Friday 25 March 2022

Ketenagakerjaan

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan tenaga kerja, baik sebelum, selama, dan sesudah bekerja. Hal-hal yang berkaitan dengan masa sebelum kerja, misalnya, pelamaran, pelatihan, pemagangan, dan pengumuman lowongan kerja. Hal-hal yang berkaitan dengan masa selama kerja, misalnya, jam kerja, upah, jaminan sosial, jaminan kesehatan, jaminan perlindungan kerja, keselamatan kerja, dan pengawasan kerja. Hal-hal yang terkait dengan masa setelah kerja, misalnya, pensiun, pesangon, dan jaminan hari tua.

            Dengan demikian, dalam hal ketenagakerjaan dibahas pula mengenai kesempatan kerja, tenaga kerja, dan angkatan kerja. Hal tersebut mendorong penelitian yang lebih jauh, yaitu mengenai jumlah penduduk, usia kerja, dan bukan usia kerja. Kelompok usia kerja di Indonesia adalah antara 15 s.d. 65 tahun. Hal itu memberikan pengertian bahwa kelompok bukan usia kerja adalah antara 0 s.d. 14 tahun.

            Kesempatan kerja pun sering menjadi perbincangan di masyarakat karena terkait lapangan kerja yang dapat diisi oleh penduduk usia kerja. Pemerintah negara mana pun wajib untuk menyediakan lapangan kerja bagi penduduknya sehingga meminimalisasi pengangguran, kemiskinan, dan kriminalitas. Di samping itu, masyarakat pun wajib memiliki kemampuan dan keterampilan untuk dapat memasuki dunia kerja yang penuh dengan persaingan.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Hastyorini, Irim Rismi; Novasari, Yunita; Sari, Kartika; Jawangga, Yan Hanif (editor), Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XI Semester I: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

S., Alam, 2016, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Penceramah Radikal Dilarang Tampil di TV

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Nah, lho. Pada 15 Maret 2022 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan larangan bagi seluruh stasiun televisi untuk menyiarkan dakwah-dakwah dari para penceramah radikal dengan ciri-ciri berasal atau terlibat dalam organisasi terlarang, terutama pada bulan Ramadhan. KPI menyarankan dengan tegas agar menampilkan para penceramah yang menjunjung tinggi Pancasila dan keindonesiaan. Artinya, tidak membangga-banggakan negeri lain sambil mengecilkan atau bahkan menghina bangsa dan Negara Indonesia beserta nilai-nilai luhurnya.

            Apabila seruan tersebut tidak dipatuhi, KPI akan mengambil sanksi yang tegas sesuai kekuasaan KPI dalam koridor perundang-undangan yang berlaku. Sanksi ini akan segera dilaksanakan untuk menjaga ketertiban penyiaran di Indonesia.

            Bagi para penceramah atau pendakwah radikal, perlu saya ingatkan bahwa Indonesia sama sekali tidak membutuhkan kalian. Indonesia baik-baik saja tanpa ada kalian. Bahkan, keberadaan kalian itu bikin masyarakat jadi kacau pikiran, kusut, dan cenderung mengarah pada kebodohan. Ujungnya, bisa bikin huru-hara dan itu mencabut rasa tenang dan kedamaian yang dianugerahkan Allah swt kepada bangsa Indonesia.

            Kalian sudah dilarang tampil di televisi dan radio di Indonesia. Akan tetapi, tenanglah kalian masih sangat dibutuhkan oleh banyak negara seperti di Arab, Yaman, Suriah, Irak, Afghanistan, Libya, dan wilayah-wilayah lain yang sering kalian katakan sebagai tanah suci, tanah yang dijanjikan, atau tanah penuh kemuliaan itu. Pergilah kalian ke tanah surga itu dan jangan kembali ke Indonesia. Di sanalah kalian mungkin akan diterima dan dielu-elukan karena di Indonesia sekarang sudah sangat banyak pasang mata, telinga yang siap bertindak serta melaporkan kalian jika kalian masih tetap bergaya di televisi ataupun radio.

            Lagian, untuk apa masih diam di Indonesia terus?

            Buat apa?

            Indonesia itu negara thagut, kafir, penuh kemusyrikan, banyak pawang hujan, tanah penista agama, pemimpinnya zalim, penghina ulama, pengkriminalisasi ulama.

            Bodoh kalian kalau masih mau tinggal di tempat kotor seperti Indonesia ini.

            Pergilah kalian ke tanah yang menurut kalian sangat suci dan penuh kemuliaan itu. Di sana mungkin banyak kedamaian dan mungkin juga ada surga.

            Indonesia yang menurut kalian negara thagut ini hanya layak dihuni oleh orang-orang yang menganggap bahwa Indonesia adalah bangsa dan negara yang merupakan karunia Allah swt dan ingin hidup tenang tanpa radikalisme dan terorisme.

            Sampurasun.

Wednesday 23 March 2022

Pendeta Saifudin Itu Bodor

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya saya malas mengomentari soal Si Saifudin Ibrahim ini karena sudah pasti sesatnya, tololnya, dan bodohnya. Sebego apa pun orang-orang seperti ini berbicara tentang Islam, saya sudah nggak mau lagi memperhatikan.

            Buat apa saya perhatikan?

            Mereka nonmuslim, tetapi berbicara Islam. Sudah pasti salahnya. Saya juga sudah mulai kebal dengan pikiran orang-orang seperti itu, sekasar apa pun mereka menghina Islam. Itu karena mereka sesat dan saya tidak tertarik untuk menyelamatkan pikirannya. Sudah sangat banyak saya berdebat dan berdiskusi dengan orang-orang semacam itu dari berbagai negara di dunia ini, seperti, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Jerman, Jepang, India, dan dari Indonesia sendiri. Kalau dihitung, mungkin saya sudah berdebat dengan sekitar 208 orang. Kebanyakan dari mereka merasa sudah mengerti dan tahu benar tentang Islam dengan pikirannya yang terbatas itu. Beberapa dari mereka paham dan mulai lebih baik lagi untuk memahami Islam. Mereka memang kebanyakan ateis, agnostik, Kristen, Hindu, dan Budha. Jadi, Si Saifudin ini sudah pasti sama dengan mereka.

            Saya memang sudah tidak tertarik kepada mereka, kecuali jika mereka sendiri yang bertanya dan menginginkan pendapat saya. Kalau mereka cuma ngomong sendiri, biarin saja. Berbeda dengan sikap saya terhadap sesama muslim, jika saya melihat sesama muslim salah dalam berpikir dan bertindak, saya pasti bereaksi kepada sesama muslim. Hal itu disebabkan saya memiliki kewajiban untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar sepanjang saya yakin bahwa saya tahu yang benarnya itu. Kalau saya tidak tahu, ya diam atau cari tahu dulu masalah tersebut dengan lebih baik.

            Si Saifudin ini memang viral karena meminta Menteri Agama RI Gus Yaqut menghapus 300 ayat dalam Al Quran yang dipandang membuat kekacauan di Indonesia. Dalam videonya yang panjang itu, saya cukup hanya beberapa detik untuk memahami pikiran dia. Hal itu adalah ketika Si Saifudin ini mengatakan bahwa dia dulunya adalah muslim dan menjadi pengajar di Pesantren Al Zaytun, Indramayu. Lalu, murtad dan menjadi pendeta. Kalimat itu sudah membuat saya mengerti mengapa dia murtad dan berpikiran kacau. Ya sudah, segitu saja cukup paham dan saya tidak perlu lagi memperhatikan dia.

            Saya menulis ini karena ada seorang mahasiswa saya yang bertanya kepada saya. Saat itu saya baru selesai makan siang dari pemberian mereka juga.

            Baru juga saya selesai minum, mereka berkumpul di depan meja tempat saya makan sambil bertanya, “Pak, menurut Bapak, bagaimana Saifudin?”

            “Saifudin? Saifudin mana? Ooh, yang pendeta itu ya?”

            “Iya, Pak.”

            “Dia itu bodor, pelawak,” jawab saya ringkas.

            Mereka masih ingin tambahan komentar dari saya.

            “Begini, dia itu dulu adalah guru di Pesantren Al Zaytun. Sepertinya, dia bingung, lalu banyak mencari tahu dari orang-orang Al Zaytun. Pasti tambah pusing karena Al Zaytun itu dulu bermasalah dengan ideologi Pancasila dan menjadi pesantren pendukung Negara Islam Indonesia. Jadi, dalam pemikiran mereka banyak penafsiran radikal dan menyimpang, misalnya, selalu menafsirkan ayat-ayat jihad dengan perang, padahal jihad itu artinya adalah ‘bersungguh-sunguh, fokus, konsentrasi’. Adapun perang itu istilah tepatnya adalah qital. Kalian kuliah dengan sungguh-sungguh juga adalah jihad sebenarnya.”

            Jawaban saya cukup segitu dan para mahasiswa tampaknya paham.

            Akan tetapi, saya jadi penasaran. Saya cari-cari tahu siapa Si Saifudin ini sebenarnya. Semakin saya perhatikan dia, semakin sering saya tertawa. Dia ini memang bingung dan menganggap dirinya benar. Kalimatnya sering bertabrakan makna antara satu dengan yang lainnya, pernyataan yang satu berbeda, malahan menantang pernyataan lainnya, padahal dia sendiri yang berbicara. Dalam hal berbicara di depan publik masih jauh lebih baik anaknya, Ustadz Saddam Husein yang tampak runut dan mudah dipahami. Anaknya tetap muslim dan mengajarkan Islam.

            Si Saifudin ini memuji setinggi langit Menag RI Gus Yaqut sebagai menteri yang sangat toleran terhadap kaum minoritas. Dia minta Gus Yaqut untuk memperbaiki pesantren karena pesantren menghasilkan para teroris.

            Kelihatan tidak begonya?

            Dia bilang pesantren menghasilkan teroris dan memuji-muji Gus Yaqut, padahal Gus Yaqut adalah jebolan pesantren juga. Bodor memang dia mah. Kebodoran lainnya sungguh banyak kalau saya mau tulis di sini mah.

Sudah, jangan diperhatikan lagi dia mah, Pelawak Ngaco. Lagian, tidak ada satu pun organisasi gereja dan organisasi kependetaan di Indonesia ini yang mengakui dia sebagai pendeta. Terus, dia malah dilaporkan ke polisi oleh umat kristiani sendiri yang merasa resah terhadap pernyataan-pernyataan Si Saifudin. Hal yang lebih jelas adalah Menkopolhukam Mahfud M.D. sudah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Si Saifudin.

Dia kini kabur ke Amerika Serikat. Takut.

Dia bilang kalau 300 ayat dalam Al Quran itu tidak dihapus, Indonesia selalu tidak aman, kacau, dan dipenuhi para radikalis, dia merasa selalu ketakutan dan terancam hidup di Indonesia.

Akan tetapi, pada kalimat lainnya, dia bilang, “Saya nyaman tinggal di Indonesia.”

Yang benar yang mana? Takut, terancam, atau nyaman?

Sudahlah jangan diperhatikan lagi. Dia sudah harus berhadapan dengan hukum. Dia itu Pelawak Ngaco.

Sampurasun.

Tuesday 8 March 2022

Sehina Itukah Anjing?

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya, dunia sedang membutuhkan Jokowi sebagai pemimpin presidensi G 20, membutuhkan pemerintah Indonesia, kaum agamawan Indonesia, akademisi Indonesia, dan rakyat Indonesia untuk memberikan masukan dan aksi dalam konflik berdarah antara Rusia dan Ukraina. Bangsa Indonesia dibutuhkan pikiran, saran, dan gerakannya untuk membuat suasana dunia lebih baik lagi dan berhenti dari perang. Akan tetapi, sayangnya, bangsa Indonesia yang sedang sangat dibutuhkan itu malah memikirkan hal yang ecek-ecek dan tidak berguna, yaitu soal gonggongan anjing. Bangsa Indonesia yang sangat dibutuhkan dunia itu malah asyik dengan kebodohannya, ribut soal suara anjing dengan fitnah disamakan dengan adzan.

Karena keseringan meributkan hal-hal yang tidak penting, sudah dipastikan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan solusi bagi dunia. Katanya, “rahmatan lil alamin”, rahmat bagi semesta alam, tetapi yang diomongin cuma anjing.

Bagaimana mau menjadi umat yang mulia dan menjadi rahmat bagi dunia kalau selalu gemar meributkan hal-hal yang remeh temeh?

Mikir!

