oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Para penjilat itu selalu
kalah dan tersingkir secara memalukan. Itu pasti. Akan tetapi, orang-orang
jenis ini selalu ada dari zaman ke zaman. Para penjilat itu selalu hadir dan
bersembunyi meliuk-liuk di antara orang-orang dalam lingkungan sebuah kelompok
kecil, menengah, besar, bahkan dalam lingkungan negara dan dunia. Orang-orang
ini memang selalu menjengkelkan, tetapi selalu berakhir memilukan dan
memalukan. Tidak pernah ada penjilat yang hidup bahagia, tenang, berakhir secara
terhormat, dan namanya tercatat dalam ingatan sejarah manusia sebagai orang
yang berbudi luhur. Orang-orang hanya mengingatnya sebagai perusak suasana,
pembuat kegaduhan, dan pencipta kedengkian. Mereka membuat suasana rusak,
gaduh, dan dengki dengan memiliki harapan dirinya dan kelompoknya mendapatkan
keuntungan besar dari kelicikan yang diperbuatnya, sementara orang-orang yang
difitnahnya dan disingkirkannya diharapkan menderita berkepanjangan. Begitulah
cara penjilat itu hidup.
Saya mengingatkan siapa saja yang membaca blog ini
tentang kisah hidup para penjilat di negeri ini dan yang telah berakhir secara
memalukan serta hanya menjadi bahan ejekan banyak orang. Bahkan, diabadikan
dalam sebuah syair Sunda yang sangat terkenal, yaitu Ayang Ayang Gung.
Perhatikan lagu ini. Orang Sunda pasti ingat meskipun
tidak tahu artinya karena lagu ini menggunakan bahasa Sunda Lama yang tidak
mudah dimengerti sekalipun oleh orang Sunda. Saya pun meskipun sering
menyanyikannya semasa kecil, tidak tahu arti dan maknanya. Saya baru paham
ketika guru ngaji saya menerangkannya.
Begini lagunya dalam bahasa Sunda. Nanti saya terjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan saya mengartikannya.
Ayang ayang gung
Gung goongna rame
Menak Ki Mastanu
Nu jadi wadana
Naha maneh kitu?
Tukang olo-olo
Loba anu giru
Ruket jeung Kumpeni
Niat jadi pangkat
Katon kagorengan
Ngantep Kangjeng Dalem
Lempa lempi lempong
Ngadu pipi jeung nu ompong
Dalam bahasa Indonesia:
Ayang ayang gung
Gung goongnya rame
Menak Ki Mastanu
Yang menjadi wedana
Kenapa kamu begitu?
Hidup menjadi penjilat
Banyak yang berusaha keras
Hidup erat dengan Kompeni
Niatnya sih ingin pangkat tinggi
Akan tetapi, ternyata
hanya mendapatkan keburukan
hanya mendapatkan keburukan
Membiarkan Kangjeng Dalem
Lempa lempi lempong
Adu pipi sama yang ompong
Memang tidak mudah memahaminya, harus diterangkan maksud
yang tersembunyi dari setiap kalimat yang ada dalam syair tersebut. Saya coba
jelaskan maknanya sebagaimana yang saya pahami.
Ayang ayang gung
Gung goongnya rame
Syair itu memiliki makna mengisahkan suatu keadaan
masyarakat yang sedang dihebohkan oleh isu atau kasus tertentu. Saking hebohnya
berita tersebut, lagu itu menggambarkannya seperti bunyi gong yang dipukul
berulang-ulang ramai sekali sehinggga membuat bising suasana yang biasanya
tenang. Orang-orang membicarakan isu tersebut dari orang kecil, pengusaha,
petani sampai ke pejabat.
Menak Ki Mastanu
Yang menjadi wedana
Isu yang menggegerkan masyarakat itu adalah kasus yang
menimpa seorang pejabat turunan bangsawan. Namanya Ki Mastanu. Dia adalah
pejabat yang menduduki posisi sebagai wedana.
Kenapa kamu begitu?
Hidup menjadi penjilat
Dia sangat terkenal serta
menjadi sumber kehebohan dan kegaduhan masyarakat karena perilakunya yang
menjijikan, yaitu hidup sebagai penjilat.
Banyak yang berusaha
keras
Hidup erat dengan Kompeni
Sebenarnya, bukan hanya Ki Mastanu yang hidup mati-matian
menjadi penjilat. Sangat banyak sesungguhnya para pejabat yang hidup sebagai
penjilat. Ki Mastanu hanya kebetulan saja perilakunya itu ketahuan orang lain.
Sementara itu, pejabat yang berperilaku sebagai penjilat sangat banyak, tetapi
belum atau tidak ketahuan seperti Ki Mastanu.
