oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Laporan Majelis Dakwah
Manhajus Solihin Purwakarta yang didampingi Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela
Islam Jawa Barat atas tuduhan dugaan penghinaan atau penistaan terhadap Islam
yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, bagi saya, tampak sebagai upaya
mempermalukan diri sendiri. Saya melihat mereka seperti perilaku orang-orang
kocak. Lucu.
Mereka melaporkan itu kan setelah
Habieb Rizieq yang Ketua Umum FPI itu dilaporkan masyarakat Sunda karena telah
melakukan perilaku penghinaan dengan mengganti ucapan sampurasun dengan ucapan “campur racun”. Upaya melaporkan Bupati
Purwakarta itu tampak seperti ingin mengalihkan isu yang sebenarnya, yaitu
campur racun sekaligus merupakan perlawanan FPI terhadap laporan yang diderita
oleh ketuanya sendiri.
Saya ingatkan kepada siapa
saja yang membaca blog ini. Itu adalah persoalan yang berbeda jauh. Kasus
campur racun Rizieq tidak menjadi batal karena tuduhan yang dialamatkan pada
Dedi. Campur racun tetap harus diselesaikan oleh kepolisian. Pendalaman terhadap
tuduhan penistaan Islam yang dilakukan Dedi pun tetap harus didalami. Jadi,
sangat menggelikan jika menganggap bahwa kasus campur racun akan selesai karena
adanya tuduhan penghinaan Islam. Yang melaporkan Rizieq kan masyarakat adat
Sunda, bukan Dedi. Adapun FPI mempermasalahkan Dedi. Itu sangat jauh berbeda.
Kalaupun Dedi ternyata
dinyatakan bersalah, tidak ada urusan dengan masyarakat Sunda. Dedi hanyalah
satu manusia Sunda, nggak ada hubungannya dengan kekesalan masyarakat Sunda
yang mencintai Sunda terhadap Rizieq yang angkuh itu. Saya juga menulis artikel
ini bukan karena Dedi. Bagi saya Dedi bukanlah siapa-siapa. Dia Bupati
Purwakarta. Saya orang Bandung, nggak akan milih Dedi. Kalaupun Dedi orang
Bandung atau saya orang Purwakarta, saya tetap nggak akan milih Dedi karena
saya adalah manusia “Penghina, Pengecam, dan Penista Berat Demokrasi”. Saya
nggak akan pernah lagi milih siapa-siapa karena saya mengharamkan diri saya
sendiri untuk mengikuti proses Pemilu, Pemilihan Kadal, atau
pemilihan-pemilihan lainnya.
Nah, kalau yang ini jelas
penghinaan dan penistaan terhadap demokrasi. Saya orangnya. 100% saya.
Ada beberapa hal yang saya
anggap lucu hingga pengen ketawa mengikuti perkembangan campur racun Rizieq.
FPI dan teman-temannya melaporkan buku yang disusun Dedi, spirit budaya dan Kang Dedi
Menyapa. Padahal, buku itu telah dicetak bertahun-tahun lalu.
Kenapa tidak sejak awal
terbit dilaporkan kalau memang benar ada penghinaan?
Kenapa baru dilaporkan
setelah Rizieq yang sombong itu dilaporkan pada Polisi?
Ini terkesan FPI memaksakan
diri dengan melaporkan Dedi untuk menutupi kesalahan yang telah dibuat Rizieq
yang pengetahuannya terbatas itu. Sejak awal dong laporkan kalau memang benar.
Kalau baru sekarang, Rizieq dan FPI-nya terkesan arrogant dan mengesalkan banyak orang Sunda. Perilaku FPI yang
seperti ini mirip-mirip dengan para politikus goblok yang bikin black campaign dengan mengungkapkan
keburukan lawan politiknya yang entah benar, entah tidak.
Memang untuk memastikan ada
dan tidaknya penghinaan atau penistaan yang dilakukan Dedi, harus dipelajari
dulu buku yang dibuatnya itu. Saya juga jadi pengen punya bukunya. Saya memang
gemar membaca dan menulis. Saya punya sekitar 7.000 buku yang tersimpan di
rumah orangtua saya dan di rumah saya sendiri yang kadang-kadang jadi kerjaan
tambahan karena memang harus tetap dipelihara. Polda Jabar sudah sangat tepat
untuk mempelajari dulu buku tersebut dan mengundang para ahli yang dapat
memberikan penjelasan terhadap buku tersebut.
Saya hanya membaca sedikit
dari internet tentang kalimat-kalimat yang dipermasalahkan FPI dalam buku
bikinan Dedi tersebut. Bagi saya, nggak ada masalah yang berarti dalam
kalimat-kalimat yang dianggap penghinaan terhadap Islam tersebut. Kalau ada
yang mempermasalahkan kalimat-kalimat itu, saya menduga dengan keras bahwa
mereka itu kurang pengetahuan, jarang berdzikir, jarang tafakur, jarang
berkontemplasi, masih gemar terlalu mencintai dunia, dan terlalu mengandalkan diri
pada teks-teks hafalan semacam Al Quran dan Hadits.
Melihat kualitas orang-orang
yang disebut ahli agama itu seperti itu, saya jadi lebih bersemangat mendorong
istri saya untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul Efektivitas Pendidikan Akhlak dalam Peningkatan Akhlak di Lingkungan
Generasi Muda: Studi Kasus di …. (nggak akan dibilangin lokasinya) …. Jujur
saja, judul ini banyak ditentang karena banyak orang termasuk dosen-dosennya
seperti merasa terserang.
Istri saya bilang banyak
dosen yang kurang setuju, alasannya adalah seperti yang dikatakan salah satu
dosennya, “Ya, akhlak itu kan bertahap. Saya juga masih belum sempurna dan
masih harus belajar.”
Lho, apa masalahnya?
Seolah-olah mereka berupaya
menghalangi penelitian karena mereka masih gemar melakukan keburukan, baik
sadar atau tidak. Mereka seperti sudah merasa tersindir duluan. Mereka takut
malu karena dianggap orang-orang yang ahli dalam agama, tetapi belum mampu
melaksanakan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian istri
saya itu dikhawatirkan akan menyindir mereka yang dosen dan ahli agama itu.
Penelitian itu kan untuk
mendapatkan banyak informasi yang berujung pada sebuah kesimpulan, kemudian
peneliti memberikan saran. Dengan demikian, akan didapat masalah-masalah yang
harus diperbaiki agar pendidikan akhlak tersebut benar-benar terimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Apa masalahnya?
Kalau memang Dedi mulai
meninggalkan asalamualaikum wr. wb. dan lebih sering mengucapkan sampurasun, jangan dimaki atau
dilaporkan ke polisi. Kalau merasa diri ulama atau tokoh agama, seharusnya
memandang Dedi itu adalah seorang umat yang masih harus dibimbing, bukan
dimusuhin. Kan tugas ulama itu untuk membimbing masyarakat ke dalam jalan yang
lebih benar dan lebih baik, bukan mencela dan memarahi umat. Anggap saja Dedi
itu anak-anak yang masih harus dituntun, jangan tiba-tiba digampar. Oleh sebab
itu, saya menganggap bahwa laporan FPI itu tidak tampak sebagai amar maruf nahyi munkar, tetapi lebih sebagai
tindakan balasan atas dilaporkannya Rizieq oleh masyarakat Sunda.
Kalau memang Dedi mengatakan
bahwa agama itu adalah budaya, apanya yang salah?
Agama itu kan bukan hanya
Islam. Ada banyak agama di dunia ini yang memang hasil olah pikir dan olah rasa
manusia.
Islam hadir untuk memberikan
koridor bagi budaya agar budaya itu tetap pada jalur Allah swt. Budaya itu kan
berasal dari kata budi dan daya. Budaya itu adalah akal pikiran dan daya
manusia dalam beradaptasi dengan alam di sekitarnya. Nah, Islam itu mengarahkan
agar penggunaan akal pikiran dan daya manusia itu berada dalam jalur Allah swt.
Jadilah budaya Islam atau Islam yang berbudaya. Kebudayaan Islam itu mencapai
kegemilangannya pada masa lalu ketika kaum muslim yang berbudaya menggunakan
akal pikiran dan dayanya untuk menemukan berbagai terobosan baru dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan, seperti, kedokteran, matematika, fisika, astronomi, arsitektur,
dan lain sebagainya.
Apanya yang salah?
Kalau Dedi mengatakan bahwa
Islam berasal dari akal pikiran manusia, itu jelas salah. Akan tetapi, kalaupun
salah, jangan lantas dilaporkan ke polisi. Dia muslim. Bimbing dia. Beri dia
pengetahuan dengan dalil-dalil yang jelas dan logis. Begitu caranya.
Soal patung.
Apa bedanya dengan patung
Mohammad Toha, Jenderal Sudirman, Ahmad Yani, dan puluhan patung pahlawan
lainnya?
Patung itu dibuat agar orang-orang
dapat mengingat dan mencontoh kebaikan-kebaikan yang diperbuat oleh tokoh yang
dibuat patung itu. Di Eropa sana masih banyak patung atau relief yang
menggambarkan sosok kaum muslim intelek yang telah berjasa dalam bidang ilmu
pengetahuan.
Apa bedanya?
Kalau patung itu dijadikan
sesembahan, dipuja, dianggap memiliki kekuatan untuk menentukan takdir dan
nasib manusia, itu jelas haram karena termasuk dalam perilaku penyembahan
berhala.
Soal kain poleng, saya sudah
bahas pada tulisan sebelumnya. Baca aja sendiri.
Soal orang Sunda tidak
mengenal simbolisasi penyembahan, apa maksudnya?
Simbol yang jadi sesembahan?
Memang tidak ada.
Bukankah Islam juga melarang
membuat simbol Allah swt yang menjadi zat yang harus disembah?
Zakat memang tidak wajib
bagi masyarakat karena memang tidak ada undang-undang yang memaksa masyarakat
untuk membayar zakat. Itu diwajibkan oleh Al Quran, bukan oleh undang-undang.
Jadi, negara tidak bisa menghukum orang-orang yang tidak bayar zakat, tetapi
Allah swt pasti menghukum mereka. Adapun APBD memang wajib karena ada aturan
yang mengharuskan bahwa APBD harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Di
samping itu, pemimpin muslim yang mampu menyalurkan APBD dengan baik, bersih,
dan lancar kepada masyarakat, pasti akan mendapatkan pahala yang besar dari
Allah swt.
Apa masalahnya?
Allah swt mendidik dan
membiarkan Rasulullah sengsara?
Memang iya kan?
Apa masalahnya?
Rasulullah sendiri sering
mengisyaratkan hal itu pada umatnya, seperti, kalau kamu ingin merasakan nikmatnya Islam, jadikan zuhud sebagai
pakaianmu. Pernah pula berbicara seperti ini, kalau Allah swt menginginkan kebaikan pada diri seseorang, Allah swt
akan mencabut dunia dari dirinya. Banyak hal seperti itu yang diajarkan
beliau yang intinya menghentikan kecintaan pada dunia secara berlebihan dan
hidup dalam kekayaan rohani.
Syekh Abdul Qadir Jaelani
mengajarkan bahwa Allah swt Maha Pencemburu. Jika hati hambanya mulai tertambat
pada dunia, Allah swt akan menjauhkan dunia dari dirinya sehingga hanya ada
Allah swt di dalam hatinya. Allah swt cemburu jika ada hamba yang disayangi-Nya
mulai melupakan diri-Nya. Sering pula Allah swt menjerumuskan hamba yang
dikasihi-Nya dalam berbagai kesulitan dan penderitaan sehingga lidah hambanya
lirih memohon ampun dan meminta kepada-Nya dan Allah swt sangat senang dengan
hal itu.
Apa artinya semua itu?
Allah swt tidak menginginkan
hati kekasih-Nya, Muhammad saw, jatuh cinta pada dunia. Allah swt membiarkan
dunia berada jauh dari Muhammad saw agar Muhammad saw selalu bersama-Nya.
Balasan dari semua itu adalah Allah swt mendekatkan Muhammad saw di sisi-Nya
dengan penuh kenikmatan di akhirat, surga yang penuh berkah.
Kalau mengatakan Allah swt adalah sampah, itu jelas
salah. Akan tetapi, Dedi menggunakan bahasa yang tinggi dan penuh dengan
konotasi yang bisa berarti bahwa Allah swt memberikan banyak gagasan dan
pengetahuan mengenai sampah sehingga sampah itu menjadi sesuatu yang berguna
dan bermanfaat bagi masyarakat, bukan lagi sesuatu yang menjijikan dan harus
dibuang sia-sia.
Di samping itu, saya pernah membaca sebuah hadits seperti
ini, carilah Aku di antara orang-orang
yang patah hati. Hal itu berarti Allah swt bersama orang-orang yang
dikecewakan hidupnya dan terbuang di dunia ini yang kemudian menyibukkan
dirinya dengan menyucikan hati dan dirinya dengan kalimat-kalimat Allah swt.
Al Quran sama dengan alat musik suling ya bisa-bisa aja
jika dilihat dari fungsinya, yaitu untuk melembutkan hati, menyenangkan hati
yang mendengarnya, dan menyentuh perasaan. Meskipun demikian, pasti beda
hasilnya antara hati yang dilembutkan dan disenangkan oleh suling dengan oleh
bacaan Al Quran yang penuh hikmah dan energi positif itu. Pasti jauh berbeda
hasilnya, lebih tinggi Al Quran. Bahasa Dedi itu kan bahasa pengandaian, bukan
bahasa denotatif yang memiliki arti sebenarnya.
Sudah ya, saya mulai bosen menulisnya.
Sori kalau saya sok tahu. Saya cuma kesel lihat
orang-orang keras kepala yang mesti dilembutkan hatinya.
No comments:
Post a Comment