Friday, 31 December 2021

Soal Sepak Bola: Antara Doa dan Usaha

 


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Lucu juga banyak orang yang kebingungan karena doanya tidak dikabulkan ketika terjadi pertandingan sepak bola antara  Timnas Vs Thailand. Mereka tak punya jawaban atas hal itu.

        Ada yang mengatakan bahwa doa kita kurang serius untuk memenangkan Timnas.

        Ada yang merasa menyesal, “Mengapa sih kita kalah sama kafir?”

        Umat Islam Indonesia yang mayoritas ini harus kalah bertanding dengan Thailand yang umat Islam-nya sedikit. Doa-doa dan bacaan-bacaan rupa-rupa sudah diucapkan, tetapi tetap kalah.

        Persoalannya bukan ada di doa sebetulnya. Akan tetapi, ada di bagaimana kita mengurus sepak bola kita. Mau doa dari ulama sehebat apa pun, tetap saja tidak akan membuat Timnas menang jika sepak bola kita tidak diurus dengan baik. Saya bukan ahli sepak bola dan tidak terlalu memperhatikan soal persepakbolaan, tetapi kerap mendengar atau membaca informasi yang tidak bagus tentang urusan olah raga dan sepak bola di Indonesia. Ada banyak korupsi, ada rebutan posisi, orang-orang politik masuk ikut campur, rendahnya kualitas pemain, kurang terjaminnya hidup para pemain, suap menyuap antara klub dengan wasit, dan lain sebagainya.

        Jika dilihat dari masyarakat Indonesia yang berminat untuk menjadi pemain sepak bola saja, sudah sangat rendah. Di negara-negara Eropa itu penduduknya hanya jutaan atau puluhan juta dalam satu negara, tetapi orang yang ingin menjadi pemain sepak bola itu jumlahnya sangat banyak, bisa puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan mencapai satu juta. Indonesia memiliki penduduk 273 juta, tetapi orang yang berminat untuk menjadi pemain sepak bola kalau tidak salah, tidak mencapai angka sepuluh ribu orang. Maaf ya kalau data ini kurang tepat karena saya menggunakan data beberapa tahun yang lalu. Dari minat  individu ini saja sudah kelihatan bahwa persaingan untuk menjadi pesepakbola andal di Indonesia sangat rendah karena jumlahnya sedikit. Berbeda dengan Eropa karena jumlahnya lebih banyak, persaingan pun semakin ketat dan setiap orang berusaha lagi lebih keras untuk menjadi unggul. Kurangnya minat ini mungkin diakibatkan orang Indonesia melihat bahwa menjadi pemain sepak bola bukanlah jalan hidup yang bisa memberikan penghidupan hingga sejahtera sampai tua.

        Belum lagi jika dilihat dari fasilitas lapang yang ada dengan jumlah kompetisi yang dijalankan. Indonesia masih sangat kurang. Berbeda dengan jumlah lapang bulu tangkis yang selalu ada hampir di setiap kelurahan, bahkan sampai di tingkat RW. Malah, tanah kosong milik orang lain pun sering digunakan untuk lapang bulu tangkis. Kompetisi-kompetisi bulu tangkis pun lebih sering dilakukan, mau antarkelurahan, antarsekolah, antarintansi, antarperusahaan, dan lain sebagainya. Pengurusan dan pembinaan bulu tangkis pun lebih baik dibandingkan sepak bola. Oleh sebab itu, tak heran jika dalam bidang bulu tangkis, kita sering menjadi juara dunia.

        Kalau sepak bola?

        Apakah kita punya lapang sepak bola di setiap kelurahan? Di setiap kecamatan?

        Seberapa sering kita melangsungkan kompetisi atau liga sepak bola di wilayah kita masing-masing?

        Seberapa terjamin hidup para pemain sepak bola kita di tempat masing-masing?

        Semuanya sangat minim. Persaingan untuk menjadi yang terbaik pun menjadi sangat rendah.

        Banyak pengamat yang mengatakan bahwa pembinaan, fasilitas, pengurusan, dan jumlah kompetisi di Jepang, Vietnam, dan Thailand lebih bagus dibandingkan dengan di Indonesia. Indonesia hanya bisa dikatakan lebih bagus jika dibandingkan dengan Laos dan Kamboja. Bahkan, Myanmar pun sudah menunjukkan perbaikan dalam persepakbolaannya.

        Rakyat Indonesia sangat ingin Timnas menang karena terlalu cinta negaranya. Kecintaan ini harus didukung oleh pemerintah, para politisi, dan para profesional. Jangan buat rakyat yang penuh  cinta ini selalu patah hati dengan menyaksikan secara langsung kekalahan negaranya.

        Kalaupun kita kalah dari Thailand, jujur saja, menurut saya itu wajar karena Thailand lebih baik dalam mengurus sepak bola. Meskipun demikian, jangan patah semangat, tetap kobarkan cinta, dan selalu berdoa. Semua itu tetap memiliki nilai untuk kita semua, tetap cinta Indonesia.

        Sampurasun.

No comments:

Post a Comment