Saturday 29 July 2017

Membalas Rasa Hormat

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Kebiasaan membalas salam penghormatan yang dilakukan oleh orang lain kepada kita harus terus dibudayakan, dilestarikan, bahkan diupayakan untuk membalas salam hormat itu dengan cara lebih baik. Sikap membalas rasa hormat itu harus dilakukan terhadap siapa saja meskipun terhadap orang yang berbeda agama, berbeda status sosial, berbeda komunitas, berbeda jumlah kelompok (mayoritas-minoritas), berbeda posisi, berbeda pekerjaan, atau berbeda hal-hal lainnya.

            Kata Allah swt, “Apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan lebih baik atau balaslah (penghormatan itu dengan yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS An Nisa 4 : 96)

            Jika kita ingin hidup damai, tenang, dan harmonis balaslah siapa pun yang menghormati kita dengan penghormatan yang lebih baik. Dalam ayat di atas, jelas sekali Allah swt sama sekali tidak membatasi keharusan membalas penghormatan itu berdasarkan agama, kelompok sosial, kelompok ekonomi, ataupun hal-hal lainnya. Siapa pun yang menghormati kita harus dibalas dengan rasa hormat yang lebih baik, minimal dibalas sama dengan nilai rasa hormat yang pertama. Begitulah Allah swt mengajarkan agar manusia berbudi pekerti yang baik dan menumbuhkan perdamaian.

            Jangan mentang-mentang kita pemimpin, guru, dosen, ulama, atau berada dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang menghormati kita lebih dulu, kita membalas rasa hormat itu dengan seenaknya, ketus, apalagi sama sekali tidak menghiraukan rasa hormat itu. Hal itu merupakan perilaku yang teramat buruk. Jika orang yang menghormati kita berasal dari kalangan yang berada di bawah kita, balaslah rasa hormat itu dengan pandangan cinta, kasih sayang, dan perlindungan. Jika orang yang menghormati kita itu berasal dari kalangan yang berada di atas kita, balaslah rasa hormat mereka dengan kerendahan hati, rasa penghargaan tinggi, dan rasa pengakuan bahwa mereka adalah lebih tinggi dibandingkan kita.

            Dengan membiasakan rasa hormat yang didorong oleh rasa cinta, kasih, penghargaan, dan pengakuan, hubungan komunikasi di antara manusia pun akan terjalin lebih harmonis dan sangat manis. Dengan demikian, hati kita akan terdidik, lebih lembut, dan lebih mudah menciptakan suasana yang tenang, tenteram, dan damai. Sebaliknya, dengan mengabaikan rasa hormat orang lain atau membalas rasa hormat itu dengan arogansi diri dan rasa angkuh diri, jalinan komunikasi pun akan terasa terhambat, tegang, dan sulit berjalan dengan baik.

            Mulailah kehidupan damai dan harmonis dengan sikap saling menghormati dengan membalas rasa hormat orang lain dengan cara yang lebih baik. Mulai dari sanalah rasa saling menghargai dan menghormati eksistensi manusia tumbuh dengan baik. Pada gilirannya nanti, jika rasa saling menghormati dengan cinta dan kasih sayang ini menebar ke seluruh dunia, perdamaian pun mudah sekali tercipta dan segala persengketaan pun mudah sekali diselesaikan.

            Hal yang sangat penting dipahami adalah perilaku itu masuk ke dalam catatan Allah swt dan akan menjadi nilai baik kita saat kita dalam pengadilan akhirat nanti.

            “Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”

            Khusus bagi orang Indonesia, membalas rasa hormat dengan cara lebih baik ataupun dengan cara yang sama, secara langsung sudah melaksanakan sila kedua dari Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sikap membalas rasa hormat itu adalah ciri-ciri manusia yang beradab. Di samping itu, sekaligus pula telah melaksanakan sila ketiga dari Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Sikap saling menghormati dengan cara-cara yang baik, bahkan lebih baik lagi akan secara langsung memperkuat jalinan rasa kemanusiaan, kesetiakawanan, dan persaudaraan di antara sesama warga bangsa. Dengan demikian, Indonesia semakin kuat, semakin utuh, dan jauh dari konflik dan perpecahan yang sama sekali tidak diperlukan.

            Insyaallah.


            Sampurasun.

Friday 28 July 2017

Al Quran Selalu Benar

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Islam bukanlah agama yang dipenuhi dogma atau doktrin. Islam adalah agama yang segalanya harus masuk akal, bisa dipahami dengan logika, dan diuji kebenarannya. Salah besar jika ada orang yang mengatakan dalam ajaran Islam ada dogma dan doktrin. Hal itu disebabkan yang namanya dogma dan doktrin itu selalu melahirkan pendapat dan pemahaman yang tidak boleh dipertanyakan kebenarannya, tidak boleh diuji benar atau salahnya, dan harus diterima sebagai kebenaran mutlak. Salah atau buruk pun harus diyakini sebagai kebenaran. Itulah sifat dari dogma dan doktrin. Akan tetapi, tidak dengan Islam. Islam adalah ilmu pengetahuan yang dipenuhi oleh kebenaran yang menantang untuk diuji. Semua orang boleh tidak percaya Islam maupun Al Quran asal mampu menerangkan dengan benar dan ilmiah kesalahan-kesalahan Al Quran.

            Sungguh, sampai hari ini tidak ada yang memiliki kemampuan menjelaskan kelemahan dan kesalahan Al Quran. Tantangan Allah swt kepada seluruh manusia cerdas tetap berlaku sampai hari ini dan sampai hari ini pula tidak pernah ada yang mampu menjawab tantangan-Nya.

            Kata Allah swt, “Tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al Quran? Sekiranya Al Quran itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.” (QS An Nisa 4 : 82)

            Dalam ayat di atas Allah swt menandaskan bahwa Al Quran adalah berasal dari Allah swt, bukan dari manusia, termasuk bukan dari Muhammad. Hal itu disebabkan manusia sering melakukan kesalahan dan kerap bertentangan pendapatnya antara hari ini dengan hari kemarin, bahkan hari besok. Al Quran tidak demikian. Al Quran tetap lurus dan benar tanpa ada pertentangan di dalamnya, baik sejak masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Apabila ada yang meragukan isinya yang selalu benar dan lurus tanpa ada pertentangan, cari saja sampai ketemu ayat mana yang bertentangan dengan ayat lainnya di dalam Al Quran yang sama itu. Kalau ada yang menemukan pertentangan itu, beri tahu saya. Saya akan beritahu bahwa yang bertentangan itu bukan Al Quran, tetapi pikiran pendek manusialah yang selalu bertentangan di dalam dirinya sendiri akibat dari hawa nafsu untuk membuktikan bahwa Al Quran salah meskipun pendapatnya lemah, bodoh, dan sering tampak lucu.

            Silakan beritahu saya ayat-ayat yang bertentangan itu. Hasilnya, saya sering menertawakan pendapat yang dipaksa-paksakan itu.

            Al Quran selalu benar dan pasti benar adalah disebabkan berasal dari Zat Yang Lurus, Zat Yang Jujur, dan Zat Yang Pasti Benar. Zat itu adalah Allah swt.

            Hal ini sebagaimana yang dikatakan Allah swt kepada Nabi Prabu Siliwangi Alaihissalam. Saat itu Allah swt memperkenalkan diri-Nya kepada Prabu Siliwangi dengan nama Sang Hyang Jatiniskala yang berarti Tuhan Yang Tidak Dapat Dibayangkan. Dalam naskah Jatiraga dituliskan bahwa Sang Hyang Jatiniskala benar-benar bersifat niskala, tidak dapat terbayangkan, tidak dapat dikonkritkan.

            “Sebab Aku adalah asli dan dari keaslian. Tidak perlu diubah dalam bentuk benda alam yang tidak asli dan tidak jujur sebab Aku adalah jujurnya dari kejujuran.”

            Pernyataan diri “Aku” tersebut jelas menegaskan bahwa Allah swt adalah sumber dari “keaslian”, berbeda dari makhluk-Nya yang sering tidak jujur, Allah swt adalah sumber utama dari seluruh “kejujuran”.

            Al Quran berasal dari Zat Yang Tidak Terbayangkan, Zat Sumber Keaslian, dan Zat Utama Sumber Kejujuran. Oleh sebab itu, tak ada pertentangan dalam ayat-ayat Al Quran karena seluruh isinya “asli, lurus, dan jujur”.


            Sampurasun.

Teman Terbaik

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Kata atau istilah “teman” sangat sering kita dengar. Kita mungkin dapat mengatakan bahwa kita memiliki teman. Kita bisa menganggap Si A adalah teman kita. Si B dan Si C pun adalah teman kita.

            Akan tetapi, benarkah mereka adalah teman-teman kita?

            Mungkinkah mereka hanya orang yang kita kenal ketika kita berada dalam kecukupan dan pergi meninggalkan kita ketika kita berada dalam kesulitan?

            Saya pernah mendengar berbagai curahan hati, ‘Curhat’ dari beberapa pengusaha dan penguasa yang mengeluh betapa banyaknya teman ketika mereka berada dalam kekuasaan dan kecukupan. Akan tetapi, ketika kekuasaan mereka hilang dan ditimpa berbagai kesulitan, orang-orang yang disebut teman itu pun menghilang satu-satu atau secara bersamaan. Teman-teman mereka akan datang lagi jika para penguasa dan pengusaha itu kembali mendapatkan kemudahan, tetapi pergi lagi menghilang ketika kesusahan menimpa. Jika Allah swt menakdirkan kesulitan yang diderita berjalan dalam waktu yang sangat lama, bahkan sampai akhir hidupnya, tak ada teman yang berada bersamanya. Sesungguhnya, mereka bukanlah teman, tetapi hanya orang-orang yang berupaya mendapatkan keuntungan dari kita. Keuntungan itu bisa berupa uang, makanan, pengaruh, posisi, ataupun kekuasaan. Mereka tak lebih dari penjilat murahan yang akan segera pergi ketika kita ditimpa kesulitan.

            Benarlah syair dari Raja Dangdut Bang Haji Rhoma Irama yang berbunyi, “Banyak teman di meja makan … banyak teman ketika kita jaya … mencari teman memang susah.”

            Memang benar mencari teman sejati yang mau berada bersama kita ketika dalam keadaan suka dan duka teramat susah. Sangat jarang ada orang yang mau dekat dengan kita ketika kita berada dalam keadaan terpuruk. Bahkan, mereka akan menyalahkan kita dengan membicarakan kekurangan dan kejelekan kita di depan teman-teman barunya.

            Demikian pula yang dikatakan oleh menantu Nabi Muhammad, yaitu Ali bin Abi Thalib ketika mengomentari pendapat seseorang terhadap dirinya.

            Seseorang berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Hai Ali, temanmu banyak sekali.”

            Ali menjawab, “Nanti akan kuhitung ketika aku berada dalam kesulitan.”

            Jawaban Ali itu jelas menyiratkan bahwa orang-orang yang saat itu selalu bersama dirinya ketika menjadi khalifah dengan kekuasaan politik dan ekonomi yang besar, belum tentu teman-temannya. Ia akan menghitung dan mengetahui siapa teman yang sebenarnya ketika berada dalam kejatuhan dan kesulitan. Teman-teman yang sejati adalah yang selalu berada bersama dirinya ketika situasinya benar-benar dalam keadaan teramat menderita.

            Mencari teman itu memang susah. Oleh sebab itu, Allah swt memberikan petunjuk kepada kita tentang siapa saja teman-teman terbaik bagi kita itu.

            Kata Allah swt, “Mereka yang menaati Allah dan Rasul, maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman.” (QS An Nisa 4 : 69)

            Dalam ayat di atas jelas sekali bahwa sebaik-baik teman adalah para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Sekarang kita di dunia ini tidak bisa berteman dengan para nabi karena mereka sudah meninggal. Demikian pula tidak bisa berteman dengan orang-orang yang mati syahid karena mereka pun sudah meninggal. Hanya dua jenis manusia yang layak menjadi teman kita, yaitu para pecinta kebenaran dan orang-orang saleh.

            Mereka adalah teman-teman terbaik yang selalu benar dalam berpikir, berasa, berbicara, dan bertindak. Mereka hanya hidup untuk berbuat kebaikan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka tidak akan “menyedot” energi kita secara licik, kemudian meninggalkan kita ketika kita berada dalam kesusahan. Mereka akan bersama kita bersenang-senang ketika mendapatkan banyak kenikmatan dan akan saling menghibur ketika berada dalam situasi sulit. Mereka adalah orang-orang yang anti-merugikan orang lain. Tak ada niat dalam diri mereka untuk menyusahkan orang lain. Tak ada keinginan dalam diri mereka untuk bersenang-senang dalam penderitaan orang lain. Tak ada upaya yang mereka lakukan untuk berbuat licik dan curang. Bahkan, mereka merasa menderita jika melihat orang lain menderita. Mereka adalah para pecinta kebenaran dan orang-orang saleh.

            Untuk mendapatkan teman yang mencintai kebenaran dan banyak melakukan kebaikan di muka Bumi ini, caranya tidak ada yang lain, kecuali menjadikan diri kita sebagai pecinta kebenaran dan pelaku kesalehan. Hal itu disebabkan Allah swt selalu mengumpulkan orang-orang sesuai dengan sifat dan sikapnya masing-masing. Orang-orang buruk akan berteman dengan orang-orang buruk pula. Orang-orang baik akan berteman dengan orang baik pula.

            Nabi Muhammad berkata, “Untuk menilai seseorang, lihatlah teman-temannya. Jika perangai teman-temannya buruk, dia pun adalah orang buruk. Jika perangai teman-temannya baik, dia adalah orang baik. Setiap orang tidak berbeda dari teman-temannya.”

            Sekarang, nilailah diri kita. Perhatikan orang-orang yang berada di sekitar kita atau orang-orang yang kerap kita sebut sebagai “teman”. Jika mereka buruk, berarti kita adalah orang yang buruk. Jika mereka baik, kita pun sesungguhnya orang baik.

            Dalam waktu yang lain, Muhammad mengatakan, “Untuk menilai seseorang, lihatlah musuhnya. Jika musuhnya adalah orang-orang baik, dia adalah orang jahat.”

            Meskipun demikian, belum tentu jika musuhnya adalah orang-orang jahat, dia merupakan orang yang baik. Belum tentu dia adalah orang baik. Bisa jadi dia pun sebenarnya orang jahat yang sedang bermusuhan dengan orang jahat. Hal itu disebabkan orang jahat sangat sering bermusuhan dengan orang jahat. Para penjahat kerap bermusuhan di antara mereka sendiri. Berbeda dengan orang-orang baik. Mereka tidak pernah bermusuhan karena sama-sama orang baik. Orang-orang baik tidak pernah bermusuhan di antara mereka. Kalau terjadi permusuhan, salah satu dari mereka telah berubah menjadi orang jahat atau kedua-duanya menjadi orang jahat pula. Tidak mungkin orang baik memusuhi orang baik. Orang baik selalu bersama dengan kebaikan.

            Cintailah kebenaran dan lakukanlah kebaikan di muka Bumi ini agar Allah swt mengumpulkan kita dengan para pecinta kebenaran dan orang-orang saleh di dunia ini. Di akhirat, teman kita akan ditambah lagi dengan para nabi dan orang-orang yang mati syahid pemberani pembela kebenaran sejati.

            Semoga Allah swt selalu memberikan petunjuk dan perlindungan bagi kita.

            Amin.


            Sampurasun.

Menyelesaikan Masalah

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Untuk menyelesaikan masalah di antara kaum muslimin dan manusia pada umumnya, sesungguhnya harus kembali kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Dengan kembali kepada Allah swt dan Rasul, semuanya bisa jernih dan terang-benderang. Masalah-masalah yang harus diselesaikan itu bukan hanya masalah ritual keagamaan, pemahaman agama, atau segala yang terkait dengan keyakinan, melainkan pula masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

            Kata Allah swt, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisa 4 : 59)

            Cara mengembalikan masalah kepada Allah swt tentu saja dengan berdoa dan mencari ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan perbedaan pendapat tersebut. Jika ayat-ayat Al Quran sudah menerangkan hal yang paling benar, patuhilah ayat tersebut sehingga semuanya bisa terselesaikan dengan baik. Di samping itu, kita dapat mencari jalan keluar melalui sunnah Nabi Muhammad. Di dalam sunnah itu terkandung kata-kata Nabi Muhammad, perilakunya, sejarah hidupnya, sejarah yang hidup dan terjadi di seputar dirinya, serta asbabun nuzul ayat-ayat Al Quran. Itulah yang harus dijadikan patokan dalam menyelesaikan segala persengketaan ataupun perdebatan di antara kaum muslimin.

            Jika saat ini kita masih melihat kerasnya perdebatan, persengketaan, dan perselisihan, baik fisik, verbal, maupun yang lainnya, menandakan bahwa kaum muslimin tidak mengembalikan perbedaan-perbedaan itu kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Kaum muslimin masih sering menggunakan hawa nafsu pribadinya, egoisme dirinya, dan harga diri organisasinya untuk menyelesaikan masalah dengan mendesakkan keinginan agar pendapat sendirilah yang paling benar. Sungguh teramat sesat hidup dengan cara seperti itu. Kaum muslimin masih terjebak dalam keinginan untuk “menang” dalam perselisihan dan bukan keinginan untuk mendapatkan “kebenaran” demi kebaikan. Padahal, mereka sama-sama mengaku muslim dan mukmin. Itulah sebuah kesesatan. Sesat itu artinya tidak menemukan jalan yang benar. Kalau menemukan jalan yang benar, ya sudah tidak sesat lagi. Jalannya sudah benar dan lurus. Jalan yang lurus itu ada pada Allah swt dan Rasul-Nya, bukan berada pada hawa nafsu dan egoisme pribadi.

            Pelajari Al Quran, profil Muhammad, dan segala sesuatu yang terjadi di seputar Al Quran dan Muhammad. Itulah patokan kebenaran bagi setiap kaum muslimin.

            Khusus bagi kaum muslimin Indonesia, dengan mengembalikan segala permasalahan kepada Allah swt dan Rasul-Nya, sudah jelas sekali sesuai dengan sila ketiga dari Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Dengan mengembalikan segalanya kepada Allah swt dan Rasul-Nya, Indonesia bisa aman dari perpecahan dan terlepas dari persengketaan yang sama sekali tidak diperlukan. Itu artinya, persatuan terjaga.

            Di samping itu, dengan mengembalikan segala perbedaan pendapat kepada Allah swt dan Rasul-Nya, kita pun akan terhindar dari saling menghujat, saling memaki, saling memfitnah, dan saling berbohong. Itu artinya, kita telah melaksanakan sila kedua dari Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Maksudnya, kita akan memperlakukan lawan debat atau mereka yang berbeda pendapat dengan kita secara beradab, adil, dan manusiawi. Kita akan berada dalam lingkaran saling menghormati dan saling menghargai.

            Hal yang paling penting dari itu semua adalah jelas sekali bahwa dengan mengembalikan segala permasalahan kepada Allah swt dan Rasul-Nya, kita sudah mengejawantahkan pengamalan sila pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita wajib meyakini Tuhan Yang Maha Esa dan membuktikan keyakinan itu dengan mengembalikan segala masalah pada petunjuk dari Allah swt.

            Jika masih bertengkar tanpa mengembalikan masalah kepada Allah swt dan Rasul-Nya, kalian sesungguhnya tidak islami sekaligus tidak Pancasilais.

            Demi Allah swt, kalian tidak islami sekaligus tidak Pancasilais. Sesat dalam hawa nafsu sendiri-sendiri.


            Sampurasun

Kunci Hukum Allah swt = Adil

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Dari zaman ke zaman banyak sekali orang yang berbicara tentang keharusan untuk menegakkan hukum-hukum Allah swt, tetapi tidak menjelaskan apa saja hukum-hukum Allah swt itu. Adapun hukum-hukum yang ditulis dalam Al Quran secara nyata tersurat sangat sedikit dan tidak memenuhi kebutuhan terhadap seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk kehidupan dalam kancah pergaulan internasional. Tak ada penjelasan tentang hukum internasional berkaitan dengan laut atau tentang hasil tambang di dalam Al Quran. Di dalam Al Quran hanya ada beberapa hukum yang tertulis dengan sangat jelas, misalnya, tentang pernikahan, perceraian, pembagian warisan, pembunuhan, perang, dan beberapa hal lagi lainnya. Semua yang tertulis dalam Al Quran sangatlah minim.

            Meskipun sangat minim, Allah swt memberikan koridor kepada manusia dalam menetapkan hukum-hukum dan peraturan-peraturan sesuai dengan kebutuhan manusia sendiri. Koridor utama dalam menetapkan hukum atau peraturan adalah keadilan. Pembuatan undang-undang, peraturan pemerintah, Perpres, Kepmen, Pergub, Perwal, Perbup, Perda, Kuhap, dan lain sebagainya itu harus memenuhi prinsip-prinsip keadilan. Untuk mencapai keadilan itu, Allah swt membebaskan manusia agar berkreasi, berpikir, dan bertindak dalam menetapkan hukum. Proses dan penetapan hukum atau peraturan itulah yang akan dinilai oleh Allah swt kelak, apakah memenuhi prinsip-prinsip keadilan bagi manusia ataukah hanya untuk kepentingan-kepentingan sekelompok manusia dengan membuat kelompok lain menderita. Jika sesuai dengan keinginan Allah swt, para pembuat hukum akan mendapatkan nilai yang luar biasa besar dari Allah swt dan akan mengantarkannya memasuki kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat. Akan tetapi, sebaliknya, jika hukum atau peraturan itu dibuat hanya untuk merusakkan kehidupan manusia demi mengejar keuntungan pribadi dan kelompoknya, Allah swt akan mempersulit hidup mereka di dunia dengan berbagai masalah dan akan mengantarkan mereka ke dalam neraka yang apinya menyala-nyala panas sekali.

            Kata Allah swt, “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS An Nisa 4 : 58)

            Cermati potongan ayat tersebut,  “… apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya kamu menetapkannya dengan adil….”

            Kalimat tersebut menegaskan bahwa Allah swt memberikan kesempatan dan ruang kepada manusia untuk menetapkan berbagai peraturan. Artinya, tidak semua hukum atau aturan itu tertulis di dalam Al Quran melalui firman-firman Allah swt. Manusia harus kreatif memecahkan masalahnya sendiri. Di sanalah Allah swt menilai manusia.

            Akan tetapi, Allah swt memberikan koridor yang pasti dalam menetapkan hukum, yaitu dengan kalimat “… hendaknya kamu menetapkannya dengan adil ….”. Koridor itu adalah keadilan. Artinya, semua peraturan yang dibuat harus memenuhi prinsip-prinsip keadilan.

            Cara untuk mendapatkan keadilan adalah harus bertanya kepada Yang Maha Adil.

            Hal itu ditegaskan sendiri oleh Allah swt dalam ayat yang tadi, “….Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu….”

            Mintalah pengajaran dari Allah swt melalui membaca Al Quran dan hadits. Paling tidak, berkonsultasilah dengan para ulama jujur yang rendah hati dan mulia, bukan dengan para ulama yang gila hormat dan yang gemar mengacaukan pikiran manusia. Setelah itu, shalatlah dan berdoa dengan baik. Insyaallah, Allah swt akan memberikan petunjuk dan arah yang benar untuk menetapkan berbagai peraturan itu sehingga akan tercipta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan mabuk-mabukan dulu sebelum membahas undang-undang atau bahkan main perempuan lacur. Jangan berjudi atau berbohong berbual di hadapan banyak orang sebelum menyusun atau merancang undang-undang. Perilaku-perilaku buruk itu akan mengantarkan pada ketidakadilan dan kekusutan hidup bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.

            Meskipun manusia dibebaskan untuk mengatur dirinya sendiri dan atau membuat undang-undang untuk kehidupan banyak orang, Allah swt memberikan ancaman bahwa Allah swt selalu memperhatikan kita setiap detik, “…Sungguh, Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

            Adil dan tidak adil hukum-hukum yang dibuat manusia akan dinilai oleh Allah swt. Dengan itulah Allah swt menentukan posisi manusia, apakah akan dibahagiakan atau akan dibuat menderita.

            Agar terjadi keadilan, kunci yang harus sangat diperhatikan adalah batasan yang diajarkan oleh Allah swt, yaitu qishas. Qishas berarti seimbang, tidak berat sebelah, artinya adil. Kalau membuat hukum untuk kasus kriminal harus seimbang agar terpenuhi dendam Si Korban dan manfaat yang didapat Si Pelaku dari hukuman yang diberikan itu. Demikian pula dengan peraturan-peraturan lain yang terkait dengan berbagai pembangunan, semuanya harus dilandaskan pada keseimbangan dan koridor keadilan.

            Begitulah sebenar-benarnya yang diinginkan Allah swt dalam menetapkan hukum Allah swt di muka Bumi. Soal bentuk sistem pemerintahan atau sistem politik, diserahkan kepada manusia sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan manusia dengan syarat sistem politik itu mampu menciptakan keseimbangan dan keadilan bagi manusia.


            Sampurasun.

Thursday 27 July 2017

Pancasila Idealisme Islami

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Siapa bilang Pancasila bertentangan dengan Islam?

            Siapa bilang Pancasila adalah hukum jahiliyah?

            Siapa bilang Pancasila adalah aturan kafir?

            Mereka yang berpendapat bahwa Pancasila bertentangan dengan Islam adalah orang-orang yang tidak mengerti Islam dan tidak mengerti Pancasila dengan benar atau orang-orang yang tidak mau tahu tentang Islam dan tidak mau tahu tentang Pancasila karena menginginkan posisi poltik dan ekonomi dengan kekuasaan yang sangat besar. Hanya dua golongan itulah yang berpandangan bahwa Islam dan Pancasila saling bertolak belakang.

            Pancasila sesungguhnya adalah pandangan atau gagasan yang sangat islami dan digali serta dipikirkan secara islami pula. Untuk memahami hal ini tentu cukup sulit. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ulama dan para pemikir pro-Pancasila yang hanya menegaskan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, mereka tidak memberikan contoh-contoh praktis tentang kehidupan ber-Pancasila yang sama persis dengan kehidupan islami. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini, saya mencoba memberikan contoh kecil kehidupan islami yang sama persis dengan kehidupan ber-Pancasila.

            Dalam tulisan-tulisan yang lalu, masih dalam blog ini juga, ada sebetulnya contoh-contoh kehidupan islami yang juga Pancasilais. Hal yang paling mudah dipahami adalah tulisan tentang keharusan hidup bertetangga sesuai ajaran Nabi Muhammad yang berjudul Mendamaikan Dunia dan Mereka Tetangga Kita. Dalam kedua tulisan itu jelas sekali rujukan yang saya gunakan adalah berasal dari hadits Nabi Muhammad.

            Mari kita perhatikan bersama-sama.

            Kata Muhammad, “Tetangga itu ada tiga macam, yaitu: tetangga yang hanya memiliki satu hak, yakni orang musyrik. Ia hanya memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim. Ia memiliki hak tetangga dan hak Islam. Selain itu, tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim, memiliki hubungan kerabat. Ia memiliki hak tetangga, hak Islam, dan hak silaturrahim.” (Thabrani)

            Coba perhatikan ajaran Muhammad tersebut. Kita harus berperilaku baik dengan memenuhi kewajiban kita dalam bertetangga dengan orang-orang yang berbeda agama, orang-orang yang seiman, serta orang-orang seiman yang memiliki hubungan darah dengan kita.

            Apa itu artinya?

            Artinya, dalam berbangsa dan bernegara kita harus menjalankan Pancasila, terutama sila ketiga, yaitu tentang Persatuan Indonesia. Dengan menjadi orang yang baik untuk tetangga kita, siapa pun dia, sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad, kita sekaligus menjalankan sila ketiga. Hal itu disebabkan dengan kehidupan bertetangga yang baik kita sudah menjaga persatuan Indonesia.

            Coba perhatikan lagi. Muhammad menjelaskan bahwa jenis tetangga itu ada tiga, yaitu tetangga yang berbeda agama, tetangga yang seiman dengan kita, serta tetangga seiman dan sedarah dengan kita. Setiap jenis tetangga itu memiliki hak masing-masing yang harus kita penuhi. Tetangga yang berbeda agama hanya memiliki satu hak, tetangga seiman memiliki dua hak, serta tetangga seiman dan sedarah memiliki tiga hak. Tentang hak-hak tetangga, pelajari tulisan saya yang lalu berjudul Mendamaikan Dunia.

            Apa itu artinya?

            Artinya, dalam berbangsa dan bernegara kita harus berlaku manusiawi dan adil. Adil itu bukan berarti harus sama, melainkan seimbang, tepat, dan proporsional. Tiga jenis tetangga memiliki hak yang berbeda sesuai jenisnya masing-masing dalam keadaan dan perlakuan yang sangat adil.

            Ajaran apa lagi yang adil dan proporsional dalam bertetangga, kecuali ajaran Muhammad?

            Teliti sekali lagi. Sejumlah enam puluh rumah di sekitar rumah kita adalah tetangga kita. Mereka ada yang berbeda agama dan berbeda hubungan darah dengan kita. Perbedaan dan persamaan agama serta perbedaan dan persamaan hubungan darah itulah yang membedakan cara kita bersikap kepada seluruh tetangga kita dengan adil dan proporsional.

            Dengan berperilaku manusiawi dan adil, kita sekaligus melaksanakan sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.  Sila kedua itu menuntut kita berperilaku adil, beradab, dan manusiawi. Ajaran bertetangga dari Nabi Muhammad menjelaskan hal itu semua.

            Mari kita rasakan lagi hal yang berkaitan dengan itu. Apabila ada masalah yang terjadi dalam kehidupan bertetangga, sebagaimana adat orang Indonesia, semua permasalahan itu sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan dengan cara musyawarah dan mufakat. Itu artinya, kita sudah menyelesaikan masalah dengan menggunakan sila keempat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

            Dalam bermusyawarah itu tentunya tidak bisa semua orang berbicara. Biasanya, orang-orang mewakilkan pendapatnya kepada orang yang pandai berbicara, pintar menyusun kata-kata, dan cerdas dalam mengelola pikiran sehingga berbagai pendapat dapat disuarakan dengan jernih dan jelas. Itulah yang namanya perwakilan.

            Coba pahami lagi. Ajaran Muhammad tentang kehidupan bertetangga itu tak lain dan tak bukan adalah untuk mengantarkan manusia menjadi hamba-hamba Allah swt yang baik dan sempurna melalui perbuatan-perbuatan baik kepada tetangga kita.

            Apa itu artinya?

            Artinya, semua perilaku baik kita itu hanya ditujukan untuk mengabdikan diri kepada Allah swt yang dalam Pancasila ada dalam sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

            Sila yang mana yang belum saya sebutkan terkait kehidupan bertetangga yang diajarkan Muhammad?

            Pasti sila kelima, iya kan?

            Dengan kehidupan bertetangga yang baik, kita akan menjadi orang-orang baik dan mampu menciptakan kehidupan yang baik sebagaimana sila kelima, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

            So, masihkah kita mau mengatakan bahwa Pancasila bertentangan dengan Islam?

            Pancasila Vs Islam, No!

            Pancasila sesuai dengan Islam, Yes!

            Sampurasun.

            Eh, tahukah arti dari kata sampurasun?

            Sampurasun artinya sempurnakanlah dirimu.

            Sempurnakanlah dirimu secara lahir dan batin.

            Itulah tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang makmur sempurna lahir dan batin.

            Paham kan sekarang?


            Sampurasun.

Thursday 20 July 2017

Mereka Tetangga Kita

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sebagaimana tulisan yang lalu berjudul Mendamaikan Dunia, perdamaian dunia sesungguhnya harus dimulai dari kehidupan bertetangga yang baik. Hak dan kewajiban kita dalam bertetangga secara minimal ada di tulisan saya yang lalu itu, masih di blog ini juga.

            Siapa saja tetangga kita itu sebenarnya?

            Aisyah ra, perempuan cantik dan cerdas yang dinikahi Muhammad saw ketika usianya masih sembilan tahun itu menjelaskan bahwa tetangga kita adalah enam puluh rumah yang berada di sekitar rumah kita. Sejumlah itulah tetangga kita. Dengan merekalah hak dan kewajiban bertetangga harus dibangun agar tercipta kehidupan yang lebih menyenangkan, harmonis, tenang, tenteram, dan damai.

            Adapun jenis-jenis tetangga, diterangkan langsung oleh Nabi Muhammad saw.

            Kata Muhammad saw, “Tetangga itu ada tiga macam, yaitu: tetangga yang hanya memiliki satu hak, yakni orang musyrik. Ia hanya memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim. Ia memiliki hak tetangga dan hak Islam. Selain itu, tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim, memiliki hubungan kerabat. Ia memiliki hak tetangga, hak Islam, dan hak silaturrahim.” (Thabrani)

            Tetangga yang berbeda agama dengan kita ataupun mengaku tidak beragama alias ateis termasuk dalam kategori tetangga musyrik. Bagi Islam, siapa pun yang tidak mengakui Allah swt sebagai Tuhan dan tidak mengakui Muhammad saw sebagai nabi, dia adalah musyrik. Orang ateis yang tidak percaya Tuhan dan tidak beragama pun sebenarnya musyrik karena dia memiliki Tuhan. Bedanya, Tuhan mereka adalah benda ataupun makhluk hidup. Hal itu disebabkan arti kata Tuhan adalah sesuatu yang dipentingkan di atas segalanya. Jika mereka mementingkan uang, uanglah Tuhan mereka. Jika mereka mementingkan seks, sekslah Tuhan mereka. Demikian pula jika mereka mementingkan hal lain, hal lain itulah yang menjadi Tuhan mereka. Bagi Islam, Allah swt adalah sesuatu yang dipentingkan di atas segalanya. Tak ada yang lebih penting dibandingkan Allah swt.

            Apa pun keyakinan dan agama mereka, jika termasuk di dalam jumlah enam puluh rumah di sekitar kita, mereka memiliki hak tetangga yang harus kita penuhi. Hak-hak mereka secara minimal ada dalam tulisan saya yang lalu berjudul Mendamaikan Dunia. Pelajari saja. Kita berkewajiban memenuhi hak-hak mereka sebagai tetangga mereka.

            Tetangga jenis kedua adalah tetangga yang sama-sama beragama Islam dengan kita. Mereka memiliki dua hak yang wajib kita penuhi, yaitu hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim atau hak Islam.

            Apa saja hak muslim terhadap muslim lainnya?

            Banyak dan bisa dipelajari pada berbagai ayat Al Quran dan hadits. Cari saja.

            Tetangga jenis ketiga adalah tetangga yang memiliki tiga hak. Mereka adalah tetangga yang sama-sama beragama Islam dan memiliki hubungan keluarga atau hubungan darah dengan kita. Hak mereka yang wajib kita penuhi adalah hak sebagai tetangga, hak sebagai sesama Islam, dan hak sebagai saudara sedarah yang harus selalu diikat dalam hubungan silaturahmi.

            Merekalah tetangga kita. Kita berkewajiban memenuhi hak-hak mereka. Begitulah Islam mengajarkan bagaimana caranya agar dunia ini hidup dalam keadaan seimbang dan damai. Kitalah sesungguhnya sinar dan cahaya Illahi bagi dunia ini. Kita seharusnya secepatnya sadar bahwa selama ini kita menutup cahaya Allah swt yang ada dalam dada kita sehingga lingkungan di sekitar kita selalu gelap, bahkan diri kita pun selalu dalam keadaan gelap. Hal itu disebabkan kita tidak pernah atau belum seutuhnya membuka cahaya hati kita untuk lingkungan sekitar kita. Jika setiap muslim membuka hatinya dan pikirannnya untuk menerangi tetangga di sekitarnya, dunia akan aman, tenang, damai, dan harmonis. Itulah rahmatan lil alamin.


            Sampurasun.

Tuesday 18 July 2017

Kejatuhan Demokrasi

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Sebagaimana yang telah kita ketahui dan juga saya tulis dalam blog ini, Indonesia paling tidak telah mengalami lima kali masa demokrasi, yaitu Demokrasi Prakemerdekaan (volksraad), Demokrasi Liberal/Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila, dan Demokrasi Masa Reformasi. Dalam kelima masa itu terjadi banyak sekali kekacauan dan pertarungan politik yang berubah menjadi kriminal dan kerusakan ekonomi. Hal itu membuat keadaan Indonesia tidak kunjung stabil dan selalu terhambat dalam mencapai tujuan nasionalnya. Setiap masa demokrasi selalu menghujat masa demokrasi sebelumnya dan para pendukung dari setiap masa demokrasi itu berada dalam keadaan tegang saling bermusuhan, baik diam-diam maupun terang-terangan. Hal yang jelas adalah konflik-konflik politik akibat dari setiap pergantian masa demokrasi itu mengakibatkan proses pembangunan terhambat dan menimbulkan kerusakan sosial di tengah masyarakat.

            Itu adalah pendapat saya. Siapa pun boleh berpendapat. Saya memandang negatif terhadap setiap perubahan itu karena pengaruhnya sangat buruk. Hal itu pula yang saya ajarkan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Universitas Al Ghifari Bandung dalam mata kuliah Sistem Dinamika Sosial Politik Indonesia.

            Pada saat tiba masa Ujian Akhir Semester saya membuat soal tentang hal itu untuk mendapatkan pendapat dari para mahasiswa. Dari beberapa soal yang saya buat, ada dua pertanyaan terkait hal itu, yaitu intinya adalah bagaimana mahasiswa memandang setiap pergantian masa demokrasi itu dengan segala konfliknya; pertanyaan yang lain lagi adalah bagaimana pendapat mahasiswa apakah demokrasi yang sekarang ini, yaitu demokrasi masa reformasi akan jatuh seperti yang sudah-sudah atau bertahan lama.

            Dari jawaban para mahasiswa, saya mendapatkan pendapat yang sangat mengejutkan. Semua jawaban mereka jauh berbeda dengan yang saya ajarkan, terutama tentang pergantian sistem politik demokrasi di Indonesia. Saya memandang bahwa pergantian demokrasi itu merupakan kegagalan dari setiap sistem demokrasi di Indonesia dan itu saya ajarkan kepada mahasiswa. Akan tetapi, para mahasiswa memiliki pendapat lain. Tak satu pun dari mereka yang menyatakan pergantian kelima masa demokrasi itu merupakan hal yang negatif. Mereka mengesampingkan hal-hal kecil, seperti, konflik dan aksi-aksi kriminal yang terjadi. Mereka justru memandang dari sudut yang lebih luas. Mereka memandang hal itu sebagai perkembangan yang positif dari dinamika perpolitikan di Indonesia. Mereka menjawab dengan jawaban yang variatif, tetapi intinya sama, yaitu semuanya memandang bahwa setiap masa demokrasi yang lebih baru melakukan koreksi terhadap sistem politik yang lebih lama. Sistem politik lama sudah tidak bisa lagi dipertahankan karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

            Mereka berani berbeda pendapat dengan saya sebagai dosen mereka dan itu bagus. Mereka memiliki pikiran sendiri dan mampu menyampaikan dengan baik berlandaskan pengetahuan yang mereka miliki. Saya sangat menghargai mereka. Mereka tidak takut berbeda dengan saya dan tidak khawatir saya akan memberikan nilai yang jelek terhadap mereka karena tidak menjawab sebagaimana yang saya ajarkan. Bagi saya, mereka adalah orang hebat karena mampu berbeda pendapat secara ilmiah dan tidak emosional. Saya wajib memberikan nilai yang teramat baik untuk jawaban mereka itu.

            Demikian pula ketika menjawab tentang apakah demokrasi Indonesia yang sekarang sedang berlangsung ini akan jatuh atau tidak, jawaban mereka sangat positif. Dalam menjawab hal ini mereka berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ada yang berpandangan bahwa sistem demokrasi saat ini akan bertahan sangat lama karena memberikan ruang untuk bebas menyatakan pendapat, berekspresi, dan berprestasi. Ada pula yang menjawab akan segera jatuh karena melihat masih sangat banyaknya ketimpangan yang terjadi, baik ekonomi maupun politik. Ada lagi yang menjawab secara pertengahan, yaitu akan bertahan cukup lama sepanjang pemerintah dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan  baik untuk kesejahteraan masyarakat. Jika tidak, sistem demokrasi yang sekarang ini pun akan mudah sekali jatuh.

            Hal yang sangat unik adalah tidak seorang pun mahasiswa yang menjawab bahwa sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia saat ini akan bertahan selamanya. Mereka meyakini bahwa setiap zaman mengoreksi zaman sebelumnya. Demokrasi saat ini bisa jatuh atau berubah sesuai dengan bermunculannya para pemikir sosial dan politik di Indonesia yang memberikan masukan lebih positif bagi Indonesia, kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, dan sistem politik lama sudah tidak lagi dapat menjawab berbagai kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

            Jawaban-jawaban seperti ini sesungguhnya menyiratkan bahwa generasi muda Indonesia sudah banyak yang menerima kenyataan dengan baik bahwa tidak ada satu pun sistem politik yang sakral dan harus selalu dianggap benar. Mereka sudah sangat siap dengan kenyataan bahwa segalanya akan dan harus berubah dan perubahan itu harus diupayakan ke arah yang lebih positif dan lebih maju. Setiap zaman, setiap masa akan mengoreksi masa sebelumnya untuk mengatasi perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.


            Sampurasun.

Mendamaikan Dunia

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Setiap manusia waras dan sehat otak pasti menginginkan perdamaian. Hanya para anak buah syetan dan Iblis yang tidak menginginkan perdamaian di antara manusia di dunia ini. Mayoritas manusia menginginkan perdamaian, ketenangan, keharmonisan, dan ketertiban. Dunia ingin perdamaian, tetapi manusia tetap berada dalam konflik, baik itu konflik politik maupun konflik ekonomi. Hal itu jelas menunjukkan bahwa manusia kehilangan arah dan kehilangan cara untuk memperbaiki kehidupan dalam menata pergaulan di antara hubungan manusia.

            Sesungguhnya, jalan perdamaian itu bukan ada di langit atau dalam angan-angan setiap ahli pikir, melainkan ada di dalam diri manusia sendiri. Permasalahannya adalah apakah manusia mampu dan mau menggunakan dirinya sendiri untuk terciptanya perdamaian atau tidak.

            Saya memiliki teori tentang perdamaian ini. Apabila kita ingin dunia damai, setiap negara harus terlebih dahulu membuat negaranya sendiri aman dan damai. Jika setiap negara damai di dalam negerinya sendiri, perdamaian itu akan mendorong perdamaian manusia di dunia. Jika di dalam setiap negara tidak ada kedamaian, pengaruh konflik di negara itu akan mendorong konflik dunia. Jika setiap negara damai, mereka akan berinteraksi secara damai pula. Negara yang kalut akan melakukan interaksi dengan negara lain secara kalut pula.

            Untuk menciptakan negara yang aman dan damai, setiap wilayah atau setiap provinsi di negara itu harus berada dalam keadaan damai pula. Untuk mendapatkan provinsi yang aman, setiap kota di provinsi tersebut harus aman dan damai pula. Agar setiap kota aman dan damai, masyarakat di kota itu harus berada dalam kehidupan yang tertib, aman, dan damai. Agar kehidupan masyarakat damai, hubungan bertetangga pun harus aman dan damai. Kehidupan bertetangga yang damai didahului oleh terbentuknya keluarga-keluarga yang damai. Untuk menjadi keluarga yang damai, setiap orang di dalam keluarga tersebut harus berdamai dengan dirinya dan selalu menciptakan hubungan yang baik dan aman di dalam keluarga tersebut. Jadi, kunci perdamaian dunia adalah adanya keinginan dan perubahan yang baik dalam setiap diri manusia untuk berperan serta dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis.

            Begitu bro.

            Tidak susah kan?

            Sesungguhnya tidak sulit. Hal yang membuat sulit adalah kebiasaan kita yang sering menyalahkan orang lain sebagai pengganggu perdamaian, tetapi kita sendiri tidak berupaya mengoreksi diri dan tidak membuat diri kita menjadi orang yang lebih baik.

            Jika setiap orang berperilaku baik di dalam keluarganya, ia akan menjadi tetangga yang baik sehingga menciptakan situasi yang menyenangkan dan penuh kedamaian. Tentang kehidupan bertetangga yang baik, ada pengalaman hebat yang kemudian menjadi ajaran Islam. Pengalaman itu tentunya pengalaman Nabi Muhammad saw sendiri.

            Nabi Muhammad saw pernah dinasihati Malaikat Jibril berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti tentang kehidupan bertetangga. Perilaku Jibril itu mengherankan Nabi Muhammad saw. Dia merasa aneh mengapa Jibril sangat memperhatikan tetangga seolah-olah merupakan hal yang sangat penting sehingga terus saja bicara berulang-ulang kepada Nabi Muhammad saw.

            Kata Nabi, “Tak henti-hentinya Jibril memberikan nasihat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

            Saking pentingnya soal tetangga ini, Jibril bersikap seolah-olah akan mewariskan harta benda yang sangat banyak kepada tetangga Nabi Muhammad saw sendiri. Jibril mewanti-wanti Nabi Muhammad saw soal tetangganya, ini hingga membuat heran Nabi sendiri.

            Nasihat Jibril tentang tetangga ini ada sembilan hal yang penting, yaitu:

1. Jika ia minta pertolongan, tolonglah dia
2. Jika ia sakit, jenguklah dia
3. Jika ia meninggal, uruslah jenazahnya
4. Jika ia memohon pinjaman, pinjamilah dia
5. Jika ia mendapatkan kesenangan, ucapkanlah selamat kepadanya
6. Jika ia tertimpa musibah, sabarkanlah
7. Janganlah rumah mereka engkau tutup dengan bangunanmu sehingga mereka terhalang mendapatkan udara, kecuali dengan izinnya
8. Janganlah mengganggu mereka dengan bau masakanmu, kecuali kalau kauberi mereka ala kadarnya
9. Jika engkau membeli buah-buahan, hadiahilah mereka. Kalau hal itu tidak engkau lakukan, bawalah masuk ke dalam rumah dengan cara rahasia dan janganlah anakmu membawanya keluar yang menyebabkan anak tetangga itu menginginkannya.

            Tentang poin yang kesembilan, Nabi Muhammad saw mengajari kita, “Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu, lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik.” (Muslim)

            Bayangkan Saudara, jika kita menjadi tetangga yang baik dan tetangga kita pun berbuat baik kepada kita, kehidupan yang baik akan terjadi di sekitar kita. Itu artinya, kita sudah menciptakan perdamaian di lingkungan terdekat kita. Jika kehidupan masyarakat sudah baik dan harmonis, negara pun akan damai. Jika setiap negara damai, dunia pun akan damai pula.

            Mudah, bukan?

            Tidak perlu banyak teori untuk menciptakan perdamaian. Jadikanlah diri kita orang baik bagi tetangga kita sehingga tetangga kita pun akan menjadi orang baik terhadap kita.

            Bagaimana jika tetangga kita itu tidak baik terhadap kita dan terhadap tetangganya sendiri?

            Kata Nabi Muhammad saw, “Mulailah dari diri sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, dan mulai lakukan saat ini juga.”

            Menjadi tetangga yang baik bagi tetangga kita akan mewujudkan perdamaian dunia. Insyaallah.


            Sampurasun