Sebetulnya, saya itu sedang asyik menyimak berbagai silang pendapat dan masukan para ahli hubungan internasional asal Indonesia dalam berperan serta mengatasi kemelut antara Rusia-Ukraina-Nato ini, seperti, dari Connie Rahakundini Bakrie, Hikmahanto Juwana, Dina Sulaeman, dan tentu saja Retno Marsudi. Menyenangkan rasanya mendapatkan ilmu pengetahuan dan menyaksikan orang-orang pintar dengan dasar keilmuan yang jelas berdebat dengan tujuan yang sama, yaitu memberikan saran pemikiran dan aksi-aksi untuk mendamaikan situasi serta menjaga Negara Indonesia dari berbagai konflik dunia. Sayangnya, orang-orang yang ngomongin dan meributkan anjing berisik banget, mengganggu, dan bikin bodoh orang banyak.

Sudah mah berisik nggak ada gunanya, pamer cara wudlu yang salah, shalatnya salah, tempatnya juga salah lagi. Padahal, air banyak dan masjid dekat, ini malah wudlu pakai air dari botol mineral, shalat di jalanan dan di atas mobil komando demo yang mirip mobil tukang “Tahu Bulat Digoreng Dadakan Lima Ratusan, Kadarieu Kadarieu Kadarieu”.

Hal yang paling aneh adalah hujatan mereka yang mengatakan Gus Yaqut telah menistakan agama karena telah menyamakan adzan dengan gonggongan anjing yang menurut mereka adalah “binatang paling najis bagi umat Islam”. Kasar banget mereka terhadap anjing disebut binatang paling najis.

Dari mana pikiran dan pendapat seperti itu berasal?

Ada dalilnya? Ada ayatnya? Ada dasarnya, baik naqli maupun aqli?

Sehina itukah anjing?

Sebenci itukah terhadap anjing?

Mereka berpendapat jika Gus Yaqut mengatakan suara berisik ayam, kucing, bebek, kambing, atau binatang lainnya, tidak masalah. Akan tetapi, karena mengatakan gonggongan anjing, itu menjadi masalah.

Aneh bagi saya.

Apa bedanya anjing dengan binatang-binatang lain itu?

Mereka semua ciptaan Allah swt dan ada gunanya. Tidak ada satu pun ciptaan Allah swt yang sia-sia. Para ulama yang benar-benar ulama dan bukan kriminal yang dianggap ulama sangat dipuji Allah swt karena paham bahwa tidak ada satu ciptaan Allah swt pun yang sia-sia dan perlu dihina atau dibenci.

Perhatikan firman Allah swt dalam QS Ali Imran, 3 : 191.

“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring. Mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan Bumi (seraya berkata), ‘Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau, lindungi kami dari azab neraka’.”

Tuh, para ulama yang bukan kriminal sangat paham dan dipuji Allah swt karena mengerti bahwa ciptaan Allah swt tidak ada yang sia-sia. Anjing adalah salah satu ciptaan Allah swt yang jelas juga tidak sia-sia. Anjing bisa menjadi penjaga yang baik, penggembala yang mahir, teman yang setia, pembongkar kejahatan Narkoba, pembunuhan, dan lain sebagainya.

Lalu, kenapa kalian mengatakan anjing adalah binatang paling najis atau kotor bagi umat Islam sehingga menghinanya dan membencinya?

Beberapa bagian tubuh anjing memang najis, tetapi kan bisa dicuci. Selesai.

Tak perlu menghina dan membenci. Menghina dan membenci ciptaan Allah swt sama saja dengan menistakan Allah swt. Dosa besar itu. Kalau tidak bisa akrab dengan anjing, tidak apa-apa, tetapi tidak perlu menajiskannya secara keterlaluan.

Sepanjang yang saya tahu, baik Allah swt maupun Nabi Muhammad saw, tidak pernah memberikan keterangan tentang urutan kemuliaan binatang. Misalnya, unta lebih mulia dibandingkan kuda, kuda lebih mulia dibandingkan keledai, keledai lebih mulia dibandingkan gorila, gorila lebih mulia dibandingkan orangutan, orangutan lebih mulia dibandingkan owa, owa lebih mulia dibandingkan elang, elang lebih mulia dibandingkan merpati, merpati lebih mulia dibandingkan piit.

Tidak pernah ada kan keterangan seperti itu?

Kalau ada, kasih tahu saya. Saya berterima kasih untuk itu.

Sekarang, kalau dibandingkan, mulia mana antara kucing dengan unta?

Mulia mana antara katak dengan kadal yang ada di gurun itu?

Ada jawabannya?

Jangan ngarang, pakai dalil.

Pusing kan?

Itu memang tidak ada standar kemuliaan dalam dunia binatang itu. Yang saya tahu adalah seluruh binatang itu diciptakan dengan keunikan dan kekhususannya masing-masing. Kita, manusia, memiliki akal untuk memperlakukan binatang itu sesuai dengan kekhususannya dan tidak boleh memperlakukannya dengan penuh kehinaan dan kebencian.

Dalam berbagai kisah, anjing malah masuk surga. Anjing yang setia kepada para pemuda Ashabul Kahfi itu dikisahkan masuk surga. Kalian malah yang suka menghina anjing, belum tentu masuk surga. Anjing yang kehausan dikisahkan menyebabkan seorang pelacur masuk surga. Saya tidak pernah dengar ada kisah anjing masuk neraka. Kalau manusia, sudah pasti ada yang masuk neraka.

Bagi saya, kalian yang memfitnah Menag RI Gus Yaqut berarti sekaligus juga sedang menghina dan menistakan anjing. Artinya, kalian juga menghina Allah swt sebagai penciptanya.

Saya jadi semakin ragu tentang pengetahuan keagamaan mereka. Mereka menghina ciptaan Allah swt, wudlu salah, shalat salah, dan tempatnya juga salah. Teriakannya sih bela Islam, tetapi pikiran, perkataan, dan perilakunya banyak salah.

Dari mana mereka mendapatkan pengetahuan acak-acakan seperti itu?

Jangan lagi meributkan hal-hal sepele, kampungan, dan tidak berguna. Kalau yakin Islam adalah rahmatan lil alamin, berpikir dan bertindaklan untuk menyelamatkan manusia dan alam semesta di dunia ini. Kalau tidak mampu berpikir tentang hal yang global, berpikirlah untuk hal-hal yang dekat dengan lingkungan kita secara positif, dan tidak menjadi pengacau dalam kehidupan umat manusia di muka Bumi ini.

Sampurasun.

Thursday 3 March 2022

Habib Pindah Rumah Gara-Gara Toa Memekakkan Telinga

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya, yang disampaikan Menag RI Gus Yaqut kurang lengkap karena seolah-olah persoalan bunyi pelantang yang terlalu keras dari masjid dan mushala ini hanya untuk menghormati nonmuslim dan menciptakan suasana lebih harmonis di antara umat beragama. Hal itu disebabkan banyak juga sebetulnya umat Islam yang merasa terganggu oleh suara-suara itu. Saya bisa menceriterakan satu per satu orang-orang yang pernah terganggu itu pada sepanjang hidup saya dan seingat saya. Akan tetapi, kali ini saya ingin mengisahkan gangguan yang dialami oleh keluarga habib berdasarkan pengakuan Habib Ben Shohib (HBS).

            HBS memiliki paman yang sudah berusia tujuh puluh tahun lebih. Pamannya itu pernah meminta pengurus mushala di dekat rumahnya agar mengecilkan volume Toa karena terlalu memekakkan telinga. Akan tetapi, yang terjadi justru adalah perdebatan.

            Pengurus mushala menanggapi permintaan itu dengan nada yang sinis, “Oh, aneh juga ya. Bapak tidak menyukai suara adzan dan dzikir. Bukankah Bapak muslim?”

            Mendapat respon seperti itu, tentu saja paman HBS merasa geram dan balik bertanya, “Anda seorang muslim, saya yakin Anda menyukai ayat-ayat suci Al Quran, tetapi bagimana seandainya saya membacakannya keras-keras di telinga Anda?”

            Perdebatan singkat itu berhenti. Pengurus mushala berjanji akan mengecilkan volume suara Toa. Sayangnya, janji itu tidak pernah dipenuhi. Suara Toa tetap selalu keras memekakan telinga. Akhirnya, paman HBS memilih pindah rumah meninggalkan rumahnya dan memilih tempat lain, menjauh dari mushala yang memekakan telinga itu.

             Kisah yang berikutnya adalah seorang kenalan HBS, yaitu seorang habib tasawuf yang sangat luas ilmunya. Habib ini adalah seorang pengurus yayasan sosial yang bergerak di bidang pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu. Di rumahnya, habib ini banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku dan bercengkerama dengan istri dan anak-anaknya.

            Pada suatu waktu mulai ada pembangunan mushala di belakang rumahnya. Toa mushala itu berbunyi sangat keras dan sering sekali. Bunyi yang sangat keras itu berasal dari berbagai kegiatannya, mulai pembacaan Al Quran, dzikir, tarhim, adzan, shalat hingga khutbah. Siang hari Toa itu menyiarkan acara majelis taklim ibu-ibu. Apalagi saat tiba bulan Ramadhan, Toa itu bertambah sering berbunyi sangat keras karena kegiatannya bertambah banyak semisal shalat, tarawih, wirid, dan ceramah-ceramah. Pada pukul 02.00 dini hari Toa itu digunakan lagi untuk membangunkan sahur dengan cara seperti orang yang membentak-bentak. Ketika malam takbiran, nonstop takbiran sejak setelah Isya hingga menjelang Shubuh.

            Kondisi itu membuat Sang Habib merasa sangat terganggu setiap mendengar suara keras dari mushala dan masjid. Akhirnya, dia memilih menjual rumahnya dan membeli rumah di daerah pedesaan dengan tanah yang lebih luas. Sebagian tanahnya ia wakafkan untuk membangun mushala bagi warga sekitar. Di mushala itu berbagai kegiatan keagamaan dilaksanakan, seperti, shalat, pembacaan Al Quran, dzikir, pengajian, dan maulidan. Akan tetapi, mushala itu sama sekali tidak menggunakan Toa karena menurutnya, Nabi Muhammad saw adalah seorang yang menyukai kelembutan, ketenangan, dan menjaga kenyamanan orang lain.

            Begitulah kisah yang dituturkan Habib Ben Shohib. Tidak semua orang merasa terganggu, tetapi ada banyak yang merasa terganggu. Kalau kita mau jujur, banyak orang yang merasa terganggu, tetapi lebih memilih diam karena jika menyatakan perasaannya, takut disebut kafir, murtad, munafik, dzalim, dan lain sebagainya. Rumah saya sendiri berdekatan dengan empat masjid, ditambah satu pesantren di samping rumah. Sangat sering mendengar suara-suara itu, tetapi keluarga saya tidak pernah merasa terganggu. Akan tetapi, saya tidak bisa membuat diri saya sebagai standar bagi orang lain karena setiap orang itu berbeda-beda. Saya tidak boleh membuat orang lain menjadi seperti saya. Kita harus berempati kepada kondisi orang lain yang tidak seperti kita. Mungkin mereka terganggu dan kita harus memahami kondisi mereka.

            Saya juga pengurus masjid yang selalu menyerukan dalam setiap rapat dengan pengurus lain untuk jangan selalu menyalahkan orang lain jika jarang ke masjid dan tidak menggunakan masjid sebagai tempat ibadat. Warga lebih memilih shalat, membaca Al Quran, dzikir, dan berbagai ibadat ritual lain di rumahnya masing-masing. Hal itu bisa jadi ada masalah yang harus diperbaiki dalam diri-diri pengurus masjid sehingga membuat orang dapat lebih tertarik dan merasa nyaman beribadat di dalam masjid.

            Sampurasun.

Wednesday 2 March 2022

Toa Haram Yang Kini Dipuja

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kenapa?

Kaget kalau saya bilang Toa haram?

Marah dan mau bilang saya sebagai penista agama?

Silakan laporkan saya ke polisi sebagai seorang penista agama. Saya hanya akan tertawa keras dan enak sekali menggunakan Toa untuk menertawakan kebegoan kalian.

Memangnya Toa ajaran Islam?

Toa itu adalah merk dagang sebuah alat elektronik dari perusahaan Jepang. Nabi Muhammad saw tidak pernah menggunakan itu dan tidak pernah membicarakan Toa.

Salah satu arti kata “haram” adalah “terlarang”. Tidak perlu susah untuk tahu arti kata itu, tinggal buka saja kamus, ada sederet arti, selesai.

Toa memang pernah diharamkan, tetapi itu dulu, bukan sekarang. Toa sempat diharamkan karena memang kebiasaan kita kalau ada sesuatu yang baru itu, sangat reaktif menyikapinya serta sangat sedikit orang yang bisa berpikir tenang dan memahami dengan lebih luas dan dalam.

Sedikit sejarah Toa ini saya dapatkan dari penuturan Habib Ben Shohib (HBS). Indonesia, khususnya Jakarta mulai mengenal Toa pada 1930-an. Sebetulnya, bukan Toa juga sih, melainkan pengeras suara. Bahasa yang lebih singkat dan tepat seharusnya “pelantang” yang berarti alat untuk melantangkan suara, membuat suara lebih lantang, keras, dan nyaring. Merknya bisa rupa-rupa, bukan hanya Toa.

Pada tahun 1930-an itu terjadi pro kontra di antara umat Islam terkait penggunaan pelantang di masjid. Sangat banyak yang mengharamkannya.

Tiga puluh tahun kemudian atau tepatnya sekitar 1960-an, mulai masuk pelantang dengan merk dagang Toa dari Jepang. Sejak saat itu mulai banyak masjid yang menggunakan Toa meskipun banyak juga yang masih mengharamkannya dan menolak untuk menggunakannya.

Masjid Agung Al Azhar, Jakarta, yang selesai dibangun pada 1958 pun tidak pernah menggunakan Toa. Baru sepuluh tahun lebih kemudian, sekitar 1970, mulai menggunakan Toa.

Sejak saat itu penggunaan Toa mulai meluas dan seolah-olah menjadi bagian peribadatan di masjid dan mushala. Entah bagaimana ceriteranya situasi menjadi semakin aneh karena memang aneh jika ada masjid atau mushala tidak menggunakan Toa dalam aktivitasnya. Bahkan, satu masjid bukan hanya menggunakan satu Toa, melainkan ada yang sampai dua belas toa di menara-menaranya mengarah ke seluruh penjuru mata angin.

Hal tersebut tentu saja membuat gembira perusahaan Toa di Jepang. Indonesia yang memiliki jumlah masjid terbanyak di dunia adalah pasar raksasa bagi perusahaan Toa Jepang. Mereka untung banyak dari umat Islam Indonesia.

Saat ini malah semakin aneh dengan adanya aturan dari Menag RI Gus Yaqut tentang pengaturan volume suara di masjid dan mushala, Toa semakin terkenal. Toa yang dulu diharamkan kini dipuja-puja, dibela habis-habisan. Ada sekelompok orang yang protes atas kebijakan Gus Yaqut dengan mengadakan gerakan “Hari Toa” dengan cara membuat kebisingan dengan suara sepeda motor dan membawa-bawa Toa supaya lebih keras lagi suaranya. Tentu saja hal ini akan membuat pabrik Toa berjoget ria karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk promosi, tetapi mendapatkan keuntungan sangat besar dari orang-orang yang protes itu. Orang-orang pembuat Toa mungkin sekarang sedang dangdutan atau menyewa penyanyi kelas dunia untuk merayakan kemenangan pemasaran Toa di Indonesia.

Sedihnya, umat Islam yang membela habis Toa itu tidak dapat serupiah pun dari Toa.

Dapet uang berapa sih dari Toa?

Saya yakin tidak ada serupiah pun. Malah mungkin mereka mengeluarkan uang sendiri untuk gerakan-gerakan aneh itu. Kalau saya mau mengadakan Hari Toa, pasti akan bikin proposal yang bagus ke perusahaan Toa agar pabrik itu mengeluarkan uangnya buat biaya promosi yang akan saya gelar sehingga saya punya untung banyak dan berbagi rezeki dengan anggota gerakan Hari Toa.

Hal yang lebih lucu adalah ada orang yang mengeluarkan samurai seolah-olah mengancam menebas Gus Yaqut yang mengatur volume Toa. Dia bilang darahnya mendidih karena adzan diusik-usik dan merugikan umat Islam. Sesungguhnya, yang dia bela itu bukan Islam, bukan ajaran Islam, dan bukan adzan, melainkan membela Toa tanpa dirinya menyadarinya. Lucu banget dia. Mungkin dia sekarang sedang diuber Banser.

Bukankah adzan tidak berubah?

Pelafalan adzan tetap, waktunya tetap, pakai Toa boleh. Hal yang diatur itu adalah volumenya.

Fahimtum?

Sebagaimana yang saya bilang, kita itu punya kebiasaan reaktif terhadap hal baru. Dulu reaktif sehingga mengharamkan pelantang. Sekarang reaktif lagi ketika pelantang yang dulu diharamkan itu diatur volume suaranya.

Sebetulnya, reaktif itu tidak apa-apa jika sebatas perbedaan pendapat, tetapi jadi bahaya, memalukan, bahkan lucu jika berlebihan.

Sampurasun.