Wednesday 30 September 2020

Komponen-Komponen Gerakan Sosial

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Menurut Sztompka (2009) dalam Kun Maryati dan Juju Suryawati (2013), kondisi tertentu di dalam masyarakat dapat menumbuhkan gerakan sosial. Beberapa orang mengorganisasikan diri untuk melakukan perubahan. Gerakan sosial ini memiliki beberapa komponen, yaitu:

            Pertama, adanya kolektivitas orang yang bertindak bersama.

            Kedua, kolektivitasnya tersebar, tetapi derajatnya lebih rendah dibandingkan organisasi formal.

            Ketiga, adanya tujuan bersama, yaitu perubahan dalam masyarakat.

            Keempat, tindakannya mempunyai derajat spontanitas yang tinggi, tidak melembaga, dan bentuknya tidak konvensional.

            Adapun keterkaitan perubahan sosial dan gerakan sosial dapat dilihat dari ketiga komponen berikut.

            Pertama, gerakan sosial memiliki tujuan perubahan, bisa positif, bisa pula negatif. Secara positif, bertujuan untuk memperkenalkan hal baru dan bermanfaat (politik, budaya, pendidikan, kesehatan, dsb.). Adapun secara negatif, bertujuan untuk menghentikan perubahan agar tidak tidak terjadi pergeseran nilai.

            Kedua, hubungan timbal-balik akibat perubahan mempengaruhi sifat internal hingga eksternal masyarakat.

            Ketiga, gerakan sosial dalam status. Pertama, statusnya sebagai penyebab utama; kedua, sebagai dampak atau gejala yang menyertai proses sosial; ketiga, sebagai wahana atau mediator pembawa perubahan.

            Hal yang patut diingat pula adalah bahwa perubahan tidak selalu menggunakan jalan damai untuk mengubah suatu peradaban ke peradaban lain. Banyak sekali perubahan yang justru melalui gerakan-gerakan sosial yang kuat.

            Demikian komponen-komponen gerakan sosial.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Wijayanti, Fitria; Kusumantoro, Sri Muhammad; Irawan, Hanif, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

Efektivitas Politik Luar Negeri Indonesia terhadap Israel dalam Mendukung Kemerdekaan Palestina

  

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Itu judul penelitian yang saya usulkan agar pemerintah tertarik dan bersedia untuk membiayainya mengingat manfaat dari hasil penelitian tersebut dapat menjadi masukan yang berharga bagi Indonesia agar mampu lebih kuat dalam mendukung kemerdekaan Palestina.

            Penelitian ini bermula dari saya melihat adanya masalah yang sudah lama tidak diperhatikan. Secara de jure Palestina telah merdeka dengan adanya proklamasi dan pengakuan dari beberapa negara lainnya sebagai negara merdeka. Akan tetapi, secara de facto Palestina masih berada dalam kekuasaan Israel dan diatur oleh kehendak Israel.

            Indonesia sebagai negara sahabat Palestina telah bersikap keras terhadap Israel, yaitu tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Seluruh presiden Indonesia, sejak Soekarno sampai dengan Jokowi, sikapnya tetap sama, yaitu tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Artinya, selama 75 tahun Indonesia tidak mau berhubungan secara resmi dengan Israel. Hal itu disebabkan pandangan dan keyakinan bangsa Indonesia bahwa penjajajahan itu harus dihapuskan di muka Bumi. Sementara itu, Israel dianggap sebagai penjajah Palestina.




           Dalam kenyataannya, sikap Indonesia tersebut tidak membuat Israel lebih lunak terhadap Palestina. Bahkan, Israel meneruskan programnya untuk menganeksasi/mencaplok wilayah-wilayah di Tepi Barat Palestina dan tetap melakukan penjajahan terhadap Palestina. Oleh sebab itulah, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian sejauh mana efektivitas politik luar negeri Indonesia terhadap Israel dalam mendukung kemerdekaan Palestina yang telah dijalankan Indonesia selama 75 tahun kemerdekaan Indonesia.

            Apakah Indonesia akan tetap melakukan sikap politik luar negeri yang sama pada masa-masa mendatang?

            Apakah Indonesia akan melakukan hal yang lebih keras dan tegas kepada Israel?

            Apakah Indonesia memiliki kemungkinan untuk mengubah sikap politiknya kepada Israel untuk menguatkan dukungannya kepada Palestina?

            Semuanya masih misteri dan diperlukan adanya penelitian.


Saat mempresentasikan proposal penelitian di LPPM Unfari, Bandung


            Tulisan ini sengaja dibuat untuk mendapatkan tanggapan, masukan, saran, dan pendapat dari para pembaca sekalian agar penelitian ini dapat lebih tajam dan bermanfaat bagi semua.

            Proposal penelitian ini sudah diperdebatkan di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Al Ghifari (LPPM Unfari). Perdebatan yang mengasyikkan itu memberikan banyak masukan dan saran yang sangat berharga sebagai koreksi, perbaikan, dan kritikan yang membangun bagi diri saya.

            Semoga siapa pun yang membaca tulisan ini dapat memberikan banyak masukan dan saran bagi saya untuk memperkaya wawasan dan kemampuan analisis saya. Saya yakin bahwa bukan hanya di lingkungan perguruan tinggi yang memiliki banyak pikiran cemerlang mengenai banyak hal terkait Indonesia-Palestina-Israel, melainkan pula di luar kampus banyak para pemikir cemerlang yang dapat memberikan masukan dan saran berharga bagi dunia akademis. Saya tunggu masukan berharganya.

            Sampurasun.

Monday 28 September 2020

Jenis Kelompok Sosial Berdasarkan Hubungan Sosial dan Tujuan

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Jika dilihat dari hubungan sosial dan tujuan, kelompok sosial dapat terdiri atas kelompok primer dan kelompok sekunder.

 

1. Kelompok Primer (Primary Group)

Kelompok primer adalah kelompok yang saling mengenal di antara anggotanya, kerja sama yang terjadi bersifat pribadi. Contoh kelompok primer adalah keluarga, teman sepermainan, kelompok persahabatan, dan kehidupan di rukun tetangga.

            Syarat-syarat kelompok primer adalah anggotanya secara fisik saling berdekatan dan terdapat interaksi yang intensif, kelompoknya kecil sehingga mudah untuk berinteraksi langsung, serta hubungannya langsung antaranggota serta biasanya ada hubungan darah, kekerabatan, dan persahabatan.

            Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kelompok primer tecermin dalam paguyuban. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama yang anggotanya memiliki hubungan batin yang kuat, alamiah, dan kekal. Kehidupan ini terutama mudah terlihat di pedesaan.

            Ciri-ciri paguyuban menurut Tonnies adalah intim, hubungan menyeluruh dan mesra; privat, hubungan yang bersifat pribadi untuk kalangan tertentu; ekslusif, hubungan yang hanya untuk kelompoknya dan bukan untuk orang luar.

            Paguyuban dapat dibedakan dalam tiga tipe, yaitu:

            Pertama, paguyuban karena ikatan darah atau keturunan, semisal keluarga.

            Kedua, paguyuban karena tempat tinggal yang berdekatan semisal rukun tetangga atau arisan.

            Ketiga, paguyuban karena jiwa dan pikiran yang sama sehingga memiliki ideologi yang sama.

 

2.         Kelompok Sekunder (Secondary Group)

Kelompok ini berukuran besar dan tidak selalu harus memiliki hubungan batin yang kuat dan tidak saling mengenal secara akrab. Mereka berkumpul karena kepentingan yang sama. Sifatnya tidak langgeng dan rawan konflik karena mereka diikat oleh hubungan kontrak atau bisnis yang temporer.

            Dalam kehidupan di Indonesia, kelompok ini tecermin dalam kehidupan patembayan. Kelompok ini strukturnya bersifat mekanis dan setiap anggota memiliki fungsi dan kegunaan tertentu berdasarkan perjanjian tertentu pula. Contoh patembayan adalah hubungan dalam dunia industri dan organisasi sosial-politik.

           

            Demikian jenis kelompok sosial jika dilihat dari hubungan sosial dan tujuan.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Wijayanti, Fitria; Rahmawati, Farida; Irawan, Hanif; Sosiologi: untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

Maryati, Kun; Suryawati, Juju; 2014, Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Sunday 27 September 2020

Jenis Barang Berdasarkan Cara Memperoleh dan Kepentingannya

 


 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Barang dapat dibedakan dari cara memperolehnya, yaitu pertama, barang ekonomi. Barang ini adalah barang yang memerlukan pengorbanan untuk memperolehnya. Misalnya, sepatu, celana, baju, dan laptop

            Kedua, barang nonekonomi. Barang ini adalah barang yang dapat diperoleh tanpa memerlukan pengorbanan atau biaya. Contohnya, udara, sinar Matahari, air sungai, dan pasir di pantai.

            Adapun berdasarkan kepentingannya, barang dapat dibedakan pada jenis-jenis sebagai berikut.

            Pertama, barang inferior. Barang ini barang yang pemakaiannya akan dikurangi jika pendapatan atau penghasilan hidup bertambah. Misalnya, sandal jepit, kompor, atau barang-barang tiruan. Penggunaan dan pembelian barang-barang ini akan dikurangi jika pendapatan seseorang meningkat karena akan membeli barang sejenis dengan kualitas dan harga lebih tinggi.

            Kedua, barang esensial. Barang ini adalah barang yang sangat penting dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan untuk menggunakan barang ini tidak dipengaruhi secara signifikan oleh meningkatnya dan menurunnya pendapatan seseorang. Contohnya, beras, gula, dan bensin. Barang-barang ini tetap akan dibeli meskipun pendapatan atau penghasilan seseorang menurun atau meningkat.

            Ketiga, barang normal. Barang ini akan meningkat jumlah dan kebutuhannya jika pendapatan ekonomi seseorang meningkat. Contohnya, pakaian, buku, kendaraan, sepatu, dan laptop.

            Keempat, barang mewah. Barang ini adalah barang yang sangat mahal harganya dan berguna untuk menaikkan status sosial pemiliknya atau penggunanya. Misalnya, mobil mewah, rumah mewah, kapal pesiar, serta perhiasan berlian atau intan.

            Demikian, jenis barang jika dilihat dari cara memperolehnya dan kepentingannya.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka:

Novasari, Yunita; Jawangga, Yan Hanif; Setiadi, Inung Oni; Hastyorini, Irim Rismi (editor); Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X Semester I: Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

S., Alam, 2013, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Komunikasi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kita sering mendengar kata “komunikasi”, tetapi apakah kita paham apa arti kata tersebut?

            Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih agar didapat kesepahaman yang sama. Bukan hanya kata-kata lisan yang ada dalam komunikasi, melainkan pula gerak tubuh dan ekspresi wajah.

            Terdapat lima unsur pokok dalam komunikasi. Berikut kelima unsur pokok tersebut.

            Pertama, komunikator. Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan, perasaan, atau pikiran kepada pihak lain.

            Kedua, komunikan. Komunikan adalah pihak-pihak yang menerima pesan, pikiran, atau perasaan.

            Ketiga, pesan. Pesan adalah sesuatu yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, atau perasaan.

            Keempat, media. Media adalah alat untuk menyampaikan pesan, bentuknya bisa lisan, tulisan, gambar, atau film.

            Kelima, efek. Efek adalah perubahan yang diharapkan komunikator dari diri komunikan setelah terjadi komunikasi.

            Kelima unsur pokok tersebut berperan penting dalam tiga tahap komunikasi, yaitu:

            Pertama, encoding (pembuatan) kode. Pada tahap ini pesan harus dikomunikasikan dengan media yang berupa kalimat, gambar, atau video. Komunikator harus menghindari kode-kode yang membuat rumit komunikan dalam memahaminya.

