oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Hal
ini berkali-kali saya kemukakan pada beberapa kesempatan, termasuk ketika
pembukaan dan penutupan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 6 “The Retorica” Universitas Al Ghifari, 7 Juni s.d. 10 Juli
2023 di Kampung Cilandak, Desa Cipeujeuh, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung.
Saya merasa perlu menyampaikan hal tersebut untuk mengingatkan bahwa mahasiswa
sekarang itu berbeda dengan mahasiswa masa lalu.
Dulu ketika saya masih di SD atau SMP,
mahasiswa selalu lebih cerdas dibandingkan rakyat. Mahasiswa banyak memberikan
pengajaran ilmu baru kepada masyarakat. Misalnya, di daerah Lembang, Bandung
ada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada saat KKN yang mengajari
masyarakat untuk membuat inkubator penetasan telur ayam dengan teknologi sederhana
menggunakan peti sabun dan lampu tempel. Hasilnya, masyarakat dapat hidup dan
menghidupi keluarganya dengan teknologi sederhana itu. Itu dulu, ada banyak
ilmu baru yang belum dikenal masyarakat dan didapatnya dari mahasiswa. Demikian
pula, dalam bidang sosial, ideologi, dan politik, mahasiswa banyak memberikan
pencerahan kepada masyarakat tentang berbagai hak yang harus diterima rakyat
dan kewajiban rakyat terhadap negara. Itu dulu.
Sekarang, keadaan menjadi berbeda.
Rakyat banyak yang sudah cerdas karena rakyat dulunya adalah mahasiswa dan
sekarang telah menjadi anggota masyarakat yang berkiprah dalam bidangnya
masing-masing. Di samping dulunya rakyat adalah mahasiswa, juga mendapatkan
banyak ilmu dari pengalaman hidupnya dalam menerapkan berbagai pemahaman dari
bangku kuliahnya dulu. Dengan demikian, rakyat lebih cerdas dan memiliki
berbagai pengalaman yang membuatnya berada di atas para mahasiswa yang
statusnya masih belajar, pelajar.
Hal ini diakui oleh Prof. Dr. Ganjar
Kurnia ketika masih menjadi Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) yang
mahasiswanya pernah ditantang petani ketika sedang KKN. Petani itu memandang
bahwa para petani lebih berhasil dalam bertani dibandingkan para mahasiswa yang
sedang KKN. Para petani menantang para mahasiswa untuk membuktikan siapa yang
lebih berhasil dalam bertani. Melihat hal tersebut, Prof. Ganjar mengubah cara
KKN mahasiswa dengan tidak perlu memberikan pengajaran kepada masyarakat,
melainkan belajar kepada rakyat, bermitra dengan petani, dan berdiskusi tentang
kesulitan rakyat dalam pertanian agar didapat pemecahan masalah yang positif
dan menguntungkan semuanya.
Ada pula kenyataan yang lebih
mengejutkan. Kali ini saya tidak akan sebut nama perguruan tingginya. Ada
mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi negeri dalam bidang pertanian yang
sama sekali tidak bisa menanam kangkung. Padahal, orang kampung sangat memahami
cara menanam kangkung. Saya juga bisa dan sudah berkali-kali panen kangkung, lalu
berbagi dengan tetangga. Ada juga
mahasiswa yang KKN berasal dari perguruan tinggi negeri yang berbasis
keagamaan, tetapi tidak bisa membaca Al Quran. Kemampuannya jauh di bawah para
santri yang muridnya para ustadz itu.
Banyak hal yang bisa saya tulis, tetapi
cukuplah untuk menjelaskan bahwa rakyat sekarang banyak yang lebih cerdas
dibandingkan mahasiswa. Rakyat dulunya adalah mahasiswa yang kemampuannya sudah
semakin meningkat diasah oleh pengalaman hidupnya.
Dalam bidang sosial-politik sekarang
sangat kentara bahwa aktivis mahasiswa berada jauh pengetahuan dan pemahamannya
dibandingkan rakyat. Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan mahasiswa banyak
yang tidak berdasarkan data dan fakta yang ada. Mereka tak ubahnya menjadi
provokator yang tidak mendasarkan diri pada kajian komprehensif berdasarkan
analisa terhadap data dan fakta yang menggunakan teknik triangulasi. Mereka
hanya mendengar dari para mentor yang juga provokator sehingga hal yang
disuarakannya banyak yang berupa ilusi dan tidak ada kenyataannya sama sekali.
Rakyat yang dulunya adalah mahasiswa dan telah ditempa oleh pengalaman hidupnya
menjadi tidak simpatik terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi itu. Rakyat yang
dulunya mahasiswa itu sudah terbukti lulus kuliah, sedangkan para mahasiswa itu
belum tentu berhasil lulus. Kita bisa lihat sekarang pada berbagai media
sosial, banyak rakyat yang menyayangkan sikap dan pendapat mahasiswa yang tidak
berbeda dari ocehan-ocehan murahan dan tidak berdasar pengetahuan.
Melihat kenyataan bahwa rakyat sekarang
sudah banyak yang lebih cerdas dibandingkan mahasiswa, ketika pembukaan KKN
Kelompok 6 “The Retorica” Universitas Al Ghifari yang terdiri atas mahasiswa
Farmasi, Teknologi Pangan, dan Manajemen, saya menitipkan para mahasiswa selama
satu bulan kepada masyarakat, tokoh masyarakat, dan aparat pemerintahan Kampung
Cilandak, Desa Cipeujeuh, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung untuk dibina,
dididik, diajak bermitra agar mampu mengabdi dan bermanfaat di tengah
masyarakat. Saya meminta izin agar masyarakat dan pemerintahan setempat bersedia
menerima mahasiswa agar menjadi bagian dari masyarakat setempat. Apabila ada
pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki mahasiswa yang dianggap bermanfaat,
silakan untuk berbagi dengan masyarakat.
"The Retorica" KKN Kelompok 6 Universitas Al Ghifari |
Pada saat penutupan KKN, saya berterima kasih kepada masyarakat dan aparat pemerintahan yang telah menerima para mahasiswa sebagai bagian dari mereka. Saya pun mendengar ternyata berdasarkan pengakuan masyarakat, para mahasiswa yang saya bimbing banyak membantu masyarakat dalam bidang pendidikan, aktivitas keagamaan, pelayanan kesehatan, terutama untuk Lansia, serta memberikan pengetahuan baru berupa inovasi pengolahan pangan sehingga memiliki nilai tambah.
Saya melihat perbedaan yang sangat tajam
ketika datang pertama kali saat pembukaan KKN yang masih sangat kaku, formal,
dan banyak yang “Jaim”. Akan tetapi,
saat penutupan para mahasiswa dengan masyarakat dan aparat setempat sudah
sangat cair dalam berkomunikasi dan bergaul. Mereka tampaknya seperti sudah
hidup bersama-sama dalam waktu yang lama di tempat tersebut.
Dengan melihat suasana tersebut, saya
tidak ragu untuk tidak akan memberikan nilai kepada mahasiswa saya. Saya justru
meminta nilai untuk mahasiswa saya kepada masyarakat, Kepala Desa, ustadz, dan
DKM. Saya akan mengikuti pendapat rakyat dan pemerintah setempat.
Kepala Desa memberikan nila “A”. Akan
tetapi, banyak ibu-ibu yang protes menyalahkan Kepala Desa karena nilai para
mahasiswa itu tidak layak “A”, tetapi “A+”. Begitulah mereka berkelakar dan
saling memiliki satu sama lain. Saya sangat bersyukur untuk hal itu.
Rakyat sudah banyak yang lebih cerdas
dibandingkan mahasiswa. Sebaiknya, memang mahasiswa tidak perlu bergaya lebih
hebat dibandingkan rakyat. Para mahasiswa belum tentu berhasil lulus, sedangkan
rakyat sudah lulus dari kuliahnya. Belajarlah dari rakyat, pelajari rakyat, dan
berbuatlah untuk rakyat dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah swt.
No comments:
Post a Comment