Wednesday 23 March 2022

Pendeta Saifudin Itu Bodor

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya saya malas mengomentari soal Si Saifudin Ibrahim ini karena sudah pasti sesatnya, tololnya, dan bodohnya. Sebego apa pun orang-orang seperti ini berbicara tentang Islam, saya sudah nggak mau lagi memperhatikan.

            Buat apa saya perhatikan?

            Mereka nonmuslim, tetapi berbicara Islam. Sudah pasti salahnya. Saya juga sudah mulai kebal dengan pikiran orang-orang seperti itu, sekasar apa pun mereka menghina Islam. Itu karena mereka sesat dan saya tidak tertarik untuk menyelamatkan pikirannya. Sudah sangat banyak saya berdebat dan berdiskusi dengan orang-orang semacam itu dari berbagai negara di dunia ini, seperti, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Jerman, Jepang, India, dan dari Indonesia sendiri. Kalau dihitung, mungkin saya sudah berdebat dengan sekitar 208 orang. Kebanyakan dari mereka merasa sudah mengerti dan tahu benar tentang Islam dengan pikirannya yang terbatas itu. Beberapa dari mereka paham dan mulai lebih baik lagi untuk memahami Islam. Mereka memang kebanyakan ateis, agnostik, Kristen, Hindu, dan Budha. Jadi, Si Saifudin ini sudah pasti sama dengan mereka.

            Saya memang sudah tidak tertarik kepada mereka, kecuali jika mereka sendiri yang bertanya dan menginginkan pendapat saya. Kalau mereka cuma ngomong sendiri, biarin saja. Berbeda dengan sikap saya terhadap sesama muslim, jika saya melihat sesama muslim salah dalam berpikir dan bertindak, saya pasti bereaksi kepada sesama muslim. Hal itu disebabkan saya memiliki kewajiban untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar sepanjang saya yakin bahwa saya tahu yang benarnya itu. Kalau saya tidak tahu, ya diam atau cari tahu dulu masalah tersebut dengan lebih baik.

            Si Saifudin ini memang viral karena meminta Menteri Agama RI Gus Yaqut menghapus 300 ayat dalam Al Quran yang dipandang membuat kekacauan di Indonesia. Dalam videonya yang panjang itu, saya cukup hanya beberapa detik untuk memahami pikiran dia. Hal itu adalah ketika Si Saifudin ini mengatakan bahwa dia dulunya adalah muslim dan menjadi pengajar di Pesantren Al Zaytun, Indramayu. Lalu, murtad dan menjadi pendeta. Kalimat itu sudah membuat saya mengerti mengapa dia murtad dan berpikiran kacau. Ya sudah, segitu saja cukup paham dan saya tidak perlu lagi memperhatikan dia.

            Saya menulis ini karena ada seorang mahasiswa saya yang bertanya kepada saya. Saat itu saya baru selesai makan siang dari pemberian mereka juga.

            Baru juga saya selesai minum, mereka berkumpul di depan meja tempat saya makan sambil bertanya, “Pak, menurut Bapak, bagaimana Saifudin?”

            “Saifudin? Saifudin mana? Ooh, yang pendeta itu ya?”

            “Iya, Pak.”

            “Dia itu bodor, pelawak,” jawab saya ringkas.

            Mereka masih ingin tambahan komentar dari saya.

            “Begini, dia itu dulu adalah guru di Pesantren Al Zaytun. Sepertinya, dia bingung, lalu banyak mencari tahu dari orang-orang Al Zaytun. Pasti tambah pusing karena Al Zaytun itu dulu bermasalah dengan ideologi Pancasila dan menjadi pesantren pendukung Negara Islam Indonesia. Jadi, dalam pemikiran mereka banyak penafsiran radikal dan menyimpang, misalnya, selalu menafsirkan ayat-ayat jihad dengan perang, padahal jihad itu artinya adalah ‘bersungguh-sunguh, fokus, konsentrasi’. Adapun perang itu istilah tepatnya adalah qital. Kalian kuliah dengan sungguh-sungguh juga adalah jihad sebenarnya.”

            Jawaban saya cukup segitu dan para mahasiswa tampaknya paham.

            Akan tetapi, saya jadi penasaran. Saya cari-cari tahu siapa Si Saifudin ini sebenarnya. Semakin saya perhatikan dia, semakin sering saya tertawa. Dia ini memang bingung dan menganggap dirinya benar. Kalimatnya sering bertabrakan makna antara satu dengan yang lainnya, pernyataan yang satu berbeda, malahan menantang pernyataan lainnya, padahal dia sendiri yang berbicara. Dalam hal berbicara di depan publik masih jauh lebih baik anaknya, Ustadz Saddam Husein yang tampak runut dan mudah dipahami. Anaknya tetap muslim dan mengajarkan Islam.

            Si Saifudin ini memuji setinggi langit Menag RI Gus Yaqut sebagai menteri yang sangat toleran terhadap kaum minoritas. Dia minta Gus Yaqut untuk memperbaiki pesantren karena pesantren menghasilkan para teroris.

            Kelihatan tidak begonya?

            Dia bilang pesantren menghasilkan teroris dan memuji-muji Gus Yaqut, padahal Gus Yaqut adalah jebolan pesantren juga. Bodor memang dia mah. Kebodoran lainnya sungguh banyak kalau saya mau tulis di sini mah.

Sudah, jangan diperhatikan lagi dia mah, Pelawak Ngaco. Lagian, tidak ada satu pun organisasi gereja dan organisasi kependetaan di Indonesia ini yang mengakui dia sebagai pendeta. Terus, dia malah dilaporkan ke polisi oleh umat kristiani sendiri yang merasa resah terhadap pernyataan-pernyataan Si Saifudin. Hal yang lebih jelas adalah Menkopolhukam Mahfud M.D. sudah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Si Saifudin.

Dia kini kabur ke Amerika Serikat. Takut.

Dia bilang kalau 300 ayat dalam Al Quran itu tidak dihapus, Indonesia selalu tidak aman, kacau, dan dipenuhi para radikalis, dia merasa selalu ketakutan dan terancam hidup di Indonesia.

Akan tetapi, pada kalimat lainnya, dia bilang, “Saya nyaman tinggal di Indonesia.”

Yang benar yang mana? Takut, terancam, atau nyaman?

Sudahlah jangan diperhatikan lagi. Dia sudah harus berhadapan dengan hukum. Dia itu Pelawak Ngaco.

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment