oleh Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Indonesia
memang menggunakan demokrasi, bebas berbicara, dan bebas bertindak asal tidak
melanggar hukum. Hukum membatasi kebebasan itu agar tidak mengganggu orang lain
dan tidak mengganggu jalannya perkembangan bangsa dan negara. Melakukan kritik
dan koreksi harus, tetapi harus jelas data dan faktanya serta positif tujuannya.
Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menyebarkan kebencian, kebohongan, hoax,
fitnah yang tidak jelas data dan faktanya, hanya berkhayal, mengarang sendiri,
dan membangun lamunan. Apalagi jika sampai melakukan tindakan atas dasar
kebohongan. Kalau melanggar hukum, kasusnya bisa perdata atau pidana, bukan
kriminalisasi.
Pada 31 Oktober 2021 di Roma Presiden RI
Jokowi menerima estafeta kepercayaan kepemimpinan Presidensi G20 dari Perdana
Menteri Italia untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Indonesia. Dalam mengamankan
kepercayaan, kepemimpinan, dan pelaksanaan berbagai kegiatan G20 di Indonesia, Menkopolhukam
Mahfud M.D. sudah memberikan ancaman dan ketegasan luar biasa bahwa pemerintah
tidak akan menolerir setiap gangguan keamanan apa pun, baik kecil apalagi
besar, baik individu apalagi kelompok yang dipandang dapat mengganggu
kepercayaan dunia pada Indonesia.
Bagi saya, pernyataan Mahfud M.D. itu
ancaman mengerikan yang dapat membuat seseorang atau kelompok diciduk tiba-tiba
karena pernyataan atau tindakannya yang dianggap mengganggu keberlangsungan
aktivitas keamanan selama Presidensi G20 dipegang Indonesia. Entah bagi
orang-orang nekad yang merasa benar sendiri tanpa pengetahuan, mungkin pernyataan
Mahfud M.D. dianggap angin lalu. Akan tetapi, jika sudah diciduk atau dibui,
merengek-rengek minta dibebaskan, padahal mereka sendiri yang tidak bisa
dibina. Kayak anak kecil yang baru belajar silat, punya satu dua jurus saja
sudah berani petantang petenteng mengajak orang lain berkelahi. Kalau sudah
digetok kepalanya, nangis nggak karuan.
Ancaman Mahfud M.D. itu wajar dilakukan
karena untuk mengingatkan siapa pun agar jangan banyak tingkah yang bakal
mengganggu kepercayaan dunia serta kehormatan dan kemuliaan negara. Di samping
itu, gangguan sekecil apa pun akan merugikan ekonomi rakyat.
Coba bayangkan, dalam satu tahun para
petinggi dari 19 negara maju dan berkembang ditambah 1 Unieropa itu akan lebih
sering berada di Indonesia. Jika negara dan rakyat Indonesia dapat memberikan
rasa aman dan nyaman, akan memberikan keuntungan sangat besar kepada Indonesia.
Jangan dulu memikirkan keuntungan dari hasil-hasil pertemuan negara-negara
hebat itu karena harus memerlukan pemahaman dan kebiasaan memperhatikan kondisi
dunia. “Bisi teu kaotakan mikiran nu kitu mah”, kecuali bagi
mereka yang memiliki gairah internasional.
Bagi kita, sebagai rakyat, keuntungan yang mudah saja yang bisa kita
dapatkan yang bisa kita pikirkan.
Para tamu negara yang bakal hadir itu
bisa mencapai ratusan, bahkan mungkin lebih dari seribu orang, saya tidak tahu
benar. Akan tetapi, jika kita menghitung dari contoh bahwa satu orang wakil
rakyat Amerika Serikat itu ditemani oleh lima belas staf, jumlahnya sudah enam
belas orang. Itu baru seorang wakil rakyat, beda lagi jika pejabat setingkat
menteri atau bahkan perdana menteri, presiden, raja, dan ratu, jumlahnya akan
lebih banyak. Belum lagi ditambah tenaga keamanan dari negara masing-masing
plus awak medianya, akan sangat banyak. Mereka jelas butuh hotel dan
penginapan, artinya bisnis penginapan akan mengalami peningkatan. Mereka butuh
transportasi, artinya bisnis antar-jemput akan bertambah. Mereka butuh makanan,
artinya bisnis makanan dan minuman rakyat akan bertambah. Mereka pun akan
penasaran mencicipi makanan Indonesia, sebagaimana ketika diadakan peringatan
Konferensi Asia Afrika di Bandung, tukang tahu gejrot banyak mendapatkan
pesanan. Begitu pula ketika diselenggarakan “Garuda
Shield 2021” yang melibatkan pelatihan ribuan tentara Amerika Serikat dan
TNI di Indonesia, tukang durian mendapatkan banyak untung. Artinya, restoran
dan warung makan, bahkan jajanan Indonesia bisa mendapatkan banyak untung. Dalam
pertemuan-pertemuan dan kegiatan resmi mereka jelas membutuhkan banyak kertas
dan penggandaan dokumen, artinya tukang fotokopi akan kebanjiran pekerjaan. Mereka
pun akan sangat penasaran dengan keindahan “wonderfull
Indonesia” sehingga bisa jalan-jalan ke kota-kota besar dan indah untuk
menikmati wisata, seperti, Yogyakarta, Bandung, Lombok, Papua, dan lain
sebagainya. Pokoknya, akan banyak keuntungan bagi rakyat, belum lagi Indonesia
bisa mengarahkan berbagai agenda kegiatan yang di dalamnya ada kepentingan
untuk bangsa dan Negara Indonesia, akan lebih banyak keuntungan yang
didapatkan. Kuncinya pemerintah dan rakyat Indonesia harus bersikap terhormat
serta memberikan rasa aman dan nyaman. Bahkan, jika mereka merasa senang,
meskipun Indonesia sudah selesai menjadi Presidensi G20, akan datang lagi dan
lagi untuk berlibur dan berwisata.
Jangan banyak tingkah. Kalau mau
bertingkah, yang baik-baik saja. Kalau tidak, Mahfud M.D. sudah mengingatkan
kita semua bahwa tidak akan menolerir gangguan sekecil apa pun.
No comments:
Post a Comment