oleh
Tom Finadin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kemenangan Donald Trump
dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) atas Hillary Clinton, tak lepas
dari perilaku dan suasana kebatinan rakyat AS sendiri. Angka hasil pemilihan di
AS dapat dijadikan cermin bagaimana sebenarnya perilaku batin rakyat AS kebanyakan.
Seorang pengusaha AS dalam bidang IT, Timothy
Francis, yang diwawancarai tvOne secara
langsung dari AS, menyatakan bahwa kekalahan Hillary Clinton salah satunya
disebabkan oleh “tidak siapnya rakyat AS menerima perempuan sebagai pemimpin
atau presiden”. Rakyat AS ternyata seperti itu, masih mempersoalkan jenis
kelamin dalam hal kepemimpinan.
Saya hanya ingin tertawa terbahak-bahak. Bukan
menertawakan AS, melainkan menertawakan orang-orang sok tahu dan sok pintar di
Indonesia. Banyak aktivis kesetaraan gender di Indonesia sangat sering merendahkan
pandangan, nilai, dan norma bangsanya sendiri, Indonesia, sebagai masih
terbelakang karena mendahulukan pria untuk menjadi pemimpin serta meminggirkan
kaum perempuan dalam soal politik dan hubungan sosial. Banyak aktivis dan
politisi sejenis ini yang sering sekali membanding-bandingkan antara Indonesia
dengan Amerika Serikat mengenai kesetaraan gender. Mereka dengan sangat yakin
bahwa Amerika Serikat lebih maju karena tidak menghalangi perempuan untuk
menjadi pemimpin. Kata mereka rakyat AS sudah berpikiran sangat terbuka karena
tidak mempermasalahkan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin.
Mereka sangat yakin bahwa AS lebih beradab dibandingkan Indonesia.
Dasar sok tahu orang-orang ini!
Dasar Penipu!
Mereka berbicara sok cerdas dengan mengharapkan Indonesia
menjadi seperti AS dengan memberikan kesempatan yang luas bagi kaum perempuan.
Dasar banyak omong tanpa ilmu kalian!
Sampai sekarang saja Amerika Serikat menurut Timothy
Francis masih enggan untuk memiliki presiden berjenis kelamin perempuan
sehingga Donald Trump menjadi Presiden AS ke-45. Jadi, para aktivis dan
politisi yang sok tahu dan penipu itu sudah terpenjara pikirannya dengan selalu
menganggap bahwa apa pun tentang AS pasti bagus dan apa pun tentang Indonesia
pasti buruk dan terbelakang. Lalu, pengetahuan mereka yang terbatas itu
digunakan untuk merendahkan Indonesia dan Islam dengan membuat ilustrasi bahwa
Islam dan Indonesia menghalangi perempuan untuk maju.
Bodoh orang-orang ini!
Mereka pantas ditertawakan … hahahahahaha …!
Soal gender ini justru Indonesia lebih bagus. Indonesia
pernah punya presiden perempuan, yaitu Megawati Soekarnoputeri. Bahkan,
sesungguhnya sejak zaman dulu pun Indonesia sudah memberikan kesempatan yang
teramat luar biasa bagi perempuan untuk aktif dalam berbagai bidang kehidupan
asal para perempuannya bisa aktif di luar rumah. Tak ada yang menghalangi
perempuan Indonesia untuk berkiprah dalam kehidupan. Jauh sebelum orang-orang
kulit putih itu teriak-teriak soal kesetaraan gender, Indonesia sudah memiliki
banyak pemimpin perempuan.
Saya ingatkan lagi soal ini.
Soekarno mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan
Indonesia itu ibarat dua sayap burung
Garuda. Burung Garuda bisa terbang sangat tinggi jika kedua sayapnya kuat
dan sehat. Jika salah satu sayapnya sakit, Garuda pun tidak bisa terbang
tinggi.
Hal itu menunjukkan bahwa Soekarno sangat mendukung para
perempuan dalam memajukan bangsa dan negara bersama kaum laki-laki. Bahkan,
dalam hal pendidikan, jika dalam sebuah keluarga mengalami kesulitan ekonomi
untuk menyekolahkan anaknya, anak yang harus lebih dulu mendapatkan pendidikan
adalah anak perempuan, bukan anak laki-laki. Biarkan anak laki-laki belakangan.
Dahulukan anak perempuan. Soekarno menjelaskan bahwa anak perempuan harus lebih
dahulu mendapatkan pendidikan karena akan menjadi ibu dan harus mendidik
putera-puterinya untuk masa depan. Di samping itu, Soekarno menjelaskan bahwa
kaum pria hanya bekerja sepanjang siang, sedangkan
perempuan bekerja siang dan malam.
Apa lagi yang diragukan mengenai penghormatan Indonesia
kepada kaum perempuannya?
Jangan sedikit-sedikit mencontohkan luar negeri. Sedikit-sedikit
Amerika Serikat. Sedikit-sedikit Eropa. Sebetulnya, bangsa Indonesia ini sudah
membebaskan perempuan untuk bergerak dan berprestasi dari dulu. Asal
perempuannya mau dan bisa, tidak ada yang akan menghalangi. Akan tetapi, kalau
tidak mau dan tidak bisa, jangan teriak-teriak pengen bebas dan memiliki hak
sama.
Memangnya mau melakukan apa teriak-teriak tentang
kebebasan?
Pengen bebas keluyuran?
Pengen bebas berbuat maksiat?
Tidak perlu teriak-teriak soal kesamaan hak. Perempuan
Indonesia itu dari dulu sudah bebas kok asal mau dan bisa.
Nggak percaya?
Perhatikan para perempuan yang bebas bergerak tanpa harus
teriak tentang persamaan hak dan Ham dari luar negeri itu!
Subanglarang,
Permaisuri Raja Sunda Pajajaran. Ia hidup antara abad 16-17 Masehi.
Subanglarang adalah ratu yang melahirkan Raden Kian Santang, Pangeran Sunda
yang menyebarkan Islam di tanah Pasundan. Subanglarang mendirikan pesantren
besar dan mendapat cinderamata dari Laksamana Cina Cheng Ho berupa mercusuar.
Ratu Shima,
penguasa Kerajaan Kalingga sekitar tahun 674 Masehi. Ia menerapkan hukum
yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan serta mendorong
agar rakyatnya senantiasa jujur. Ia pun melarang rakyat untuk memiliki emas. Ia
sadar emas bisa membuat rakyatnya jahat dan gemar bertengkar. Ia pernah menghukum anaknya sendiri karena
kaki anaknya tidak sengaja menyentuh karung emas.
Dyah Pitaloka
Citraresmi, hidup antara 1340-1357 Masehi. Ia adalah Puteri
Kerajaan Sunda. Ia adalah perempuan tercantik di seluruh kerajaan kepulauan
Nusantara. Banyak raja yang ingin memperistri Dyah Pitaloka dan tak ada
perempuan yang membuat Raja Majapahit Hayam Wuruk jatuh cinta, kecuali Dyah
Pitaloka Citraresmi.
Ia perempuan yang sangat berani. Ia tetap melakukan
perlawanan meskipun seluruh prajurit dan keluarganya telah gugur dalam Perang Bubat. Ia sendirian bertahan
melawan 5.000 pasukan musuh. Dyah Pitaloka Citraresmi tetap mempertahankan
harga diri Kerajaan Sunda dari penghinaan musuh-musuhnya. Sampai hari ini ada
ribuan gadis Sunda yang menggunakan nama Dyah
Pitaloka.
Cut Nyak Dhien,
pemimpin besar Perang Kerajaan Islam Aceh
yang hidup antara 1848–1908. Sepanjang
hidupnya bertempur melawan penjajahan Belanda. Dia tidak pernah kalah perang.
Teriakan Allahu Akbar adalah
senjatanya.
Akan tetapi, ketika sudah tua, ia sakit. Seorang
pasukannya mengadakan perjanjian dengan Belanda. Ia ingin Belanda mengobati Cut
Nyak Dhien. Belanda setuju. Akan tetapi, Cut Nyak Dhien marah.
Meskipun dirawat di rumah sakit, ia tetap berhubungan
dengan pasukan Aceh untuk terus bertempur.
Akhirnya, Belanda memindahkan Cut Nyak Dhien ke Sumedang, Jawa Barat dan
meninggal di sana.
Gambar Cut Nyak Dhien menjadi gambar salah satu pecahan
mata uang kertas Indonesia.
Cut Nyak Meutia.
pejuang perang Aceh yang hidup pada 1870-1910. Ia bersama suaminya yang
bernama Teuku Muhammad melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Raden Dewi Sartika
adalah pahlawan pendidikan yang lahir di Bandung. Ia hidup antara
1884–1947. Ia adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita. Dewi Sartika adalah
orang pertama yang membuka sekolah untuk perempuan, “Sakola Istri”.
Raden Adjeng Kartini, puteri bangsawan Jawa. Ia hidup antara 1879-1904. Ia gemar membaca
majalah-majalah Eropa. Ia kemudian berhubungan melalui surat menyurat dengan
teman-temannya di Eropa. Setelah Kartini meninggal, surat-surat itu dikumpulkan
kemudian menjadi buku, “Habis Gelap
Terbitlah Terang”.
Rangkayo Rasuna
Said, perempuan pejuang antikolonial yang hebat. Ia hidup antara 1910 s.d.
1965. Tulisan-tulisannya yang sangat tajam menyerang pemerintah Kolonial
Belanda. Akibatnya, ia sempat ditahan Belanda. Kemudian, ia dipercaya menjadi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat. Setelah itu, ia
kembali dipercaya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia.
Maria Walanda
Maramis hidup pada 1872-1924. Ia
lahir dalam keluarga pejuang antikolonialis. Kakaknya, Andries Maramis, adalah
aktivis yang memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Kemudian, ia pernah menjadi menteri dan duta besar Indonesia.
Maria Walanda Maramis adalah perempuan yang sangat memperhatikan tugas dan tanggung jawab perempuan,
baik di dalam rumah tangga sebagai ibu, sebagai istri, maupun sebagai pendidik.
Ia kemudian mendirikan organisasi
Percintaan Ibu kepada Anak Temurunannya (Pikat). Tujuan organisasi ini
adalah untuk mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar dalam hal-hal rumah
tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan, dan
sebagainya.
Martha Christina
Tiahahu, pemberani yang hidup antara 1800-1818. Pada usia 17 ia melakukan
perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Ia selalu mendampingi ayahnya Kapitan
Paulus Tiahahu dalam menyerang Belanda. Ia selalu mengobarkan semangat perang
prajuritnya dan mengajak para perempuan untuk ikut berperang. Akibatnya,
Belanda kewalahan mendapat perlawanan dari para perempuan. Karena semangat dan
keberaniannya, pemerintah Indonesia membuat patung Martha Christina Tiahahu.
Siti Walidah Ahmad
Dahlan hidup pada 1872-1946. Ia adalah Istri Ahmad Dahlan yang mendirikan
organisasi Muhammadiyah. Siti sangat memperhatikan kaum perempuan. Oleh sebab
itu, ia mendirikan organisasi perempuan
yang bernama Sopo Tresno untuk mendidik
kaum perempuan. Ia bersama suaminya mengganti nama Sopo Tresno menjadi
Aisyiyah. Nama itu berasal dari nama isteri Nabi Muhammad saw, Aisyah ra. Dalam
organisasi itu, ia mendirikan lembaga pendidikan bagi para perempuan. Para
perempuan dididik agar mampu menjadi pendidik di dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Ia adalah perempuan pertama yang memimpin rapat besar organisasi
besar Muhammadiyah di Indonesia.
Nyi Ageng Serang
terlahir dengan nama asli Raden Ajeng
(RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi. Nyi Ageng Serang merupakan puteri
dari Pangeran Natapraja, seorang penguasa daerah Serang, Jawa Tengah yang juga
merupakan Panglima Perang Sultan Hamengkeu Buwono I. Nyi Ageng juga merupakan
salah satu keturunan dari Sunan Kalijaga penyebar Islam yang sangat berpengaruh
di Indonesia.
Ketika menjadi penguasa Serang, banyak rakyatnya
kelaparan dan mengalami kesengsaraan akibat ulah dari penjajah Belanda. Ia
selalu membantu kesengsaraan rakyatnya dengan membagi-bagikan pangan. Selain
itu, ia juga melakukan perlawanan fisik untuk mengusir pasukan Belanda dari
tanah kelahirannya itu.
Ia pun ikut dalam Perang Diponegoro pada 1825. Atas jasa
dan keberaniannya, pemerintah Indonesia membuat monumen Nyi Ageng Serang.
Opu Daeng Risadju, anggota
keluarga bangsawan Luwu. Ia lahir di
Palopo, Sulawesi Selatan, pada 1880. Dalam sepanjang hidupnya ia dididik ajaran
dan nilai-nilai moral baik yang berlandaskan budaya maupun agama Islam.
Opu Daeng Risaju melakukan perlawanan terhadap kejahatan Netherlands Indies Civil Administration
(NICA) yang berkeinginan untuk menjajah kembali Indonesia. NICA memutuskan
untuk mengobrak-abrik masjid bahkan menginjak Al-Quran. Opu Daeng Risaju pun
segera membangkitkan dan memobilisasi para pemuda untuk melakukan perlawanan
terhadap tentara NICA.
Indonesia sejak dulu sudah sangat menghormati perempuan.
Bahkan, semakin tua perempuan, semakin besar kekuasaannya di Indonesia ini.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan peneliti Belanda (saya lupa lagi namanya)
disebutkan bahwa hidup kaum perempuan Indonesia masa lalu terbagi dalam tiga
fase penting, yaitu masa kanak-kanak yang
penuh keriangan dan kesenangan, masa kepatuhan kepada suami, dan masa penuh kekuasaan ketika menjadi seorang
nenek. Ketiga masa itu adalah sangat bagus dan penuh kehormatan dibandingkan
masa sekarang yang terlalu bangga dengan perilaku-perilaku impor dari negara
lain. Masa sekarang ini malah cenderung mengkhawatirkan karena perempuan
Indonesa bisa terjerumus ke dalam empat fase kehidupan penting yang negatif, yaitu:
masa kanak-kanak yang penuh kebingungan
karena kurang pengawasan, masa remaja yang penuh kegalauan tanpa bimbingan,
masa pernikahan yang rentan perceraian akibat perselingkuhan, dan masa pembuangan ke panti jompo setelah
menjadi nenek.
Mana yang lebih baik,
masa lalu yang diikat oleh keluhuran norma dan budaya asli Indonesia atau masa
sekarang yang bangga dengan perilaku impor bangsa asing?
Orang waras yang punya otak cerdas dan jernih pasti bisa
menjawabnya dengan mudah.
Dengan demikian, jangan suka sok tahu dengan mengatakan bahwa
orang-orang Barat peradaban nilai dan normanya lebih hebat dibandingkan
Indonesia. Sementara itu, Indonesia masih terbelakang karena tidak menghargai
perempuan. Padahal, Hillary Clinton tidak bisa menjadi presiden AS salah
satunya disebabkan dia perempuan. Ini terjadi pada abad modern.
Paham, ya?
Masa tidak paham.
No comments:
Post a Comment