oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya bisa memahami kemarahan
dan kekesalan para prajurit TNI AD yang merasa dihina pemimpinnya, Jenderal
Dudung Abdurachman. Akan tetapi, kita semua harus menahan diri, bersabar, dan
mengikuti aturan yang berlaku. Jika melakukan sesuatu yang di luar jalur, pasti
terjadi kesalahan. Bukan hanya TNI yang harus sabar, melainkan masyarakat juga
harus bersabar.
Kejadian Kamis, 30 Desember 2021, sungguh keliru. TNI
melakukan kesalahan yang tidak perlu. TNI penguasa setempat mendatangi rumah
Bahar bin Smith, lalu menyampaikan nasihat dan pesan agar Bahar tidak lagi
berceramah dengan kasar dan menghina orang lain. Di samping itu, ada sedikit
ancaman memang dari TNI yang saya perhatikan bahwa jika tidak memenuhi
panggilan kepolisian, Bahar akan dijemput langsung.
Maksud TNI sebetulnya bagus, tetapi itu berada di luar
batas kewenangannya dan mengagetkan banyak orang. Akibatnya, terjadi perdebatan
antara Bahar dan TNI. Harus saya akui bahwa kali ini Bahar menang karena TNI
offside, kelebihan tindakan. Kini Bahar berada di atas angin dan memperluas fenomena
seolah-olah TNI menakut-nakuti rakyat. Akibatnya, TNI harus pergi dari kediaman
Bahar karena memang tidak bisa apa-apa.
Seharusnya, TNI lebih tenang karena kasus ujaran
kebencian Bahar sudah ditangani kepolisian dan polisi memang sudah memanggil
Bahar untuk datang pada Senin, 3 Januari 2022, tiga hari dari kejadian
perdebatan itu, untuk diperiksa kasusnya. Tinggal tunggu saja pemeriksaan itu.
Kalau pun Bahar tidak datang, masih urusan polisi juga untuk kembali
memanggilnya. Kalau sudah tidak datang lagi, polisi dapat menjemputnya. Bukan
TNI yang menjemputnya.
Mungkin TNI dapat membantu kepolisian jika isu-isu yang
beredar membahayakan terjadi. Memang ada isu yang beredar bahwa akan ada pengerahan
massa untuk mengawal Bahar ketika diperiksa polisi. Jika itu terjadi dan polisi
memerlukannya, TNI bisa dengan sigap mengamankan situasi seperti ketika
menurunkan dan merobek baliho Rizieq Shihab karena Satpol PP sangat memerlukan
tambahan kekuatan. Hal ini memang pernah terjadi ketika Rizieq dipanggil Polda
Jabar, mengerahkan massa sehingga terjadi bentrokan dengan Ormas anti-Rizieq,
anak buah Kang Dedi Mulyadi mantan Bupati Purwakarta itu. Beruntung, polisi bisa mengamankan situasi dan bentrokan bisa
diredam. Dalam situasi seperti itu, kemungkinan TNI diperlukan kalau polisi
memerlukan bantuan itu juga. Kalau tidak perlu, ya TNI tidak perlu ikut campur.
Meskipun TNI telah melakukan kesalahan, minimal ada pesan
yang tersampaikan kepada Bahar dan para pengikutnya, yaitu TNI selalu
memperhatikan mereka di mana saja dan tidak segan-segan melakukan tindakan yang
sangat tegas jika situasi mengharuskan TNI turun tangan. Jangan macam-macam
dengan TNI AD. Begitu kira-kira pesan yang pasti tersampaikan.
Oh iya, buat mereka yang sedang terlibat ancam-mengancam
duel, adu fisik gara-gara Bahar, segera hentikan, polisi sudah menanganinya, tinggal
kita lihat saja seserius apa polisi menanganinya. Sudah tidak perlu lagi saling
ancam untuk saling bunuh. Hukum sedang dijalankan.
Lagian, duelnya juga nggak jadi-jadi. Berantemnya cuma di
Medsos. Ketika sudah disepakati tempat dan waktunya untuk ketemu duel, nggak
ketemu juga. Yang satu bilangnya sudah nungguin, musuhnya bilang sudah ngontak
lewat Hp buat memastikan, tetapi nggak diangkat, nggak dibalas pesannya. “Pasalingsingan” terus. Akhirnya, mereka balik lagi saling
serang di Youtube.
“Gua tungguin duel luh, nggak nongol-nongol, pengecut
luh!”
“Apa? Gua pastiin lewat telepon, kamu nggak angkat
teleponnya. Ditanya lewat WA, nggak ngejawab-jawab. Dasar Pansos luh!”
“Kapan kamu nelepon? Kapan kirim WA? Nomor Gua ganti tahu!”
“Bacot Lu!”
Wah, moal
baleg-baleg, kitu jeung kitu we terus. Kucing-kucingan.
Padahal mah tinggal ngomong, “Mun eudeuk, eudeuk. Mun moal, urang rek dicalana deui!”
Sudahlah. Sekarang
sedang ditangani polisi.
“Dicalana deui we kabeh, tong
dituluykeun! Moal baleg!”
No comments:
Post a Comment