            Kedua, penyampaian. Dalam tahap ini, kode-kode yang sudah berupa tulisan, kata, atau gambar disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

            Ketiga, decoding. Pada tahap ini komunikan mencerna dan berusaha memahami kode-kode yang dikirimkan oleh komunikator sesuai pengetahuan, latar belakang, dan pengalaman yang dimilikinya.

            Demikian lima unsur pokok dalam komunikasi dan tiga tahap komunikasi.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

 

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Tuesday 22 September 2020

Kontak Sosial

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Salah satu syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan komunikasi (Soerjono Soekanto dalam Kun Maryati dan Juju Suryawati : 2013). Berikut dijelaskan tentang kontak sosial.

            Kata “kontak” berasal dari bahasa Latin, yaitu cum yang artinya bersama-sama dan tangere yang berarti menyentuh. Kontak berarti menyentuh bersama-sama. Kata sentuhan tidak selalu harus bersifat fisik, bisa juga dengan cara nonfisik. Untuk melakukan kontak tidak selalu harus terjadi sentuhan secara fisik, tetapi dapat pula melalui telepon, laptop, media sosial, dan lain sebagainya.

            Dilihat dari sifatnya kontak sosial dapat terbagi dua, yaitu kontak sosial positif atau negatif dan kontak sosial primer atau sekunder.

 

            Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif mengarah pada kebersamaan, persaudaraan, persatuan, kerja sama, gotong royong, tolong menolong, dan lain sebagainya yang bersifat positif. Adapun kontak sosial negatif adalah  yang mengarah pada perselisihan, pertengkaran, konflik, perkelahian, perang, atau hal-hal negatif lainnya.

            Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak sosial primer adalah kontak sosial yang berlangsung secara tatap muka. Misalnya, antara anak dan orangtua, murid dengan guru, dosen dan mahasiswa, penjual dan pembeli di pasar, serta polisi dan penjahat yang ditangkap.

            Kontak sosial sekunder adalah adalah kontak yang terjadi dengan menggunakan perantara, misalnya, melalui telepon, media sosial, melalui surat undangan atau surat pemberitahuan.

            Demikian penjelasan tentang kontak sosial.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

 

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Monday 21 September 2020

Jenis-Jenis Kebutuhan

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kebutuhan memiliki jenis yang berbeda, bergantung pada tingkat intensitas, subjek yang membutuhkan, waktu pemenuhan, dan sifat pemenuhan kebutuhan.

 

a. Berdasarkan tingkat intensitas (Keharusan Pemenuhan Kebutuhan)

Berdasarkan tingkat intensitasnya, jenis kebutuhan dibagi dalam kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier.

            Kebutuhan primer adalah kebutuhan manusia yang utama untuk melangsungkan hidupnya. Biasanya, jenis kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan primer adalah kebutuhan terhadap makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

            Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan setelah dapat memenuhi kebutuhan primer. Misalnya, kebutuhan terhadap sepatu, jam tangan, tas, serta alat dan perlengkapan untuk bekerja.

            Kebutuhan tersier adalah kebutuhan mewah yang biasanya digunakan untuk meningkatkan gengsi dan status sosial, misalnya, motor mewah, mobil mewah, rumah mewah, pesawat pribadi, atau pakaian mewah dan gemerlap.

 

b. Berdasarkan Subjek yang Membutuhkan

Jenis kebutuhan ini terbagi dua, yaitu kebutuhan individu dan kebutuhan umum.

            Kebutuhan individu adalah kebutuhan yang butuhkan oleh orang per orang. Setiap orang membutuhkan sesuatu yang berbeda dibandingkan orang lainnya. Guru dan dosen membutuhkan laptop atau computer; petani membutuhkan cangkul dan traktor; tentara dan polisi membutuhkan senjata; montir membutuhkan alat-alat perbengkelan.

            Kebutuhan umum adalah kebutuhan yang diperlukan orang banyak atau masyarakat. Kebutuhan ini disebut juga kebutuhan sosial. Contohnya, kebutuhan jalan raya, listrik, taman, perkantoran, tempat ibadat, dan pasar.

