Wednesday, 15 September 2021

Jangan Tuduh Santri Radikal

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Baru-baru ini banyak orang terkejut karena staf khusus Presiden RI Jokowi menyindir para santri yang menutup telinga ketika mendengarkan lagu-lagu barat. Jokowi punya banyak staf yang terdiri dari kalangan muda. Itu bagus, tetapi mereka harus banyak baca, banyak gaul, dan banyak pengalaman. Salah satunya staf muda yang bernama Diaz Hendropriyono. Dia menyindir perilaku para santri itu dengan mengatakannya kasihan bahwa para santri itu masih sangat muda dan dididik dengan cara yang salah. Maksudnya, tidak mengapa mendengarkan musik untuk sekedar hiburan sementara, sebentar. 

            Sindiran Diaz itu kepada para santri bisa menjurus ke arah perdebatan halal dan haramnya musik. Perdebatan menjadi tidak karuan karena ada yang menghalalkan musik dengan alasan para wali juga menggunakan musik dan lagu untuk berdakwah. Ada yang mengharamkan musik karena bisa merusakkan akidah. Jadinya, makin ngawur polemiknya. Bahkan, bisa mengarah pada tuduhan bahwa para santri yang menutup telinga itu adalah berada di bawah pengaruh ajaran radikal. Itu makin bahaya dan makin ngaco.


Para Santri Menutup Telinga ketika Mendengarkan Lagu-Lagu Barat (Foto: Suara.com)


            Begini ya sebetulnya, di Indonesia ini ada ribuan santri dan pesantren para penghafal Al Quran yang memang diharuskan untuk fokus pada hafalan. Salah satu caranya, mereka tidak mau mendengarkan lagu apa pun untuk menjaga konsentrasinya. Mereka itu sedang belajar dan menghafal, tidak ada hubungannya dengan gerakan radikal mana pun. Buktinya, perilaku para santri yang menutup telinga saat diputar lagu-lagu barat itu sedang mengantri untuk mendapatkan vaksin corona. Itu artinya mereka mendukung program pemerintah, bukan anak-anak radikal.

            Maaf, mungkin mereka berasal dari pesantren tradisional karena mereka menutup telinga. Kalau berasal dari pesantren modern, mungkin mereka akan menggunakan Hp dengan dilengkapi headset untuk mendengarkan bacaan Al Quran sehingga menutupi suara lagu-lagu barat itu.

            Saya ingatkan kepada seluruh panitia vaksin di mana pun agar segera mematikan lagu apa pun jika melihat banyak peserta yang menutup telinga semacam itu. Putar lagi jika mereka sudah selesai divaksin. Memang maksud panitia juga tidak salah, memutar lagu itu supaya orang menjadi lebih rileks dan tidak kesal mengantri. Akan tetapi, tidak semua orang berada dalam situasi yang sama. Tidak bisa menyamakan situasi dan kondisi orang lain sesuai dengan diri kita.

            Saya malah mendukung para santri itu agar jadi penghafal Al Quran yang benar supaya mereka lebih hebat menjadi para pendakwah masa depan melebihi para pendakwah saat ini dengan dasar hafalan Al Quran yang jelas dan dihafalnya. Daripada sekarang banyak bermunculan orang-orang yang dikatakan pendakwah, tetapi boro-boro hafal Al Quran, baca juga jarang, ngomong aja kayak yang betul, akhirnya menyesatkan orang lain, bikin huru-hara, mengklaim diri sebagai pemilik kunci surga.

            Begitu ya. Jadi, para staf muda Presiden Jokowi harus banyak baca, banyak gaul, banyak pengalaman supaya dalam memberikan statemen bisa lebih bijaksana. Bukan cuma para staf Jokowi yang harus banyak terus belajar, kita semua juga, termasuk saya harus terus menambah ilmu pengetahuan agar mampu meminimalisasi kesalahan dan lebih bermanfaat bagi orang lain.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment