Monday, 10 July 2023

Rakyat Lebih Cerdas Dibandingkan Mahasiswa

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Hal ini berkali-kali saya kemukakan pada beberapa kesempatan, termasuk ketika pembukaan dan penutupan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 6 “The Retorica”  Universitas Al Ghifari, 7 Juni s.d. 10 Juli 2023 di Kampung Cilandak, Desa Cipeujeuh, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. Saya merasa perlu menyampaikan hal tersebut untuk mengingatkan bahwa mahasiswa sekarang itu berbeda dengan mahasiswa masa lalu.

        Dulu ketika saya masih di SD atau SMP, mahasiswa selalu lebih cerdas dibandingkan rakyat. Mahasiswa banyak memberikan pengajaran ilmu baru kepada masyarakat. Misalnya, di daerah Lembang, Bandung ada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada saat KKN yang mengajari masyarakat untuk membuat inkubator penetasan telur ayam dengan teknologi sederhana menggunakan peti sabun dan lampu tempel. Hasilnya, masyarakat dapat hidup dan menghidupi keluarganya dengan teknologi sederhana itu. Itu dulu, ada banyak ilmu baru yang belum dikenal masyarakat dan didapatnya dari mahasiswa. Demikian pula, dalam bidang sosial, ideologi, dan politik, mahasiswa banyak memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang berbagai hak yang harus diterima rakyat dan kewajiban rakyat terhadap negara. Itu dulu.

        Sekarang, keadaan menjadi berbeda. Rakyat banyak yang sudah cerdas karena rakyat dulunya adalah mahasiswa dan sekarang telah menjadi anggota masyarakat yang berkiprah dalam bidangnya masing-masing. Di samping dulunya rakyat adalah mahasiswa, juga mendapatkan banyak ilmu dari pengalaman hidupnya dalam menerapkan berbagai pemahaman dari bangku kuliahnya dulu. Dengan demikian, rakyat lebih cerdas dan memiliki berbagai pengalaman yang membuatnya berada di atas para mahasiswa yang statusnya masih belajar, pelajar.

        Hal ini diakui oleh Prof. Dr. Ganjar Kurnia ketika masih menjadi Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) yang mahasiswanya pernah ditantang petani ketika sedang KKN. Petani itu memandang bahwa para petani lebih berhasil dalam bertani dibandingkan para mahasiswa yang sedang KKN. Para petani menantang para mahasiswa untuk membuktikan siapa yang lebih berhasil dalam bertani. Melihat hal tersebut, Prof. Ganjar mengubah cara KKN mahasiswa dengan tidak perlu memberikan pengajaran kepada masyarakat, melainkan belajar kepada rakyat, bermitra dengan petani, dan berdiskusi tentang kesulitan rakyat dalam pertanian agar didapat pemecahan masalah yang positif dan menguntungkan semuanya.

        Ada pula kenyataan yang lebih mengejutkan. Kali ini saya tidak akan sebut nama perguruan tingginya. Ada mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi negeri dalam bidang pertanian yang sama sekali tidak bisa menanam kangkung. Padahal, orang kampung sangat memahami cara menanam kangkung. Saya juga bisa dan sudah berkali-kali panen kangkung, lalu  berbagi dengan tetangga. Ada juga mahasiswa yang KKN berasal dari perguruan tinggi negeri yang berbasis keagamaan, tetapi tidak bisa membaca Al Quran. Kemampuannya jauh di bawah para santri yang muridnya para ustadz itu.

        Banyak hal yang bisa saya tulis, tetapi cukuplah untuk menjelaskan bahwa rakyat sekarang banyak yang lebih cerdas dibandingkan mahasiswa. Rakyat dulunya adalah mahasiswa yang kemampuannya sudah semakin meningkat diasah oleh pengalaman hidupnya.

        Dalam bidang sosial-politik sekarang sangat kentara bahwa aktivis mahasiswa berada jauh pengetahuan dan pemahamannya dibandingkan rakyat. Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan mahasiswa banyak yang tidak berdasarkan data dan fakta yang ada. Mereka tak ubahnya menjadi provokator yang tidak mendasarkan diri pada kajian komprehensif berdasarkan analisa terhadap data dan fakta yang menggunakan teknik triangulasi. Mereka hanya mendengar dari para mentor yang juga provokator sehingga hal yang disuarakannya banyak yang berupa ilusi dan tidak ada kenyataannya sama sekali. Rakyat yang dulunya adalah mahasiswa dan telah ditempa oleh pengalaman hidupnya menjadi tidak simpatik terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi itu. Rakyat yang dulunya mahasiswa itu sudah terbukti lulus kuliah, sedangkan para mahasiswa itu belum tentu berhasil lulus. Kita bisa lihat sekarang pada berbagai media sosial, banyak rakyat yang menyayangkan sikap dan pendapat mahasiswa yang tidak berbeda dari ocehan-ocehan murahan dan tidak berdasar pengetahuan.  

        Melihat kenyataan bahwa rakyat sekarang sudah banyak yang lebih cerdas dibandingkan mahasiswa, ketika pembukaan KKN Kelompok 6 “The Retorica” Universitas Al Ghifari yang terdiri atas mahasiswa Farmasi, Teknologi Pangan, dan Manajemen, saya menitipkan para mahasiswa selama satu bulan kepada masyarakat, tokoh masyarakat, dan aparat pemerintahan Kampung Cilandak, Desa Cipeujeuh, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung untuk dibina, dididik, diajak bermitra agar mampu mengabdi dan bermanfaat di tengah masyarakat. Saya meminta izin agar masyarakat dan pemerintahan setempat bersedia menerima mahasiswa agar menjadi bagian dari masyarakat setempat. Apabila ada pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki mahasiswa yang dianggap bermanfaat, silakan untuk berbagi dengan masyarakat.

"The Retorica" KKN Kelompok 6 Universitas Al Ghifari

        Pada saat penutupan KKN, saya berterima kasih kepada masyarakat dan aparat pemerintahan yang telah menerima para mahasiswa sebagai bagian dari mereka. Saya pun mendengar ternyata berdasarkan pengakuan masyarakat, para mahasiswa yang saya bimbing banyak membantu masyarakat dalam bidang pendidikan, aktivitas keagamaan, pelayanan kesehatan, terutama untuk Lansia, serta memberikan pengetahuan baru berupa inovasi pengolahan pangan sehingga memiliki nilai tambah.

        Saya melihat perbedaan yang sangat tajam ketika datang pertama kali saat pembukaan KKN yang masih sangat kaku, formal, dan banyak yang “Jaim”. Akan tetapi, saat penutupan para mahasiswa dengan masyarakat dan aparat setempat sudah sangat cair dalam berkomunikasi dan bergaul. Mereka tampaknya seperti sudah hidup bersama-sama dalam waktu yang lama di tempat tersebut.

        Dengan melihat suasana tersebut, saya tidak ragu untuk tidak akan memberikan nilai kepada mahasiswa saya. Saya justru meminta nilai untuk mahasiswa saya kepada masyarakat, Kepala Desa, ustadz, dan DKM. Saya akan mengikuti pendapat rakyat dan pemerintah setempat.

        Kepala Desa memberikan nila “A”. Akan tetapi, banyak ibu-ibu yang protes menyalahkan Kepala Desa karena nilai para mahasiswa itu tidak layak “A”, tetapi “A+”. Begitulah mereka berkelakar dan saling memiliki satu sama lain. Saya sangat bersyukur untuk hal itu.

        Rakyat sudah banyak yang lebih cerdas dibandingkan mahasiswa. Sebaiknya, memang mahasiswa tidak perlu bergaya lebih hebat dibandingkan rakyat. Para mahasiswa belum tentu berhasil lulus, sedangkan rakyat sudah lulus dari kuliahnya. Belajarlah dari rakyat, pelajari rakyat, dan berbuatlah untuk rakyat dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah swt.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment