Wednesday 29 September 2021

Nobar G-30-S PKI Boleh, Nggak Juga Boleh

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Soal nonton bareng (Nobar) film G-30-S PKI selalu menjadi polemik setiap September. Akan tetapi, semakin ke sini semakin berkurang keributan soal itu. Baguslah.

            Bagi yang mau nonton, boleh. Tidak nonton pun tidak apa-apa. Itu cuma film. Lagian bukan film dokumenter. Saya pertama kali nonton ketika film itu masih dalam minggu perdana tayang pada berbagai bioskop di Indonesia. Saat itu saya masih SMP, nonton bareng teman-teman di bioskop yang ada di Pasar Kosambi, Bandung. Durasinya empat jam tanpa dipotong iklan. Di bioskop kan nggak pake iklan, kita bayar tiket.

            Tahun-tahun selanjutnya, film itu diputar di televisi setiap September. Setiap stasiun televisi seolah-olah diwajibkan untuk memutar film tersebut. Sekarang tidak diwajbkan lagi.

            Entah kenapa saat ini, mendekati masa-masa Pemilu, terutama saat pemilihan presiden, penghentian atau tidak diminatinya lagi film itu dikait-kaitkan dengan kebangkitan PKI. Itu kan cuma film. Bagi saya, cukup satu kali nonton film itu di bioskop. Bosen terus-terusan mah.

            Masalah itu kemudian melebar dengan adanya usulan untuk mencabut ketetapan MPRS tentang larangan mengajarkan ajaran marxisme, leninisme, dan atau Frederich Engels karena mengandung ajaran komunisme. Hal itu pun disebut-sebut sebagai kebangkitan PKI. Kemudian, diisukan PKI akan kembali menguasai Indonesia.

            Dari mana keyakinan kebangkitan PKI itu berasal?

Aneh.

            Hal yang saya ketahui adalah justru pada saat Presiden Soeharto masih berkuasa Menteri Pendidikan Wardiman Djojonegoro sempat berbicara kepada Soeharto agar film G-30-S PKI itu ditinjau ulang. Hal itu saya pahami untuk meluruskan sejarah dan membuat film itu sesuai dengan perkembangan film dalam zaman teknologi ini.

            Setelah Soeharto lengser atau lungsur, diganti Presiden Habibie. Menurut Usman Hamid, aktivis Amnesty International, Jenderal Angkatan Darat Menteri Penerangan RI Yunus Yosfiah dan Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono menghentikan kewajiban untuk memutar film itu di setiap stasiun televisi. Artinya, boleh diputar, boleh tidak. Boleh nonton, boleh tidak.

            Yunus Yosfiah dan Juwono Sudarsono bukan PKI. Mereka menteri pada masa Habibie. Mereka bagian dari pemerintah. Yunus Yosfiah adalah jenderal angkatan darat, Juwono Sudarsono adalah profesor yang dijadikan rujukan banyak orang, termasuk oleh Gus Dur.

            Usulan pencabutan ketetapan MPRS tentang larangan mengajarkan komunisme itu berasal dari Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur). Dia mengkhawatirkan ketetapan itu menimbulkan ketidakadilan terhadap masyarakat yang dituduh PKI.

            Gus Dur bukan PKI. Dia keturunan kiyai. Dia sendiri kiyai.

            Tak ada hubungannya soal penghentian pemutaran film dan minat untuk menonton film G-30-S PKI dengan PKI. Hal itu disebabkan PKI sudah dibubarkan, tak ada lagi. Kalau ada, segera laporkan, pasti diberangus.

            Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang sering menghembuskan isu adanya kebangkitan PKI sendiri tidak pernah menangkap satu orang pun PKI. Padahal, ketika dia berkuasa memiliki kewenangan, alat, dan prajurit yang sangat patuh kepada dirinya.

            Kalau memang PKI ada, kenapa tidak dia tangkap?

            Itu artinya kebangkitan PKI itu hanya isu yang makin lama makin basi.

            PKI sudah tidak ada. Kalau ada, cegah, laporkan, tangkap, dan berangus.

            Sampurasun.

Tuesday 28 September 2021

Suroto Lebih Hebat Dibandingkan Mahasiswa

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sedih campur ketawa saya menyaksikan perilaku mahasiswa yang kemarin, Senin, 27 September 2021, demonstrasi di depan gedung KPK. Kebanyakan sedih sih.

            Buat apa mereka mendesak Jokowi untuk meloloskan 56 atau 57 orang gagal tes itu menjadi ASN di lingkungan KPK?

            Kahiyang Ayu yang jelas-jelas anak kandung Presiden Jokowi saja gagal tes CPNS tidak dibantuin untuk jadi pegawai negeri kok.

Masa mereka yang bukan anak, bukan saudara, bukan kerabat, nggak ada malu-malunya mengancam Jokowi supaya dilolosin jadi pegawai KPK, mengerahkan mahasiswa lagi?

Padahal, sudah nyata-nyata mereka gagal dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).

            “Cik atuuuh … mikir”.

            Hal yang bikin saya semakin ingin tertawa sekaligus sedih adalah pada poin kelima dari tuntutan para mahasiswa itu. Mereka menuntut bahwa permasalahan korupsi Bansos harus diselesaikan.

            Mereka demonstrasi pada September 2021, sedangkan kasus korupsi Bansos itu sudah selesai pada Agustus 2021, satu bulan sebelumnya. Menteri Juliari Batubara sudah dipecat jadi menteri. Dia sudah divonis penjara selama 12 tahun. Artinya, kasus itu sudah diselesaikan.

            Lalu, buat apa mahasiswa menuntut untuk diselesaikan?

Kan sudah selesai.

Ini mah mirip seorang laki-laki yang dipaksa untuk menikah dan harus bertanggung jawab atas hidup perempuan yang dihamilinya, padahal laki-laki itu memang suaminya.

Buat apa memaksa dia untuk menikahi perempuan itu?

Kan dia suaminya, artinya mereka sudah menikah sejak lama. Kan lucu jadinya.

Buat apa menuntut kasus Bansos mantan Menteri Juliari Batubara untuk diselesaikan?

Kan sudah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, artinya kasus itu sudah diselesaikan. Kan lucu jadinya.

Ini menunjukkan bahwa para mahasiswa itu tidak membaca dan tidak mengikuti berita. Mereka kurang mengupdate informasi. Mungkin mereka hanya punya satu sumber berita, yaitu orang-orang yang mengendalikan mereka.

Di samping itu, mereka pun menuntut agar permasalahan kasus korupsi BLBI diselesaikan.

Korupsi apa di BLBI?

Kasus BLBI itu bukan kasus korupsi, melainkan kasus hutang piutang yang melibatkan negara. Sekarang negara sedang memburu harta-harta mereka yang berhutang kepada negara dan belum dibayar-bayar lunas hingga hari ini, padahal sudah 22 tahun. Keluarga Cendana dan keluarga Bakrie pun disasar untuk ditagih hutang-hutangnya.

Menurut saya, lebih hebat Suroto dalam berdemonstrasi.

Masih ingat, kan?

Suroto yang peternak itu membentangkan poster di depan Jokowi dan meminta harga jagung diturunkan secara wajar. Aksi protes dia benar, ada masalahnya, terasa dan dapat dipahami masalahnya, bukan hoax, serta masalahnya sedang terjadi, bukan sudah selesai diatasi sehingga penyelesaiannya pun dapat dilakukan dengan benar. Meskipun dia sempat ditangkap polisi, tetapi akibat aksinya pemerintah menyalurkan puluhan ribu ton jagung ke wilayah-wilayah tertentu yang dianggap bermasalah. Suroto sendiri dihadiahi 20 ton jagung oleh Jokowi.

Begitu ya.

Mahasiswa jangan memalukan. Saya juga pernah menjadi mahasiswa, sekarang sedang mengajar mahasiswa, dan pengen menjadi mahasiswa lagi, insyaallah. Coba pahami dengan benar sebelum beraksi dan jadikan moral sebagai panduan aksi. Jangan melakukan aksi yang hanya menjatuhkan martabat mahasiswa.

Sampurasun.

Monday 27 September 2021

Demonstrasi Mahasiswa Menyedihkan

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Benar-benar menyedihkan jika mahasiswa digunakan dan bersedia digunakan atau tertipu oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang merusakkan nama baik mahasiswa sendiri. Mahasiswa itu adalah para pelajar yang seharusnya tidak berada di bawah pengaruh siapa pun. Kalaupun bergerak karena ada sesuatu yang salah, senjatanya adalah moral. Artinya, kepentingan mereka hanyalah mempertahankan dan memperbaiki moral. Kalau sudah digunakan untuk membela kelompok tertentu, akan menurunkan kepercayaan rakyat kepada para mahasiswa. Kalau sudah begitu, sebaiknya berhenti demonstrasi dan konsentrasilah pada kuliah, selesaikan skripsi dengan baik.

            Demonstrasi yang mereka lakukan dengan mengatasnamakan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (Bem SI) pada Senin, 27 September 2021, sungguh menyedihkan. Mereka bukan lagi membela rakyat atas dorongan moral, melainkan membela 56 orang gagal yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tiga hari sebelumnya mahasiswa mengancam Presiden RI Jokowi untuk meloloskan orang-orang gagal tes itu. Jika tidak, mereka akan turun ke jalan.

            Jokowi tidak menggubris mereka. Dia hanya seperti membaca pesan WA, centang biru, tetapi tidak menanggapi keinginan mahasiswa. Hal itu mudah dipahami karena tidak perlu selalu harus presiden yang menangani berbagai hal, apa yang terjadi di KPK sudah sesuai dengan UU ASN, serta sudah sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Secara hukum sudah sah bahwa 56 orang itu gagal menjadi ASN dan harus dipecat dari KPK.

            Mau apa lagi kalau sudah begitu?

            Akan menjadi hal yang salah jika Jokowi mengikuti keinginan mahasiswa karena hal itu akan menjadi pelanggaran pada hukum yang sudah ditetapkan.

            Lagian, orang-orang pintar yang lulus tes jauh lebih banyak, yaitu sejumlah 1.271 orang. Mereka sah untuk bekerja di KPK sebagai petugas resmi.

            Untuk apa membela 56 orang gagal yang ngotot itu?

            Mereka seharusnya malu kepada Presiden. Anak perempuan Jokowi, Kahiyang Ayu yang tidak lulus dalam tes CPNS. Kahiyang tidak ngotot. Jokowi pun tidak menggunakan kekuasaannya untuk meloloskan anaknya menjadi pegawai negeri. Padahal, kalau mau, Jokowi tinggal menjentikkan jarinya untuk membuat anaknya menjadi pegawai negeri. Akan tetapi, dia tidak melakukannya. Gagal ya gagal saja.

            Kahiyang juga tidak ngotot-ngototan. Dia selesaikan kuliahnya, menikah, dan kini suaminya menjadi Walikota Medan. Begitu takdirnya.

            Orang-orang ngotot itu juga seharusnya malu kepada rakyat biasa yang pernah gagal dalam berbagai tes. Gagal ya gagal saja.

            Saya juga pernah gagal dalam beberapa tes. Ya, sudah, gagal ya gagal saja. Kalau masih ada kesempatan ikut tes lagi pada periode berikutnya, ya ikut lagi saja sambil mempersiapkan diri untuk lebih baik. Pernah juga beberapa kali lulus tes untuk kepentingan tertentu, alhamdulillaah. Gagal dan lulus tes itu biasa dalam kehidupan sehari-hari, tidak perlu ngotot-ngototan apalagi mengerahkan mahasiswa. Kasihan mahasiswa, kelihatan sekali mereka seperti ditungganggi orang-orang gagal. Mahasiswa itu pelajar yang belum tentu lulus juga kuliahnya, belum tentu selesai juga skripsinya. Seharusnya, mereka dikasih pencerahan, bukan dicekoki informasi semrawut dan menyesatkan.

            Wajar jika orang menduga keras bahwa aksi mahasiswa itu ditungganggi kelompok tertentu dan dibiayai orang-orang tertentu. Paling tidak, diduga ditunggangi orang-orang gagal itu. Dari profil orang-orang gagal itu, kita bisa lihat siapa saja orang yang punya banyak uang di balik mereka. Mudah kok melihatnya, tinggal susun saja puzzle yang berserakan itu di seputar mereka, lalu terbukalah gambar jelasnya.

            Untunglah, aksi yang digelar di depan gedung KPK itu jumlahnya paling hanya seribuan orang. Polisi yang menjaganya juga hanya 600 orang. Artinya, mahasiswa yang masih punya akal sehat dan bermartabat jauh lebih banyak berkali-kali lipat.

            Gerakan mahasiswa yang bermoral tinggi dan berhasil mengubah keadaan adalah masih dipegang oleh gerakan mahasiswa 1966, 1974, dan 1998. Jangan bermimpi untuk bisa menjadi seperti mereka jika kompas gerakannya bukan moral.

            Sampurasun.

Sunday 26 September 2021

Jangan Banyak Tingkah, Nanti Diciduk

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Indonesia memang menggunakan demokrasi, bebas berbicara, dan bebas bertindak asal tidak melanggar hukum. Hukum membatasi kebebasan itu agar tidak mengganggu orang lain dan tidak mengganggu jalannya perkembangan bangsa dan negara. Melakukan kritik dan koreksi harus, tetapi harus jelas data dan faktanya serta positif tujuannya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menyebarkan kebencian, kebohongan, hoax, fitnah yang tidak jelas data dan faktanya, hanya berkhayal, mengarang sendiri, dan membangun lamunan. Apalagi jika sampai melakukan tindakan atas dasar kebohongan. Kalau melanggar hukum, kasusnya bisa perdata atau pidana, bukan kriminalisasi.

        Pada 31 Oktober 2021 di Roma Presiden RI Jokowi menerima estafeta kepercayaan kepemimpinan Presidensi G20 dari Perdana Menteri Italia untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Indonesia. Dalam mengamankan kepercayaan, kepemimpinan, dan pelaksanaan berbagai kegiatan G20 di Indonesia, Menkopolhukam Mahfud M.D. sudah memberikan ancaman dan ketegasan luar biasa bahwa pemerintah tidak akan menolerir setiap gangguan keamanan apa pun, baik kecil apalagi besar, baik individu apalagi kelompok yang dipandang dapat mengganggu kepercayaan dunia pada Indonesia.

        Bagi saya, pernyataan Mahfud M.D. itu ancaman mengerikan yang dapat membuat seseorang atau kelompok diciduk tiba-tiba karena pernyataan atau tindakannya yang dianggap mengganggu keberlangsungan aktivitas keamanan selama Presidensi G20 dipegang Indonesia. Entah bagi orang-orang nekad yang merasa benar sendiri tanpa pengetahuan, mungkin pernyataan Mahfud M.D. dianggap angin lalu. Akan tetapi, jika sudah diciduk atau dibui, merengek-rengek minta dibebaskan, padahal mereka sendiri yang tidak bisa dibina. Kayak anak kecil yang baru belajar silat, punya satu dua jurus saja sudah berani petantang petenteng mengajak orang lain berkelahi. Kalau sudah digetok kepalanya, nangis nggak karuan.

        Ancaman Mahfud M.D. itu wajar dilakukan karena untuk mengingatkan siapa pun agar jangan banyak tingkah yang bakal mengganggu kepercayaan dunia serta kehormatan dan kemuliaan negara. Di samping itu, gangguan sekecil apa pun akan merugikan ekonomi rakyat.

        Coba bayangkan, dalam satu tahun para petinggi dari 19 negara maju dan berkembang ditambah 1 Unieropa itu akan lebih sering berada di Indonesia. Jika negara dan rakyat Indonesia dapat memberikan rasa aman dan nyaman, akan memberikan keuntungan sangat besar kepada Indonesia. Jangan dulu memikirkan keuntungan dari hasil-hasil pertemuan negara-negara hebat itu karena harus memerlukan pemahaman dan kebiasaan memperhatikan kondisi dunia. “Bisi teu kaotakan mikiran nu kitu mah”, kecuali bagi mereka yang memiliki gairah internasional. Bagi kita, sebagai rakyat, keuntungan yang mudah saja yang bisa kita dapatkan yang bisa kita pikirkan.

        Para tamu negara yang bakal hadir itu bisa mencapai ratusan, bahkan mungkin lebih dari seribu orang, saya tidak tahu benar. Akan tetapi, jika kita menghitung dari contoh bahwa satu orang wakil rakyat Amerika Serikat itu ditemani oleh lima belas staf, jumlahnya sudah enam belas orang. Itu baru seorang wakil rakyat, beda lagi jika pejabat setingkat menteri atau bahkan perdana menteri, presiden, raja, dan ratu, jumlahnya akan lebih banyak. Belum lagi ditambah tenaga keamanan dari negara masing-masing plus awak medianya, akan sangat banyak. Mereka jelas butuh hotel dan penginapan, artinya bisnis penginapan akan mengalami peningkatan. Mereka butuh transportasi, artinya bisnis antar-jemput akan bertambah. Mereka butuh makanan, artinya bisnis makanan dan minuman rakyat akan bertambah. Mereka pun akan penasaran mencicipi makanan Indonesia, sebagaimana ketika diadakan peringatan Konferensi Asia Afrika di Bandung, tukang tahu gejrot banyak mendapatkan pesanan. Begitu pula ketika diselenggarakan “Garuda Shield 2021” yang melibatkan pelatihan ribuan tentara Amerika Serikat dan TNI di Indonesia, tukang durian mendapatkan banyak untung. Artinya, restoran dan warung makan, bahkan jajanan Indonesia bisa mendapatkan banyak untung. Dalam pertemuan-pertemuan dan kegiatan resmi mereka jelas membutuhkan banyak kertas dan penggandaan dokumen, artinya tukang fotokopi akan kebanjiran pekerjaan. Mereka pun akan sangat penasaran dengan keindahan “wonderfull Indonesia” sehingga bisa jalan-jalan ke kota-kota besar dan indah untuk menikmati wisata, seperti, Yogyakarta, Bandung, Lombok, Papua, dan lain sebagainya. Pokoknya, akan banyak keuntungan bagi rakyat, belum lagi Indonesia bisa mengarahkan berbagai agenda kegiatan yang di dalamnya ada kepentingan untuk bangsa dan Negara Indonesia, akan lebih banyak keuntungan yang didapatkan. Kuncinya pemerintah dan rakyat Indonesia harus bersikap terhormat serta memberikan rasa aman dan nyaman. Bahkan, jika mereka merasa senang, meskipun Indonesia sudah selesai menjadi Presidensi G20, akan datang lagi dan lagi untuk berlibur dan berwisata.

        Jangan banyak tingkah. Kalau mau bertingkah, yang baik-baik saja. Kalau tidak, Mahfud M.D. sudah mengingatkan kita semua bahwa tidak akan menolerir gangguan sekecil apa pun.

            Sampurasun.

Saturday 25 September 2021

Si Planga Plongo Jokowi Bakal Jadi Presiden Dunia

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Itu kata saya yang terinspirasi dari kalimat Iwan Fals, penyanyi balada paling terkenal di Indonesia.

            Kata Iwan Fals, “Habis ini jadi presiden dunia!”

            Yang dia maksud “habis ini” adalah setelah Indonesia selesai menjadi Presidensi G20. Memang Indonesia terpilih untuk menjadi Presidensi G20 mulai Oktober 2021 hingga satu tahun ke depan, 2022. G20 sendiri adalah gabungan dari 19 negara-negara maju dan berkembang ditambah 1 Unieropa. Negara-negara hebat itu percaya kepada Indonesia yang jelas dipimpin Jokowi untuk memimpin kegiatan-kegiatan mereka dalam memecahkan beragam masalah. Dengan kepercayaan itu, Indonesia lebih punya power untuk memberikan banyak masukan dan arahan dalam perbaikan dunia.

            Dalam mengemban tugas sebagai Presidensi G20, Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”, ‘Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat’. Hal itu bisa dipahami bahwa dunia telah dan sedang mengalami masalah akibat bencana Covid-19. Indonesia memimpin agar dunia bisa pulih bersama-sama untuk menjadi lebih kuat dibandingkan sebelumnya.

            Memang jabatan Presidensi G20 itu diemban secara bergiliran di antara mereka, tetapi mereka pun akan menilai negara mana yang pantas untuk memimpin dan menjadi tuan rumah kegiatan itu sesuai dengan kemampuan dan kesiapan negara itu. Indonesia dianggap mampu dan siap untuk menjadi tuan rumah dan memimpin G20 untuk satu tahun ke depan dengan 150 kegiatan diadakan di Indonesia. Bayangkan, para pemimpin dunia beserta rombongan akan hadir di Indonesia dalam satu tahun ke depan. Indonesia dapat mengambil banyak manfaat dari hal itu, baik dari segi politik, sosial, maupun ekonomi. Banyak keuntungan yang akan didapatkan.

            Nah, kata Iwan Fals, setelah menjadi Presidensi G20, akan menjadi presiden dunia. Itu karena saking gembiranya dia atas kepercayaan dunia kepada Jokowi dan Indonesia.

            Kalaulah memang ada sistem kepresidenan dunia, memang Jokowi yang katanya planga plongo itu sudah tercatat sebagai presiden paling populer, No. 1, di dunia. Hal itu didasarkan pada survey yang dilakukan media online internasional Gzeromedia.com”. Mereka menempatkan Jokowi dalam posisi paling atas di atas pemimpin dunia lainnya. Begini ranking para pemimpin itu dari yang paling tinggi nilainya: Presiden Indonesia Joko Widodo (71%), Presiden Rusia Vladimir Putin (64%), Perdana Menteri India Narendra Modi (63%), Kanselir Jerman Angela Markel (53%), Presiden AS Donald Trump (42%), Presiden Argentina Mauricio Macri (30%), Presiden Perancis Emmanuel Maccron (27%), serta Perdana Menteri Inggris Theresa May (22%). Selebihnya, urutan yang bawahnya cari sendiri.

            Dipercayanya Indonesia yang dipimpin Jokowi untuk memimpin 19 negara hebat ditambah 1 Unieropa adalah kehormatan dan kemuliaan. Kita sebagai rakyat Indonesia harus mendukung dan berupaya mendapatkan keuntungan dari kepercayaan itu.

            Soal Jokowi menjadi pemimpin paling populer itu gara-gara para pembencinya sendiri. Sudah saya bilangin jangan ngomongin Jokowi terus, eh malah nggak percaya, terus saja diomongin. Ketika para pembencinya menghina dan bikin fitnah, para pendukung Jokowi melawan. Akibatnya, nama Jokowi jadi makin sering dibicarakan. Dunia pun jadi ikutan memperhatikan Jokowi dan Indonesia. Makin memperhatikan, makin penasaran mereka terhadap Jokowi dan Indonesia. Akhirnya, kan jadi makin terkenal dan dipercaya dunia.

Kacau kalian mah, pemimpin kalian lebih kacau lagi memprovokasi orang untuk membenci dan percaya hoax. Akibatnya, orang yang kalian sangat benci menjadi pusat perhatian dunia. Tak heran jika kalian disebut orang-orang “sumbu pendek”, artinya sumbunya pendek gampang meledak kayak petasan. Pikirannya pendek dan tidak berpikir jauh ke depan, pokoknya meledak saja dulu, soal akibatnya urusan belakangan.

            Kini apa yang terjadi? Kalian beruntung?

            Orang yang kalian sangat benci menjadi sangat terangkat kedudukannya di mata dunia.

            Kalian ngapain sekarang?

            Meskipun demikian, tenanglah, kalem saja, Jokowi tidak akan jadi presiden dunia kok. Hal itu disebabkan tidak ada sistem kepresidenan dunia. Sistem dunia adalah anarkis, tak ada satu negara pun yang mau tunduk pada negara yang lainnya. Setiap negara hanya tunduk pada kepentingan dirinya sendiri.

            Oh iya, judul yang saya buat itu cuma untuk seru-seruan. Akan tetapi, yang penting mari sama-sama belajar untuk berpikir jauh ke depan, jangan menjadi orang bersumbu pendek yang mudah meledak tidak karuan.

            Sampurasun.

Cara Mudah Mengusir Cina


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Konflik di Laut Cina Selatan (LCS) memang sudah terjadi sejak lama, tetapi konflik ini semakin memanas akhir-akhir ini. Hal ini dipicu oleh pengusiran yang dilakukan oleh patroli kapal Indonesia terhadap kapal coast guard cina, ‘penjaga pantai Cina’ di wilayah perairan hak berdaulat Indonesia, zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Peristiwa pengusiran yang dilakukan seorang gadis berhijab Indonesia pada kapal Cina ini menjadi pusat perhatian dunia, bahkan negara-negara dan rakyat barat  mendukung penuh keberanian Indonesia dan bersedia membantu Indonesia mengusir Cina.

Gadis itu mengusir Cina dari wilayah Indonesia, “I order you to leave our territorial waters!”

“Aku perintahkan kalian untuk meninggalkan wilayah perairan kami!”

Kalimat itu diucapkan berulang-ulang sampai kapal Cina pergi dari wilayah ZEE Indonesia.

 Banyak yang langsung jatuh cinta pada gadis itu.

            “She is so cute, greeting from US to girl with hair dress. She has strike words.”

“Dia sangat cantik, salam dari Amerika Serikat buat gadis berhijab. Dia punya kalimat langsung yang tegas.”

Semacam itulah kalimat-kalimat mereka, bukan hanya dari Amerika Serikat, melainkan pula dari berbagai negara barat.

            Kalau dilihat seringnya kapal-kapal Cina dan negara lainnya masuk ke wilayah perairan Indonesia, hal itu disebabkan Indonesia sendiri yang salah, kurang perhatian, dan kurang mengurus wilayah perairan dan pulau-pulau terluar milik Indonesia. Padahal, kita sudah punya pengalaman buruk dengan terlepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan yang kemudian diambil alih Malaysia. Hal itu disebabkan Malaysia yang mengurus dan membinanya sejak lama hingga mata uang dan bahasanya pun berasal dari Malaysia. Di tingkat internasional diputuskan bahwa pulau itu menjadi milik Malaysia, padahal dulunya milik Indonesia.

            Akhir-akhir ini sering sekali Cina dan Vietnam mencuri ikan di perairan Indonesia karena kurangnya penjagaan atau patroli laut dan tidak adanya kegiatan di pulau-pulau terluar milik Indonesia. Karena pemerintah Indonesia kurang perhatian terhadap miliknya sendiri, hampir-hampir Cina, Vietnam, dan negara pencuri lainnya merasa memiliki wilayah itu. Mereka sudah mengeksploitasi wilayah itu sejak zaman Presiden Pertama RI Soekarno hingga Presiden Jokowi.

Untunglah, Allah swt masih sayang pada Indonesia sehingga dibukakan matanya untuk segera memperbaiki kesalahannya. Kini kementerian pertahanan dan kementerian luar negeri mulai secara bertahap memperbanyak dan memperkuat kapal-kapal perang Indonesia dan menempatkan prajurit di pulau-pulau terluar Indonesia. Dengan demikian, Indonesia mengukuhkan diri di wilayahnya sendiri.

Jadi, untuk mengusir Cina, Vietnam, dan negara lainnya agar tidak merampok di kawasan Natuna Utara, Indonesia harus memperkuat pertahanan, menempatkan rakyat di pulau-pulau terluar di Natuna Utara dan di seluruh Indonesia, memperbanyak nelayan Indonesia untuk mencari ikan di sana, membangun pengeboran minyak di kawasan itu, serta jangan dilupakan agar diperbanyak pendidikan untuk generasi muda terkait kelautan, perikanan, pertanian, berikut cara pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan  barang siap konsumsi. Dengan demikian, terjadi aktivitas nyata di wilayah Indonesia sendiri. Hal ini terbukti ketika mereka mencuri ikan, tetapi ketahuan pihak Indonesia, mereka pun mundur meskipun masih bersikap arogan. Demikian pula di pulau terluar Pulau Rote, Australia berpikir ribuan kali untuk bikin masalah karena ada aktivitas masyarakat Indonesia yang nyata aktif di sana.

Pemerintah dan rakyat Indonesia harus terbuka matanya untuk bersama-sama memanfaatkan anugerah Allah swt berupa kekayaan alam yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat dan negara serta terbebas dari kejahatan para pencuri. Allah swt sudah memberikannya untuk Indonesia, tinggal kitanya yang rajin memanfaatkan dan menjaganya dengan baik.

Sampurasun.

