Tuesday 9 November 2010

Nggak Perlu Heboh dengan Kedatangan Obama

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Negeri ini, Indonesia yang kita cintai, kedatangan tamu. Namanya Obama. Kehadirannya menyedot perhatian berbagai pihak, baik media massa maupun rakyat biasa.

Sudah menjadi kebiasaan kita, kalau ketemu sama orang Barat, sepertinya ingin selalu melihat, memperhatikan, perasaannya senang. Entah kenapa. Dulu saja ketika dijajah Belanda, banyak orang yang senang hanya sekedar untuk menyentuh kulit atau bersalaman dengan mereka. Secara tak sadar, perilaku tersebut sudah merendahkan diri sendiri. Sebaiknya, biasa saja atuh.

Saat Obama datang, 9-10 November 2010, banyak orang yang lumayan heboh. Kedatangan Obama itu seperti didatangi idola superhero. Padahal, dia datang itu dalam rangka menjalankan politik luar negerinya. Dalam hubungan internasional, setiap aktivitas internasional sudah seharusnya merupakan aktivitas untuk memenuhi kepentingan dalam negeri masing-masing. Artinya, dia datang itu untuk kepentingan negaranya sendiri, bukan untuk kepentingan Indonesia.

Obama itu bukan Pancasilais, tak peduli dengan Sumpah Pemuda, tak ada kepentingan dengan Bhineka Tunggal Ika, tak mau tahu dengan Preambul UUD 1945, apalagi NKRI. Dia datang ke Indonesia itu karena negerinya melihat ada keuntungan besar yang didapatnya dari Indonesia.

Memang benar dia pernah di Indonesia, tetapi kehadirannya itu tidak dalam rangka untuk mencintai Indonesia dan tidak untuk membesarkan Indonesia. Dia tetap kapitalis yang mencintai AS, negerinya. Dia datang sebagai wakil negaranya agar mendapatkan keuntungan maksimal dari Indonesia.
Ia memang pintar melihat sifat dan watak masyarakat Indonesia yang masih banyak mengagung-agungkan Barat. Oleh sebab itu, dalam pidatonya di kampus UI ia menggunakan kemampuannya untuk menarik simpati rakyat Indonesia seolah-olah dirinya ingin memajukan Indonesia. Hal itu memang terbukti berhasil saat itu. Ia mendapatkan banyak tepukan meriah dari audiens. J. Kristiadi yang dari CSIS itu pun memujinya bahwa Obama itu cerdas. Ia datang untuk kepentingan diri dan negaranya, tetapi mendapatkan tepukan dari orang Indonesia yang negerinya sedang diincar berbagai potensinya untuk dinikmati AS.

J. Kristiadi sangat benar. Meskipun demikian, saya memiliki pendapat yang terbalik, tetapi sama. Bagi saya, bukanlah Obama yang pintar dalam berorasi atau menarik simpati, tetapi rakyat kitanya sendiri yang bodoh menganggap Obama itu layaknya orang yang akan membangkitkan Indonesia dari keterpurukan. Hal itu disebabkan rakyat kita masih harus banyak belajar mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan hubungan internasional.

Saya sangat setuju dengan pendapat Anis Baswedan bahwa kita jangan terlalu romantis terhadap Obama hanya karena dia kecilnya pernah tinggal di Indonesia. Semestinya, kita, rakyat memberikan dorongan penuh kepada pemerintah agar kehadiran Obama itu dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan kita, kemakmuran rakyat Indonesia. Hal itu disebabkan memang sudah wajib hukumnya bagi pemerintah untuk memanfaatkan setiap hubungan internasional bagi kepentingan dalam negeri kita sendiri.

Dalam berinteraksi dengan Obama atau dengan negeri mana pun jangan pernah ada pikiran takut Obama atau orang asing rugi berhubungan dengan kita. Untung atau rugi, itu urusan dia bukan urusan kita. Kewajiban kita adalah bagaimana kita mendapatkan untung sebesar-besarnya karena mereka pun sebenarnya berupaya ingin untung sebesar-besarnya. Jangan khawatir orang asing rugi karena mereka pun sama sekali tidak khawatir kita rugi. Jika kita rugi, itu akan jadi beban kita. Selama ini juga kan begitu. Ketika kita susah, mereka bukannya ikhlas menolong, malahan memberikan pinjaman uang dengan bunga yang sangat berat. Kita-kita juga yang merasakan beratnya kesusahan.

Jika kita ternyata berhasil mendapatkan berbagai keuntungan, jangan anggap Obama baik, tetapi yang harus dipuji adalah pemerintah kita sendiri yang telah optimal bekerja keras untuk rakyatnya.

Demokrasi

Sebelum kedatangannya ke Indonesia, Obama sangat memuji demokrasi di Indonesia. Ia benar-benar mengaguminya. Kalau dihitung, sudah lebih dari seratus kata demokrasi yang keluar dari mulutnya, baik sebelum, sedang, maupun pada akhir kunjungannya ke Indonesia. Ia tampak ingin sekali Indonesia tetap menggunakan sisem politik demokrasi. Ia bahkan sedikit menantang Indonesia untuk mampu menyelesaikan masalah-masalah demokrasi di Asean, khususnya di Myanmar. Ia memberikan nilai A plus untuk demokrasi di Indonesia.

Sesungguhnya, ia mengulang-ulang kata demokrasi dengan segala pujiannya itu karena AS merasa untung dengan demokrasi yang dijalankan di Indonesia. Banyak sekutunya yang mengeruk keuntungan besar dari Indonesia yang telah berdemokrasi ini. Para kapitalis itu sudah memiliki banyak kunci yang tepat untuk mendapatkan kenikmatan tiada tara dari negeri kita. Sementara itu, kita dibuai oleh kata-kata palsu dan pujian demokrasi. Saat kita disibukkan dengan demokrasi dengan segala kepusingannya, mereka anteng-anteng melahap berbagai hidangan yang ada di Bumi Pertiwi ini.

Sungguh pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu sangat menguntungkan pihak kapitalis. Orang-orang Pancasilais sendiri dilanda kelaparan, huru-hara, fitnah, bencana, pembunuhan, korupsi, kolusi, kemiskinan, kebodohan, dan berbagai ketimpangan sosial lainnya.

Jadi, jangan tertipu dengan pujian telah melaksanakan demokrasi. Obama, AS, dan sekutu kapitalisnya tidak akan segan-segan memberikan medali emas 100 karat kepada Indonesia, bahkan memberikan gelar setinggi langit sebagai negara termajemuk yang paling berhasil dalam berdemokrasi dan mengumumkan kepada seluruh makhluk di Bumi ini bahwa Indonesia adalah negeri paling toleran di seluruh jagat raya dengan sistem demokrasinya. Mereka akan menyanjung Indonesia setinggi langit, bahkan kalau masih ada langit, pujian mereka akan sampai kesana dengan catatan Indonesia tetap berdemokrasi. Sementara itu, Indonesia dalam kenyataannya dengan menggunakan sistem politik demokrasi justru terus meluncur jatuh ke jurang kehancuran.

Jangan tertipu dengan pujian itu. Justru kita harus membumihanguskan demokrasi di negeri ini karena sistem politik itu telah membuat negeri ini carut marut tidak karu-karuan di berbagai bidang. Demokrasi itu jahat, sesat, kampungan, bodoh, serta melanggar kesucian dan kemuliaan manusia.

Jangan tertipu Saudaraku!

Bencana Tidak Akan Berhenti Selama Kita Berdemokrasi

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Bencana demi bencana akhir-akhir ini mewarnai kehidupan kita, warga Negara Indonesia, di mana saja berada. Memang tidak semua daerah ditimpa bencana, tetapi seluruh penduduk Indonesia merasakan benar-benar bencana itu dalam arti merasakan penderitaan saudara-saudaranya di tempat-tempat yang tertimpa bencana.

Bencana Wasior, Merapi, Sinabung, Mentawai, pesawat jatuh, huru-hara, kelaparan, dsb. adalah bencana yang merupakan rangkaian dari bencana sebelumnya dan pembuka bagi bencana-bencana berikutnya yang lebih hebat lagi. Perlu diketahui bahwa bencana ini akan terus-menerus terjadi sepanjang kita tidak mau berubah sikap dan tetap menyombongkan diri dengan kebodohan selama ini.

Tidak perlu heran dengan kehadiran bencana, bukankah sejak lalu dalam blog ini banyak ditulis bahwa jalan kita adalah sudah tampak salah sekali? Bukankah saya sudah mengingatkan bahwa sistem berbangsa dan bernegara kita ini sudah kacau melewati batas kesemrawutan dan kedustaan? Jika terus-menerus melakukan sistem politik rendahan dan kampungan ini, bukankah sudah saya peringatkan bahwa negeri ini akan ditimpa bencana yang dahsyat?

Saudara-saudara pembaca sekalian, sesungguhnya peringatan tersebut bukan hanya saya tulis di dalam blog ini, melainkan saya tulis langsung melalui pos kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Februari 2010 lalu sebanyak enam halaman folio, jauh sebelum bencana-bencana besar terjadi secara berurutan. Saya mendapatkan pemahaman dari Allah swt bahwa kita sudah di ujung kekusutan dan jika diteruskan kekusutan itu, bencana pun akan datang.

Saya berharap bahwa surat yang saya sampaikan kepada Presiden RI itu mendapat tanggapan. Akan tetapi, hari demi hari terus berlalu, sampai November 2010 ini, tanggapan tidak ada. Saya sungguh kecewa, sedih, dan agak marah. Saya kecewa dan sedih bukan karena saya tidak dianggap atau tidak diperhatikan, tetapi karena negeri ini akan ditimpa bencana yang tidak disangka-sangka sebelumnya dan rakyat banyak akan menderita (sekarang terbukti bencana besar itu datang bukan?). Saya agak marah karena saya merasa bahwa SBY itu sombong dan angkuh. Mungkin seandainya saya memiliki mobil mewah, punya uang banyak, perusahaan yang tersebar di mana-mana, punya jabatan sosial yang disegani, dia akan menanggapi. Akan tetapi, karena mungkin saya hanya seorang penulis lepas yang juga sebetulnya menulis biografinya dia, SBY tidak menanggapinya. Itu pun kalau dia baca surat saya. Lain lagi ceriteranya kalau surat itu tidak sampai ke tangannya, cuma sampai di Sekpri-nya atau di orang-orang dekatnya, lalu dibuang. Itu berarti sistem kerja di lingkungannya tidak berjalan dengan baik.

Untuk ke sekian kalinya, saya mengingatkan lagi dalam tulisan ini dengan maksud supaya kita mengerti bahwa kekusutan, kekacauan, kesemrawutan, penderitaan, rupa-rupa bencana, dan berbagai ketimpangan lainnya yang diderita negeri ini adalah disebabkan negeri ini menggunakan sistem politik demokrasi! Sistem politik demokrasi adalah sumber kejahatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Sistem politik demokrasi adalah penghinaan terhadap Allah swt. Wajar toh kalau Allah swt marah kemudian menimpakan bencana dari langit dan dari Bumi.

Hal-hal yang sekarang terjadi pun sebenarnya pernah dilukiskan oleh Prabu Siliwangi ratusan tahun silam dengan kata-kata, “Langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan.”

Artinya, langit sudah memerah menunjukkan wajah marah, asap sudah mengepul dari perapian. Hal itu menunjukkan bahwa langit dan Bumi sudah sangat siap menjadi media tanda-tanda kemarahan Allah swt kapan saja.

Negeri ini perlu membangun sistem dan struktur politik baru yang benar-benar sesuai dengan jiwa bangsa dan berdasarkan pada nilai-nilai dan norma-norma yang telah dilekatkan Allah swt sejak dalam kandungan. Untuk itu, kita perlu berkaca pada sejarah diri sendiri dan menyingkirkan penghambaan terhadap nilai-nilai asing yang telah ditanampaksakan pada negeri ini.

Saya ingatkan bahwa negeri ini akan terus-menerus ditimpa bencana berkepanjangan dan bertubi-tubi yang tak akan pernah berhenti selama kita menggunakan sistem politik demokrasi yang kampungan, hina, kusut, dan menyedihkan ini. Suara demokrasi itu suaranya anjing syetan! Saya sungguh menantang siapa saja yang mengaku-aku penggemar berat dan pecinta demokrasi untuk membuktikan keagungan demokrasi yang telah dikeramatkan bahkan diper-Tuhan-kan orang itu. Seilmiah apa pun mereka, saya, sungguh, atas izin Allah swt, jika Allah swt berkehendak, akan menjungkirbalikkan alasan-alasan atau pilar-pilar pemikiran demokrasi itu dengan sangat mudah, insyaallah. Segala ilmu adalah milik-Nya.

Bencana akan reda jika negeri ini sudah tidak lagi menggunakan sistem politik demokrasi yang sesat ini, insyaallah. Demokrasi itu ajaran sesat, Bung.

Tidak percaya bahwa jika masih berdemokrasi, bencana akan terus datang, bahkan lebih besar lagi? Silakan terus berdemokrasi dan nikmati hari-hari penuh kesedihan dan kehinaan. Kita tunggu bersama hari-hari berikutnya dan saksikan apa yang terjadi. Mudah-mudahan Allah swt memberikan petunjuk kepada kita semua. Amin.

Perlu saya ulang-ulang lagi hal-hal yang telah ditulis dalam blog ini dan yang juga telah disuratkan kepada SBY. Dalam kesempatan kali ini, saya hanya akan menyampaikan ayat-ayat Allah swt yang berupa peringatan-peringatan keras. Itu pun tidak semua karena ayat-ayat seperti itu banyak sekali di dalam Al Quran.

Sudah menjadi kebiasaan Allah swt jika ingin menghancurkan negeri-negeri, jika hendak menurunkan azab, jika berketetapan menjatuhkan bencana, terlebih dahulu memberikan peringatan agar kaum dimaksud kembali ke jalan yang benar. Jika kaum itu mematuhi seruan Allah swt, selamatlah. Jika tidak, Allah swt akan menghancurkannya.

“Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan.” ( QS Asy Syu’araa : 208)

“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al Israa : 16)

“Tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS Al Qashash : 59)

Masih banyak sesungguhnya ayat Al Quran yang bernada ancaman tersebut, tetapi cukuplah tiga ayat untuk menyadarkan kita bahwa Allah swt benar-benar akan mengazab kita jika kita mendustakan kebenaran yang nyata dan menghalangi sampainya kebenaran kepada umat manusia.

“Sesungguhnya, Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.

Tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang bathil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.

Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhan-Nya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya, Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya, dan Kami letakkan pula sumbatan di telinga mereka. Kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.

Tuhanmulah Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentunya Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Akan tetapi, bagi mereka ada waktu yang tertentu untuk menerima azab yang mereka sekali-kali tidak akan mendapatkan tempat berlindung darinya.

Penduduk negeri itu telah kami binasakan ketika mereka berbuat zalim dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.” (QS 18 : 54 – 59).

Begitulah Allah swt berkehendak. Kita tak perlu menantang-Nya karena pasti akan dilumatkan-Nya.

Kalau Allah swt berkehendak kebaikan kepada negeri ini karena penduduknya berupaya keras untuk berubah baik, kebaikan itu pun akan datang. Jika tidak, Allah swt akan menyesatkannya dengan cara dalam hati dan pikiran kita terus ditanamkan bahwa cara-cara hidup berbangsa dan bernegara kita sudah benar.

“…. Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun yang datang dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS 5 : 41)

Demikian tulisan saya ini sebagai peringatan yang untuk ke sekian kalinya. Mudah-mudahan Allah swt memberikan pencerahan kepada kita semua. Saya hanya memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim yang apabila mendapatkan kebenaran, haruslah disampaikan walaupun hanya satu ayat.

Saya bersandar kepada Allah swt yang mengisyaratkan bahwa soal mereka mau percaya kepadamu atau tidak, mau mengikutimu atau tidak, itu bukan urusanmu. Itu urusan-Ku. Kamu hanyalah seorang pemberi peringatan. Oleh sebab itu, janganlah kamu bersedih hati atas perilaku mereka terhadapmu.

Yang pasti, saya akan terus berupaya menyampaikan petunjuk Allah swt ini sesuai dengan kemampuan dan sarana yang disediakan oleh-Nya dengan meneladani Nabi Muhammad saw yang mengisyaratkan bahwa akan berjuang sampai aku menang atau binasa karenanya.

Bismillaahi Allahu Akbar.

TNI Tak Mesti Salah

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Baru-baru ini masyarakat internasional dikejutkan oleh tayangan video mengenai kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota TNI di Papua. Tayangan ini selain tersebar di internet, juga marak di televisi. Gambar dan komentar-komentar yang ada tampak sekali menyudutkan TNI yang telah dinilai melakukan tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM.

Benar dan sangat setuju jika kasus tersebut diusut tuntas dan harus berakhir pada putusan pengadilan. Akan tetapi, sangat tidak adil jika belum apa-apa TNI sudah dianggap bersalah. Kalaulah memang benar itu anggota TNI dan diyakini memang benar oleh Presiden SBY, sesungguhnya mereka itu sedang dalam keadaan bertugas dalam rangka membangun Papua dengan pendekatan kesejahteraan. Mereka saya yakin paham hal itu. Oleh sebab itu, sangat wajar jika mereka melakukan berbagai tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin terlaksananya pembangunan di wilayah Papua.

Sesungguhnya, yang wajib mematuhi atau mendukung program pembangunan dan keamanan dengan pendekatan kesejahteraan itu bukan hanya aparat pemerintah dan TNI, melainkan pula keseluruhan rakyat Papua. Artinya, rakyat Papua pun harus ikut menyadarkan saudara-saudaranya yang masih ingin menggunakan senjata atau menyembunyikan senjata yang dapat mengganggu program pembangunan kesejahteraan tersebut. Apabila masih ada masyarakat Papua yang mengganggu program tersebut, sudah sepatutnya diambil tindakan yang keras dan tegas. Program tersebut tak akan berhasil baik jika hanya TNI dan birokrat Papua yang mendukung, sedangkan beberapa lapisan masyarakatnya tidak mendukung, bahkan bisa dikatakan mengganggu. Bayangkan saja, jika benar yang di dalam video tersebut adalah rakyat Papua yang kedapatan dianggap mengganggu program pemerintah yang hendak menyejahterakan rakyat Papua, lalu anggota TNI yang bertugas di sana berlaku lemah lembut, para pengacau itu akan besar kepala dan menganggap TNI lemah.

Kita memang harus setuju dengan pendekatan persuasif, namun kita pun harus sangat siap untuk melakukan kekerasan jika dianggap perlu. Tak perlu takut penilaian siapa pun. Sepanjang TNI berada di dalam koridor yang benar, jalan saja terus.

Saya sungguh menyayangkan dengan adanya komentar-komentar, bahkan dari Presiden SBY sendiri yang tampaknya terasa dari awal sudah mengatakan bahwa hal itu tindakan salah. Sungguh, sebelumnya harus diteliti dahulu mengapa anggota TNI melakukan hal itu. Mereka pun di samping bertugas untuk negara, juga harus melindungi dirinya sendiri, bukan? Oleh sebab itu, jangan dahulu memberikan penilaian yang cenderung menyalahkan sebelum benar buktinya. TNI kita akan merasa selalu disudutkan dan akan berperilaku serba salah jika selalu dipersalahkan sebelum ada kejelasan yang pasti. Tidak perlu kita terlalu mendengar omongan orang, apalagi dari pihak asing yang belum tentu mencintai rakyat dan bangsa Indonesia. Kita punya cara sendiri, nilai-nilai sendiri, dan hukum sendiri untuk mengurus itu semua. Tak perlu merasa hebat jika sudah mampu berbicara menyudutkan pemerintah hanya karena ingin disebut orang yang kritis tanpa rasa cinta kepada bangsa dan negara.

Dalam kasus di Papua itu, dasar yang mesti kita gunakan adalah rasa cinta kepada tanah air dalam arti mengurus hal tersebut dengan rasa cinta kepada TNI dan rakyat Papua sekaligus, bukan karena komentar dan penilaian orang lain, apalagi bukan warga Negara Indonesia. Sudah, hentikan, perasaan bahwa orang asing atau dunia internasional lebih pandai dalam memahami urusan dalam negeri Indonesia. Yang mengerti dan paham tentang kita adalah tentunya kita sendiri dan semuanya harus diurus dengan dasar cinta.