oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kalau mengikuti beritanya,
kita mungkin masih ingat ada seorang peternak yang membentangkan poster berisi
kegelisahan ketika Presiden RI Jokowi mengadakan kunjungan ke Blitar. Dia hanya
ingin harga jagung diturunkan dengan wajar agar bisa lebih ringan untuk pakan
ternaknya. Di samping itu, dia ingin harga telur dinaikkan agar kesejahteraan
peternak lebih meningkat. Dia melakukan aksi itu sendirian. Karena aksinya itu,
dia ditangkap polisi, diinterogasi di kantor polisi, lalu dibebaskan lagi.
Aksi Suroto yang Minta Perhatian Presiden Jokowi (Foto: Suara Jatim) |
Banyak orang yang menyalahkan polisi karena menangkap
Suroto. Akan tetapi, bagi saya, wajar polisi menangkapnya karena polisi
khawatir terhadap keselamatan Presiden, orang No. 1 di Indonesia ini. Memang Curhat,
protes, kritik itu wajar, normal, boleh, tetapi jika di hadapan presiden
langsung, itu cukup mengkhawatirkan keamanan, apalagi di Indonesia ini masih ada
teroris dan kaum radikal yang membahayakan. Kita juga harus ingat peristiwa
yang terjadi kepada Menteri Wiranto yang ditusuk orang aneh ketika dalam
kunjungan kerjanya. Ini Presiden Jokowi, keselamatannya harus menjadi nomor
satu di Indonesia.
Coba kalau Indonesia aman dan lebih harmonis, tidak ada
teoris dan kaum radikal, pengamanan tidak akan seketat itu. Protes dan kritik
di depan presiden akan lebih nyaman dilakukan.
Setelah melakukan aksinya dan ditangkap polisi, Suroto
diundang Jokowi ke Istana Kepresidenan. Dia sangat senang karena mendapatkan
tanggapan dari Jokowi. Menurutnya, dia nekad melakukan aksi dan tidak menyesal
ditangkap polisi karena dia sudah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah di
daerahnya, dinas-dinas terkait, organisasi-organisasi yang juga berkait dengan
peternakan.
Kata Suroto, seperti yang dikutip CNN Indonesia, "Saya
percaya satu-satunya orang di Indonesia pada saat ini yang bisa menolong
peternak ya hanya Pak Jokowi."
Nah lho, urusan seperti itu kan seharusnya bisa ditangani
di daerah oleh pemerintahnya masing-masing, tidak perlu harus ke Presiden. Apa
yang dikatakan Suroto menunjukkan ada masalah di pemerintah daerah dan
dinas-dinas terkait dalam melayani masyarakatnya. Akibatnya, dia dan
orang-orang lain juga meminta Jokowi langsung yang menanganinya.
Hal yang dialami Suroto mungkin saja dialami pula oleh
rakyat pada berbagai daerah di Indonesia ini.
Kita bisa lihat dari keluhan-keluhan yang terjadi selalu membicarakan
soal Jokowi, Curhat kepada Jokowi, marah kepada Jokowi, minta tolong kepada
Jokowi, pokoknya semua hal harus oleh Jokowi.
Lalu, bagaimana pemerintah daerahnya masing-masing?
Saya harus menyapa, “Halo para gubernur, para bupati,
para walikota, para camat, para lurah, dan para Kades? Kalian masih pada hidup?”
Ngeri rasanya kalau semua masalah harus diselesaikan oleh
Presiden. Kan banyak hal yang bisa dilakukan para pemimpin daerah untuk
melayani masyarakatnya. Dalam teori kebijakan apa pun, administrasi apa pun,
adanya kepemimpinan puncak, menengah, dan rendah adalah untuk melayani konsumen
atau rakyat. Kalau para pemimpin di berbagai tingkatan ini tidak bekerja dengan
baik, pasti rakyat minta perhatiannya kepada pemimpinnya yang tertinggi.
Aneh rasanya kalau ada masyarakat yang protes kepada
presiden karena jalan atau jembatan di desanya rusak. Kan yang begitu mah cukup
oleh kepala desa diurusnya.
Hal ini juga sama di intansi-intansi lain. Kan tidak
perlu semua masalah murid di sekolah harus ditangani kepala sekolah. Kan ada wali
kelas serta wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dan kurikulum. Kalau setiap mahasiswa
selalu ingin protes dan berbicara langsung ke rektor, berarti adalah masalah di
tingkat dekanat atau program studi.
Kejadian dan pengakuan Suroto hingga harus diselesaikan
Jokowi itu menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah belum memuaskan
masyarakat. Rakyat matanya selalu tertuju kepada Jokowi. Padahal, tidak selalu
harus semua hal diselesaikan oleh Presiden.
Coba para pemimpin di bawahnya lebih tampil untuk
melayani rakyatnya atau konsumennya agar kalian lebih terasa ada gunanya. Bukan
menjadikan rakyat atau konsumennya sebagai pihak yang harus menjadi objek untuk
memuaskan dirinya sendiri.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment