Sunday 13 November 2016

Hade ku Basa Goreng ku Basa

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Hade ku basa goreng ku basa itu pepatah Sunda yang artinya mulia oleh bahasa hina pun oleh bahasa. Maksudnya, kemuliaan dan kehinaan seseorang, sekelompok orang, suatu bangsa, suatu agama, suatu keyakinan, atau suatu negara sangat ditentukan oleh bahasa yang dipergunakan mereka. Apabila bahasa yang mereka gunakan sangat bagus, indah, mulia, sopan, mencerahkan, dan menyejukkan, mulialah mereka. Sebaliknya, apabila bahasa yang mereka gunakan kotor, buruk, dan menyakitkan hati orang lain tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan, hinalah mereka.

            Yang dimaksud bagus berbahasa itu bukan berarti hanya lembut, baik, dan tidak menyakiti orang lain, melainkan pula memiliki dasar pengetahuan yang jelas, tujuan yang pasti, serta memberikan pencerahan dan mendamaikan kehidupan manusia. Kalaupun dengan sangat terpaksa harus menggunakan bahasa-bahasa yang keras, tujuannya tetap untuk memuliakan manusia dan kemanusiaan, bukan untuk berbohong, melindungi kebodohan, menutupi kesalahan, mengaburkan permasalahan, maupun menimbulkan huru-hara dalam kehidupan.

            Yang dimaksud buruk berbahasa itu bukan hanya kotor, kasar, dan rendah, melainkan pula memiliki maksud-maksud jahat, melecehkan orang lain, menimbulkan huru-hara, menyesatkan manusia, mengadudomba di antara manusia, menutupi kebohongan, mengajak pada kerusakan, melindungi kebodohan, menolak kebenaran, mempertahankan sifat keras kepala, melecehkan nasihat-nasihat yang bermanfaat, menganggap diri selalu paling benar, dan lain sebagainya.


Sunda Kudu Makalangan

Sunda kudu makalangan, ‘Sunda harus aktif mengelola negara’.

            Orang Sunda mesti jujur bahwa dirinya telah lama berharap untuk lebih aktif dalam mengelola negara dan tidak selalu berada di pinggir pentas perpolitikan nasional dan internasional. Pasca-kehancuran Kerajaan Sunda Pajajaran, lebih tepatnya setelah selesainya Pertempuran Talaga yang mengakibatkan musnahnya kekuatan pasukan Sunda akibat penyerangan yang dilakukan pasukan Cirebon, orang Sunda jatuh ke dalam masa Sunda Papa, ‘Sunda Sengsara’. Hal itu terbukti, orang-orang Sunda pun terpinggirkan dan hidup dalam berbagai kesengsaraan yang bertubi-tubi. Selepas masa itu, orang Sunda harus terus bersabar melakoni berbagai “uga”, ‘prediksi’ yang wajib terjadi, yaitu memasuki kehidupan masa Sunda Tunggara, ‘Sunda Menderita’. Penderitaan yang dialami orang Sunda pun bagai tak berhenti menjatuhkan harga diri dan membuat tanah kekuasaannya dikuasai bukan oleh orang-orang Sunda. Warga Sunda sendiri tersisih, miskin, merana, dan tak memiliki jalan untuk kembali berjaya. Takdir bagaikan menutup pintu bagi orang-orang Sunda untuk memperbaiki diri dan harga dirinya. Kegetiran dan kegetiran selalu menemani.

            Saya merasa bahwa dua masa itu, yaitu: Sunda Papa dan Sunda Tunggara telah terlewati. Masih ada dua masa lagi yang harus dilakoni orang Sunda, yaitu masa Sunda Tampil dan masa Sunda Makalangan. Untuk masa Sunda Tampil, saat ini sedang berlangsung. Orang Sunda sudah tampil pada berbagai bidang kehidupan, baik dalam aktivitas swasta, keamanan, maupun pemerintahan. Bahkan, banyak permasalahan pelik dan tidak bisa diselesaikan oleh orang lain, diselesaikan dengan sempurna oleh orang Sunda. Misalnya, dalam hal keamanan negara yang sulit dituntaskan, orang Sunda dapat menyelesaikannya dengan baik. Berbagai konflik sosial dan bersenjata, termasuk pemberontakan bersenjata yang terjadi di Indonesia sejak kemerdekaan, telah diselesaikan dengan baik oleh Pasukan Siliwangi. Jika pasukan ini telah bergerak, masalah konflik bersenjata pun selesai. Lihat saja catatan sejarah. Persoalan komunis, DI/TII, GAM, dan lain sebagainya diselesaikan dengan baik oleh Pasukan Siliwangi. Dalam bidang pemerintahan, banyak orang Sunda yang telah menjadi menteri dan pejabat tinggi lainnya. Bahkan, persoalan batas wilayah laut Indonesia diperjuangkan sampai berhasil oleh Otto Iskandar Dinata. Dalam  bidang keagamaan dan sosial, orang Sunda sudah tampil menjadi rujukan banyak orang untuk menyelesaikan banyak permasalahan mereka. Dalam dunia hiburan, sudah tidak diragukan lagi bahwa orang Sunda adalah mayoritas dalam jumlah artis dan aktor yang malang melintang di Indonesia ini karena memiliki anugerah kecantikan dan ketampanan yang berada di atas rata-rata. Akan tetapi, kita harus mengakui bahwa prestasi-prestasi orang Sunda itu belum cukup mendorong hidupnya untuk memasuki masa Sunda Makalangan, ‘aktif mengelola negara’.

            Orang Sunda selalu berharap segera memasuki masa itu di samping untuk membuktikan dirinya sebagai suku yang memiliki potensi dan manfaat yang besar bagi bangsa dan negara, juga berkeinginan untuk menyelesaikan berbagai masalah dan kemelut yang selalu melanda Indonesia. Tak heran banyak orang Sunda yang kerap menyandarkan harapannya pada berbagai uga dan ramalan tentang keempat masa itu, yaitu: Sunda Papa, Sunda Tunggara, Sunda Tampil, dan Sunda Makalangan. Sayangnya, banyak yang membuat syair-syair palsu yang “meninabobokan” orang Sunda hingga menjadi lemah dan hanya menyandarkan harapannya pada ramalan-ramalan palsu.

            Saya sebagai orang Sunda, eh … nggak murni-murni amat sih soal kesundaan saya. Dari garis ayah, leluhur saya tersambung sebagai orang Jawa. Kakek ayah saya namanya Minggon. Jelas nama Jawa. Bahkan, di atasnya lagi ada yang nama belakangnya Kolopaking yang mungkin dari Solo.

            Kata ayah saya, “Pokoknya leluhur kamu itu bareng berperang dengan Pangeran Diponegoro melawan Belanda.”

            Dari garis ibu lebih dekat lagi ke Suku Jawa. Nenek saya sering tertawa-tawa cekikikan jika pada sore hari mendengar dongeng dari radio dengan bahasa yang tidak pernah saya mengerti karena menggunakan bahasa Jawa. Mungkin dongeng itu dongeng jenaka. Kalau mau tidur pun, nenek saya mengajarkan etika tidur dengan cara Jawa. Dia kebut-kebut kasur dan bantal menggunakan kainnya. Dikebut-kebut pula seluruh ranjang sampai ke atasnya hingga kainnya hampir menyentuh langit-langit. Dirapikannya seluruh bantal dan guling. Jadi, tempat tidur itu selalu dirapikan, baik setelah bangun tidur maupun hendak tidur. Dia melakukannya sambil terus komat-kamit berdoa. Ketika hendak tidur, nenek saya selalu mengajarkan membaca doa dengan bahasa Jawa yang tidak bisa saya hapal sampai hari ini.

            “Niyat ingsun repan riyalat …,” hanya itu yang saya ingat karena saya selalu membaca doa dengan bahasa Arab seperti yang diajarkan guru ngaji di masjid.

            Karena saya lahir di Bandung, berbahasa Ibu Sunda, hidup di lingkungan Sunda, banyak memahami Sunda dan kesundaan, serta merasa nyaman dengan hal-hal itu, saya meyakini dan mengklaim diri bahwa saya adalah orang Sunda. Di samping itu, memang ayah dan ibu saya tidak pernah menggunakan bahasa Jawa sepanjang hidupnya. Mereka selalu menggunakan bahasa Sunda dan lahir di tanah Sunda.

            Sebagai orang Sunda, saya berharap bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk menginjakkan kaki berdiri dan melangkah menyongsong masa Sunda Makalangan. Orang Sunda harus menunjukkan dirinya untuk menjadi pemecah persoalan, bukan menjadi pemicu masalah ataupun pembuat kekusutan. Baik mereka yang duduk di eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun sebagai rakyat biasa, harus mengerahkan potensinya memberikan solusi-solusi positif bagi permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia.

            Orang Sunda sudah diberikan anugerah yang besar oleh Allah swt. Sunda itu bukan hanya nama suku, melainkan pula nama agama, yaitu Sunda Wiwitan. Agama Sunda Wiwitan adalah agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Prabu Siliwangi Alaihissalam. Di dalam agama ini ada ajaran yang kita kenal sebagai pepatah hade ku basa goreng ku basa, ‘mulia oleh bahasa hina oleh bahasa’. Jika kita mencintai Nabi Prabu Siliwangi, patuhilah ajarannya, laksanakan segala nasihatnya. Jika kita ingin menjadi penerus Prabu Siliwangi as, pedomani seluruh titahnya. Jangan hanya bikin organisasi kesundaan, tetapi tidak melaksanakan ajaran Sunda itu sendiri. Jangan hanya mengucapkan nama Prabu Siliwangi berulang-ulang hingga hampir menyaingi mengucapkan nama Nabi Muhammad saw, tetapi bersikap hanya menyandarkan pada dongeng-dongeng kesaktian Prabu Siliwangi as. Prabu Siliwangi sakti karena dia adalah Nabi kepercayaan Allah swt. Prabu Siliwangi terkenal ke seluruh dunia karena tercatat sebagai manusia sempurna yang tidak memiliki cacat dalam sepanjang hidupnya. Jika kita ingin jiwa Prabu Siliwangi as hadir di tengah-tengah kita, lakukan segala ajarannya.  Ajaran Prabu Siliwangi as adalah ajaran Islam yang kemudian disempurnakan oleh ajaran Islam yang dibawa Muhammad saw.

            Ajaran Prabu Siliwangi as yang dapat menjadi pemecah persoalan bangsa Indonesia saat ini adalah hade ku basa goreng ku basa. Negeri ini sedang sakit karena kehilangan kemampuan berbahasa yang baik, benar, mulia, dan mencerahkan. Presiden RI Jokowi mencemaskan perkataan-perkataan kotor yang berseliweran di Medsos. Kapolri Tito Karnavian berulang-ulang mengimbau masyarakat untuk tidak langsung percaya berita-berita di Medsos. Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengkhawatirkan adanya penunggang-penunggang gelap dari dalam dan luar negeri yang memanfaatkan persoalan dalam negeri Indonesia untuk merampok kekayaan sumber daya alam Indonesia.

            Apa ini artinya?

            Artinya, negeri ini sedang sakit menderita kerusakan jiwa akibat kehilangan kemampuan berbahasa yang penuh kehormatan. Negeri ini sedang gemar berbahasa penuh keburukan yang menistakan dirinya, keluarganya, masyarakatnya, dan negaranya sendiri.

            Hade ku basa goreng ku basa, ‘mulia karena bahasa dan hina karena bahasa’, mengajarkan bahwa kemuliaan dan kehinaan kita ditentukan oleh bahasa yang kita gunakan. Bahasa itu menentukan rasa, membina jiwa, membimbing rohani. Bahasa yang buruk akan menghancurkan kestabilan jiwa dan menyerahkan diri kita pada syetan. Bahasa yang baik akan melembutkan hati, melapangkan pikiran, meluaskan pandangan, menajamkan spiritual, membuat bijak ruhani, dan mendekatkan diri kepada Allah swt.

            Orang Sunda harus memulai sejak sekarang lebih mengendalikan bahasa yang digunakan, baik di  dunia nyata, maupun di dunia maya. Kita harus memberikan contoh berbahasa yang penuh kemuliaan untuk mendamaikan dan melembutkan suasana. Dengan berbahasa yang penuh kehormatan, pikiran kita akan semakin baik, jiwa semakin bijak, pandangan semakin luas sehingga ada banyak kunci kehidupan dan pengetahuan yang semakin terlihat secara nyata. Pengetahuan dan kunci tentang hidup yang telah terbuka di dalam batin kita akan mencerahkan kehidupan kita sendiri dan memberikan jalan penyelesaian masalah bagi orang lain.

            Jika orang Sunda sudah letih menderita dan sengsara, secepat mungkin gunakan bahasa-bahasa yang baik dan bijak sehingga nilai diri kita di hadapan Sang Hyang Tunggal yaitu Sang Hyang Kersa yaitu Sang Hyang Widi yaitu Sang Hyang Jatiraga yaitu Allah swt semakin tinggi. Jika nilai diri kita sudah semakin tinggi, Sang Hyang Wujud yaitu Allah swt akan mempercayai kita untuk menjadi perkakas-Nya dalam memimpin manusia menuju kebenaran hakiki.

            Hentikan bermimpi orang Sunda mendapatkan zaman keemasan dan zaman kemuliaan jika hanya bangga dengan ikat kepala bermotif batik, pakaian hitam-hitam atau putih-putih, menggunakan berbagai pernak-pernik tradisi Sunda, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk berbahasa yang baik dan mulia sebagaimana yang diajarkan Nabi Prabu Siliwangi Alaihissalam. Jangan lagi menyebut-nyebut nama suci Prabu Siliwangi jika orang Sunda justru menjadi agen-agen pemicu kerusuhan, huru-hara, dan menyesatkan pikiran orang lain. Tidak pantas kalian menjadi orang Sunda jika tidak menjaga perdamaian di antara manusia.

            Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin, S.H. (alm) pernah mengatakan kepada saya secara langsung ketika saya membantunya menyusun biografinya, “Orang Sunda punya sifat asli nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara.”

            Maksudnya orang Sunda aslinya adalah kaum yang mematuhi hukum sekaligus menegakkan hukum dan selalu menunjang kedaulatan negara. Orang Sunda secara otomatis tanpa diperintah akan menyediakan dirinya untuk keutuhan bangsa dan negara. Jika ada orang Sunda yang tidak menghormati hukum dan tidak menjaga tegaknya negara, tak pantas dia disebut orang Sunda.

            Allah swt tidak akan memberikan masa Sunda Makalangan jika orang Sunda tidak mampu berbahasa yang baik, menyejukkan, dan mencerahkan. Pedomani ajaran Prabu Siliwangi as untuk berbahasa yang baik, benar, dan mulia hingga orang-orang akan menuju diri kita untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dideritanya. Jika orang Sunda sudah menjadi tujuan banyak orang, saat itulah Sunda Makalangan akan terjadi. Allah swt akan percaya penuh kepada orang Sunda. Insyaallah.

            Hade ku basa goreng ku basa, Indonesia bisa mulia karena bangsanya mampu berbahasa yang baik dan mulia, tetapi Indonesia bisa hancur karena bangsanya berbahasa kotor, hina, penuh kebohongan, dan sarat dengan kesesatan.

            Orang Sunda punya ajaran Sunda dari Prabu Siliwangi as, mulia oleh bahasa hina oleh bahasa. Didik diri dan negeri ini untuk menjadi orang-orang mulia dengan bahasa penuh kemuliaan. Songsonglah Sunda Makalangan terjadi secara nyata dalam kehidupan ini. Untuk Indonesia dan untuk dunia.


            Demi Allah swt.

No comments:

Post a Comment