Thursday 23 September 2021

Si Pinokio Sita Kekayaan Cendana

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung Putera Sang Surya

Keluarga mantan Presiden Kedua RI, Soeharto, sering disebut Keluarga Cendana karena memang mereka tinggal di Jln. Cendana, Jakarta. Wilayah ini adalah lingkungan nomor satu di Indonesia saat mereka berkuasa. Saat ini keluarga ini sedang digugat negara karena memiliki banyak hutang dan masih menguasai hal-hal yang sebetulnya milik negara yang harus digunakan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah sedang berupaya meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), salah satunya dari penyitaan aset dan penagihan hutang Cendana.

            Beberapa aset Cendana disita negara. Presiden RI Jokowi yang kerap diledek sebagai Si Pinokio telah menandatangani Peraturan Presiden untuk mengambil alih Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Taman wisata ini sebelumnya dikuasai keluarga Cendana selama 44 tahun, kini diambil dan diurus oleh negara.

            Gedung Granadi dan villa di Megamendung, Bogor pun disita negara karena adanya dugaan penyelewengan yang dilakukan Cendana atas dana yang terkumpul di Yayasan Supersemar. Dana ini seharusnya untuk beasiswa para pelajar, tetapi justru diberikan ke sejumlah perusahaan yang tentunya konco-konco Cendana. Oleh sebab itu, pengadilan mewajibkan Cendana harus membayar ke negara sejumlah 4,4 triliun.

            Sebanyak 113 rekening deposito dan giro pun telah disita negara untuk memenuhi kewajiban keluarga itu membayar ke negara. Di samping itu, masih banyak yang sudah disita negara, seperti, tanah dan kendaraan.

            Di samping itu, masih banyak hutang keluarga ini yang diincar Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Ketiga anak Soeharto punya hutang banyak terhadap negara.

            Bambang Trihatmodjo punya hutang karena dia meminjam uang ke negara untuk menutupi kekurangan penyelenggaraan Sea Games XIX tahun 1997. Saat itu dia jadi ketua konsorsium swasta. Hutangnya belum dibayar hingga hari ini.

            Tommy Soeharto punya hutang banyak untuk menutupi operasional perusahaan miliknya, PT Timor Putra Nasional, yang dulu dagang mobil Timor. Besar lho hutangnya, 2,6 triliun.

            Siti Hardijanti Rukmana yang dikenal dengan nama Mbak Tutut pun punya hutang sangat banyak terhadap negara. Jumlahnya mencapai jutaan dollar AS untuk menghidupi perusahaan-perusahaan yang terkait dengan dirinya.

            Banyak yang telah menulis data-data yang lebih lengkap, cek saja sendiri, mudah kok. Tidak perlu selalu harus saya yang menulisnya.

            Aset-aset yang sudah seharusnya milik negara harus diambil, hutang-hutang siapa pun harus ditagih karena Indonesia harus terus membangun, menstabilkan keuangan yang terkuras akibat pandemi, dan mempersiapkan diri untuk bencana berikutnya yang diperkirakan lebih mengerikan dibandingkan corona, yaitu bencana iklim ekstrim yang akan menimbulkan banyak bencana alam, penyakit, dan kematian. Di samping itu, wajib memperkuat Alutsista ketiga matra: AD, AU, dan AL karena kita akan menghadapi perang di Laut Natuna Utara antara AS dan Nato melawan Cina.

            Hal yang harus kita perhatikan adalah kejadian yang menimpa keluarga Cendana merupakan hukum dari sebab-akibat, yaitu kondisi yang terjadi pada diri kita hari ini adalah akibat perilaku kita pada masa lalu dan perilaku kita hari ini adalah menentukan kondisi kita pada masa depan.

            Sampurasun.

 

Sumber:

https://money.kompas.com/read/2021/09/11/103103126/fakta-utang-3-anak-soeharto-dulunya-merupakan-bantuan-pemerintah?page=all

 

https://money.kompas.com/read/2021/04/30/210100326/ini-daftar-aset-keluarga-cendana-yang-disita-negara?page=all

Wednesday 22 September 2021

Keluarga dan Kroni Soeharto Diburu

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Beberapa minggu terakhir ini hutang keluarga dan kroni Soeharto, Presiden ke-2 RI, diburu pemerintah Jokowi. Mereka mengemplang hutang selama 22 tahun pada negara dan belum dituntaskan hingga hari ini. Oleh sebab itu, negara, terutama duet Menkopolhukam Mahfud M.D. dan Menkeu Sri Mulyani getol memburu hutang tersebut. Beberapa aset para pengemplang hutang yang belum bayar lunas ini  sudah disita, sisanya terus dikejar.

            Para aktivis 1998 yang masih setia pada cita-cita reformasi seharusnya senang dengan upaya perburuan itu karena memang salah satu hal yang membuat rakyat marah adalah perilaku-perilaku penguasa pada masa Orde Baru yang seolah-olah memperlakukan negara sebagai miliknya sendiri. Kemudian, melakukan kolusi untuk mendapatkan uang negara untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Aneh jika ada aktivis 1998 yang tidak mendukung upaya pemerintah dalam hal ini.

            Perilaku buruk penguasa Orde Baru saat itu terasa hingga ke tulang sumsum rakyat, baik secara ekonomi yang tidak merata dan tidak memberikan ruang kepada orang-orang berprestasi untuk berkembang, maupun secara politik dan sosial yang membungkam banyak aspirasi. Jika berbeda dengan pemerintah, orang bisa hilang atau gila tiba-tiba. Hingga hari ini masih banyak orang hilang yang entah di mana rimbanya. Kalau mati, tidak jelas kuburannya. Kalau masih hidup, entah sedang apa dan bagaimana kondisinya.

            Inilah yang tidak dipahami banyak mahasiswa zaman sekarang. Banyak mahasiswa yang bertanya kepada saya.

            “Pak, kenapa aksi-aksi mahasiswa sekarang tidak jelas akhirnya, sering gagal? Kenapa tidak seperti angkatan 1998? Apakah mahasiswanya yang salah atau pemerintahnya yang tidak mau mendengar aspirasi? Contohnya, aksi omnibus law yang tidak jelas hasilnya.”

            Jawabannya, ya seperti yang saya tadi ceriterakan. Rakyat tidak merasakan penderitaan hingga ke tulang sumsumnya hal yang menjadi tema aksi mahasiswa. Malah, banyak rakyat yang menganggap aksi mahasiswa itu sebagai gangguan bagi perkembangan bangsa dan negara. Di samping itu, banyak peserta aksi yang tidak paham apa sebetulnya yang sedang diperjuangkan, tidak menjelaskan dengan benar apa kesalahan yang dilakukan pemerintah. Kalaupun menjelaskan kesalahannya, ternyata kesalahan itu tidak dilakukan oleh pemerintah. Banyak pula yang tidak membaca dan tidak paham undang-undang atau peraturan yang jadi bahan untuk protes sehingga membingungkan. Hal itu menjadikan lemah banyak aksi dan sangat mudah dipatahkan oleh pemerintah. Berbeda dengan aksi 1998, jangankan rakyat, pemerintah sendiri sebetulnya paham bahwa dirinya salah dan telah melakukan banyak kesewenang-wenangan sehingga di dalam tubuh pemerintah sendiri, dalam lingkaran para menteri, terjadi penolakan terhadap Soeharto. Jadi, Soeharto lemah di dalam pemerintahnya dan lemah dalam hubungannya dengan rakyat. Jatuhlah dia.

            Kembali ke soal hutang kroni dan keluarga Soeharto yang jumlahnya mencapai triliunan atau mungkin puluhan triliun, saya tidak tahu benar jumlahnya kalau semua digabungkan. Penagihan atau pengejaran hutang itu dilakukan untuk menciptakan keadilan, mewujudkan wibawa pemerintah, membantu keuangan negara yang terkuras akibat Covid-19, serta beberapa kalangan menyebutkan untuk menghentikan aksi-aksi demonstrasi yang tidak jelas dan cenderung membuat kekacauan. Memang dugaan bahwa kroni dan keluarga Soeharto banyak membiayai aksi-aksi jalanan yang mengganggu ketertiban sangat kuat. Tujuan mereka adalah membuat rakyat semrawut sehingga pemerintahan jatuh. Tak heran iklan mereka adalah “penak jamanku to?”. Orang yang tidak tahu dan tertipu pasti iya iya saja, tetapi yang pernah hidup mengalami penderitaan zaman Orde Baru berbeda lagi pandangannya.

            Hutang-hutang pada negara harus ditagih untuk kepentingan rakyat, tindakan curang pada negara pun semacam korupsi harus ditindak tegas. Informasi-informasi hoax dan penuh kepalsuan tidak perlu lagi dijadikan landasan untuk bertindak dan melakukan demonstrasi. Kepentingan rakyat adalah hukum yang paling tinggi dan tujuan utama hidup adalah mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

            Sampurasun.

Tuesday 21 September 2021

Hentikan Polemik Soal Jenderal Dudung

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ternyata, polemik pernyataan Panglima Kostrad Letnan Jenderal Dudung Abdurachman tidak berhenti, terus digoreng dan di-blow up yang justru makin tidak karuan, kacau balau, sama sekali tidak mendidik, bahkan menyesatkan. Mereka yang terus adu bacot nggak jelas itu terdiri atas dua pihak, yaitu: para Kadrun dan para buzzer. Maaf saya menggunakan dua istilah itu karena memang kenyataannya merekalah yang seolah-olah merasa diri paling pintar tentang segala hal.

            Jenderal Dudung memang pernah mengatakan bahwa “semua agama benar di mata Tuhan”. Kalimatnya ini menjadi perdebatan. Perdebatan itu sebenarnya akan mengasyikkan jika menggunakan standar-standar pengetahuan yang jelas, baik pengetahuan keagamaan, maupun standar ilmiah. Sayangnya, para Kadrun dan buzzer itu tidak menggunakannya meskipun mereka sama-sama mengatakan dirinya menggunakan akal sehat.

            Para Kadrun menggunakan emosinya, rasa sakit hati, atau kebenciannya sampai-sampai pernyataan Jenderal Dudung dianggap sebagai kebangkitan “neokomunis” atau tanda bangkitnya PKI. Ada juga yang mengatakan bahwa Dudung adalah penjilat istana Jokowi. Sementara itu, para buzzer menggunakan pikirannya saja dengan menganggap bahwa akal pikirannya adalah yang paling benar sehingga menganggap pernyataan Dudung adalah benar untuk konteks kebangsaan dalam rangka menguatkan NKRI. Padahal, kemampuan akal dan pikiran manusia itu terbatas. Oleh sebab itu, Allah swt menurunkan para nabi berikut ajarannya untuk memandu akal agar tetap berada dalam koridor wahyu Illahi.

            Pernyataan Dudung tentang semua agama benar di mata Tuhan memang menjadi persoalan akidah. Untuk menilainya, dalam Islam harus bersandar pada dalil naqli yang berupa panduan tertulis dalam Al Quran dan hadits. Kemudian, ada dalil aqli dengan menggunakan akal secara baik dan seimbang. Jika mau berdiskusi ataupun berdebat dengan menggunakan dalil-dalil itu, akan sangat mudah dipahami dan diselesaikan. Tinggal kitanya mau mengikuti dalil atau mengikuti hawa nafsu. Setelah kebenaran tampak jelas, biarkan Allah swt yang memutuskan tindakan-Nya terhadap persoalan itu. Allah swt bisa memutuskannya dan mempertegas tindakannya di dunia atau di akhirat, terserah Dia sendiri.

            Perdebatan menjadi sangat semrawut karena meluas menjadi isu kebangkitan komunis dan penguatan NKRI. Padahal, sama sekali enggak ada hubungannya dengan pernyataan Jenderal Dudung. Para Kadrun dan para buzzer itu adu pintar hingga menyesatkan dirinya sendiri dan orang lain.

            Hentikan segera perdebatan yang tidak ada artinya itu hingga meluas ke isu-isu lain yang tidak ada hubungannya. Kalau mau didiskusikan atau diperdebatkan, fokuslah ke kalimat Dudung, lalu analisislah dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah dengan dasar yang jelas. Jangan ngecapruk hingga menyesatkan orang lain, kasihan orang lain jadi ikut salah berpikir dan bertindak.

            Bagaimana dengan pendapat saya sendiri?

            Baca saja tulisan saya yang lalu tentang pernyataan itu.

            Sampurasun.

Saturday 18 September 2021

Harta Pejabat Bertambah

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Beberapa hari ini beredar keresahan, kekecewan, kemarahan, dan kebingungan di masyarakat atas banyaknya pejabat yang melaporkan hartanya dengan adanya penambahan harta. Hal itu disebabkan banyak orang pintar yang mengelabui rakyat atau berharap rakyat marah, kecewa terhadap pemerintah. Mereka memanfaatkan kebodohan atau kekurangtahuan rakyat atas proses pertambahan harta itu. Mereka pada dasarnya ingin rakyat tidak tenang. Ungkapan yang banyak beredar kan seperti ini, “rakyat sedang susah di masa pandemi, tetapi harta pejabat bertambah”.

            Begini ya, saya coba terangkan sedikit dari yang saya tahu. Dalam berita terakhir yang saya perhatikan ada 70% pejabat yang hartanya bertambah, 22% hartanya berkurang, sisanya mungkin belum melaporkan harta kekayaannya.

            Hal yang harus kita lakukan adalah harus menaruh hormat kepada para pejabat itu, baik yang hartanya bertambah ataupun berkurang. Mereka telah melaporkan harta kekayaannya, itu hal yang harus dihargai, tidak menyembunyikan hartanya. Slogan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) “Berani Jujur Hebat”. Mereka yang belum melaporkan kekayaannya bisa saja sedang sibuk ataupun dalam proses menyusun laporannya itu karena tidak mudah juga.

            Hal yang disebutkan adalah hartanya bertambah, bukan uang tunai yang bertambah. Harta itu ada yang tetap, ada yang lancar, salah satunya uang tunai. Mudah-mudahan tidak bingung. Artinya, dalam harta itu ada yang cenderung meningkat ada yang cenderung turun nilainya. Misalnya, harta yang berupa tanah, rumah, gedung nilainya cenderung meningkat dan tidak turun. Jika dihitung, tentu saja jadi bertambah hartanya.

Kita-kita juga begitu kok. Bagi yang punya rumah dan tanah sendiri hartanya pasti bertambah. Misalnya, dulu waktu kita beli rumah harganya 200 juta, saat ini nilainya pasti bertambah menjadi 400 juta, misalnya. Kita mungkin tidak merasakannya karena bukan uang tunai yang bertambah. Sebetulnya, harta kita bertambah meskipun rumahnya masih yang itu-itu juga.

Harta yang cenderung nilainya turun, seperti, kendaraan, mobil, dan motor. Rata-rata kendaraan itu nilainya turun meskipun ada jenis merk tertentu yang naik atau minimal harganya tetap. Akan tetapi, kebanyakan nilainya turun. Misalnya, dulu waktu beli harganya 200 juta, sekarang turun menjadi 100 juta. Contoh lain, waktu beli motor harganya 18 juta, sekarang bisa turun harganya menjadi 9 juta. Nah, para pejabat yang hartanya seperti berkurang itu karena bisa jadi banyak memiliki harta yang cenderung nilainya selalu turun setiap tahun.

Harta bertambah belum tentu korupsi. Harta yang turun belum tentu sholeh. Hal yang harus diwaspadai adalah pertambahan hartanya tidak wajar. Demikian pula penurunannya tidak wajar harus diwaspadai. Contohnya, seorang penjaga sekolah tiba-tiba memiliki mobil Alphard atau Camry. Itu bisa dibilang tidak wajar meskipun harus diteliti karena bisa saja dia mendapatkan warisan atau menang judi, lotere, tetapi yang pasti bukan lotere “endog cakcak”. Contoh lainnya, seorang pejabat tinggi tiba-tiba berkurang banyak hartanya, itu harus diteliti karena bisa saja membiayai terorisme. Akan tetapi, bisa juga dia dermawan dan memberikan banyak hartanya untuk orang-orang lain yang sedang membutuhkan. Bersikap hati-hati dalam memberikan penilaian adalah kebijaksanaan.

Begitu ya sedikit saja ya, kalau dipanjangin ngomongin yang beginian bisi pusing karena menyangkut hitung-hitungan ekonomi yang bikin pusing tea geningan. Akan tetapi, dalam penilaian KPK hingga hari ini pertambahan dan penurunan harta pejabat itu masih dalam tahap wajar. Kalau kita, sebagai rakyat, mengetahui ada ketidakwajaran dan kecurigaan terhadap kekayaan pejabat negara, segera saja laporkan ke KPK. Mereka menjamin kok identitas kita dirahasiakan sebagai pelapor.

Sampurasun.

Maaf Jenderal, Anda Salah

 


 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Masih ingat dengan nama Letnan Jenderal Dudung Abdurachman yang menjadi benteng negara dalam membubarkan Front Pembela Islam (FPI)?

            Para mantan FPI seharusnya kenal dengan wajah Jenderal Dudung. Orang-orang di luar FPI pun banyak yang hapal benar dengan wajah Dudung karena menurut Mahfud M.D., 92% rakyat Indonesia setuju FPI dibubarkan.


Letnan Jenderal Dudung Abdurachman (Foto: CNN Indonesia)


               Akhir-akhir ini Dudung menjadi sorotan publik karena ucapannya yang dinilai salah. 

            Pada 14 September 2021 dia sempat mengatakan, “… semua agama benar di mata Tuhan ….”

            Kalimatnya itu tentu saja mendapatkan kecaman dan kritik keras dari para pemuka Agama Islam, seperti, dari Muhammadiyah, MUI, kiyai NU, dan Ormas lainnya, termasuk mantan FPI. Ada yang mengkritiknya sangat keras, ada yang berusaha memperbaikinya, ada juga yang menuntut Dudung untuk membuat permohonan maaf kepada umat Islam.

            Buat saya, ada tiga hal yang menyebabkan Dudung berkata seperti itu. Pertama, dia kurang wawasan dalam memahami agamanya. Kedua, kurang penjelasan terhadap maksud yang dikatakannya. Ketiga, Dudung terlalu nasionalis.

            Pertama, tidak enak sebetulnya kalau mengatakan Dudung kurang memahami Islam. Dia itu keturunan Sunan Gunung Djati (SGD). Dalam beberapa literatur, SGD juga terhubung kepada Nabi Muhammad saw. Artinya, Dudung pantas kalau disebut habib, tetapi tidak menggunakan gelar itu. Di samping itu, Dudung adalah jebolan pesantren dan mewakafkan tanah miliknya untuk pesantren.

Akan tetapi, mau bagaimana lagi menilai seseorang yang mengatakan bahwa semua agama itu benar di mata Tuhan kalau bukan karena kurang paham terhadap Islam?

Ini persoalan akidah. Dalam Islam kalau berbicara itu harus jelas dalilnya, baik yang berupa ayat Al Quran, hadits, ataupun dalil akal. Secara naqli, tidak ada yang dapat menjadi dasar pemikiran untuk mengatakan bahwa semua agama itu benar di mata Tuhan. Bahkan, di dalam kitab-kitab suci agama lain pun, seperti, Injil, Taurat, Weda, Tripitaka, atau yang lainnya, tidak akan ada kalimat seperti itu. Secara aqli pun, tidak masuk akal.

Bagaimana mungkin semua agama benar di mata Tuhan, kalau Tuhan-nya sama?

Misalnya, agama yang satu tidak membolehkan berzina, tetapi agama yang lainnya membolehkan berzina. Kalau Tuhan-nya sama, tidak mungkin ada agama berbeda dengan ajaran yang berbeda. Kalau Tuhan-nya berbeda, ya nggak apa-apa, baru masuk akal. Kan Tuhan-nya juga beda.

Kalau yang dimaksud Dudung Tuhan-nya sama, tidak perlu marah, tidak perlu maki-maki, tidak perlu menuntut ke pengadilan karena penghinaan agama. Sebagai sesama muslim, harus saling mengingatkan, bukan saling menghardik. Dudung perlu diingatkan dengan menggunakan QS Ali Imran ayat 19 yang pada awal ayatnya berbunyi “Innaddiina indallaahil Islaam”. Cari terjemahannya sendiri. Mudah-mudahan Dudung lebih paham, menyadari kesalahannya, kemudian bertaubat. Tidak perlu diperpanjang, toh pada akhirnya urusan itu kembali kepada Allah swt.

Kedua, Dudung kurang menjelaskan kalimatnya. Kalau Tuhan yang dimaksud Dudung itu adalah Allah swt, jelas salah. Hal itu disebabkan tidak mungkin Allah swt menurunkan dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, atau banyak agama berbeda dengan perbedaan ajaran, kewajiban, dan larangan. Akan tetapi, kalau Tuhan-nya beda, tidak ada masalah. Tuhannya kan masing-masing, ajarannya juga pasti masing-masing. Ya sudah, masing-masing saja. Sayangnya, Dudung tidak menjelaskan kalimat itu dengan benar, jadi wajar jika ada banyak kritikan dan protes kepadanya.

Ketiga, Dudung terlalu nasionalis. Sikap patriotik dan nasionalis itu hebat. Akan tetapi, kalau berlebihan juga bisa jadi salah. Maksud Dudung mengatakan bahwa semua agama benar di mata Tuhan adalah supaya tidak ada perpecahan di antara para prajuritnya. Dia ingin para prajurit tetap bersatu meskipun berbeda agama. Dia tidak ingin ada fanatisme berlebihan di kalangan prajurit yang membuat ketegangan di antara sesama prajurit. Itu bagus, sangat bagus malahan, sayangnya karena keinginan dan semangatnya terlalu tinggi, dia keseleo lidah.  

Adalah hal yang sangat baik dapat memenej anak buah yang berbeda agama untuk bersatu dalam persaudaraan. Akan tetapi, tidak perlu juga jika harus mengatakan bahwa semua agama benar di mata Tuhan. Itu akan menjadi polemik (sudah terjadi) dan harus dipertanggungjawabkan pula di hadapan Allah swt.

Saya juga punya banyak murid yang berbeda agamanya. Saya pun berusaha agar di antara mereka tidak berkonflik soal agama. Akan tetapi, saya tidak pernah mengatakan bahwa semua agama adalah sama di mata Tuhan. Saya memilih untuk berusaha bersikap adil kepada mereka sehingga mereka paham bahwa perbedaan agama itu bukanlah masalah di antara kami.

Ada seorang murid Kristen datang dan bertanya kepada saya, “Pak, boleh saya tahan atau saya jabel laptop punya teman saya?”

“Memang kenapa?”

“Dia punya hutang sama saya dan sudah lama nggak dibayar-bayar.”

Kebetulan, yang punya hutang beragama Islam.

“Itu mah terserah kalian. Bukan urusan saya. Kalian bersepakat saja baik-baik. Kalian kan sudah pada gede, masa urusan begitu saya harus ikutan.”

Meskipun yang berhutang itu agamanya sama dengan saya, kan saya tidak mungkin membelanya mati-matian karena kesamaan agama. Urusan hutang piutang itu ya jadi urusan mereka, nggak ada kaitannya dengan kesamaan agama.

Nah, kan perilaku semacam itu pun bisa mempersatukan di antara anak buah atau orang-orang yang di bawah kita. Artinya, semua diperlakukan sama, tidak perlu mengatakan bahwa semua agama adalah benar di mata Tuhan.

Maaf Jenderal, sebagai sesama muslim, sebagai sesama orang Sunda, dan sebagai sesama orang Indonesia, saya mengingatkan bahwa kita semua harus saling mengingatkan supaya tetap berada di jalan yang benar, sebagaimana yang Allah swt ajarkan di dalam QS Al Ashr.

Sampurasun.

Thursday 16 September 2021

Aksi Suroto Ditangkap Polisi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kalau mengikuti beritanya, kita mungkin masih ingat ada seorang peternak yang membentangkan poster berisi kegelisahan ketika Presiden RI Jokowi mengadakan kunjungan ke Blitar. Dia hanya ingin harga jagung diturunkan dengan wajar agar bisa lebih ringan untuk pakan ternaknya. Di samping itu, dia ingin harga telur dinaikkan agar kesejahteraan peternak lebih meningkat. Dia melakukan aksi itu sendirian. Karena aksinya itu, dia ditangkap polisi, diinterogasi di kantor polisi, lalu dibebaskan lagi.


Aksi Suroto yang Minta Perhatian Presiden Jokowi (Foto: Suara Jatim)


            Banyak orang yang menyalahkan polisi karena menangkap Suroto. Akan tetapi, bagi saya, wajar polisi menangkapnya karena polisi khawatir terhadap keselamatan Presiden, orang No. 1 di Indonesia ini. Memang Curhat, protes, kritik itu wajar, normal, boleh, tetapi jika di hadapan presiden langsung, itu cukup mengkhawatirkan keamanan, apalagi di Indonesia ini masih ada teroris dan kaum radikal yang membahayakan. Kita juga harus ingat peristiwa yang terjadi kepada Menteri Wiranto yang ditusuk orang aneh ketika dalam kunjungan kerjanya. Ini Presiden Jokowi, keselamatannya harus menjadi nomor satu di Indonesia.

            Coba kalau Indonesia aman dan lebih harmonis, tidak ada teoris dan kaum radikal, pengamanan tidak akan seketat itu. Protes dan kritik di depan presiden akan lebih nyaman dilakukan.

            Setelah melakukan aksinya dan ditangkap polisi, Suroto diundang Jokowi ke Istana Kepresidenan. Dia sangat senang karena mendapatkan tanggapan dari Jokowi. Menurutnya, dia nekad melakukan aksi dan tidak menyesal ditangkap polisi karena dia sudah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah di daerahnya, dinas-dinas terkait, organisasi-organisasi yang juga berkait dengan peternakan.

            Kata Suroto, seperti yang dikutip CNN Indonesia, "Saya percaya satu-satunya orang di Indonesia pada saat ini yang bisa menolong peternak ya hanya Pak Jokowi."

            Nah lho, urusan seperti itu kan seharusnya bisa ditangani di daerah oleh pemerintahnya masing-masing, tidak perlu harus ke Presiden. Apa yang dikatakan Suroto menunjukkan ada masalah di pemerintah daerah dan dinas-dinas terkait dalam melayani masyarakatnya. Akibatnya, dia dan orang-orang lain juga meminta Jokowi langsung yang menanganinya.

            Hal yang dialami Suroto mungkin saja dialami pula oleh rakyat pada berbagai daerah di Indonesia ini.  Kita bisa lihat dari keluhan-keluhan yang terjadi selalu membicarakan soal Jokowi, Curhat kepada Jokowi, marah kepada Jokowi, minta tolong kepada Jokowi, pokoknya semua hal harus oleh Jokowi.

            Lalu, bagaimana pemerintah daerahnya masing-masing?

            Saya harus menyapa, “Halo para gubernur, para bupati, para walikota, para camat, para lurah, dan para Kades? Kalian masih pada hidup?”

            Ngeri rasanya kalau semua masalah harus diselesaikan oleh Presiden. Kan banyak hal yang bisa dilakukan para pemimpin daerah untuk melayani masyarakatnya. Dalam teori kebijakan apa pun, administrasi apa pun, adanya kepemimpinan puncak, menengah, dan rendah adalah untuk melayani konsumen atau rakyat. Kalau para pemimpin di berbagai tingkatan ini tidak bekerja dengan baik, pasti rakyat minta perhatiannya kepada pemimpinnya yang tertinggi.

            Aneh rasanya kalau ada masyarakat yang protes kepada presiden karena jalan atau jembatan di desanya rusak. Kan yang begitu mah cukup oleh kepala desa diurusnya.

            Hal ini juga sama di intansi-intansi lain. Kan tidak perlu semua masalah murid di sekolah harus ditangani kepala sekolah. Kan ada wali kelas serta wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dan kurikulum. Kalau setiap mahasiswa selalu ingin protes dan berbicara langsung ke rektor, berarti adalah masalah di tingkat dekanat atau program studi.

            Kejadian dan pengakuan Suroto hingga harus diselesaikan Jokowi itu menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah belum memuaskan masyarakat. Rakyat matanya selalu tertuju kepada Jokowi. Padahal, tidak selalu harus semua hal diselesaikan oleh Presiden.

            Coba para pemimpin di bawahnya lebih tampil untuk melayani rakyatnya atau konsumennya agar kalian lebih terasa ada gunanya. Bukan menjadikan rakyat atau konsumennya sebagai pihak yang harus menjadi objek untuk memuaskan dirinya sendiri.

            Sampurasun.