oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Biasanya, perasaan kita
masih mengharuskan kita untuk menghormati guru. Beberapa tulisan saya di blog
ini pun menyiratkan penghormatan saya terhadap guru. Akan tetapi, harus dan
wajib diingat bahwa saya dan banyak orang yang menghargai guru karena memiliki
memori yang baik terhadap guru-guru kita masa lalu yang tidak hanya memberikan
pengajaran berupa materi pelajaran, tetapi
juga etika, cara bersikap, cara berbicara, rasa hormat, cara
menyelesaikan masalah, cara berhubungan dengan Tuhan dan manusia, serta
berbagai hal lain yang membuat para guru itu dihormati. Oleh sebab itu, tak
heran jika banyak orang, termasuk saya menghormati guru.
Sayangnya, guru-guru zaman sekarang banyak yang tidak
seperti itu. Banyak di antara mereka yang justru terkesan bukan sebagai pembina
dan pembimbing, tetapi bertindak sebagai penguasa sekolah atau kampus. Mereka
bertingkah selalu ingin dihormati dengan rasa takut dan segan dari siswa.
Karena keenakan berperilaku tidak terpelajar, cara berbicara mereka menjadi
kasar, kampungan, cenderung premanisme, dan penuh ancaman. Tak heran mereka
menjadikan ancaman pemberian sanksi untuk membuat siswa takut dan patuh. Ketika
situasi memberikan mereka kelonggaran untuk berkuasa di kampus, tindakan
berlebihan pun terjadi, misalnya, teguran dengan kata-kata kotor dan kasar,
ancaman dikeluarkan dari sekolah, dan hukuman fisik yang sangat tidak perlu.
Akibatnya, banyak guru yang terlibat masalah, baik dengan orang tua siswa
maupun dengan aparat hukum. Tak jarang ada guru yang dipukul orangtua siswa dan
masuk penjara. Salah satu sebabnya di antara guru itu ada yang berlebihan dalam
bertindak. Padahal, hubungan antara guru dengan orangtua siswa itu harus
dijalin dengan serasi, segala kesalahan guru dan siswa dapat diselesaikan
dengan cara kekeluargaan di lingkungan kampus sendiri. Apabila ada masalah di
dalam sekolah yang sampai melibatkan pihak luar sekolah, seperti, kepolisian,
BNN, dan atau Dinas Pendidikan, hal itu menunjukkan para guru dan pihak sekolah
tidak memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan yang serasi dengan orangtua
siswa.
Jika kita memperhatikan beberapa kasus negatif yang
terjadi di lingkungan kampus, kita harus mendorong para guru untuk menyadari
diri bahwa mereka adalah juga manusia-manusia yang masih belajar untuk menjadi
guru yang baik. Mereka harus masih meningkatkan kemampuannya dalam berbagai
kompetensi yang dimilikinya, baik yang bersifat materi pelajaran maupun
hubungan dengan manusia. Ada empat kompetensi guru yang wajib dimiliki setiap
pribadi guru. Pelajari dengan saksama keempat kompetensi itu. Sesungguhnya,
saya melihat setelah berkeliling dari sekolah ke sekolah, mayoritas guru belum
memiliki keempat kecerdasan kompetensi tersebut secara utuh. Mereka kebanyakan
masih menggunakan kebiasaannya masing-masing dan itu menghambat proses
pembinaan generasi muda.
Kesadaran untuk menyadari kelemahan diri dalam menjadi
guru akan membuat guru semakin bijak dan dihormati karena mereka akan belajar
setiap hari untuk menjadi guru yang lebih baik lagi dan terus lebih baik lagi.
Tanpa kesadaran itu, guru akan petantang petenteng sebagai penguasa sekolah
atau penguasa kampus yang berakhir konflik dengan siswa, orangtua siswa, bahkan
dengan aparat hukum.
Pelajari keempat kompetensi yang wajib dimiliki guru
sehingga guru benar-benar akan menjadi sosok yang “digugu dan ditiru”.
Apa saja keempat kompetensi guru itu?
Banyak yang sudah menulisnya. Banyak pula pelatihan dan
seminar mengenai itu. Pelajari dalam-dalam sehingga kualitas generasi muda
Indonesia akan terus baik dan selalu meningkat. Bukan hanya mengikuti seminar,
mendengarkan ceramah, atau membaca sebuah tulisan, melainkan wajib mempraktikkan
kompetensi tersebut sedikit demi sedikit sehingga menjadi terbiasa dalam
perilaku positif.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment