Tuesday 1 December 2015

FPI Mempermalukan Diri Sendiri

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Laporan Majelis Dakwah Manhajus Solihin Purwakarta yang didampingi Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam Jawa Barat atas tuduhan dugaan penghinaan atau penistaan terhadap Islam yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, bagi saya, tampak sebagai upaya mempermalukan diri sendiri. Saya melihat mereka seperti perilaku orang-orang kocak. Lucu.

Mereka melaporkan itu kan setelah Habieb Rizieq yang Ketua Umum FPI itu dilaporkan masyarakat Sunda karena telah melakukan perilaku penghinaan dengan mengganti ucapan sampurasun dengan ucapan “campur racun”. Upaya melaporkan Bupati Purwakarta itu tampak seperti ingin mengalihkan isu yang sebenarnya, yaitu campur racun sekaligus merupakan perlawanan FPI terhadap laporan yang diderita oleh ketuanya sendiri.

Saya ingatkan kepada siapa saja yang membaca blog ini. Itu adalah persoalan yang berbeda jauh. Kasus campur racun Rizieq tidak menjadi batal karena tuduhan yang dialamatkan pada Dedi. Campur racun tetap harus diselesaikan oleh kepolisian. Pendalaman terhadap tuduhan penistaan Islam yang dilakukan Dedi pun tetap harus didalami. Jadi, sangat menggelikan jika menganggap bahwa kasus campur racun akan selesai karena adanya tuduhan penghinaan Islam. Yang melaporkan Rizieq kan masyarakat adat Sunda, bukan Dedi. Adapun FPI mempermasalahkan Dedi. Itu sangat jauh berbeda.

Kalaupun Dedi ternyata dinyatakan bersalah, tidak ada urusan dengan masyarakat Sunda. Dedi hanyalah satu manusia Sunda, nggak ada hubungannya dengan kekesalan masyarakat Sunda yang mencintai Sunda terhadap Rizieq yang angkuh itu. Saya juga menulis artikel ini bukan karena Dedi. Bagi saya Dedi bukanlah siapa-siapa. Dia Bupati Purwakarta. Saya orang Bandung, nggak akan milih Dedi. Kalaupun Dedi orang Bandung atau saya orang Purwakarta, saya tetap nggak akan milih Dedi karena saya adalah manusia “Penghina, Pengecam, dan Penista Berat Demokrasi”. Saya nggak akan pernah lagi milih siapa-siapa karena saya mengharamkan diri saya sendiri untuk mengikuti proses Pemilu, Pemilihan Kadal, atau pemilihan-pemilihan lainnya.

Nah, kalau yang ini jelas penghinaan dan penistaan terhadap demokrasi. Saya orangnya. 100% saya.

Ada beberapa hal yang saya anggap lucu hingga pengen ketawa mengikuti perkembangan campur racun Rizieq. FPI dan teman-temannya melaporkan buku yang disusun Dedi, spirit budaya dan Kang Dedi Menyapa. Padahal, buku itu telah dicetak bertahun-tahun lalu.

Kenapa tidak sejak awal terbit dilaporkan kalau memang benar ada penghinaan?

Kenapa baru dilaporkan setelah Rizieq yang sombong itu dilaporkan pada Polisi?

Ini terkesan FPI memaksakan diri dengan melaporkan Dedi untuk menutupi kesalahan yang telah dibuat Rizieq yang pengetahuannya terbatas itu. Sejak awal dong laporkan kalau memang benar. Kalau baru sekarang, Rizieq dan FPI-nya terkesan arrogant dan mengesalkan banyak orang Sunda. Perilaku FPI yang seperti ini mirip-mirip dengan para politikus goblok yang bikin black campaign dengan mengungkapkan keburukan lawan politiknya yang entah benar, entah tidak.

Memang untuk memastikan ada dan tidaknya penghinaan atau penistaan yang dilakukan Dedi, harus dipelajari dulu buku yang dibuatnya itu. Saya juga jadi pengen punya bukunya. Saya memang gemar membaca dan menulis. Saya punya sekitar 7.000 buku yang tersimpan di rumah orangtua saya dan di rumah saya sendiri yang kadang-kadang jadi kerjaan tambahan karena memang harus tetap dipelihara. Polda Jabar sudah sangat tepat untuk mempelajari dulu buku tersebut dan mengundang para ahli yang dapat memberikan penjelasan terhadap buku tersebut.

Saya hanya membaca sedikit dari internet tentang kalimat-kalimat yang dipermasalahkan FPI dalam buku bikinan Dedi tersebut. Bagi saya, nggak ada masalah yang berarti dalam kalimat-kalimat yang dianggap penghinaan terhadap Islam tersebut. Kalau ada yang mempermasalahkan kalimat-kalimat itu, saya menduga dengan keras bahwa mereka itu kurang pengetahuan, jarang berdzikir, jarang tafakur, jarang berkontemplasi, masih gemar terlalu mencintai dunia, dan terlalu mengandalkan diri pada teks-teks hafalan semacam Al Quran dan Hadits.

Melihat kualitas orang-orang yang disebut ahli agama itu seperti itu, saya jadi lebih bersemangat mendorong istri saya untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul Efektivitas Pendidikan Akhlak dalam Peningkatan Akhlak di Lingkungan Generasi Muda: Studi Kasus di …. (nggak akan dibilangin lokasinya) …. Jujur saja, judul ini banyak ditentang karena banyak orang termasuk dosen-dosennya seperti merasa terserang.

Istri saya bilang banyak dosen yang kurang setuju, alasannya adalah seperti yang dikatakan salah satu dosennya, “Ya, akhlak itu kan bertahap. Saya juga masih belum sempurna dan masih harus belajar.”

Lho, apa masalahnya?

Seolah-olah mereka berupaya menghalangi penelitian karena mereka masih gemar melakukan keburukan, baik sadar atau tidak. Mereka seperti sudah merasa tersindir duluan. Mereka takut malu karena dianggap orang-orang yang ahli dalam agama, tetapi belum mampu melaksanakan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian istri saya itu dikhawatirkan akan menyindir mereka yang dosen dan ahli agama itu.

Penelitian itu kan untuk mendapatkan banyak informasi yang berujung pada sebuah kesimpulan, kemudian peneliti memberikan saran. Dengan demikian, akan didapat masalah-masalah yang harus diperbaiki agar pendidikan akhlak tersebut benar-benar terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Apa masalahnya?

Kalau memang Dedi mulai meninggalkan asalamualaikum wr. wb.  dan lebih sering mengucapkan sampurasun, jangan dimaki atau dilaporkan ke polisi. Kalau merasa diri ulama atau tokoh agama, seharusnya memandang Dedi itu adalah seorang umat yang masih harus dibimbing, bukan dimusuhin. Kan tugas ulama itu untuk membimbing masyarakat ke dalam jalan yang lebih benar dan lebih baik, bukan mencela dan memarahi umat. Anggap saja Dedi itu anak-anak yang masih harus dituntun, jangan tiba-tiba digampar. Oleh sebab itu, saya menganggap bahwa laporan FPI itu tidak tampak sebagai amar maruf nahyi munkar, tetapi lebih sebagai tindakan balasan atas dilaporkannya Rizieq oleh masyarakat Sunda.

Kalau memang Dedi mengatakan bahwa agama itu adalah budaya, apanya yang salah?

Agama itu kan bukan hanya Islam. Ada banyak agama di dunia ini yang memang hasil olah pikir dan olah rasa manusia.

Islam hadir untuk memberikan koridor bagi budaya agar budaya itu tetap pada jalur Allah swt. Budaya itu kan berasal dari kata budi dan daya. Budaya itu adalah akal pikiran dan daya manusia dalam beradaptasi dengan alam di sekitarnya. Nah, Islam itu mengarahkan agar penggunaan akal pikiran dan daya manusia itu berada dalam jalur Allah swt. Jadilah budaya Islam atau Islam yang berbudaya. Kebudayaan Islam itu mencapai kegemilangannya pada masa lalu ketika kaum muslim yang berbudaya menggunakan akal pikiran dan dayanya untuk menemukan berbagai terobosan baru dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti, kedokteran, matematika, fisika, astronomi, arsitektur, dan lain sebagainya.

Apanya yang salah?

Kalau Dedi mengatakan bahwa Islam berasal dari akal pikiran manusia, itu jelas salah. Akan tetapi, kalaupun salah, jangan lantas dilaporkan ke polisi. Dia muslim. Bimbing dia. Beri dia pengetahuan dengan dalil-dalil yang jelas dan logis. Begitu caranya.

Soal patung.

Apa bedanya dengan patung Mohammad Toha, Jenderal Sudirman, Ahmad Yani, dan puluhan patung pahlawan lainnya?

Patung itu dibuat agar orang-orang dapat mengingat dan mencontoh kebaikan-kebaikan yang diperbuat oleh tokoh yang dibuat patung itu. Di Eropa sana masih banyak patung atau relief yang menggambarkan sosok kaum muslim intelek yang telah berjasa dalam bidang ilmu pengetahuan.

Apa bedanya?

Kalau patung itu dijadikan sesembahan, dipuja, dianggap memiliki kekuatan untuk menentukan takdir dan nasib manusia, itu jelas haram karena termasuk dalam perilaku penyembahan berhala.

Soal kain poleng, saya sudah bahas pada tulisan sebelumnya. Baca aja sendiri.

Soal orang Sunda tidak mengenal simbolisasi penyembahan, apa maksudnya?

Simbol yang jadi sesembahan?

Memang tidak ada.

Bukankah Islam juga melarang membuat simbol Allah swt yang menjadi zat yang harus disembah?

Zakat memang tidak wajib bagi masyarakat karena memang tidak ada undang-undang yang memaksa masyarakat untuk membayar zakat. Itu diwajibkan oleh Al Quran, bukan oleh undang-undang. Jadi, negara tidak bisa menghukum orang-orang yang tidak bayar zakat, tetapi Allah swt pasti menghukum mereka. Adapun APBD memang wajib karena ada aturan yang mengharuskan bahwa APBD harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Di samping itu, pemimpin muslim yang mampu menyalurkan APBD dengan baik, bersih, dan lancar kepada masyarakat, pasti akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah swt.

Apa masalahnya?

Allah swt mendidik dan membiarkan Rasulullah sengsara?

Memang iya kan?

Apa masalahnya?

Rasulullah sendiri sering mengisyaratkan hal itu pada umatnya, seperti, kalau kamu ingin merasakan nikmatnya Islam, jadikan zuhud sebagai pakaianmu. Pernah pula berbicara seperti ini, kalau Allah swt menginginkan kebaikan pada diri seseorang, Allah swt akan mencabut dunia dari dirinya. Banyak hal seperti itu yang diajarkan beliau yang intinya menghentikan kecintaan pada dunia secara berlebihan dan hidup dalam kekayaan rohani.
Syekh Abdul Qadir Jaelani mengajarkan bahwa Allah swt Maha Pencemburu. Jika hati hambanya mulai tertambat pada dunia, Allah swt akan menjauhkan dunia dari dirinya sehingga hanya ada Allah swt di dalam hatinya. Allah swt cemburu jika ada hamba yang disayangi-Nya mulai melupakan diri-Nya. Sering pula Allah swt menjerumuskan hamba yang dikasihi-Nya dalam berbagai kesulitan dan penderitaan sehingga lidah hambanya lirih memohon ampun dan meminta kepada-Nya dan Allah swt sangat senang dengan hal itu.

Apa artinya semua itu?

Allah swt tidak menginginkan hati kekasih-Nya, Muhammad saw, jatuh cinta pada dunia. Allah swt membiarkan dunia berada jauh dari Muhammad saw agar Muhammad saw selalu bersama-Nya. Balasan dari semua itu adalah Allah swt mendekatkan Muhammad saw di sisi-Nya dengan penuh kenikmatan di akhirat, surga yang penuh berkah.

            Kalau mengatakan Allah swt adalah sampah, itu jelas salah. Akan tetapi, Dedi menggunakan bahasa yang tinggi dan penuh dengan konotasi yang bisa berarti bahwa Allah swt memberikan banyak gagasan dan pengetahuan mengenai sampah sehingga sampah itu menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bukan lagi sesuatu yang menjijikan dan harus dibuang sia-sia.

            Di samping itu, saya pernah membaca sebuah hadits seperti ini, carilah Aku di antara orang-orang yang patah hati. Hal itu berarti Allah swt bersama orang-orang yang dikecewakan hidupnya dan terbuang di dunia ini yang kemudian menyibukkan dirinya dengan menyucikan hati dan dirinya dengan kalimat-kalimat Allah swt.

            Al Quran sama dengan alat musik suling ya bisa-bisa aja jika dilihat dari fungsinya, yaitu untuk melembutkan hati, menyenangkan hati yang mendengarnya, dan menyentuh perasaan. Meskipun demikian, pasti beda hasilnya antara hati yang dilembutkan dan disenangkan oleh suling dengan oleh bacaan Al Quran yang penuh hikmah dan energi positif itu. Pasti jauh berbeda hasilnya, lebih tinggi Al Quran. Bahasa Dedi itu kan bahasa pengandaian, bukan bahasa denotatif yang memiliki arti sebenarnya.

            Sudah ya, saya mulai bosen menulisnya.

            Sori kalau saya sok tahu. Saya cuma kesel lihat orang-orang keras kepala yang mesti dilembutkan hatinya.




No comments:

Post a Comment