Wednesday 19 January 2022

Soal Bahasa Sunda, Arteria Tidak Jelas

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Baru-baru ini anggota DPR RI dari PDIP Arteria Dahlan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mencopot atau memecat salah seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) yang menggunakan bahasa Sunda dalam rapat kerja. Permintaannya itu membingungkan, tidak lengkap, dan tidak jelas.

            Kajati mana yang dia maksud? Siapa?

            Soalnya, ada empat orang Sunda yang menjadi Kajati di Indonesia ini. Kalau disebut Kajati Jawa Barat Asep Nana Mulyana, masih sulit juga. Hal itu disebabkan Asep tidak merasa bahwa dirinya yang jadi target Arteria Dahlan. Bahkan, Arteria memuji-muji Asep sebagai pengacara negara yang telah menuntut Si Ustadz Cabul Herry Wirawan yang memperkosa banyak santriwatinya dengan hukuman mati. Belum jelas Kajati mana yang dimaksud Arteria Dahlan.

            Di mana Kajati berbahasa Sunda itu melakukan rapat kerja? Di Bandung? Garut? Jakarta? Medan? Makasar?

            Rapat kerja apa yang dia maksud?

            Kapan kejadiannya?

            Sepanjang apa bahasa Sunda yang digunakan Kajati tersebut?

            Dari awal sampai akhir rapat? Hanya setengah rapat? Satu atau dua kalimat saja? Bentuknya hanya peribahasa atau narasi panjang?

            Sepanjang yang saya tahu, selama bekerja di Gedung Kura-Kura Senayan itu selama empat tahun, tidak pernah ada yang menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sepanjang rapat. Paling juga satu atau dua kalimat, sebuah peribahasa, atau memang harus menggunakan bahasa Sunda karena belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Bahkan, beberapa kata atau peribahasa Sunda sering digunakan oleh anggota DPR RI dari suku mana pun. Misalnya, kata “tembang, anyar, baheula, miris,” atau “ngabuburit”. Peribahasa Sunda pun sering dipakai seperti “laukna beunang caina herang”, ‘ikannya dapat, airnya tidak keruh’, maksudnya masalah terselesaikan tanpa harus menimbulkan kekisruhan.




            Kalau para anggota DPR RI yang bukan Sunda ingin menggunakan bahasa atau peribahasa Sunda, suka bertanya dulu kepada orang Sunda.

            “Dek, apa itu artinya ‘fardhu kasunat’?”

            Dia memanggil saya adik maksudnya. Otak saya meloading dulu sebentar karena kalimat itu tidak pernah ada.

            “Mungkin maksudnya ‘fardhu kasambut, sunat kalampah’, begitu, Pak?”

            “Iya, iya itu.”

            “Itu seperti peribahasa Indonesia, ‘sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui’. Sekali bekerja dalam waktu yang sama beberapa pekerjaan terselesaikan.”

            Dia manggut-manggut.

            “Lebih tepatnya begini, pekerjaan yang wajib atau yang pokok terselesaikan, bersamaan dengan itu pekerjaan tambahan pun terselesaikan.”

            “Oh, begitu ya?”

            Kembali ke soal Arteria Dahlan. Karena tidak jelas, orang pun bereaksi dengan rupa-rupa tanggapan dan tidak jelas juga. Hal itu disebabkan Arteria sendiri yang salah, tidak lengkap penjelasannya. Kalau tidak paham beberapa kalimat dalam bahasa Sunda, ya tanya saja  sama orang Sunda. Gitu aja kok repot. Saya juga begitu kok kalau ada di tempat lain atau lingkungan berbeda, ya wajar saja kalau bertanya tentang beberapa kata dalam bahasa setempat.

            Apapun alasannya, Arteria Dahlan berlebihan jika harus meminta Jaksa Agung untuk mencopot Kajati yang menggunakan bahasa Sunda. Dia harus ingat dan paham bahwa bahasa Indonesia itu sampai sekarang terus diperkaya, dipermewah oleh bahasa daerah di seluruh Indonesia dan oleh bahasa asing yang memang sudah akrab di telinga orang Indonesia atau memang belum ada kata padanannya dalam bahasa Indonesia.

Harus disadari bahwa bahasa Indonesia itu masih miskin dan memerlukan tambahan dari bahasa daerah dan bahasa asing untuk melengkapinya sehingga semakin kaya untuk digunakan berkomunikasi. Bahasa asing yang sering masuk menjadi bahasa Indonesia adalah bahasa Arab, Inggris, dan Belanda.

            Arteria Dahlan atau siapa pun jangan berlebihan, hanya karena tidak paham, minta orang dipecat. Kalau enggak ngerti, nanya, bukan marah.

            Sampurasun.

            Arteria Dahlan pasti ngerti sampurasun. Kalau enggak ngerti, terlalu.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment