dengan opini. Saya lebih tahu dibandingkan mereka tentang hal itu. Mereka pun menunjukkan berita tentang penggusuran rumah ibadat agama-agama tertentu. Lagi-lagi, saya melihat banyak kebohongan dari berita yang mereka tulis itu. Masa ada candi yang dihancurkan oleh salah satu pemerintah daerah di Indonesia. Lagi pula, mereka hanya melihat penggusuran sebagai tindakan intoleransi, padahal Indonesia itu punya aturan yang harus dipatuhi dalam membangun rumah ibadat. Kalau tidak sesuai aturan, ya harus digusur. Mereka juga menunjukkan berita perilaku pengusiran dan huru-hara yang dilakukan pihak mayoritas terhadap minoritas. Padahal, saya sangat tahu berita tentang itu. Pihak mayoritas memang melakukan kekerasan, tetapi kekerasan itu dipicu oleh arogansi pihak minoritas yang mengganggu kenyamanan mayoritas. Oleh sebab itu, menurut saya, siapa pun yang menebarkan kebencian dan permusuhan atas dasar merasa benar sendiri adalah “Ajaran Sesat Berdasarkan Pancasila”.

Itu adalah agama sesat!

Aliran sesat!

Ajaran sesat!

Kesesatan perilaku mereka telah membuat Indonesia yang kita cintai menjadi bulan-bulanan di media sosial asing dan media massa asing. Indonesia dipandang sebagai negeri yang tidak beradab dan jauh dari rasa kemanusiaan.

Memalukan!

Sesungguhnya, kita, Indonesia adalah lebih beradab dibandingkan orang lain Demi Allah swt kita adalah lebih beradab. Persoalannya, kita terlalu banyak mendengarkan bisikan dan pendapat orang-orang asing serta menganggap benar pendapat mereka. Padahal, menarik kesimpulan dan bergerak atas dasar pendapat orang asing adalah kesalahan sangat besar jika tanpa dianalisis lebih mendalam dengan menggunakan kearifan lokal bangsa Indonesia. Terlalu banyak mendengarkan opini asing hanya akan membuat kita menjadi brutal seperti mereka. Lihat saja saja sejarah mereka yang dipenuhi oleh pembunuhan, perang, penipuan, penindasan, persaingan, penguasaan, dan penjajahan. Sementara itu, Indonesia diajari para leluhurnya untuk selalu hidup harmonis, baik dengan sesama manusia, alam, maupun Sang Maha Pencipta.

Beruntung sekali, Allah swt selalu memberikan jalan keluar kepada Indonesia agar menyelesaikan permasalahan konflik-konflik sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Lihat saja banyak permasalahan yang diselesaikan dengan kembali pada kesadaran diri atas keharusan hidup saling menghargai, memaafkan, berbagi, saling melindungi, dan mau bekerja sama secara positif. Penyelesaian-penyelesaian itu bukan didasarkan teori asing, tetapi berdasarkan local wisdom bangsa Indonesia.

Tidakkah kita mengerti hal itu dan mengambil pelajaran dari hal itu?

Beruntung sekali pula orang-orang luar negeri yang berupaya mendiskreditkan Indonesia sebagai negara tidak beradab hanya berdasarkan berita-berita sepotong-sepotong yang kemudian dilumuri banyak kebohongan, dugaan tak berdasar, serta opini tak berpengetahuan. Oleh sebab itu, saya mudah sekali mengalahkan mereka karena saya berdasarkan kenyataan dan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Mereka tak bisa apa-apa lagi karena memang tidak bisa menunjukkan pendapat mereka sebagai kebenaran.

Akan tetapi, lucunya, mereka tidak berhenti berupaya menyudutkan Indonesia meskipun dengan mempermalukan diri mereka sendiri. Maksudnya, mereka mencari celah-celah untuk mengalahkan saya dengan pikiran mereka yang semrawut dan menggelikan. Saking mereka kehabisan bahan untuk menyudutkan Indonesia, mereka berupaya mendiskreditkan dengan hal yang sangat mustahil diterima akal. Akibatnya, saya mudah sekali menggebuk mereka. Sekali dua kali gebuk mereka terjatuh, tak bangun lagi.

Begini contohnya.

Seseorang yang menggunakan nama New Age mendebat saya dengan aneh. Dia sepertinya orang India, tetapi saya tidak tahu pasti. Saya hanya melihatnya dari nama teman-temannya yang punya nama India. Tentu saja perdebatan itu dalam bahasa Inggris, saya menerjemahkannya di sini


New Age
Dapatkah kamu memberitahukan pemisahan persentase dari populasi nonmuslim di Indonesia? Juga, dapatkah kamu mencoba dan membayangkan Indonesia yang dikatakan 20% Kristen, 20% Budha, 20% Hindu, 60% Muslim? Segalanya akan menjadi jelas dalam topik “intoleransi”.


Tom Finaldin
Pemisahan?

Hmmmm … sesungguhnya, kami tidak mengenal istilah itu.

Kami memang memiliki banyak perbedaan, tetapi kami adalah satu.

Indonesia memiliki sekitar 250 juta penduduk. 90% muslim dan 10% adalah Kristen, Budha, Hindu, dan Konghucu.

Jadi, bagaimana bisa kamu menghubungkan antara komposisi penduduk dengan intoleransi?

Tunjukkan kecerdasanmu padaku!


New Age
Itulah maksudku. Bahwa % dari nonmuslim hanya bisa menurun di Indonesia. Tidak pernah bertambah.


Tom Finaldin
Kamu orang yang lucu.

Apa hubungannya antara nonmuslim yang tidak bertambah banyak dengan intoleransi?


==================================================================
Perdebatan itu pun terhenti karena dia tidak bisa menjawabnya. Pasti dia tidak bisa meneruskannya karena dari awal, kalimat dan pikirannya saja sudah semrawut.

            Akan tetapi, ada seorang muslim lain yang mengomentari Si New Age. Dia menggunakan nama Billing Visamaster. Mungkin nama perusahaannya. Dia orang Indonesia yang pernah tinggal di Jepang.

            Saya tidak akan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Terjemahkan saja sendiri.
==================================================================


Billing Visamaster
New Age, you are very very smart ass hole


==================================================================
Ada lagi yang berupaya mengalahkan saya dengan menggunakan nama Gojo Bojo. Saya tidak tahu apakah dia orang India atau Jepang. Lagi-lagi dia mendebat saya dengan hal yang sudah selesai saya perdebatkan dengan orang lain. Saya copy-paste aja jawaban saya untuk orang lain buat menjawab Si Gojo Bojo. Kali ini saya terjemahkan lagi.
==================================================================


Gojo Bojo
Islam disebarkan dengan perang dan pemberontakan dan pemaksaan sampai saat ini sejarahnya tertulis di dalam buku.


Tom Finaldin
Buku?

Buku di dalam halusinasi kamu?

Beritahu aku tentang buku itu.

Apa judul buku itu? Apa warnanya? Siapa yang menulisnya? Tahun berapa buku itu diterbitkan? Buku itu diterbitkan di kota mana? Apa nama penerbitnya? Berapa edisi? Kamu membacanya dalam edisi yang ke berapa?


==================================================================

            Perdebatan itu pun segera berhenti. Total. Mutlak berhenti. Dia pikir dengan berbohong telah membaca buku bisa mengalahkan saya. Tidak bisa. Karena saya ingin juga baca jika buku itu benar-benar ada dan ingin tahu kredibilitas penulisnya. Di samping itu, saya ingin tahu dari mana Sang Penulis mendapatkan bahan-bahan untuk membuat buku bohong itu.

            Mereka berupaya mendiskreditkan Indonesia melalui media sosial dan media massa internasional karena memang ada peristiwa yang mereka anggap sebagai intoleransi, kemudian membumbuinya dengan ribuan kebohongan. Padahal, yang terjadi bukanlah intoleransi, melainkan kekacauan yang diciptakan oleh para pengacau yang mengakibatkan orang-orang menjadi marah. Kemarahan dan tindakan kasar masyarakat yang merasa terganggu itulah yang mereka sebut sebagai intoleransi. Pendapat yang sangat tidak adil dan tidak berpengetahuan.

            Pemerintah dan tokoh masyarakat Indonesia harus dapat mencegah kelompok-kelompok kecil yang sering sekali memicu huru-hara. Mereka bisa melakukan fitnah, adu domba, dan kebohongan yang membuat marah banyak orang. Ketika orang banyak marah, media massa asing melihatnya dengan “lahap” sebagai makanan lezat untuk dihidangkan setelah dibumbui dengan opini kerdil dan analisis menyesatkan. Dengan demikian, Indonesia tercetak dalam ingatan dunia sebagai bangsa yang tidak beradab.

            Saya menduga memang ada orang-orang yang berkeliaran di dunia nyata dan di dunia maya dengan membuat berbagai kesemrawutan dan memicu berbagi permusuhan serta pertengkaran. Saya melihat modus yang mirip dengan hasil yang juga banyak yang mirip. Salah satu contohnya, ada kenalan saya yang tiba-tiba di akun facebook-nya ada yang menghina Agama Kristen, kemudian ada orang Kristen yang balik menyerang Islam dengan kata-kata kotor dan merendahkan. Teman saya itu tidak tahu siapa mereka sebenarnya dan sama sekali tidak mengenalnya. Beruntung, pancingan-pancingan murahan itu tidak ditanggapi sama yang lainnya sehingga ditinggalkan begitu saja bagai sampah. Akan tetapi, itu merupakan pertanda memang ada orang-orang yang bertujuan untuk membuat pertengkaran. Jika pertengkaran itu memuncak, mereka mundur dengan senang dan memicu pertengkaran lagi di tempat lainnya. Orang-orang seperti inilah yang harus ditangkap dan dibasmi karena memang punya cita-cita membuat orang lain bermusuhan.

            Indonesia, baik pemimpin dan masyarakatnya harus mengenal benar jati dirinya dan mampu tampil sebagai cahaya bagi dunia dengan nilai-nilai luhurnya. Jangan sampai mudah diadu domba sehingga mempermalukan diri dan bangsa sendiri.


            Kalau ada orang yang memfitnah Indonesia, gebuk saja dengan kenyataan dan kebaikan kita. Mudah kok asal kitanya juga baik.

Wednesday 23 December 2015

Membahagiakan Ibu

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Berbakti kepada orangtua, terutama ibu adalah jiwa dan ruh bangsa Indonesia. Alhamdulillaah, kita patut bersyukur bahwa saat ini masih teramat banyak anak yang ingin membahagiakan ibunya. Ada yang ingin membiayai ibunya pergi ke Mekah, ingin membangun rumah untuk orangtuanya, ingin membiayai perawatan kesehatan orangtuanya, ingin membuktikan diri sebagai anak yang shaleh di hadapan orangtuanya, dan lain sebagainya. Tak peduli apakah Sang Anak itu sudah dewasa, remaja, atau anak-anak, mereka selalu terikat dan ingin selalu terhubung dengan keluarga asalnya. Itulah ruh dan spirit anak-anak mulia Indonesia. Apabila ada anak yang tidak terhubung atau terputus koneksi dengan orangtuanya, hidupnya akan tidak seimbang, sedih, atau malahan merasa ada yang tidak beres dalam hidupnya. Berbeda jauh dengan hubungan anak-orangtua di Barat yang memiliki aturan bahwa Sang Anak boleh menentukan nasibnya sendiri setelah usianya mencapai 18 tahun tanpa orangtuanya bisa ikut campur dalam kehidupan pribadi Sang Anak. Akibatnya, hubungan antara anak-orangtua bisa sangat rapuh dan lepas kendali. Kita bukanlah mereka dan mereka sama sekali bukan contoh yang baik bagi kita. Kitalah yang seharusnya memberikan contoh kebaikan bagi mereka dan dunia.

            Apa yang diinginkan ibu kita sebenarnya?

            Ada fakta yang unik di Indonesia ini tentang keinginan orangtuanya terhadap anak.

Hampir setiap keluarga di Indonesia ini selalu mendoakan anaknya dengan kalimat yang memiliki makna yang sama, yaitu, “Semoga menjadi anak yang berguna bagi nusa, bangsa, negara, dan agama.”

Tak peduli suku apa pun dan agama apa pun, kalimat yang semakna itu selalu ada di dalam sebuah keluarga yang memiliki bayi. Coba cek sendiri. Artinya, setiap orangtua selalu menginginkan anaknya menjadi anak yang baik-baik, bukan anak yang menyusahkan orangtuanya dan orang lain.

Di Suku Sunda, suku saya hidup dan berkembang, ada syair yang sangat indah untuk setiap bayi yang masih lucu-lucunya. Syair itu pada masa lalu dinyanyikan hampir oleh setiap orangtua, bahkan kakek dan nenek Sang Bayi. Sekarang lagu itu sudah tak terdengar lagi, padahal punya makna dan harapan yang teramat dalam dan menenangkan. Syair itu pun bisa sangat ampuh jika dinyanyikan untuk menidurkan bayi.

Begini lagunya dalam bahasa Sunda
.
Nelengneng kung nelengneng kung
Geura gede geura jangkung
Geura sakola ka Bandung
Geura makayakeun indung
           
            Dalam bahasa Indonesia.

            Nelengneng kung nelengneng kung
            Cepatlah besar dan tinggi
            Segeralah sekolah ke Bandung
            Cepatlah bahagiakan ibumu

            Di Jawa Barat ini, bahkan di Indonesia memang Bandung terkenal dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi yang berkualitas tinggi serta memiliki kehalusan bahasa dan tingkah laku yang lebih lembut dibandingkan di tempat-tempat lain. Orang Sunda ada di mana-mana, tetapi kelembutan tutur kata dan kehalusan budi pekerti ada di Bandung. Siapa pun yang datang ke Bandung, baik itu orang Sunda yang bukan dari Bandung, maupun suku bukan Sunda akan segera berupaya beradaptasi dengan adat istiadat orang Bandung. Jika mereka mampu beradaptasi dengan perilaku Bandung, hidupnya akan lebih bahagia dan pasti lebih lembut. Kelembutan itu akan dibawa jika mereka pulang ke tempat asalnya. Ini kenyataan. Apabila ada orang bukan Bandung yang berupaya atau tidak berperilaku sebagaimana perilaku ruh Bandung, pada akhirnya mereka akan rugi dan jika terus berperilaku menyimpang dari perilaku Bandung, mereka akan dihancurkan sampai mereka mau menghormati dan berperilaku sebagaimana jiwa Bandung yang penuh sopan santun.

            Bukankah sudah terjadi ada mobil yang dibakar di Bandung karena perilaku komunitas pengendaranya yang arogan dan kurang ajar?

            Bukankah sudah terjadi penghancuran dan pengusiran terhadap komunitas pedagang di tempat tertentu karena mereka melakukan perilaku yang sangat tidak disukai warga Bandung?

            Bukankah dulu sering terjadi ada pelemparan batu terhadap rumah-rumah yang selalu digunakan untuk acara-acara tertentu secara rutin yang dianggap mengganggu ketenangan lingkungan setempat?

            Jadi, jangan kurang ajar dan tidak sopan di Bandung karena bisa dihajar habis-habisan. Memang orang Bandung itu susah marah. Jika perilaku buruk itu hanya sekali atau dua kali terjadi, biasanya tidak apa-apa. Akan tetapi, jika orang non-Bandung terlalu nyaman dengan keburukannya, kemarahan memuncak bisa sangat terjadi dan akibatnya sangat fatal.

            Jika kita hubungkan dengan syair Sunda tadi, kita harus menghormati dan mengacungkan jempol kepada orangtua kita. Mereka tahu bahwa dengan syair itu diharapkan anaknya dapat memiliki ilmu yang sangat tinggi dalam arti cerdas otak, tetapi sekaligus memiliki budi pekerti yang luhur. Hal itu disebabkan di Bandung banyak perguruan tinggi berkualitas tinggi dan suasana hidupnya yang jauh lebih sopan.

            Memang sekarang ada pergeseran yang saya anggap “gangguan” terhadap ruh Bandung yang diakibatkan perilaku dan tingkah laku buruk orang bukan Bandung yang datang ke Bandung, pengaruh negatif dari informasi negatif, pendidikan yang mengarah ke jiwa kapitalis, dan sistem politik yang cenderung mengadu domba masyarakat. Akan tetapi, ruh Bandung tetap ada. Meskipun terancam rusak, sebagian besar masyarakat Bandung tetap ingin berada dalam jiwa-jiwa yang damai. Hal itu memang masih sangat terasa. Kedamaian dan kebahagiaan tetap diinginkan oleh orang Bandung. Bahkan, Walikota Bandung Ridwan Kamil berani mengklaim bahwa indeks kebahagiaan orang Bandung mencapai 73%. Itu artinya, warga Bandung adalah warga yang paling bahagia di seluruh Indonesia. Itu untuk warga Kota Bandung. Untuk warga Kabupaten Bandung dan wilayah Bandung Raya lainnya, saya tidak tahu.

            Syair Sunda Nelengneng Kung tadi mengisyaratkan dengan jelas bahwa setiap ibu menginginkan anaknya pintar, cerdas, dan berbudi pekerti luhur.

            Untuk apa anaknya pintar, cerdas, dan berbudi pekerti luhur?

            Perhatikan baris terakhir dari syair tersebut!

            Geura makayakeun indung yang artinya segeralah bahagiakan ibumu.

            Sungguh syair ini bukan hanya untuk orang Sunda. Kebetulan saja syair ini diciptakan di Tatar Pasundan. Sesungguhnya, syair ini sangat berguna bagi seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia.

            Segeralah bahagiakan ibumu. Itu adalah kalimat perintah agar Sang Anak harus berbakti pada ibunya dan jangan melepaskan hubungan dengan ibunya.

            Membahagiakan ibu tidak boleh tidak harus dengan cara memiliki kecerdasan dan budi pekerti yang luhur.

            Untuk apa cerdas, pintar, terkenal, berkedudukan tinggi, tetapi merugikan orang lain, curang, dan korup?

            Seorang ibu tak akan bahagia jika punya anak hebat dan memberinya banyak uang, tetapi hidup dalam kelicikan dan kejahatan.

            Demikian pula sebaliknya. Jika hanya berbudi pekerti yang luhur tanpa kecerdasan akademik, Sang Anak tidak akan sempurna membahagiakan ibunya. Hal itu disebabkann Sang Anak hanya akan berperilaku baik, tetapi tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi situasi dan zaman yang selalu berubah. Ia hanya akan selalu berada di pinggir-pinggir pentas kehidupan tanpa memberikan manfaat yang signifikan bagi orang lain. Ia hanya bisa baik untuk dirinya sendiri, tetapi tidak mampu memberikan manfaat banyak bagi orang lain. Akibatnya, doa untuknya ketika masih kecil tidak akan terkabul, yaitu berguna bagi nusa, bangsa, negara, dan agama.

            Bagaimana mungkin berguna bagi bangsa, negara, dan agama jika hanya memiliki budi pekerti yang baik?

            Ia memang akan menjadi orang baik dan tidak merugikan siapa pun, tetapi akan mudah ditipu, diperalat, dan dijerumuskan orang-orang jahat ke kehidupan yang menyengsarakan. Ia memang akan tetap baik, tetapi hidupnya akan selalu terpinggirkan.

            Syair tadi menjelaskan bahwa Sang Ibu mengharapkan anaknya cerdas, berpengetahuan tinggi, dan berbudi pekerti luhur. Dengan demikian, doa orang banyak ketika Sang Anak masih kecil, yaitu berguna bagi nusa, bangsa, negara, dan agama akan terkabul.

            Apabila setiap anak berusaha membahagiakan ibunya dengan kecerdasan dan budi pekertinya yang tinggi, insyaallah Negera Indonesia akan benar-benar maju, aman, dan membahagiakan. Hiruk pikuk koruptor dan orang-orang keji serakah akan tertekan seminimal mungkin.

            Jika mampu membahagiakan ibu kandungnya, ibu angkatnya, dan mereka yang telah berperilaku ibu terhadap kita, sangat mungkin kita bisa membahagiakan ibu seluruh bangsa Indonesia, yaitu Ibu Pertiwi.  

            Geura makayakeun indung.


            Segeralah bahagiakan ibumu.

Thursday 17 December 2015

Kalau Berbohong itu Agak Pintaran Dikit, Coy!


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Nato dan Turki adalah yang menikmati minyak Isis dan berbisnis dengan Isis, Grup Nato yang dimotori Amerika Serikat tampaknya kelimpungan dan kaget, lalu mencari-cari alasan lain atau membuat kisah lain untuk menghindarkan tudingan bahwa merekalah sebenarnya yang bekerja sama dengan Isis di belakang layar panggung dunia yang penuh dengan desingan peluru dan penderitaan.

Berita terakhir yang saya ikuti jelas sekali menampakkan kebohongan yang luar biasa. Kebohongan itu mudah sekali dideteksi karena mereka menggunakan kalimat-kalimat yang semrawut dan logika yang bertabrakan. Saya yakin mereka menggunakan media massa dengan mengeluarkan banyak dana untuk menciptakan kebohongan itu. Sayangnya, kebohongan itu teramat telanjang. Mereka mencari kambing hitam untuk dipersalahkan, tetapi kesulitan untuk menentukannya karena percaturan politik internasional membuat posisi mereka semakin terjepit dan tersudut sehingga kehilangan banyak bahan untuk menciptakan kebohongan.

Begitulah Allah swt jika berkehendak membuka aib dan kedustaan manusia. Allah swt berkuasa membuat para pendusta itu kehilangan arah dan kehabisan bahan ceritera. Di samping itu, Allah swt pun berkuasa membuat pintar orang-orang yang memperhatikan berita yang penuh kebohongan itu sehingga kebohongan itu tampak jelas secara nyata.

Berita terakhir yang saya ikuti mengungkapkan bahwa Isis melakukan jual beli minyak dengan pemerintah Suriah. Rezim Bashar al Assad adalah yang menikmati minyak Isis.

Berita itu diperkuat dengan tayangan-tayangan pendapat para ahli dan pengamat dari Amerika Serikat bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan bisnis minyak Isis adalah menghancurkan kilang-kilang minyak Isis dan membombardir tanki-tanki minyak Isis. Berita itu pun dipaksakan untuk diyakini orang banyak dengan adanya tayangan pengeboman truk-truk minyak Isis di wilayah terbuka yang dengan mudah dibom hingga hancur oleh pesawat-pesawat tempur.

Sungguh saya tidak bisa mengerti bagaimana mungkin Isis bisa jual beli minyak dengan Bashar al Assad?

Apa maksud dari Bashar al Assad membeli minyak dari Isis?

Apa pula maksud Isis menjual minyak ke Bashar al Assad yang Presiden Suriah itu?

Untuk apa mereka saling bermusuhan jika masih ingin berbisnis yang saling menguntungkan?

Isis itu kan bercita-cita mendirikan Negara Islam Irak dan Suriah. Jadi, Isis memimpikan terwujudnya Negara Islam versi mereka sendiri di sepanjang Irak dan Suriah. Kalau ingin mendirikan Negara Islam sepanjang Irak dan Suriah, artinya sama dengan ingin menghancurkan rezim-rezim penguasa di Irak dan Suriah. Penguasa Suriah adalah Bashar al Assad. Artinya, Isis berkehendak menghancurkan rezim Bashar al Assad. Mereka memang bermusuhan dan itu terjadi. Isis dan pendukung Bashar al Assad saling bunuh.

Lantas di mana logikanya jika Bashar al Assad membeli minyak Isis, sementara dia tahu bahwa uang yang digunakannya untuk membayar minyak Isis digunakan Isis untuk membeli senjata yang senjata itu pasti digunakan untuk menghancurkan dirinya?

Mungkinkah seorang pembeli dan penjual yang bermusuhan bersedia melakukan bisnis yang saling menguntungkan?

Bagaimana mungkin seorang pembeli yang sadar bahwa Sang Penjual adalah musuh yang akan membunuhnya membeli barang dari musuhnya itu agar musuhnya itu mendapatkan uang membeli senjata untuk membunuhnya?

Mungkinkah Bashar al Assad yang sadar akan dibunuh Isis membeli minyak dari Isis agar Isis bisa membeli banyak senjata untuk membunuhnya?

Bagaimana akal sehat bisa menerima hal itu sebagai sebuah kenyataan?

Oleh sebab itu, saya mengatakannya sebagai berita bohong yang sangat telanjang bohongnya. Saya sarankan kalau mau berbohong itu yang canggih sedikit agar tidak mudah dideteksi sebagai kebohongan. Kalau mau berbohong, pikir yang matang agar tidak ketahuan.

Dasar Pembohong Murahan!

Kalau berbohong itu, agak pintaran dikit, Coy!

Saya benar-benar tersinggung dengan berita bohong yang remeh itu. Yang susah ditebak dong bikin kebohongan itu, jangan ecek-ecek kayak begitu.

Lagian, itu bagaimana mudahnya pesawat-pesawat pembom membombardir truk-truk minyak Isis yang lagi parkir berjejer di lapang terbuka. Isis kan pasti tahu bahwa dari atas mereka dikepung sejumlah pesawat tempur yang bersiap menghabisi mereka. Akan tetapi, mereka kok membiarkan asetnya yang berupa truk-truk penuh minyak itu mudah dijangkau oleh pesawat musuh mereka. Sepertinya truk-truk itu dihadiahkan untuk dibom sampai hancur. Mestinya kan disembunyikan di tempat yang tidak mudah diketahui musuh. Aneh.

Kalau berbohong lebih pintar dan lebih canggih kan, saya mikirnya juga jadi agak rumit, jadi tantangan tersendiri, dan saya pasti menikmati tantangan itu untuk dipecahkan.

Kalau bikin kebohongan murahan kayak gitu, ya nggak ada tantangan buat mikir. Malahan saya sedikit tersinggung karena dianggap orang yang mudah dibohongi.


Ayo Coy! Bikin kebohongan yang agak rumit!

Wednesday 16 December 2015

Penjilat Pasti Kalah Memalukan

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya


Para penjilat itu selalu kalah dan tersingkir secara memalukan. Itu pasti. Akan tetapi, orang-orang jenis ini selalu ada dari zaman ke zaman. Para penjilat itu selalu hadir dan bersembunyi meliuk-liuk di antara orang-orang dalam lingkungan sebuah kelompok kecil, menengah, besar, bahkan dalam lingkungan negara dan dunia. Orang-orang ini memang selalu menjengkelkan, tetapi selalu berakhir memilukan dan memalukan. Tidak pernah ada penjilat yang hidup bahagia, tenang, berakhir secara terhormat, dan namanya tercatat dalam ingatan sejarah manusia sebagai orang yang berbudi luhur. Orang-orang hanya mengingatnya sebagai perusak suasana, pembuat kegaduhan, dan pencipta kedengkian. Mereka membuat suasana rusak, gaduh, dan dengki dengan memiliki harapan dirinya dan kelompoknya mendapatkan keuntungan besar dari kelicikan yang diperbuatnya, sementara orang-orang yang difitnahnya dan disingkirkannya diharapkan menderita berkepanjangan. Begitulah cara penjilat itu hidup.

            Saya mengingatkan siapa saja yang membaca blog ini tentang kisah hidup para penjilat di negeri ini dan yang telah berakhir secara memalukan serta hanya menjadi bahan ejekan banyak orang. Bahkan, diabadikan dalam sebuah syair Sunda yang sangat terkenal, yaitu Ayang Ayang Gung.

            Perhatikan lagu ini. Orang Sunda pasti ingat meskipun tidak tahu artinya karena lagu ini menggunakan bahasa Sunda Lama yang tidak mudah dimengerti sekalipun oleh orang Sunda. Saya pun meskipun sering menyanyikannya semasa kecil, tidak tahu arti dan maknanya. Saya baru paham ketika guru ngaji saya menerangkannya.

            Begini lagunya dalam bahasa Sunda. Nanti saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan saya mengartikannya.


            Ayang ayang gung
            Gung goongna rame
            Menak Ki Mastanu
            Nu jadi wadana
            Naha maneh kitu?
            Tukang olo-olo
            Loba anu giru
            Ruket jeung Kumpeni
            Niat jadi pangkat
            Katon kagorengan
            Ngantep Kangjeng Dalem
            Lempa lempi lempong
            Ngadu pipi jeung nu ompong



            Dalam bahasa Indonesia:


            Ayang ayang gung
            Gung goongnya rame
            Menak Ki Mastanu
            Yang menjadi wedana
            Kenapa kamu begitu?
            Hidup menjadi penjilat
            Banyak yang berusaha keras
            Hidup erat dengan Kompeni
            Niatnya sih ingin pangkat tinggi
            Akan tetapi, ternyata 
            hanya mendapatkan keburukan
            Membiarkan Kangjeng Dalem
            Lempa lempi lempong
            Adu pipi sama yang ompong


            Memang tidak mudah memahaminya, harus diterangkan maksud yang tersembunyi dari setiap kalimat yang ada dalam syair tersebut. Saya coba jelaskan maknanya sebagaimana yang saya pahami.

            Ayang ayang gung
            Gung goongnya rame

            Syair itu memiliki makna mengisahkan suatu keadaan masyarakat yang sedang dihebohkan oleh isu atau kasus tertentu. Saking hebohnya berita tersebut, lagu itu menggambarkannya seperti bunyi gong yang dipukul berulang-ulang ramai sekali sehinggga membuat bising suasana yang biasanya tenang. Orang-orang membicarakan isu tersebut dari orang kecil, pengusaha, petani sampai ke pejabat.

            Menak Ki Mastanu
            Yang menjadi wedana

            Isu yang menggegerkan masyarakat itu adalah kasus yang menimpa seorang pejabat turunan bangsawan. Namanya Ki Mastanu. Dia adalah pejabat yang menduduki posisi sebagai wedana.

            Kenapa kamu begitu?
            Hidup menjadi penjilat

            Dia sangat terkenal serta menjadi sumber kehebohan dan kegaduhan masyarakat karena perilakunya yang menjijikan, yaitu hidup sebagai penjilat.

            Banyak yang berusaha keras
            Hidup erat dengan Kompeni

            Sebenarnya, bukan hanya Ki Mastanu yang hidup mati-matian menjadi penjilat. Sangat banyak sesungguhnya para pejabat yang hidup sebagai penjilat. Ki Mastanu hanya kebetulan saja perilakunya itu ketahuan orang lain. Sementara itu, pejabat yang berperilaku sebagai penjilat sangat banyak, tetapi belum atau tidak ketahuan seperti Ki Mastanu.