 

c. Berdasarkan Waktu

Jenis kebutuhan waktu terbagi pada kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa mendatang.

            Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan saat ini yang tidak dapat ditunda, misalnya, kebutuhan makan bagi yang lapar, kebutuhan berobat bagi yang sakit, kebutuhan kendaraan yang akan bepergian.

            Kebutuhan masa mendatang adalah kebutuhan yang dirancang untuk dipenuhi pada masa depan. Orang tua menabung untuk kuliah anaknya. Kaum muslim menabung untuk dapat pergi berhaji atau umroh. Anak-anak muda belajar agar menjadi orang yang terpandang pada masa depan.

 

d. Berdasarkan Sifat Pemenuhannya

Berdasarkan sifat pemenuhannya kebutuhan terbagi pada dua golongan, yaitu: kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.

            Kebutuhan jasmani atau fisik adalah kebutuhan yang terkait pada fisik manusia. Contohnya, pakaian, makanan, minuman, kendaraan, dan obat-obatan.

            Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang terkait dengan kejiwaan seseorang, misalnya, kebutuhan nasihat, motivasi, kenyamanan, rekreasi, keahlian, dan keterampilan.

 

            Demikian jenis-jenis kebutuhan yang dapat digolongkan sesuai dengan intensitas, subjek, waktu, dan sifatnya.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka:

Novasari, Yunita; Jawangga, Yan Hanif; Setiadi, Inung Oni; Hastyorini, Irim Rismi (editor); Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X Semester I: Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

 

S., Alam, 2013, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Tuesday 15 September 2020

Perubahan Sosial Menurut Teori Perkembangan

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Menurut teori ini, perubahan dan perkembangan masyarakat dapat diarahkan ke titik tertentu. Masyarakat primitif, tradisional, dapat berkembang ke arah masyarakat yang maju, industri.

            Perubahan masyarakat dapat dibagi ke dalam teori evolusi dan teori revolusi. Perubahan lambat dan perubahan cepat. Menurut Auguste Comte, seorang sarjana Perancis, pergerakan masyarakat melalui tiga tahap, yaitu:

            Pertama, tahap teologis (theological stage), pada tahap ini masyarakat diarahkan oleh nilai-nilai supernatural.

            Kedua, tahap metafisik (methaphysical stage). Pada tahap ini terjadi peralihan dari kepercayaan terhadap unsur supernatural  menuju prinsip abstrak sebagai perkembangan budaya. Manusia mulai mengandalkan hati dan pikirannya untuk berkembang.

            Ketiga, tahap positifis atau alamiah (positive stage).  Pada tahap ini masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang didukung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Pada fase ini manusia menyandarkan dirinya pada data-data, fakta-fakta, dan berbagai analisis ilmiah.

            Adapun Herbert Spencer, seorang sosiolog dari Inggris, berpendapat bahwa orang-orang yang cakap, cerdas, terampil sajalah yang dapat menjadi pemenang dalam kehidupan. Orang-orang yang lemah, malas, dan bodoh akan tersisih.

            Tahapan perkembangan dalam pandangan Herbert Spencer adalah masyarakat sederhana, masyarakat komplek, masyarakat lebih komplek, dan peradaban.

            Emile Durkheim menjelaskan bahwa masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang hidup pada masyarakat tradisional yang hanya bekerja tanpa aturan yang jelas. Adapun solidaritas organik hidup pada masyarakat modern yang telah mengenal pembagian kerja.

            Adapun dalam pandangan teori revolusi Karl Marx, masyarakat berubah secara linear, tetapi secara revolusioner dari masyarakat feodal menuju masyarakat kapitalis.