Ki Mastanu dan pejabat korup lainnya hidup sebagai
penjilat adalah dengan menjilati pantat penjajah Belanda. Mereka banyak
mengemis dan minta-minta komisi pada Kompeni. Mereka merayu-rayu Belanda agar
memberikan persentase dari keuntungan yang didapat Belanda sebagai hasil dari memeras
keringat dan darah rakyat Indonesia serta menyedot kekayaan alam Indonesia.
Pejabat-pejabat yang bermental seperti Ki Mastanu tidak peduli dengan
penderitaan rakyat dan kerusakan alam Indonesia. Bagi mereka, yang penting hasil
jilatannya ke dubur Belanda mendapatkan untung besar dan uang banyak.
Niatnya sih ingin
pangkat tinggi
Akan tetapi, ternyata
hanya mendapatkan keburukan
hanya mendapatkan keburukan
Di samping menginginkan materi yang banyak, pejabat-pejabat
bermental Ki Mastanu mengharapkan pula pangkat dan jabatan yang tinggi dari kolonial
Belanda. Mereka menduga bahwa pangkat tinggi sebagai hadiah dari Belanda akan
lebih mengukuhkan kedudukan mereka dan memudahkan mereka untuk mendapatkan
materi dan kesenangan lebih banyak sebagai hasil dari menguasai rakyat dan
wilayahnya.
Akan tetapi, sayang sejuta sayang, ternyata uang yang
mereka harapkan, harta yang mereka cita-citakan, dan kedudukan yang kuat yang
mereka impi-impikan tidak menjadi kenyataan. Mereka hanya mendapatkan keburukan
dan berakhir terhina memalukan.
Apa keburukan yang mereka dapatkan?
Keburukan itu ada dalam syair berikutnya, yaitu:
Membiarkan Kangjeng
Dalem
Lempa lempi lempong
Adu pipi sama yang ompong
Ternyata, Belanda yang mereka harapkan belas kasihannya
dan keberkahannya itu meninggalkan para pejabat korup itu. Belanda terpaksa
pergi meninggalkan Indonesia karena para pejuang dan rakyat Indonesia telah
mengalahkannya. Belanda harus angkat kaki dari Bumi Pertiwi. Mereka sudah tak
memiliki lagi kekuasaan untuk mengatur Indonesia. Para revolusioner mengambil
alih pemerintahan Belanda di Indonesia.
Rakyat pun mengejek Ki Mastanu dan para pejabat korup itu
dengan syair:
Lempa lempi lempong
Adu pipi sama yang ompong
Artinya, Ki Mastanu dan para pejabat korup itu hanya cipika cipiki sama orang yang ompong.
Maksudnya, mereka hanya bermesra-mesraan dengan pemerintah Belanda yang sudah
tidak punya gigi, euweuh huntuan,
tidak bisa unjuk gigi lagi untuk menguasai Indonesia. Geus teu boga huntu Walandana oge.
Ki Mastanu dan
pejabat sejenisnya hanya punya harapan kosong untuk kemudian berakhir terhina
memalukan dan tersingkir. Hal itu disebabkan rakyat sudah tidak mempercayai
mereka lagi dan meminggirkan mereka benar-benar ke pinggir percaturan politik
bangsa. Memalukan sekali.
Nah, dalam kasus perpanjangan kontrak atau izin PT Freeport
Indonesia, insting saya mengatakan bahwa di sana kemungkinan besar bertebaran
para penjilat semodel Ki Mastanu yang mati-matian menjilati Freeport untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dengan menipu rakyat Indonesia sambil melecehkan
bangsa sendiri. Berbagai cara mereka lakukan untuk mengelabui rakyat Indonesia.
Mereka tak peduli dengan rakyat. Mereka tak peduli dengan kerusakan lingkungan.
Bagi mereka yang penting uang dan uang itu bisa digunakan untuk memperkaya
diri, memperkaya kroninya, dan menguatkan kedudukan mereka.
Akan tetapi, sayang sejuta sayang, mereka hanya akan
berakhir terhina, memalukan, dan tersingkir. Tunggu saja.
Allah
swt akan menjatuhkan mereka dengan cara-Nya sendiri. Allah swt akan menghukum
mereka dengan hukuman yang bisa langsung dari diri-Nya sendiri atau Allah swt
menggunakan manusia untuk menghukum mereka.
Lihat
saja saat ini. Tingkah polah mereka dan para pendukungnya telah berhasil
membuat rakyat, terutama saya tertawa terpingkal-pingkal. Mereka hanya
mendulang kelucuan demi kelucuan.
Memalukan.
No comments:
Post a Comment