            Ki Mastanu dan pejabat korup lainnya hidup sebagai penjilat adalah dengan menjilati pantat penjajah Belanda. Mereka banyak mengemis dan minta-minta komisi pada Kompeni. Mereka merayu-rayu Belanda agar memberikan persentase dari keuntungan yang didapat Belanda sebagai hasil dari memeras keringat dan darah rakyat Indonesia serta menyedot kekayaan alam Indonesia. Pejabat-pejabat yang bermental seperti Ki Mastanu tidak peduli dengan penderitaan rakyat dan kerusakan alam Indonesia. Bagi mereka, yang penting hasil jilatannya ke dubur Belanda mendapatkan untung besar dan uang banyak.

            Niatnya sih ingin pangkat tinggi
            Akan tetapi, ternyata 
            hanya mendapatkan keburukan

            Di samping menginginkan materi yang banyak, pejabat-pejabat bermental Ki Mastanu mengharapkan pula pangkat dan jabatan yang tinggi dari kolonial Belanda. Mereka menduga bahwa pangkat tinggi sebagai hadiah dari Belanda akan lebih mengukuhkan kedudukan mereka dan memudahkan mereka untuk mendapatkan materi dan kesenangan lebih banyak sebagai hasil dari menguasai rakyat dan wilayahnya.

            Akan tetapi, sayang sejuta sayang, ternyata uang yang mereka harapkan, harta yang mereka cita-citakan, dan kedudukan yang kuat yang mereka impi-impikan tidak menjadi kenyataan. Mereka hanya mendapatkan keburukan dan berakhir terhina memalukan.

            Apa keburukan yang mereka dapatkan?

            Keburukan itu ada dalam syair berikutnya, yaitu:

            Membiarkan Kangjeng Dalem
            Lempa lempi lempong
            Adu pipi sama yang ompong

            Ternyata, Belanda yang mereka harapkan belas kasihannya dan keberkahannya itu meninggalkan para pejabat korup itu. Belanda terpaksa pergi meninggalkan Indonesia karena para pejuang dan rakyat Indonesia telah mengalahkannya. Belanda harus angkat kaki dari Bumi Pertiwi. Mereka sudah tak memiliki lagi kekuasaan untuk mengatur Indonesia. Para revolusioner mengambil alih pemerintahan Belanda di Indonesia.

            Rakyat pun mengejek Ki Mastanu dan para pejabat korup itu dengan syair:

            Lempa lempi lempong
            Adu pipi sama yang ompong

            Artinya, Ki  Mastanu dan para pejabat korup itu hanya cipika cipiki sama orang yang ompong. Maksudnya, mereka hanya bermesra-mesraan dengan pemerintah Belanda yang sudah tidak punya gigi, euweuh huntuan, tidak bisa unjuk gigi lagi untuk menguasai Indonesia. Geus teu boga huntu Walandana oge.

            Ki Mastanu dan pejabat sejenisnya hanya punya harapan kosong untuk kemudian berakhir terhina memalukan dan tersingkir. Hal itu disebabkan rakyat sudah tidak mempercayai mereka lagi dan meminggirkan mereka benar-benar ke pinggir percaturan politik bangsa. Memalukan sekali.

            Nah, dalam kasus perpanjangan kontrak atau izin PT Freeport Indonesia, insting saya mengatakan bahwa di sana kemungkinan besar bertebaran para penjilat semodel Ki Mastanu yang mati-matian menjilati Freeport untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan menipu rakyat Indonesia sambil melecehkan bangsa sendiri. Berbagai cara mereka lakukan untuk mengelabui rakyat Indonesia. Mereka tak peduli dengan rakyat. Mereka tak peduli dengan kerusakan lingkungan. Bagi mereka yang penting uang dan uang itu bisa digunakan untuk memperkaya diri, memperkaya kroninya, dan menguatkan kedudukan mereka.

            Akan tetapi, sayang sejuta sayang, mereka hanya akan berakhir terhina, memalukan, dan tersingkir. Tunggu saja.

Allah swt akan menjatuhkan mereka dengan cara-Nya sendiri. Allah swt akan menghukum mereka dengan hukuman yang bisa langsung dari diri-Nya sendiri atau Allah swt menggunakan manusia untuk menghukum mereka.

Lihat saja saat ini. Tingkah polah mereka dan para pendukungnya telah berhasil membuat rakyat, terutama saya tertawa terpingkal-pingkal. Mereka hanya mendulang kelucuan demi kelucuan.


Memalukan.