            Inti dari teori perkembangan adalah masyarakat berubah dan berkembang ke arah tertentu.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

 

Wijayanti, Fitria; Kusumantoro, Sri Muhammad; Irawan, Hanif, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

Jenis Kelompok Sosial Berdasarkan Derajat Organisasi dan Kesadaran terhadap Jenis yang Sama

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Soerjono Soekanto mengklasifikasikan jenis kelompok berdasarkan enam hal, yaitu: besar kecilnya jumlah anggota; derajat interaksi sosial; kepentingan dan wilayah; derajat organisasi; kesadaran terhadap jenis yang sama; hubungan sosial dan tujuan. Pada tulisan kali ini dikemukakan dua jenis kelompok tersebut.

 

Berdasarkan Derajat Organisasi

Dipandang dari derajat organisasi, kelompok sosial dapat berupa organisasi yang tertib, tertata, dan terorganisasi dengan sangat baik, agak baik, tidak baik, bahkan sama sekali tida terorganisasi. Organisasi yang sangat tertata misalnya negara. Adapun yang tidak terorganisasi contohnya kerumunan orang.

 

Berdasarkan Kesadaran terhadap Jenis yang Sama

Kesadaran terhadap jenis yang sama dapat dilihat dari kedekatan mereka terhadap kelompoknya. Setiap kelompok memiliki hal yang disebut in-group (kelompok dalam). Mereka adalah orang-orang yang berada di dalam kelompoknya sehingga memiliki kata yang sama, yaitu “kami”. Adapun orang-orang yang berada di luar kelompok mereka atau kelompok lain disebut dengan “mereka”.

            Di samping itu, ada pula kelompok yang disebut  out-group. Kelompok ini adalah kelompok yang berada di luar kelompok in-group.

            In-group mengatakan bahwa dirinya beserta kelompoknya adalah “kami”. Adapun yang berada di luar mereka (out-group) disebut “mereka”.

            Baik in-group maupun out-group selalu ada di dalam kehidupan masyarakat. Perasaan-perasaan seperti ini tidak terlalu banyak terlihat pada kehidupan masyarakat yang sederhana, tetapi akan tampak banyak pada kehidupan masyarakat yang lebih kompleks, modern, perkotaan.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Wijayanti, Fitria; Rahmawati, Farida; Irawan, Hanif; Sosiologi: untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

 

Maryati, Kun; Suryawati, Juju; 2014, Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Sunday 13 September 2020

Interaksi Sosial

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Interaksi sosial adalah hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Hal itu disebabkan manusia adalah makhluk sosial. Artinya, manusia membutuhkan manusia lainnya untuk hidup. Tidak ada manusia yang benar-benar tidak membutuhkan manusia lainnya.

            Di Eropa pernah ada penelitian bahwa bayi yang hanya disusui ibunya dan tidak pernah diajak bicara, semuanya mati. Berbeda dengan bayi yang juga diajak berkomunikasi, mereka sehat dan ceria. Hal itu membuktikan bahwa berinteraksi dan berkomunikasi itu penting, bukan hanya urusan makanan dan minuman.

            Interaksi itu bisa bersifat positif atau negatif. Interaksi yang bersifat positif, misalnya, bekerja sama, tolong-menolong, dan bergotong royong untuk memecahkan masalah bersama. Interaksi yang bersifat negatif, misalnya, pertengkaran, perebutan kekuasaan, persaingan yang tidak sehat, dan pertempuran.

            Dalam interaksi sosial, salah satu pihak melakukan aksi yang kemudian mendapatkan reaksi dari pihak lainnya. Reaksi itu bisa positif ataupun negatif. Di samping itu, interaksi sosial bisa diciptakan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Interaksi yang dilakukan sengaja seperti salah satu pihak melakukan sesuatu pada pihak lain untuk memberikan stimulus sehingga pihak lain terdorong untuk merespon aksi-aksi dari pihak lain itu. Adapun interaksi yang tercipta secara tidak sengaja misalnya ada kejadian tabrakan di jalan raya, orang-orang merespon kejadian itu dan melakukan tindakan-tindakan terhadap peristiwa tersebut.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

 

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Balada Seorang Pemimpin

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sungguh berat menjadi pemimpin itu. Dia harus di depan memberikan pengarahan, perlindungan, dan jaminan keselamatan. Hal itu saya rasakan ketika “rafting full team” bersama keluarga. Saya sebagai kepala keluarga berada di depan sebagai simbol tim. Saya harus memastikan umat saya selamat, tidak mengalami kecelakaan. Sebagai yang berada di depan, tentunya pemimpin mendapatkan dan merasakan paling dulu kesenangan, bahaya, dan kesusahan. Oleh sebab itu, orang selalu melihat pemimpinnya lebih dahulu dibandingkan dengan anggota tim lainnya.







            Tak heran karena selalu mendapat perhatian lebih banyak dan berada di depan, hal-hal kecil dalam diri pemimpin pun akan menjadi perhatian. Hal itu seperti saya, ketika menghadapi situasi yang menyenangkan, membahayakan, dan mengagetkan, orang pasti melihat wajah saya. Karena wajah yang jadi pusat perhatian, tak sedikit orang yang menganggap wajah saya lucu ketika rafting. Bahkan, saya pun tertawa-tawa ketika melihat betapa anehnya raut muka saya dalam foto-foto.

            Begitulah pemimpin, kadang dipuji, kadang dikecam, kadang ditertawakan, termasuk kondisi fisiknya. Itulah risiko seorang pemimpin karena harus melindungi, mengarahkan, dan mengendalikan situasi agar umatnya selamat.




            Ketika saya sedang merenungkan kepemimpinan, istri saya bilang, “Pah, serius amat sih. Kan yang mengarahkan dan mengendalikan perahu bukan Papah, tapi Kapten Derry.”

            “Oh, iya yah.”


            

                                    Sampurasun.

Wednesday 9 September 2020

Komponen Pendapatan Nasional

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Berikut ini dipaparkan komponen-komponen pendapatan nasional atas dasar pendekatan pendapatan, pendekatan produksi, dan pendekatan pengeluaran. Komponen-komponen yang ditulis dalam tulisan ini berasal dari buku Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial yang disusun Alam S. (2016) dan diterbitkan Penerbit Erlangga: Jakarta.

            Komponen pendapatan nasional atas dasar pendekatan pendapatan adalah kompensasi untuk pekerja (compensation for employer), keuntungan perusahaan (corporate profits), pendapatan usaha perorangan (sole proprietor’s income), pendapatan sewa (rental income of person), dan bunga neto (net interest).

            Komponen pendapatan nasional atas dasar pendekatan produksi adalah pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; bangunan atau konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real estate, dan jasa perusahaan; jasa-jasa lain.

            Komponen pendapatan nasional atas dasar pendekatan pengeluaran adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga; pengeluaran investasi; tabungan; pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa; ekspor neto.

            Untuk metode perhitungan pendapatan nasional atas dasar komponen-komponen tadi, dijelaskan dalam tulisan lain.

            Sampurasun

 

Sumber Pustaka:

Hastyorini, Irim Rismi; Novasari, Yunita; Sari, Kartika; Jawangga, Yan Hanif (editor), Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XI Semester I: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

 

S., Alam, 2016, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Monday 7 September 2020

Skala Prioritas

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kebutuhan manusia tidak terbatas, tetapi alat pemuas atau sumber daya untuk memenuhinya terbatas. Misalnya, kita selalu menginginkan segalanya, tetapi uang kita terbatas untuk membelinya. Oleh sebab itu, kita harus menetapkan skala prioritas untuk mengatur keinginan kita sesuai dengan keadaan keuangan atau sumber daya yang kita miliki.

            Contohnya, jika kita hanya mempunyai uang Rp15.000,-, kita harus memilih apakah uang kita itu akan digunakan untuk membeli pulsa agar bisa belajar secara online atau digunakan untuk jajan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran?

            Kita harus membuat keputusan berdasarkan kepentingan kita. Semua kepentingan atau kebutuhan itu pada dasarnya penting bagi kita, tetapi harus diperhatikan apakah kepentingan itu penting, lebih penting, sangat penting, lebih sangat penting, kurang penting, agak kurang penting, atau sama sekali tidak penting.

            Jangan sampai kita mengeluarkan uang atau sumber daya untuk hal-hal yang kurang penting, sementara ada hal-hal yang lebih penting untuk kita penuhi. Dalam hal  ini, penetapan skala prioritas kebutuhan/kepentingan sangat diperlukan. Dengan menetapkan skala prioritas, kita pun dapat mengelola keuangan kita dengan lebih baik, lebih tertib, dan lebih terkendali.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Novasari, Yunita; Jawangga, Yan Hanif; Setiadi, Inung Oni; Hastyorini, Irim Rismi (editor); Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X Semester I: Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

 

S., Alam, 2013, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Sunday 6 September 2020

Perubahan Sosial dalam Teori Siklus

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Setiap masyarakat sesuai zamannya selalu mengalami perubahan. Menurut “teori siklus”, perubahan yang terjadi setiap zaman itu selalu berulang-ulang. Segala yang terjadi sekarang selalu memiliki kemiripan dengan masa lalu meskipun tidak selalu persis sama. Presiden RI Soekarno pernah mengatakan bahwa kepemimpinan itu kerap berulang-ulang antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Beliau menjelaskan bahwa sistem kepemimpinan otoriter, berubah ke feodalisme, lalu berubah ke demokrasi, pada waktu tertentu akan kembali lagi otoriter dalam wajah yang baru. Demikian seterusnya berulang-ulang.

            Tak ada yang sempurna selamanya, selalu mengalami perulangan. Sahabat Nabi Muhammad saw, Umar bin Khattab pernah mengajarkan bahwa setelah kesempurnaan adalah kebusukan. Dia mencontohkan dengan buah-buahan yang awalnya bunga, berubah menjadi pentil kecil hijau, lalu menguning, menjadi merah matang, dan setelah matang terjadi pembusukan, lalu jatuh. Setelah jatuh, menjadi pohon baru yang juga berbuah dengan cara yang sama.


Pola Perubahan Sosial dalam Teori Siklus

Gambar di atas adalah Pola Perubahan Sosial dalam Teori Siklus

            Oswald Spengler (19880-1936) dalam Kun Maryati dan Juju Suryawati (2013) mengatakan bahwa setiap peradaban mengalami proses kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses ini memakan waktu seribu tahun. Arnold Toynbee mengatakan bahwa peradaban baru muncul melalui kelahiran, pertumbuhan, kemandegan, dan disintegrasi karena pertempuran-pertempuran memperebutkan kekuasaan.

            Adapun Pitrim A. Sorokin seorang sosiolog Rusia berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu:

            Pertama, kebudayaan ideasional (ideational culture). Kebudayaan ini didasarkan pada perasaan dan keyakinan terhadap unsur adikodrati (supernatural). Dalam kebudayaan ini, seluruh perubahan yang terjadi disebabkan adanya kekuatan gaib yang berada dan melebihi kehidupan manusia.

            Kedua, kebudayaan idealistik (idealistic culture). Dalam kebudayaan ini terdapat keyakinan terhadap unsur adikodrati dan rasionalitas dengan berdasarkan fakta-fakta yang bergabung membentuk kehidupan masyarakat yang ideal. Hal ini berarti masyarakat selalu berubah dengan berbagai pengulangan yang mirip itu menuju masyarakat ideal berdasarkan keyakinan terhadap kekuatan adikodrati dan rasionalistik. Adanya gabungan gaib dengan kekuatan rasio manusia.

            Ketiga, kebudayaan inderawi (sensational culture). Dalam kebudayaan ini segala hal yang dapat diindera (dilihat, didengar, dicium, dirasa, dan diraba) merupakan tolok ukur dari kenyataan dan merupakan tujuan hidup.

            Dengan demikian, kita mendapatkan kesimpulan bahwa setiap kebudayaan itu berubah, tidak tetap, serta memiliki awal dan kematian (kehancuran).

            Sampurasun.

 

 

Sumber Pustaka

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

 

Wijayanti, Fitria; Kusumantoro, Sri Muhammad; Irawan, Hanif, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial