Friday 31 December 2021

Soal Sepak Bola: Antara Doa dan Usaha

 


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Lucu juga banyak orang yang kebingungan karena doanya tidak dikabulkan ketika terjadi pertandingan sepak bola antara  Timnas Vs Thailand. Mereka tak punya jawaban atas hal itu.

        Ada yang mengatakan bahwa doa kita kurang serius untuk memenangkan Timnas.

        Ada yang merasa menyesal, “Mengapa sih kita kalah sama kafir?”

        Umat Islam Indonesia yang mayoritas ini harus kalah bertanding dengan Thailand yang umat Islam-nya sedikit. Doa-doa dan bacaan-bacaan rupa-rupa sudah diucapkan, tetapi tetap kalah.

        Persoalannya bukan ada di doa sebetulnya. Akan tetapi, ada di bagaimana kita mengurus sepak bola kita. Mau doa dari ulama sehebat apa pun, tetap saja tidak akan membuat Timnas menang jika sepak bola kita tidak diurus dengan baik. Saya bukan ahli sepak bola dan tidak terlalu memperhatikan soal persepakbolaan, tetapi kerap mendengar atau membaca informasi yang tidak bagus tentang urusan olah raga dan sepak bola di Indonesia. Ada banyak korupsi, ada rebutan posisi, orang-orang politik masuk ikut campur, rendahnya kualitas pemain, kurang terjaminnya hidup para pemain, suap menyuap antara klub dengan wasit, dan lain sebagainya.

        Jika dilihat dari masyarakat Indonesia yang berminat untuk menjadi pemain sepak bola saja, sudah sangat rendah. Di negara-negara Eropa itu penduduknya hanya jutaan atau puluhan juta dalam satu negara, tetapi orang yang ingin menjadi pemain sepak bola itu jumlahnya sangat banyak, bisa puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan mencapai satu juta. Indonesia memiliki penduduk 273 juta, tetapi orang yang berminat untuk menjadi pemain sepak bola kalau tidak salah, tidak mencapai angka sepuluh ribu orang. Maaf ya kalau data ini kurang tepat karena saya menggunakan data beberapa tahun yang lalu. Dari minat  individu ini saja sudah kelihatan bahwa persaingan untuk menjadi pesepakbola andal di Indonesia sangat rendah karena jumlahnya sedikit. Berbeda dengan Eropa karena jumlahnya lebih banyak, persaingan pun semakin ketat dan setiap orang berusaha lagi lebih keras untuk menjadi unggul. Kurangnya minat ini mungkin diakibatkan orang Indonesia melihat bahwa menjadi pemain sepak bola bukanlah jalan hidup yang bisa memberikan penghidupan hingga sejahtera sampai tua.

        Belum lagi jika dilihat dari fasilitas lapang yang ada dengan jumlah kompetisi yang dijalankan. Indonesia masih sangat kurang. Berbeda dengan jumlah lapang bulu tangkis yang selalu ada hampir di setiap kelurahan, bahkan sampai di tingkat RW. Malah, tanah kosong milik orang lain pun sering digunakan untuk lapang bulu tangkis. Kompetisi-kompetisi bulu tangkis pun lebih sering dilakukan, mau antarkelurahan, antarsekolah, antarintansi, antarperusahaan, dan lain sebagainya. Pengurusan dan pembinaan bulu tangkis pun lebih baik dibandingkan sepak bola. Oleh sebab itu, tak heran jika dalam bidang bulu tangkis, kita sering menjadi juara dunia.

        Kalau sepak bola?

        Apakah kita punya lapang sepak bola di setiap kelurahan? Di setiap kecamatan?

        Seberapa sering kita melangsungkan kompetisi atau liga sepak bola di wilayah kita masing-masing?

        Seberapa terjamin hidup para pemain sepak bola kita di tempat masing-masing?

        Semuanya sangat minim. Persaingan untuk menjadi yang terbaik pun menjadi sangat rendah.

        Banyak pengamat yang mengatakan bahwa pembinaan, fasilitas, pengurusan, dan jumlah kompetisi di Jepang, Vietnam, dan Thailand lebih bagus dibandingkan dengan di Indonesia. Indonesia hanya bisa dikatakan lebih bagus jika dibandingkan dengan Laos dan Kamboja. Bahkan, Myanmar pun sudah menunjukkan perbaikan dalam persepakbolaannya.

        Rakyat Indonesia sangat ingin Timnas menang karena terlalu cinta negaranya. Kecintaan ini harus didukung oleh pemerintah, para politisi, dan para profesional. Jangan buat rakyat yang penuh  cinta ini selalu patah hati dengan menyaksikan secara langsung kekalahan negaranya.

        Kalaupun kita kalah dari Thailand, jujur saja, menurut saya itu wajar karena Thailand lebih baik dalam mengurus sepak bola. Meskipun demikian, jangan patah semangat, tetap kobarkan cinta, dan selalu berdoa. Semua itu tetap memiliki nilai untuk kita semua, tetap cinta Indonesia.

        Sampurasun.

Thursday 30 December 2021

Kapan Orang Sunda Menyembah Pohon?


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Banyak yang marah kepada Bahar bin Smith. Banyak yang tersinggung dan menganggap rasis, merendahkan bangsa Indonesia dan meninggikan Arab. Perilaku memuja suatu bangsa dan merendahkan suatu bangsa atas dasar kesukuan dan kelahirannya memang tindakan rasis. Banyak sekali yang ingin melaporkan Bahar atas dugaan menghina bangsa Indonesia itu. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada yang melaporkannya atas dugaan penghinaan rasis yang jelas berbau Sara itu. Baru Habib Husein Shihab yang melaporkannya ke polisi, tetapi bukan tentang rasisme, melainkan dugaan provokasi yang bisa membahayakan masyarakat dan stabilitas kehidupan. Di samping itu, ada pula relawan Jokowi yang melaporkannya atas dugaan penghinaan Bahar kepada Presiden.

Kalimat ini yang diucapkan Bahar dan menyinggung perasaan banyak orang, “Kalau tidak ada para ulama, para habaib yang datang dari Arab ke Indonesia, Si Dudung masih nyembah pohon.”

            Dari kalimat itu, banyak orang menyimpulkan bahwa Bahar mengagungkan Arab dan merendahkan bangsa Indonesia. Yang Bahar maksud Si Dudung itu adalah Kasad TNI Jenderal Dudung Abdurachman.

            Kalau orang lain mau melaporkan karena merasa tersinggung, terserahlah. Itu akan diurus kepolisian. Kalau memang ada tindakan pelanggaran hukumnya, harus diteruskan ke pengadilan. Kalau tidak ada, ya tidak akan diproses. Akan tetapi, bagi saya, lebih suka didiskusikan saja atau diperdebatkan dengan cara yang baik agar didapat pengetahuan baru dan tidak lagi salah berpikir.

            Sejarah mencatat bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang bejat dan jahiliyah. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad saw diturunkan untuk menghentikan kerusakan Arab. Nabi saw tidak diturunkan di Indonesia karena bangsa Indonesia itu bangsa yang sudah baik dan islami. Begitu kira-kira yang dikatakan oleh Habib Kribo Zen Assegaf.

            Dudung adalah orang Sunda, saya juga orang Sunda. Jadi, wajar jika ada anggapan bahwa berdasarkan kata-kata Bahar, orang Sunda dulu menyembah pohon. Wajar pula jika orang Sunda banyak yang marah.

            Pertanyaan saya, kapan orang Sunda menyembah pohon seperti yang dikatakan Bahar?

            Ada yang punya bukti bahwa orang Sunda pernah menyembah pohon?

            Ada yang punya data berupa foto, lukisan, atau ajaran dalam pemujaan terhadap pohon?

            Kalau tidak punya, kenapa atuh sok tahu mengatakan bahwa orang Sunda pernah menyembah pohon?

            Makanya, sebelum berbicara dan bertindak itu harus “iqra” dulu. Itu kan perintah Allah swt, ayat yang paling pertama. Kalau tidak iqra dulu, ya bodohlah jadinya.

            Dari dulu juga orang Sunda tidak pernah menyembah pohon. Orang Sunda itu sudah “monotheisme”, ‘bertuhan satu’. Oleh sebab itu, sangat mudah menerima Islam karena konsep ketuhanannya sama. Orang banyak yang mengatakan bahwa orang Sunda dulu itu agamanya adalah “Sunda Wiwitan”.

            Saya kasih tahu ya, saya pernah baca suatu naskah tentang ajaran Sunda Wiwitan yang didasarkan pada catatan “Prabu Munding Laya bin Gajah Agung bin Cakrabuana bin Aji Putih, Raja Sumedang Larang”. Orang Sumedang harus bantu saya kalau saya salah menerjemahkan. Kalau data ini salah, kasih tahu saya data yang benarnya dari keturunan Raja Sumedang Larang. Saya berterima kasih untuk itu kalau memang ada. Jauh sebelum para habib dan orang Arab datang, orang Sunda sudah menyembah Tuhan Yang Satu.

            Perhatikan.

            “Dina Agama Sunda Wiwitan, aya anu unina kieu, ‘Nya inyana anu muhung di ayana, aya tanpa rupa, aya tanpa waruga, hanteu ka ambeu-ambeu acan, tapi wasa maha kawasa di sagala karep inyana’.”

            Artinya.

            “Dalam Agama Sunda Wiwitan (Mula-Mula), ada ajaran seperti ini, ‘Dia-lah Yang Mahaagung dalam keberadaan-Nya, ada tanpa kelihatan rupa-Nya, ada tanpa kelihatan wujud-Nya, tidak tercium keberadaan-Nya, tetapi berkuasa yang kemahakuasaan-Nya adalah sesuai dengan kehendak-Nya’.”

            Ada lagi.

            “Hyang tunggal anu Maha Luhung; satemenna tujuan utama manusa sembah Hyang; henteu boga anak henteu boga dulur; boga baraya jeung batur ogé henteu di jagat jeung ieu alam; anu pangunggulna dina sagala rupa hal; hung, tah éta téh nu ngagem bebeneran sajati, ahung.”

            Artinya.

            “Tuhan Tunggal Yang Mahaagung. Sesungguhnya, Dia-lah yang sebenarnya tujuan penyembahan manusia, tidak punya anak dan tidak punya saudara, punya kerabat dan teman juga tidak di seluruh jagat dan seluruh alam ini. Dia yang paling unggul dalam segala rupa hal. Hung! Itulah agama pegangan kebenaran yang sejati. Ahung!”

            Ada lagi.

            "Utek, tongo, walang, taga, manusa, buta, detia, lukut, jukut, rungkun, kayu, keusik, karihkil, cadas, batu, cinyusu, talaga, sagara, Bumi, langit, jagat mahpar, angin leutik, angin puih, bentang rapang, bulan ngempray, sang herang ngenge nongtoreng, eta kabeh ciptaan Sang Hyang Tunggal, keur Inyanamah sarua kabeh oge taya bedana."

            Artinya.

            “Cacing-cacing, tungau, belalang, taga, manusia, raksasa, jin, lumut, rumput, semak-semak, kayu, kerikil, cadas, batu, mata air, danau, lautan, Bumi, langit, seluruh dunia, angin kecil, angin topan, bintang bertaburan, Bulan bercahaya, Matahari bersinar terik. Itu semua ciptaan Sang Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa). Bagi-Nya semua itu tidak ada bedanya.”

            Itu ajaran orang Sunda sebelum orang-orang Arab datang. Sudah islami dari dulu, tetapi tidak menggunakan bahasa Arab, melainkan bahasa Sunda. Jadi, menyebut Tuhan Yang Maha Esa itu bukan dengan istilah “Allah swt”, melainkan istilah lain, istilah Sunda.

            Dalam naskah “Jatiraga” dituliskan bahwa “Sang Hyang Jatiniskala” benar-benar bersifat “niskala”, tidak dapat terbayangkan, tidak dapat dikonkritkan.

            “Sebab Aku adalah asli dan dari keaslian. Tidak perlu diubah dalam bentuk benda alam yang tidak asli dan tidak jujur sebab Aku adalah jujurnya dari kejujuran.”

            Dalam naskah itu Allah swt disebut Sang Hyang Jatiniskala, ‘Tuhan Yang Tidak Dapat Dibayangkan’.

Pernyataan “diri” yang juga sama tegasnya ada dalam naskah “Sang Hyang Raga Dewata”.

            “Hanteu nu ngayuga Aing. Hanteu manggawe Aing. Aing ngaranan maneh, Sanghiyang Raga Dewata.”

            Artinya.

            “Tidak ada yang menjadikan Aku. Tidak ada yang menciptakan Aku. Aku menamai diri sendiri, Sang Hyang Raga Dewata.”

            Dalam naskah itu, Allah swt disebut Sang Hyang Raga Dewata, ‘Tuhan dengan Raga Tuhan’. Jadi, beda dengan raga ciptaan-Nya.

Sifat-sifat Sang Hyang Raga Dewata pun dijelaskan sebagai berikut.

            “Datang tanpa rupa, tanpa raga, tak terlihat, perkataan (senantiasa) benar. Rupa direka karena ada. Aku-lah yang menciptakan, tetapi tak terciptakan, Aku-lah yang bekerja, tetapi tidak dikerjakan, Aku-lah yang menggunakan, tetapi tidak digunakan.”

            Begitulah sifat-sifat Sang Hyang Tunggal, tak ada bedanya dengan konsep ketuhanan dalam Islam yang saya yakini sekarang.

            Balik lagi ke pertanyaan awal, sejak kapan orang Sunda menyembah pohon?

            Jawabannya, tidak pernah!

            Sebelum orang-orang Arab itu datang, orang Sunda sudah bertauhid karena ada nabi bersuku bangsa Sunda yang diutus Allah swt. Perhatikan QS Ibrahim 14 : 4.

“Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Ada berapa bahasa dan kaum di dunia ini?

Sejumlah itulah rasul yang diutus Allah swt. Untuk orang Sunda, ya rasul yang berbahasa Sunda.

Perhatikan lagi QS Yunus 10 : 47.

“Tiap-tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya.”

Ada berapa umat di seluruh dunia?

Sejumlah itulah rasul diutus Allah swt. Untuk umat Sunda, ya orang Sunda-lah.

Banyak sekali naskah dan ayat yang menguatkan hal itu. Saking banyaknya, saya bisa bikin sebuah buku untuk menerangkannya. Akan tetapi, sebagian kecil ini pun rasanya cukup kalau memang ingin mengerti.

Jadi, orang Sunda tidak pernah menyembah pohon. Bahar bin Smith dan orang-orang sejenisnya itu salah besar. Mereka sok tahu, bodoh, karena tidak iqra dulu sebelum ngomong.

Eh, kalau ada data yang lain kasih tahu saya ya, mau nambahin yang menguatkan atau data yang berbeda. Jadi, diskusinya jadi enak. Kalau mau itu juga.

Sampurasun.

Wednesday 29 December 2021

Tidak Sopan Berbicara Kotor di Hadapan Nabi Muhammad saw

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ada banyak orang yang percaya bahwa ketika mengadakan acara maulid, khitanan, pernikahan, atau acara-acara yang memperdengarkan tentang riwayat Rasulullah saw, Nabi Muhammad saw hadir di tempat itu untuk memberikan “blessing”, restu, atau berkah kepada mereka yang mengadakan acara dan mereka yang hadir di tempat itu. Saya tidak ingin membahas tentang benar atau tidaknya ada peristiwa itu karena bisa jadi memang banyak yang tidak percaya karena tidak masuk akal, tidak jelas sumber informasinya, dan lain sebagainya.

            Katakanlah memang benar Rasulullah Muhammad saw hadir dalam bentuk “spirit”, ‘jiwa’, semangat, emanasi, pancaran nur Muhammad saw untuk memberikan berkah di tempat itu, apa yang mesti kita lakukan?

            Kita yakin Muhammad saw hadir di tempat kita hadir itu, apa seharusnya yang kita perbuat?

            Muhammad saw adalah manusia suci, mulia, dan penuh cinta,  sudah seharusnya kita pun hadir di tempat itu dengan hati serta sikap yang suci, mulia, dan penuh cinta. Hal itu disebabkan karena Muhammad saw ada di tempat itu.

            Begitu kan?

            Kita harus menyuguhi Muhammad saw dengan perilaku mulia, santun, dan penuh hormat sehingga beliau lebih mencintai kita sebagai umatnya dan memberikan syafaat pada hari akhir nanti.

            Masuk akal kan?

            Akan tetapi, adalah hal yang sangat tidak masuk akal bagi saya jika kita yakin bahwa Muhammad saw, manusia suci dan mulia itu hadir, tetapi dalam acara-acara itu kita brutal dengan sikap kasar dan kata-kata penuh ujaran kebencian, fitnah, dusta, hoax, caci maki, penuh permusuhan, baik terhadap sesama manusia, apalagi terhadap sesama muslim. Dengan angkuhnya kita mengumbar kata-kata “kafir, murtad, munafik, zalim”, dan lain sebagainya.

            Kita yakin bahwa Muhammad saw yang suci ada bersama kita, tetapi kita bersikap kasar, kotor, penuh kemarahan, dan emosional. Saya sama sekali tidak bisa mengerti karena hal itu sama saja dengan kita menyuguhi Muhammad saw yang mulia dengan sikap yang tidak sopan, kurang ajar, dan kotor.

            Pantaskah kekotoran kita itu hadir di hadapan Muhammad saw yang suci dan bersih?

            Think about that!

            Sampurasun.

Monday 27 December 2021

Diamnya Orang-Orang Shaleh

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Dalam menanggapi kisruh perhabiban atau perulamaan ini, sangat banyak habib, ulama, kiyai, atau ustadz yang shaleh-shaleh berdiam diri, sunyi, tidak ikut bersuara. Saya melihatnya mereka bersikap seperti itu disebabkan tidak mengikuti perkembangan yang terjadi; tidak memahami situasi; ketakutan; menjaga kemuliaan dirinya.

            Menurut Habib Muhsin Labib, banyak habib yang tidak mengetahui kondisi yang terjadi karena sibuk dengan urusan keluarganya masing-masing. Banyak yang hidup miskin sehingga tidak memikirkan hal lain, kecuali bekerja sebagaimana orang-orang lainnya. Akan tetapi, mereka sekarang mulai terusik karena banyak yang menghujat habib disebabkan para oknum habib yang memanfaatkan kehabibannya untuk memperkaya diri, mencari penghormatan orang, membuat perpecahan di antara masyarakat, dan melakukan pelanggaran hukum.

Banyak sekali hujatan dari masyarakat dan ini sangat mengganggu keluarga dan anak-anak mereka. Hal ini mirip anak-anak dan cucu-cucu koruptor yang mendapatkan bulian dari teman-teman di sekolahnya. Kalau koruptor, agak mendingan bisa dipahami karena ulah mereka mengakibatkan keluarganya mendapatkan cacian. Kalau para habib shaleh ini, sangat dirugikan karena bukan mereka yang melakukan keburukan, tetapi keluarganya mendapatkan bulian akibat para habib lain berperilaku buruk yang  tidak mereka kenal sama sekali. Para habib itu tidak punya korps atau persatuan dan mereka banyak yang tidak saling kenal. Akan tetapi, ketika ada habib yang buruk, mereka pun kena getahnya.

Ada pula habib atau ulama yang ketakutan. Jika mereka menanggapi atau menyuarakan kebenaran, mereka takut akan dibuli, dipersekusi, dicaci, dan dihina. Apalagi kalau kita dengar ancaman Bahar yang kata orang habib itu akan mendatangi dan menghabisi mereka satu per satu karena dianggap mengkhianati Rizieq Shihab. Ketakutanlah mereka, lalu berdiam diri.

Banyak pula habib, ulama, kiyai, ustadz, dan orang-orang shaleh lainnya yang paham situasi, tidak pernah merasa takut, tetapi diam karena menjaga kemuliaan dirinya. Mereka berbicara mungkin hanya di kalangan terbatas, misalnya, di keluarga mereka, di jamaah masjid mereka, atau di pesantren-pesantren mereka. Akan tetapi, mereka menahan diri untuk tidak berbicara di masyarakat yang lebih luas.

Hal ini memang sesuai dengan anjuran Imam Syafii, “Sikap diam terhadap orang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan.”

Bahar dan orang-orang sejenisnya adalah orang bodoh, saya sudah ceriterakan sedikit kebodohannya. Kalau mau, saya bisa tambah banyak lagi menulis soal kebodohannya. Orang-orang shaleh ini diam terhadap ucapan, sikap, dan perilaku Bahar dan sejenisnya untuk memuliakan diri dan menjaga kehormatannya.

Hal seperti ini pun pernah disampaikan oleh Budha Sidharta Gautama, “Dengan orang-orang bodoh, tak ada persahabatan. Lebih baik seseorang hidup sendiri daripada hidup dengan para lelaki egois, angkuh, pemberontak, dan kepala batu.”

Ini bagus dan sangat baik. Akan tetapi, permasalahannya orang-orang bodoh di Indonesia ini bisa tambah banyak karena ditipu oleh para penjual agama yang menginginkan kekayaan, kehormatan, kedudukan, dan hal-hal duniawi lainnya. Orang-orang shaleh yang mencintai perdamaian, kasih sayang, dan keharmonisan hidup sudah saatnya lebih banyak bersuara untuk menyelamatkan masyarakat. Mengembalikan masyarakat pada jalan yang lurus dan benar.

Saya sangat bersyukur. Sedikit-sedikit, perlahan-lahan orang-orang baik ini mulai buka suara meskipun tidak meledak-ledak. Banyak yang dulu tidak dikenal, eh ternyata dia habib, misalnya, Abdillah Toha yang dulu saya ikuti dari rapat ke rapat, dari hotel ke hotel, dari gedung ke gedung, dari jalanan ke jalanan memperjuangkan agenda reformasi, ternyata habib juga. Ada Habib Husein Baagil dan Habib Kribo Zen Assegaf.

Ada pula Habib Muhdlor guru ngaji yang sederhana mengecam pencatutan namanya. Dia dijadikan alasan Gunung Semeru meletus. Kata orang yang mengaku-aku ulama Gunung Semeru meletus karena orang-orang di lereng Gunung Bromo mengusir Habib Muhdlor. Disebutnya Semeru meletus karena dirinya sebagai habib diusir oleh empat puluh warga. Kemudian, warga yang mengusirnya hilang. Kenyataannya, Habib Muhdlor memang pergi dengan sukarela karena dia menempati rumah punya orang lain, lalu keluarga pemilik rumah itu akan menggunakannya. Dia lalu pindah ke tempat lain. Dia ingin namanya jangan lagi dibawa-bawa karena tidak ada hubungannya dengan Gunung Semeru.

Lagian, dia pergi dari Gunung Bromo, tetapi Gunung Semeru yang meletus?

Bodor. Harusnya, Gunung Bromo yang meletus karena dia tinggal di Gunung Bromo. Aneh tuh orang-orang.

Orang pun jadi tahu bahwa vokalis band God Bless Ahmad Albar adalah seorang habib pula. Meskipun habib, ternyata dia pernah terjerat kasus Narkoba. Akan tetapi, kesalahannya sudah diselesaikan dengan baik dan dia meneruskan berkarya di dalam bidang musik. Nanti, insyaallah, akan banyak habib bermunculan dengan pikiran-pikiran yang jernih dan lebih bersih.

Orang-orang shaleh harus bicara dengan bijaksana. Kalau perlu tegas dan keras, lakukanlah sepanjang berada dalam koridor Al Quran dan hadits. Kalau sudah maksimal, jangan pedulikan lagi orang-orang bodoh itu. Biarkan hukum dan penegak hukum bekerja menangani mereka.

Hal itu sesuai dengan firman Allah swt dalam QS Al Araf : 199, “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”

            Yuk, ah.

            Sampurasun

Saturday 25 December 2021

Sebentar Lagi Bisa Saling Bunuh

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Makin mengerikan dan makin kacau persoalan Bahar bin Smith ini. Setelah banyak pihak yang akan mencarinya untuk membuat perhitungan dengannya serta ada yang mengajak berduel, pengikut Bahar pun bereaksi dengan mengancam akan membunuh orang-orang yang dianggap menantang Bahar. Mereka saling ancam lewat Youtube dan lewat WA. Saya berharap ini tidak terjadi, tetapi kalau mereka beneran ketemu di mana saja atau kapan saja, perkelahian hingga mati pun bisa terjadi tak terelakkan.

            Beginikah situasi yang sangat diharapkan?

            Kalau ini terjadi, berarti kita hidup mundur ribuan tahun ke belakang ke masa jahililyah, kebodohan dan kesesatan. Adanya, demokrasi dan hukum itu adalah untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pembunuhan fisik. Semua orang boleh bersaing mendapatkan yang diinginkannya, tetapi tidak dengan cara menggunakan kekerasan fisik. Berbeda dengan zaman dulu, keinginan dan kekuasaan itu diraih dengan cara kekerasan hingga pembunuhan.

            Kalaulah sekarang ada orang yang mengaku-aku habib, ulama, profesor, dosen, pejabat, pengusaha, atau siapa pun yang mengajak pada kekerasan fisik, dia berarti orang bodoh dan tolol yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak memikirkan nasib orang lain. Mereka menggerakkan dan mempengaruhi orang agar berkelahi untuk kepentingan dirinya sendiri. Orang lain dibiarkan melarat dan menderita, sementara dirinya sendiri berharap harta dan kedudukan untuk kesenangannya sendiri. Jangan bodoh dan jangan mudah ditipu.

            Jika saja terjadi perkelahian, bahkan saling bunuh gara-gara ceramah Bahar, urusannya akan menjadi panjang. Mereka sama-sama memiliki keluarga, teman, atau grup. Lalu, temannya menuntut balas, terjadi lagi kekerasan, kemudian dibalas lagi, kerusakan akan terus berlanjut. Ini berbahaya.

            Jika dihitung jumlah, pengikut Bahar ini sangat sedikit dibandingkan mereka yang tidak suka Bahar. Paling cuma beberapa ribu. Karena Bahar dianggap suka menghina Jokowi, pendukung Jokowi marah. Data survey terakhir, kepuasan rakyat terhadap Jokowi mencapai 82,3%. Artinya, bisa dikatakan jumlah anti-Bahar jauh lebih banyak, bisa mencapai angka 150 juta lebih. Pengikut Bahar bisa jadi bulan-bulanan.

Kalau huru-hara ini terjadi, akan ada banyak ibu kehilangan anaknya, istri yang menjadi janda, anak kehilangan ayahnya, ayah kehilangan anaknya, saudara kehilangan saudaranya karena mati berseteru. Banyak masa depan yang terganggu. Hal ini tidak perlu terjadi, baik kepada pendukung Bahar maupun kepada mereka yang anti-Bahar.

Orang boleh bilang saya terlalu mendramatisasi, tetapi sesungguhnya saya merasa ngeri.

Soalnya, saya pernah mendengar sendiri ada Ormas yang bajunya loreng-loreng bilang, “Kalau mereka masih begitu, kita akan karungin satu-satu. Kita pukulin di dalam karung.”

Mudah-mudahan hal ini tidak akan pernah terjadi. Semuanya bisa diselesaikan tanpa harus ada perkelahian.

Kuncinya ada di kepolisian. Polisi harus segera menjelaskan status Bahar. Kalau memang Bahar bersalah dan ada bukti yang cukup dalam pandangan kepolisian, segera tangkap Bahar supaya terjadi keamanan. Tinggal diteruskan ke kejaksaan dan dilanjutkan ke pengadilan, biar hakim yang lebih menentukan apakah benar bersalah atau tidak. Sebaliknya, jika polisi tidak memiliki bukti yang cukup bahwa Bahar telah melakukan pelanggaran hukum, segera umumkan kepada masyarakat luas bahwa tidak ada bukti dan alasan kuat untuk memenjarakan Bahar. Semua pihak harus menerima penjelasan kepolisian dan tidak perlu memaksakan kehendak kepada polisi, baik untuk memenjarakannya atau tidak. Biarkan polisi bekerja berdasarkan hukum.

Saya dengar polisi sedang mempelajari rupa-rupa laporan tentang Bahar. Itu bagus. Akan tetapi, jangan terlalu lama karena masyarakat sudah tegang dan sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja. Kalau terlalu lama, dikhawatirkan ketegangan rakyat memuncak, tetapi kepolisian belum memberikan kejelasan, kekerasan bisa terjadi tiba-tiba. Kalau benar terjadi, orang-orang jelas akan menyalahkan kepolisian karena bertindak lambat. Polisi akan menjadi pihak yang dimintai pertanggungjawaban.

Mudah-mudahan tidak terjadi kekerasan dan semua baik-baik saja. Semua harus belajar dari pengalaman yang sudah-sudah agar lebih hati-hati berbicara dan bertindak sehingga tidak membuat marah orang lain yang menyebabkan pelanggaran terhadap hukum.

Sampurasun.

Thursday 23 December 2021

Bahar itu Bodoh

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Bahar bin Smith bodoh itu disebabkan tidak melaksanakan perintah Allah swt, “iqra”, sebelum bicara atau bertindak. Orang-orang dan para habib sejenis Bahar sama pisan bodohnya. Sama juga dengan para pendukung dan pengikut fanatiknya yang tidak melakukan perintah Allah swt itu sebelum bicara atau bertindak. Dari sinilah mulai terjadinya kebodohan dan kesesatan itu. Hasilnya, bicaranya ngawur dan tindakannya ngaco.

            Iqra adalah ayat pertama yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw di Gua Hira melalui malaikat Jibril. Kita biasa menerjemahkan iqra dengan kata “baca”. Itu kalimat perintah dari Allah swt. Kalau menurut Habib Quraish Shihab yang menyusun “Tafsir Al Misbah” itu, artinya bukan baca, melainkan “kumpulkan!”.

            Apa yang mesti dikumpulkan?

            Hal yang harus dikumpulkan adalah data, fakta, informasi, fenomena, ilmu, sehingga kita dapat melakukan analisa terhadap segala sesuatu agar terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan semakin bijak. Kegiatan membaca pun sebetulnya merupakan bagian dari aktivitas mengumpulkan. Membaca adalah kegiatan mengumpulkan huruf-huruf menjadi kata. Kata-kata dikumpulkan menjadi kalimat. Kalimat-kalimat dikumpulkan menjadi paragraf. Paragraf-paragraf dikumpulkan menjadi wacana. Ke sananya bisa menjadi buku, majalah, koran, artikel, karya ilmiah, dan lain sebagainya.

            Nah, karena ayat ini tidak dilaksanakan, Bahar jadi bodoh berantakan. Kemudian, diikuti oleh para pengikutnya yang jadi berantakan pula pikiran dan tingkah lakunya.

            Sangat banyak contoh kebodohan yang dilakukan Bahar. Kejadian akhir-akhir adalah contoh nyata. Dia katakan bahwa Jenderal Dudung tidak ada dalam aktivitas membantu korban letusan Gunung Semeru, malah yang ada hanya para FPI dengan poster-poster Rizieq Shihab. Itu tandanya dia tidak iqra, tidak mengumpulkan informasi dulu, tidak punya data, dan tidak membaca situasi yang ada. Hal itu menyebabkan dirinya bodoh serta berbicara berdasarkan lamunan dan emosinya.

            Kenyataannya, TNI AD adalah yang paling pertama datang di wilayah Semeru dan membuka jalan bagi para korban serta ribuan relawan yang membantu, termasuk untuk FPI juga yang jumlahnya sangat sedikit itu. Bahar tidak tahu itu karena tidak iqra. Akibatnya, prajurit TNI AD marah, rakyat marah, orang-orang waras marah, lalu melaporkan Bahar ke polisi.

            Bisa lihat kan?

            Tidak iqra, jadi bodoh, ngomong ngelantur, bikin marah orang, dilaporkan ke polisi, kemungkinannya dia masuk lagi penjara kalau tidak ada yang membunuhnya. Coba kalau iqra dulu, rentetan kejadian itu tidak perlu terjadi.

            Saya jadi ingat prajurit Serda Ucok yang marah, lalu membantai empat preman hingga mati karena Ucok punya kecintaan sangat tinggi pada kesatuannya di TNI. Dia memang salah dan dihukum sebelas tahun, tetapi empat orang sudah tewas di tangannya.

            Ketika diwawancara Karni Ilyas, Bahar mengatakan bahwa selama dirinya hidup dia akan melawan kemunkaran. Lalu, dia mencontohkan penurunan baliho Rizieq Shihab oleh Dudung yang menurutnya salah. Itu pula yang menyebabkan dia kerap melakukan penyerangan secara bahasa kepada Dudung. Bahar itu bodoh karena tidak iqra. Dudung melakukan itu karena FPI yang terlarang itu sudah keterlaluan salahnya. Yang namanya spanduk, baliho, dan sebagainya itu ada aturan pemasangannya, ada batas ukurannya, ada batas waktu pemasangannya, ada pajaknya, ada aturan penempatannya. Ketika Satpol PP menegakkan aturan itu, FPI dengan premanismenya memaksa Satpol PP untuk memasangnya kembali. Melihat hal itu, Dudung membantu Satpol PP untuk memaksa FPI patuh pada aturan dengan menurunkan baliho dan merobeknya. Itu artinya, Bahar tidak membaca aturan dan tidak punya dasar ukuran tentang hal salah-benar dalam soal baliho. Ukuran salah dan benar adalah hawa nafsunya sendiri. Dia tidak iqra, jadi bodoh, pikirannya jadi ngaco, lalu menggunakan agama untuk mendukung kesesatan berpikirnya. Terus ngajak orang-orang bodoh lain untuk mengikutinya. Timbul teriakan “Dudung murtad!” kayak mereka saja yang paling Islam dan berhak menentukan kemurtadan seseorang. Makin kacau dan makin menyesatkan.

            Banyak sebetulnya kalau mau ditulis satu-satu kebodohan Bahar, tetapi cukuplah segitu saja dulu agar kita paham bahwa adalah suatu keharusan melakukan “iqra” sebelum berbicara dan bertindak agar tidak bodoh dan sesat.

            Sampurasun.

Tuesday 21 December 2021

Jauhi Bahar

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Jauhi Bahar dan orang-orang sejenis dia. Berbahaya.

            Sekarang ini setiap membuka Youtube, selalu ada berita yang baru tentang Bahar bin Smith dan itu isinya kemarahan. Sekarang semakin banyak orang yang menantang duel Bahar bin Smith, bahkan ingin membunuhnya dengan cara menembak Bahar. Mereka orang-orang yang sedang marah, kalap, dan membahayakan. Mereka sudah tidak peduli lagi dirinya. Ancaman membunuh Bahar adalah pelanggaran hukum tersendiri, tetapi mereka tidak peduli. Mau ditangkap polisi, bahkan mati pun tidak peduli asal mereka bisa membunuh Bahar. Ancaman bahwa yang tidak menghormati habib bakal masuk neraka, tidak akan mendapatkan syafaat Nabi Muhammad saw, sebutan kafir, sama sekali tidak laku dan tidak lagi didengar. Banyak sekali yang tidak percaya itu. Lebih jauh dari itu, ada yang mengancam atau memberikan ultimatum kepada TNI bahwa jika TNI tidak mengambil tindakan, mereka sendiri yang akan bertindak menghabisi Bahar.

            Kalau kemarahan dari prajurit TNI, selama mereka berada dalam kesatuannya, masih bisa dikendalikan oleh komandannya dan institusi TNI masih terus dalam koridor hukum yang membatasinya. Hal yang membahayakan adalah jika para prajurit yang marah itu mengatasnamakan dirinya sendiri dan bukan atas nama TNI, kemudian mengambil tindakan sendiri. Mereka tidak bisa lagi dikendalikan. Bahaya yang lebih besar justru bukan datang dari prajurit TNI, melainkan dari masyarakat biasa yang marah, lalu melakukan hal-hal brutal pada Bahar bin Smith. Soalnya, memang ada masyarakat biasa yang ingin menembak Bahar.

            Bagaimana jika mereka membeli senjata di pasar gelap, lalu beneran menembak Bahar?

            Seperti saya bilang tadi, mereka sudah mengancam dan videonya sudah berterbaran di mana-mana, bisa dilihat sendiri oleh semua orang. Mereka tidak menyembunyikan diri, wajahnya jelas terlihat, kalimat-kalimatnya sangat jelas diucapkan penuh kemarahan, padahal ancaman seperti itu merupakan pelanggaran hukum. Akan tetapi, mereka tidak peduli.

            Kalaulah benar-benar terjadi, lalu Bahar mati ditembak kepalanya, agak mendingan. Akan tetapi, situasi akan menjadi jauh lebih buruk jika bukan cuma Bahar yang mati, melainkan pula orang-orang yang ada di sekitar dia saat itu, para pengikutnya yang polos, kurang pengetahuan, dan mudah ditipu itu. Orang yang mati konyol akan menjadi sangat banyak.

            Kasus-kasus seperti ini sudah banyak contohnya terjadi di dunia ini, terutama di Amerika Serikat. Pada berbagai kota di AS sering kejadian seperti ini. Dendam atau marahnya hanya kepada satu orang, tetapi yang mati kena tembak jadi 12 sampai 23 orang. Senjata yang mereka gunakan pelurunya nyasar ke mana-mana, padahal maksudnya hanya ke satu orang.

            Mudah-mudahan hal ini tidak perlu terjadi di Indonesia. Akan tetapi, bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia juga. Oleh sebab itu, untuk sementara ini jauhi Bahar bin Smith sampai dia berubah sikap menjadi lebih baik sehingga situasi lebih kondusif, kecuali jika memang mau cari mati. Silakan saja kalau memang ingin hidup bermasalah, kemudian mati konyol, tidak meninggalkan jasa apa pun di dunia ini.

            Saya sudah ngasih tahu ya.

            Jangan sampai seperti dulu. Saya kasih tahu agar jangan berlebihan menyambut Rizieq Shihab di bandara sepulang dari Arab, tetapi banyak yang nggak mau tahu. Akibatnya, FPI bubar, Rizieq masuk penjara, dan enam orang mati di tol km 50. Padahal, tulisan-tulisan saya itu dibaca oleh lebih dari 250 ribu orang.

            Masa pada nggak ngerti sih?

            Kalau saat itu biasa saja menyambut Rizieq dari bandara, kan FPI tidak perlu bubar, Rizieq nggak perlu masuk penjara, dan tidak perlu ada yang mati di tol km 50 ditembak polisi.

            Tapi, … ya sudahlah, terserah kalian. Saya ngasih nasihat saja. Mau percaya, mau ikut nasihat saya, mau nggak percaya, gengsi mengikuti nasihat saya, itu hak kalian masing-masing. Kita lihat saja nanti, apa peristiwa selanjutnya yang bakalan terjadi.

            Sampurasun.

Monday 20 December 2021

Bahar Dilaporkan ke Polisi Lagi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Bahar bin Smith ini memang harus diperbaiki jiwanya. Baru keluar dari penjara, sudah bikin onar lagi. Wajar jika dilaporkan lagi ke polisi.

            Apa sih yang sebetulnya dia ajarkan ke pengikutnya?

            Fiqih?

            Muamalah?

            Syariah?

            Tarbiyah?

            Aqidah?

            Akhlak?

            Apa sih?

            Yang saya lihat cuma ceramah teriak-teriak, maki-maki orang sambil mata melotot muka merah, dan urat leher hampir putus.

            Dia kembali dilaporkan ke polisi atas isi ceramahnya dengan pasal yang isinya berupa ujaran kebencian dan permusuhan. Sayangnya, polisi tidak menyebutkan siapa yang melaporkannya dan kasus mana yang dilaporkan. Orang hanya menduga-duga saja isi ceramah kapan dan mana yang dilaporkan. Hal itu bisa diduga dari tanggal pelaporan tersebut, 7 Desember 2021. Itu artinya sudah lumayan terjadi beberapa hari yang lalu.

            Banyak yang menduga kasus itu adalah isi ceramah Bahar yang pertama ketika bebas dari penjara. Dalam ceramahnya, memang jelas sekali dia mengucapkan ujaran kebencian, permusuhan, dan ancaman.

            Begini ancamannya, “Oleh karena itu, saya sampaikan ente orang, saya nggak bahas pemerintah, ente orang para habaib, para kiyai, para ulama, siapa pun ente, mau ente anaknya wali, mau ente anaknya ulama, ente mengkhianati Habib Rizieq, bakal ana habisi satu-satu,”

            Ini jelas ancaman. Saya pun pernah mengalaminya. Dulu saya pernah coba cari-cari tempat tinggal di kampung-kampung berharap tempatnya lebih sepi, tanahnya lebih luas, dan lebih murah. Bukan tempat tinggal yang sekarang. Kebetulan ada yang mau dijual tanah dan rumah seluas 498 m2, tetapi perjanjian kalau saya betah di sana selama satu tahun, saya beli. Eh, baru juga dua bulan, sudah ada yang mengancam istri saya akan dibunuh gara-gara anak-anak tetangga yang main bola di tanah yang saya tempati itu, lalu bolanya tertendang sampai masuk pekarangan rumah orang lain. Yang pekarangannya kemasukan bola marah-marah dan mengancam membunuh istri saya karena memang cuma istri saya yang di rumah, anak-anak saya sedang sekolah dan saya sendiri sedang ada pekerjaan di Cianjur menyusun naskah “Aku Cinta Cianjur”.

            Segera saja istri saya menelepon saya. Dua hari berikutnya saya datang, sambil kesal, lalu lapor polisi. Saya lapor polisi karena saya takut berkelahi. Kalau berkelahi, saya takut dibunuh dan saya takut membunuh orang. Dibunuh atau membunuh adalah menakutkan bagi saya, urusannya panjang. Jalan yang aman adalah lapor polisi.

            Nggak pake lama, nggak sampai 24 jam, malamnya saya lapor. Besoknya orang itu sudah digusur polisi. Malamnya tetangga berdatangan mengucapkan terima kasih karena ternyata orang yang digusur polisi itu juga sering mengganggu dan mengintimidasi tetangga serta kerap melakukan ancaman kekerasan. Saya baru tahu karena warga baru.

            Nah, kalimat ancaman Bahar itu mirip dengan yang terjadi kepada istri saya. Itu sudah jelas ada pelanggaran hukum.

            Coba perhatikan kalimat Bahar. Dia mengancam menghabisi para habaib, para kiyai, para ulama, anak wali, anak ulama satu-satu karena dianggap mengkhianati Rizieq Shihab.

            Wajar dia dilaporkan karena ada orang yang merasa terancam, terganggu, merasa ngeri, atau orang seperti saya yang ketakutan karena saya bisa kapan saja membunuh orang yang membuat saya merasa terancam.

            Orang semacam ini yang dijadikan panutan?

            Orang seperti ini dianggap penuh kebaikan?

            Pengancam para habaib, para kiyai, para ulama, anak wali, dan anak ulama dianggap sebagai jalan menuju surga?

            Surga itu bukan ada pada orang semacam itu, bukan ada di para habaib, tetapi ada di telapak kaki ibu kita. Kalau ingin surga, datangi ibu kita, orangtua kita. Berbaktilah kepada orangtua kita. Merekalah yang jadi wakil Allah swt untuk menciptakan kita di muka Bumi ini. Merekalah yang melindungi kita dari segala bahaya ketika kita tidak berdaya. Mereka yang menjaga kita dari binatang melata, cecunguk, nyamuk, dan bahaya lainnya ketika orang lain tidak mau melakukannya untuk kita.

            Sebesar apa pun mengesalkannya orangtua kita, mereka adalah pengurus kita, pelindung kita. Kewajiban kita adalah berbakti kepada mereka. Inilah jalan surga.

            Datangi ibu kita, ayah kita, cium kaki mereka kalau mereka masih hidup. Kalau sudah tidak ada, datangi kuburannya, cium kuburannya, bersihkan dan pelihara kuburannya, berbicaralah dengan mereka, lalu berdoalah minta ampunan dan kesejahteraan untuk mereka kepada Allah swt. Ini jalan surga. Bukannya mencium kaki orang lain dan berbakti kepada orang lain, tetapi menyakiti hati dan menelantarkan orangtua kita.

            Keridhaan Allah swt sangat bergantung pada keridhaan orangtua tua kita, bukan bergantung pada keridhaan para habib. Jadi, kalau ingin  cinta dan keridhaan Allah swt, cintailah dan buatlah ridha orangtua kita.

            Kalau para habib itu marah-marah kepada kita, bahkan mendoakan buruk bagi kita, datangi ibu kita, mintalah doa dari ibu kita. Niscaya, doa para habib itu runtuh oleh doa ibu kita. Demi Allah swt, doa seorang ibu untuk anaknya jauh lebih ampuh, jauh lebih mujarab dibandingkan doa para wali sekalipun.

            Nabi Muhammad saw sendiri mengajarkan bahwa berbakti yang pertama kali itu kepada ibu kita, kemudian ibu kita, lalu ibu kita, setelah itu ayah kita. Bukan mendahulukan para habib itu. Kaki orang lain dicium, tetapi kaki ibu kita tidak pernah kita cium. Kacau.

            Surga itu ada di ibu kita, orangtua kita. Ini jalan surga, beneran.

            Di mana ada lagi jalan surga?

            Di tetangga kita!

            Berbuat baik dan bersabarlah terhadap tetangga kita. Ini jalan surga.

