oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Judul itu adalah pernyataan
Kasad Jenderal Dudung Abdurachman ketika diwawancara di podcast Deddy Corbuzier.
Tayangan video itu sekitar satu jam sembilan menit. Saya mendengarnya biasa
saja dari awal hingga akhir, tidak ada yang aneh.
Tuhan memang bukan orang Arab kan?
Tuhan memang bukan orang, bukan manusia, dan bukan Arab.
Apanya yang aneh?
Hal yang aneh justru banyak yang meributkan pernyataan
itu dengan memutarbalikkan fakta dan membahasnya hingga menjadi kacau tidak
karuan. Mereka yang meributkan pernyataan itu justru telah membuat “misleading information”, ‘informasi menyesatkan’.
Banyak orang yang katanya ustadz, ulama menambah kekacauan informasi sehingga
timbul tuduhan bahwa Dudung telah menyamakan Tuhan dengan orang. Dudung
dianggap penista agama. Padahal, di dalam kalimat Dudung itu ada kata “bukan”
yang artinya Tuhan tidak sama dengan orang. Tidak ada dasar yang bisa membuat
suatu kesimpulan bahwa Dudung telah menyamakan Tuhan dengan orang.
Orang-orang itu cuma bikin ribut saja. Mereka gemar
sekali menyesatkan pikiran orang lain dan membiarkan orang lain dalam
kebodohan.
Begini yang saya perhatikan dalam podcast itu. Dudung
menjelaskan bahwa dirinya setiap selesai shalat selalu berdoa dengan
menggunakan bahasa Indonesia.
Dia bilang, “Tuhan kan bukan orang Arab.”
Maksudnya, berdoa dengan bahasa apa pun Tuhan pasti tahu,
pasti mengerti, pasti paham. Tidak harus selalu menggunakan bahasa Arab. Tuhan
kan memahami seluruh bahasa karena Dia sendiri yang menciptakan bahasa itu.
Pernyataan Dudung justru menunjukkan bahwa Tuhan adalah Sang Penguasa terhadap
segala sesuatu, termasuk bahasa. Sesederhana itu untuk memahami kalimat Dudung.
Kalimat-kalimat ini bukan hanya dari Dudung yang saya
dengar, melainkan dari banyak orang. Banyak ustadz, kyai, ulama, profesor yang
mengaku bahwa lebih suka menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Indonesia ketika
berdoa karena lebih terasa di hati. Saya yakin di antara para pembaca pun
sering dan banyak yang berdoa dengan menggunakan bahasanya sendiri dibandingkan
menggunakan bahasa Arab. Itu biasa, normal, wajar karena itu persoalan hati dan
pemahaman terhadap bahasa untuk menyampaikan keinginan kita kepada Tuhan dengan
lebih baik.
Memang banyak doa yang diajarkan Allah swt dan Nabi Muhammad
saw dengan menggunakan bahasa Arab, banyak yang hapal, banyak yang paham,
banyak yang sering mengucapkannya. Akan tetapi, keinginan manusia itu banyak
dan sangat banyak yang tidak diajarkan dalam bahasa Arab.
Contohnya, seorang sais atau kusir delman berdoa, “Ya
Allah, Ya Tuhanku, sehatkanlah kudaku, kuatkanlah aku, bahagiankanlah para
penumpangku agar aku tetap mendapatkan rezeki untuk keluargaku.”
Bagi orang Arab atau orang yang fasih berbahasa Arab,
tidak akan kesulitan berdoa seperti itu dalam bahasa Arab. Akan tetapi, bagi
orang yang tidak ahli berbahasa Arab, pasti sangat kesulitan.
Bahasa apa yang akan digunakan untuk doa-doa seperti itu?
Pastinya adalah bahasa yang dia mengerti. Tuhan pun akan
mengerti bahasa dia karena memahami seluruh bahasa.
Saya sendiri berdoa di depan Kabah di Mekah sambil
memegang tembok Kabah memakai baju batik dan ikat kepala Sunda dengan
mengunakan tiga bahasa, yaitu bahasa Sunda, Indonesia, dan Arab. Allah swt
pasti mengerti doa-doa yang saya sampaikan karena Allah swt Mahatahu Segala
Bahasa.
Jangan bikin sesuatu yang biasa dan nggak penting menjadi
heboh nggak karuan, apalagi menyesatkan dan menumbuhkan kebencian.
Begitu, ya.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment