Sunday 2 July 2017

Guru Jangan Belagu

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Biasanya, perasaan kita masih mengharuskan kita untuk menghormati guru. Beberapa tulisan saya di blog ini pun menyiratkan penghormatan saya terhadap guru. Akan tetapi, harus dan wajib diingat bahwa saya dan banyak orang yang menghargai guru karena memiliki memori yang baik terhadap guru-guru kita masa lalu yang tidak hanya memberikan pengajaran berupa materi pelajaran, tetapi  juga etika, cara bersikap, cara berbicara, rasa hormat, cara menyelesaikan masalah, cara berhubungan dengan Tuhan dan manusia, serta berbagai hal lain yang membuat para guru itu dihormati. Oleh sebab itu, tak heran jika banyak orang, termasuk saya menghormati guru.

            Sayangnya, guru-guru zaman sekarang banyak yang tidak seperti itu. Banyak di antara mereka yang justru terkesan bukan sebagai pembina dan pembimbing, tetapi bertindak sebagai penguasa sekolah atau kampus. Mereka bertingkah selalu ingin dihormati dengan rasa takut dan segan dari siswa. Karena keenakan berperilaku tidak terpelajar, cara berbicara mereka menjadi kasar, kampungan, cenderung premanisme, dan penuh ancaman. Tak heran mereka menjadikan ancaman pemberian sanksi untuk membuat siswa takut dan patuh. Ketika situasi memberikan mereka kelonggaran untuk berkuasa di kampus, tindakan berlebihan pun terjadi, misalnya, teguran dengan kata-kata kotor dan kasar, ancaman dikeluarkan dari sekolah, dan hukuman fisik yang sangat tidak perlu. Akibatnya, banyak guru yang terlibat masalah, baik dengan orang tua siswa maupun dengan aparat hukum. Tak jarang ada guru yang dipukul orangtua siswa dan masuk penjara. Salah satu sebabnya di antara guru itu ada yang berlebihan dalam bertindak. Padahal, hubungan antara guru dengan orangtua siswa itu harus dijalin dengan serasi, segala kesalahan guru dan siswa dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan di lingkungan kampus sendiri. Apabila ada masalah di dalam sekolah yang sampai melibatkan pihak luar sekolah, seperti, kepolisian, BNN, dan atau Dinas Pendidikan, hal itu menunjukkan para guru dan pihak sekolah tidak memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan yang serasi dengan orangtua siswa.

            Jika kita memperhatikan beberapa kasus negatif yang terjadi di lingkungan kampus, kita harus mendorong para guru untuk menyadari diri bahwa mereka adalah juga manusia-manusia yang masih belajar untuk menjadi guru yang baik. Mereka harus masih meningkatkan kemampuannya dalam berbagai kompetensi yang dimilikinya, baik yang bersifat materi pelajaran maupun hubungan dengan manusia. Ada empat kompetensi guru yang wajib dimiliki setiap pribadi guru. Pelajari dengan saksama keempat kompetensi itu. Sesungguhnya, saya melihat setelah berkeliling dari sekolah ke sekolah, mayoritas guru belum memiliki keempat kecerdasan kompetensi tersebut secara utuh. Mereka kebanyakan masih menggunakan kebiasaannya masing-masing dan itu menghambat proses pembinaan generasi muda.

            Kesadaran untuk menyadari kelemahan diri dalam menjadi guru akan membuat guru semakin bijak dan dihormati karena mereka akan belajar setiap hari untuk menjadi guru yang lebih baik lagi dan terus lebih baik lagi. Tanpa kesadaran itu, guru akan petantang petenteng sebagai penguasa sekolah atau penguasa kampus yang berakhir konflik dengan siswa, orangtua siswa, bahkan dengan aparat hukum.

            Pelajari keempat kompetensi yang wajib dimiliki guru sehingga guru benar-benar akan menjadi sosok yang “digugu dan ditiru”.

            Apa saja keempat kompetensi guru itu?

            Banyak yang sudah menulisnya. Banyak pula pelatihan dan seminar mengenai itu. Pelajari dalam-dalam sehingga kualitas generasi muda Indonesia akan terus baik dan selalu meningkat. Bukan hanya mengikuti seminar, mendengarkan ceramah, atau membaca sebuah tulisan, melainkan wajib mempraktikkan kompetensi tersebut sedikit demi sedikit sehingga menjadi terbiasa dalam perilaku positif.


            Sampurasun

No comments:

Post a Comment