            Kalaupun kalian rajin maulidan, shalawatan, takbir keliling, tahlilan, tadarusan, tahajudan, pengajian, tetapi jika kalian sering menyakiti hati tetangga atau bahkan fisiknya, neraka adalah tempat kalian. Beneran.

            Nabi Muhammad saw sudah banyak memberikan petunjuk tentang jalan-jalan menuju surga, tinggal kita berupaya dan bersabar melakoninya. Surga itu tidak akan ada di panggung-panggung pidato penuh kemarahan, kebencian, penghujatan, kedustaan yang menggiring kita pada kekacauan. Demi Allah swt.

            Sampurasun.

Sunday 19 December 2021

Bahar bin Smith Harus Dipasung di Rumah Sakit Jiwa

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Begitulah yang dikatakan Habib Abdillah Toha, politisi senior pejuang reformasi. Saya mengenal Habib Abdillah Toha ketika zaman aksi demonstrasi 1998 meruntuhkan pemerintahan Soeharto. Dia itu tokoh yang banyak mengkritik pemerintah sekaligus ikut membangun bangsa. Sekarang beliau sudah sepuh, tetapi tetap aktif berpikir dan memberikan banyak kritikan pada pemerintahan Jokowi. Meskipun banyak mengkritik, dia tetap terhormat, tak ada orang yang mencacinya karena kritikannya disampaikan dengan cara yang benar dan terpelajar. Tidak kampungan, teriak-teriak sambil memaki-maki orang.

            Dia ikut kesal dengan kelakuan Bahar yang selalu membuat kegaduhan, padahal baru saja keluar dari penjara. Habib Abdillah Toha menyarankan aparat keamanan untuk tidak lagi memasukkan Bahar ke penjara, tetapi ke rumah sakit jiwa, kemudian dipasung sampai sembuh.

            Soal gangguan kejiwaan Bahar ini pernah pula disampaikan oleh politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dede Uki. Menurutnya, Bahar ini menderita gangguan jiwa yang disebut dalam ilmu psikologi sebagai “superiority complex”. Penyakit ini berupa kepercayaan diri yang berlebihan, merasa diri lebih baik dibandingkan orang lain. Jalur yang dipakai Bahar adalah garis keturunannya. Dia sangat mengagungkan garis nasab, menganggap diri paling benar, tidak mau dipandang rendah, dan tidak mau mendengarkan orang lain. Di samping itu, orang yang berpenyakit seperti ini kerap berbicara tanpa bukti dan fakta.

            Habib Kribo Zen Assegaf menyebut orang-orang seperti Bahar ini adalah “penyembah nasab”, ‘penyembah garis keturunan’. Padahal, habib itu tidak ada apa-apanya, tidak ada jaminan sebagai manusia suci. Kata Habib Kribo, ahlul bait yang disucikan itu hanya ada lima orang, yaitu: Nabi Muhammad saw, Fatimah, Ali bin Abi Thalib, serta Hasan Husen. Selebihnya, bukan ahlul bait. Dirinya sendiri sebagai habib mengaku bukan orang suci, sama saja seperti orang lain.

            Karena di Indonesia ini banyak orang awam, miskin literasi, sengsara pengalaman, dan kurang pengetahuan, menganggap habib adalah orang sangat mulia dan sangat hebat. Kita memang harus menghormati darahnya sebagai keturunan Nabi Muhammad saw, tetapi kalau kelakuannya buruk, jangan diikuti. Demikian pula kata Gus Nuril yang telah berkeliling dunia ke mana-mana, hanya di Indonesia para habib ini diperlakukan seolah-olah orang yang sangat suci. Di negara mayoritas muslim lain, tidak seperti itu, biasa saja.

            Kurangnya pengetahuan orang Indonesia inilah yang tampaknya match dengan gangguan kejiwaan Bahar yang suka dipuji dirinya dalam penilaian Dede Uki. Oleh sebab itu, tak heran Habib Abdillah Toha menyarankan Bahar bin Smith dimasukkan ke rumah sakit jiwa, kemudian dipasung hingga sembuh.

            Dede Uki pun menjelaskan bahwa ada temannya yang masih habib dan satu marga Smith dengan Bahar tidak mendukung kelakuan Bahar. Bahkan, banyak marga Smith yang sangat kesal terhadap perilaku Bahar.

            Hal yang sangat saya khawatirkan adalah anak-anak muda yang ikut-ikutan mendukung Bahar karena sangat berbahaya. Kita sudah punya contoh anak-anak muda yang mati di jalan tol km 50 yang membawa senjata, lalu menantang polisi malah mati ditembak polisi. Orang mau bilang mereka mujahid atau syuhada, terserah. Yang jelas mereka mati, hidupnya terhenti, padahal masih banyak kesempatan pada masa depan yang dapat mereka raih dengan gemilang dan menambah banyak manfaat bagi dirinya dan masyarakat.

            Mau berapa banyak lagi yang mati?

            Tadi malam saya hanya melihat satu orang berseragam TNI yang akan menguber Bahar dan mengancam menangkap Bahar. Sebelum saya menulis ini, ada lagi dua orang yang berseragam TNI juga mengancam Bahar. Kali ini saya lebih yakin mereka memang prajurit TNI dilihat dari tubuhnya yang mirip-mirip dengan murid-murid saya anggota TNI dan kepolisian. Mahasiswa-mahasiswa saya yang TNI dan polisi itu seukuran tubuhnya dengan orang berbaju TNI di video yang marah dan mengancam Bahar. Di samping itu, tak ada bantahan dari institusi TNI bahwa orang-orang yang dalam video itu adalah prajurit TNI AD.

            Saya khawatir jika anak-anak muda yang masih polos-polos terseret ikut masuk dalam pusaran kemarahan para prajurit itu. Kemudian, menjadi korban yang sebetulnya tidak perlu terjadi. Mereka seharusnya lebih memikirkan masa depannya agar lebih baik, lebih bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya sehingga menjadi muslim-muslim cerdas dan tangguh membangun diri dan masyarakatnya menjadi lebih baik dan mendapatkan banyak cinta dari Allah swt.

            Sampurasun.

 

Sumber:

https://wartaekonomi.co.id/read381240/orang-psi-sebut-banyak-marga-smith-kesel-sama-kelakuan-habib-bahar-yang-dibilang-mengidap

https://bekasi.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-121932638/dedek-uki-ungkap-bahar-bin-smith-punya-gangguan-jiwa-bersifat-arogan-dan-tak-ingin-dipandang-rendah?page=2

https://www.youtube.com/watch?v=xPljgmFAZzI

https://makassar.terkini.id/sarankan-bahar-smith-dikirim-ke-rumah-sakit-jiwa-abdillah-toha-biar-dipasung-sampai-sembuh/