Tuesday 25 July 2023

Pendukung Capres Jangan Berlebihan

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Musim kampanye pemilihan presiden (Pilpres) 2024 makin dekat. Setiap hari, waktu mengarah ke sana. Para pendukung sudah mulai lebih memperkenalkan jagoannya. Para calon presiden (Capres) atau sebetulnya bakal calon presiden (Bacapres) sudah mulai banyak menghiasi obrolan dan berbagai tayangan di media sosial. Mereka itu sebenarnya bukan Capres karena baru diusulkan partai, belum didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka itu baru Bacapres dan belum tentu juga menjadi Capres.

            Paling tidak, ada empat Bacapres yang saya ketahui, yaitu: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Airlangga Hartarto. Mungkin ke depannya akan bertambah atau berkurang, kita belum tahu. Mereka inilah yang mulai dielu-elukan pada berbagai media, baik maya maupun nyata.

            Sayangnya, para pendukungnya banyak yang berlebihan dalam memberikan dukungan dan memperkenalkan jagoannya hingga ke hal-hal yang tidak masuk akal, bodoh, dan menyesatkan. Anies Baswedan, misalnya, disebut sebagai “utusan Allah swt, adik nabi, bahkan Allah swt sendiri”. Saya tidak tahu apakah mereka yang menyebut hal-hal itu adalah benar-benar pendukung Anies atau malah orang-orang yang anti-Anies. Hal itu disebabkan kalimat-kalimat seperti itu merusakkan nama Anies Baswedan sendiri. Orang cerdas sudah pasti bisa menilai betapa bodohnya kalimat-kalimat seperti itu. Bahkan, yang sedang viral akhir-akhir ini adalah yang disampaikan oleh Abah Aos yang katanya ulama dari Cimahi. Abah Aos dengan terang benderang mengatakan bahwa Anies adalah “imam mahdi”. Jadi, siapa pun yang tidak memilih Anies adalah dajjal.

            Kan lucu, ya nggak?

            Imam Mahdi itu levelnya dunia, bukan lokal negara. Tak ada riwayat Imam Mahdi daftar jadi Capres dan berusaha keras mendapatkan dukungan dari tiga partai oposisi untuk menggenapi 20% suara.

            Hadits mana yang mengungkapkan hal-hal itu?

            Tidak ada!

            Bagaimana kalau kalah?

            Masa Imam Mahdi kalah?

            Itu cuma ngarang berdasarkan hawa nafsu yang memalukan.

            Demikian juga terhadap Ganjar Pranowo. Pendukungnya berlebihan menurut saya. Di spanduk-spanduk yang beredar di Jawa Barat Ganjar disebut “Nyantri-Nyunda”. Kalau nyantri, okelah, Ganjar memang dekat dengan kalangan nahdliyin. Bahkan, istrinya sendiri, Atikoh, adalah anak kiyai yang punya pesantren besar. Akan tetapi, kalau disebut “nyunda”, itu berlebihan. Ganjar itu orang Jawa yang jelas bukan orang Sunda. Tidak tepat jika disebut “nyunda”. Istilah nyunda itu menunjukkan bahwa seseorang itu paham kesundaan, hidup dengan cara Sunda, bertata-titi Sunda, berbahasa Sunda, serta tahu sejarah dan uga Sunda.

            Nyunda dari mananya Ganjar Pranowo?

            Ganjar Pranowo mungkin lebih tepat disebut “njowo”!

            Dia orang Jawa dan bukan Sunda.

            Kalaulah Ganjar diperkenalkan agar mendapat tempat di hati orang Sunda sehingga orang-orang Sunda memilihnya menjadi presiden Indonesia, cari kalimat lain yang lebih tepat dan lebih menyatukan rasa antara orang Jawa dengan orang Sunda. Tim suksesnya harus lebih kreatif untuk hal ini, jangan mengada-ada dan jangan berlebihan.

            Kalau berlebihan, kasihan Anies, kasihan Ganjar. Mereka diperkenalkan dengan cara yang tidak tepat dan salah. Perkenalkan mereka dengan baik, masuk akal, dan sesuai dengan kenyataan.

            Kalau Prabowo dan Airlangga, saya belum melihat kalimat-kalimat yang tidak masuk akal dalam mendukung mereka hingga saat ini. Entah kalau nanti. Jika saya melihat ada yang tidak masuk akal dan memalukan, akan saya kritik lagi agar kita semua semakin cerdas dan mencerdaskan.

            Sampurasun.

Saturday 15 July 2023

Antek Asing & Antek Aseng Sebenarnya


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Dalam musim kampanye atau bersaing politik, kita suka mendengar  tuduhan-tuduhan dengan kalimat “antek asing” atau “antek aseng”. Kedua istilah itu menunjukkan bahwa pihak yang dituduh adalah orang-orang yang merupakan kaki tangan negara asing dan negara Cina untuk menguasi Indonesia, merampok Indonesia, serta merugikan rakyat Indonesia. Pihak yang dituduh diisukan sebagai penjahat negara yang berkhianat terhadap Negara Indonesia.

            Sekarang, mari kita lihat fakta atau kenyataan yang sebenarnya. Pemerintah Indonesia sudah menegaskan dengan sangat kuat bahwa tidak ingin lagi menjual bahan tambang mentah ke luar negeri karena harganya murah dan keuntungannya sedikit. Pemerintah menginginkan Indonesia menjual barang setengah jadi atau bahkan barang yang sudah jadi. Artinya, negara mana pun yang ingin mendapatkan barang mentah dari Indonesia harus membuat pabrik pengolahan barang setengah jadi atau barang jadinya di Indonesia. Tidak boleh membeli bahan mentah, lalu diproduksi di negaranya. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan banyak keuntungan, baik dari pajak, penyerapan tenaga kerja, maupun alih teknologi sehingga pada masa depan kita mampu berdiri sendiri dengan kemampuan sendiri untuk keuntungan yang lebih banyak. Contohnya, nikel yang merupakan bahan mentah baterai sudah dilarang dijual dan wajib diproduksi di dalam negeri.

Cina adalah negara yang ikut untung karena patuh pada keputusan pemerintah Indonesia dengan mendirikan pabrik di Indonesia untuk mengolah nikel. Berbeda dengan negara-negara Eropa yang marah kepada Indonesia, tetap menginginkan bahan mentah dari Indonesia, dan tidak mau mendirikan pabrik di Indonesia. Bahkan, mereka menggugat Indonesia untuk berperang pada sidang pengadilan internasional. Dengan demikian, pada ujung pemerintahannya, Jokowi tetap harus bertarung dengan 27 negara Eropa Barat, termasuk Amerika Serikat di dalamnya untuk mempertahankan kekayaan alam berupa bahan tambang agar lebih dinikmati oleh bangsa dan rakyat Indonesia.

Siapa pun yang merecoki dan menganggu pemerintah Indonesia dan Jokowi dalam bertarung mempertahankan sumber daya alam dan hak rakyat Indonesia adalah antek-antek asing. Langsung ataupun tidak langsung, mereka telah menguntungkan pihak barat serta merugikan bangsa dan Negara Indonesia dalam hal perebutan sumber daya ini.

Paham ya?

Setelah mempertahankan nikel dari asing, pemerintah Indonesia maju lagi melarang bauksit untuk dijual mentahnya ke luar negeri. Bauksit adalah bahan mentah untuk dijadikan alumunium. Kali ini negara yang dirugikan akibat kebijakan pemerintahan Jokowi untuk mempertahankan bauksit ada di dalam negeri Indonesia adalah Cina. Para ahli mengatakan bahwa Cina kemungkinan akan marah dan melakukan protes kepada Indonesia. Akan tetapi, tampaknya Jokowi tetap kukuh untuk menetapkan keinginannya agar bauksit diproduksi di Indonesia, dikerjakan rakyat Indonesia, mendapatkan keuntungan dari situ, serta rakyat Indonesia mendapatkan pula keuntungan dari alih teknologi untuk meningkatkan ilmu dan keterampilannya dalam mengolah bauksit.

Siapa pun yang merecoki dan menganggu kerja-kerja pemerintah dalam membela sumber daya alamnya agar tidak dikuasai Cina adalah antek-antek aseng. Merekalah sesungguhnya antek-antek aseng itu.

Sekarang paham kan siapa sesungguhnya antek-antek asing dan aseng itu?

Mereka menuduh orang yang bekerja memperjuangkan sumber daya Indonesia sebagai antek asing dan antek asing karena paham bahwa rakyat Indonesia itu mudah ditipu, apalagi dengan bahasa-bahasa agama, seperti, kafir, dzalim, thagut, sorga, dan neraka. Sudah, kita tidak perlu bodoh lagi ditipu orang-orang itu. Merekalah sebenar-benarnya antek asing dan antek aseng yang hendak menguasai Indonesia untuk mereka kuasai dan sama sekali tidak menguntungkan rakyat Indonesia.

Sampurasun.

Monday 10 July 2023

Rakyat Lebih Cerdas Dibandingkan Mahasiswa

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Hal ini berkali-kali saya kemukakan pada beberapa kesempatan, termasuk ketika pembukaan dan penutupan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 6 “The Retorica”  Universitas Al Ghifari, 7 Juni s.d. 10 Juli 2023 di Kampung Cilandak, Desa Cipeujeuh, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. Saya merasa perlu menyampaikan hal tersebut untuk mengingatkan bahwa mahasiswa sekarang itu berbeda dengan mahasiswa masa lalu.

        Dulu ketika saya masih di SD atau SMP, mahasiswa selalu lebih cerdas dibandingkan rakyat. Mahasiswa banyak memberikan pengajaran ilmu baru kepada masyarakat. Misalnya, di daerah Lembang, Bandung ada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada saat KKN yang mengajari masyarakat untuk membuat inkubator penetasan telur ayam dengan teknologi sederhana menggunakan peti sabun dan lampu tempel. Hasilnya, masyarakat dapat hidup dan menghidupi keluarganya dengan teknologi sederhana itu. Itu dulu, ada banyak ilmu baru yang belum dikenal masyarakat dan didapatnya dari mahasiswa. Demikian pula, dalam bidang sosial, ideologi, dan politik, mahasiswa banyak memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang berbagai hak yang harus diterima rakyat dan kewajiban rakyat terhadap negara. Itu dulu.

        Sekarang, keadaan menjadi berbeda. Rakyat banyak yang sudah cerdas karena rakyat dulunya adalah mahasiswa dan sekarang telah menjadi anggota masyarakat yang berkiprah dalam bidangnya masing-masing. Di samping dulunya rakyat adalah mahasiswa, juga mendapatkan banyak ilmu dari pengalaman hidupnya dalam menerapkan berbagai pemahaman dari bangku kuliahnya dulu. Dengan demikian, rakyat lebih cerdas dan memiliki berbagai pengalaman yang membuatnya berada di atas para mahasiswa yang statusnya masih belajar, pelajar.

        Hal ini diakui oleh Prof. Dr. Ganjar Kurnia ketika masih menjadi Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) yang mahasiswanya pernah ditantang petani ketika sedang KKN. Petani itu memandang bahwa para petani lebih berhasil dalam bertani dibandingkan para mahasiswa yang sedang KKN. Para petani menantang para mahasiswa untuk membuktikan siapa yang lebih berhasil dalam bertani. Melihat hal tersebut, Prof. Ganjar mengubah cara KKN mahasiswa dengan tidak perlu memberikan pengajaran kepada masyarakat, melainkan belajar kepada rakyat, bermitra dengan petani, dan berdiskusi tentang kesulitan rakyat dalam pertanian agar didapat pemecahan masalah yang positif dan menguntungkan semuanya.

        Ada pula kenyataan yang lebih mengejutkan. Kali ini saya tidak akan sebut nama perguruan tingginya. Ada mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi negeri dalam bidang pertanian yang sama sekali tidak bisa menanam kangkung. Padahal, orang kampung sangat memahami cara menanam kangkung. Saya juga bisa dan sudah berkali-kali panen kangkung, lalu  berbagi dengan tetangga. Ada juga mahasiswa yang KKN berasal dari perguruan tinggi negeri yang berbasis keagamaan, tetapi tidak bisa membaca Al Quran. Kemampuannya jauh di bawah para santri yang muridnya para ustadz itu.

        Banyak hal yang bisa saya tulis, tetapi cukuplah untuk menjelaskan bahwa rakyat sekarang banyak yang lebih cerdas dibandingkan mahasiswa. Rakyat dulunya adalah mahasiswa yang kemampuannya sudah semakin meningkat diasah oleh pengalaman hidupnya.

        Dalam bidang sosial-politik sekarang sangat kentara bahwa aktivis mahasiswa berada jauh pengetahuan dan pemahamannya dibandingkan rakyat. Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan mahasiswa banyak yang tidak berdasarkan data dan fakta yang ada. Mereka tak ubahnya menjadi provokator yang tidak mendasarkan diri pada kajian komprehensif berdasarkan analisa terhadap data dan fakta yang menggunakan teknik triangulasi. Mereka hanya mendengar dari para mentor yang juga provokator sehingga hal yang disuarakannya banyak yang berupa ilusi dan tidak ada kenyataannya sama sekali. Rakyat yang dulunya adalah mahasiswa dan telah ditempa oleh pengalaman hidupnya menjadi tidak simpatik terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi itu. Rakyat yang dulunya mahasiswa itu sudah terbukti lulus kuliah, sedangkan para mahasiswa itu belum tentu berhasil lulus. Kita bisa lihat sekarang pada berbagai media sosial, banyak rakyat yang menyayangkan sikap dan pendapat mahasiswa yang tidak berbeda dari ocehan-ocehan murahan dan tidak berdasar pengetahuan.  

        Melihat kenyataan bahwa rakyat sekarang sudah banyak yang lebih cerdas dibandingkan mahasiswa, ketika pembukaan KKN Kelompok 6 “The Retorica” Universitas Al Ghifari yang terdiri atas mahasiswa Farmasi, Teknologi Pangan, dan Manajemen, saya menitipkan para mahasiswa selama satu bulan kepada masyarakat, tokoh masyarakat, dan aparat pemerintahan Kampung Cilandak, Desa Cipeujeuh, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung untuk dibina, dididik, diajak bermitra agar mampu mengabdi dan bermanfaat di tengah masyarakat. Saya meminta izin agar masyarakat dan pemerintahan setempat bersedia menerima mahasiswa agar menjadi bagian dari masyarakat setempat. Apabila ada pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki mahasiswa yang dianggap bermanfaat, silakan untuk berbagi dengan masyarakat.

"The Retorica" KKN Kelompok 6 Universitas Al Ghifari

        Pada saat penutupan KKN, saya berterima kasih kepada masyarakat dan aparat pemerintahan yang telah menerima para mahasiswa sebagai bagian dari mereka. Saya pun mendengar ternyata berdasarkan pengakuan masyarakat, para mahasiswa yang saya bimbing banyak membantu masyarakat dalam bidang pendidikan, aktivitas keagamaan, pelayanan kesehatan, terutama untuk Lansia, serta memberikan pengetahuan baru berupa inovasi pengolahan pangan sehingga memiliki nilai tambah.

        Saya melihat perbedaan yang sangat tajam ketika datang pertama kali saat pembukaan KKN yang masih sangat kaku, formal, dan banyak yang “Jaim”. Akan tetapi, saat penutupan para mahasiswa dengan masyarakat dan aparat setempat sudah sangat cair dalam berkomunikasi dan bergaul. Mereka tampaknya seperti sudah hidup bersama-sama dalam waktu yang lama di tempat tersebut.

        Dengan melihat suasana tersebut, saya tidak ragu untuk tidak akan memberikan nilai kepada mahasiswa saya. Saya justru meminta nilai untuk mahasiswa saya kepada masyarakat, Kepala Desa, ustadz, dan DKM. Saya akan mengikuti pendapat rakyat dan pemerintah setempat.

        Kepala Desa memberikan nila “A”. Akan tetapi, banyak ibu-ibu yang protes menyalahkan Kepala Desa karena nilai para mahasiswa itu tidak layak “A”, tetapi “A+”. Begitulah mereka berkelakar dan saling memiliki satu sama lain. Saya sangat bersyukur untuk hal itu.

        Rakyat sudah banyak yang lebih cerdas dibandingkan mahasiswa. Sebaiknya, memang mahasiswa tidak perlu bergaya lebih hebat dibandingkan rakyat. Para mahasiswa belum tentu berhasil lulus, sedangkan rakyat sudah lulus dari kuliahnya. Belajarlah dari rakyat, pelajari rakyat, dan berbuatlah untuk rakyat dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah swt.

            Sampurasun.