oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Untuk menyelesaikan masalah
di antara kaum muslimin dan manusia pada umumnya, sesungguhnya harus kembali
kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Dengan kembali kepada Allah swt dan Rasul,
semuanya bisa jernih dan terang-benderang. Masalah-masalah yang harus diselesaikan
itu bukan hanya masalah ritual keagamaan, pemahaman agama, atau segala yang
terkait dengan keyakinan, melainkan pula masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Kata Allah swt, “Wahai
orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya) jika kamu beriman kepada hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisa 4 : 59)
Cara mengembalikan masalah kepada Allah swt tentu saja
dengan berdoa dan mencari ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan perbedaan
pendapat tersebut. Jika ayat-ayat Al Quran sudah menerangkan hal yang paling
benar, patuhilah ayat tersebut sehingga semuanya bisa terselesaikan dengan baik.
Di samping itu, kita dapat mencari jalan keluar melalui sunnah Nabi Muhammad.
Di dalam sunnah itu terkandung kata-kata Nabi Muhammad, perilakunya, sejarah
hidupnya, sejarah yang hidup dan terjadi di seputar dirinya, serta asbabun nuzul ayat-ayat Al Quran. Itulah
yang harus dijadikan patokan dalam menyelesaikan segala persengketaan ataupun
perdebatan di antara kaum muslimin.
Jika saat ini kita masih melihat kerasnya perdebatan,
persengketaan, dan perselisihan, baik fisik, verbal, maupun yang lainnya,
menandakan bahwa kaum muslimin tidak mengembalikan perbedaan-perbedaan itu
kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Kaum muslimin masih sering menggunakan hawa
nafsu pribadinya, egoisme dirinya, dan harga diri organisasinya untuk menyelesaikan
masalah dengan mendesakkan keinginan agar pendapat sendirilah yang paling
benar. Sungguh teramat sesat hidup dengan cara seperti itu. Kaum muslimin masih
terjebak dalam keinginan untuk “menang” dalam perselisihan dan bukan keinginan
untuk mendapatkan “kebenaran” demi kebaikan. Padahal, mereka sama-sama mengaku
muslim dan mukmin. Itulah sebuah kesesatan. Sesat itu artinya tidak menemukan
jalan yang benar. Kalau menemukan jalan yang benar, ya sudah tidak sesat lagi.
Jalannya sudah benar dan lurus. Jalan yang lurus itu ada pada Allah swt dan
Rasul-Nya, bukan berada pada hawa nafsu dan egoisme pribadi.
Pelajari Al Quran, profil Muhammad, dan segala sesuatu
yang terjadi di seputar Al Quran dan Muhammad. Itulah patokan kebenaran bagi
setiap kaum muslimin.
Khusus bagi kaum muslimin Indonesia, dengan mengembalikan
segala permasalahan kepada Allah swt dan Rasul-Nya, sudah jelas sekali sesuai
dengan sila ketiga dari Pancasila, yaitu Persatuan
Indonesia. Dengan mengembalikan segalanya kepada Allah swt dan Rasul-Nya,
Indonesia bisa aman dari perpecahan dan terlepas dari persengketaan yang sama
sekali tidak diperlukan. Itu artinya, persatuan terjaga.
Di samping itu, dengan mengembalikan segala perbedaan
pendapat kepada Allah swt dan Rasul-Nya, kita pun akan terhindar dari saling
menghujat, saling memaki, saling memfitnah, dan saling berbohong. Itu artinya,
kita telah melaksanakan sila kedua dari Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Maksudnya, kita akan
memperlakukan lawan debat atau mereka yang berbeda pendapat dengan kita secara
beradab, adil, dan manusiawi. Kita akan berada dalam lingkaran saling
menghormati dan saling menghargai.
Hal yang paling penting dari itu semua adalah jelas
sekali bahwa dengan mengembalikan segala permasalahan kepada Allah swt dan
Rasul-Nya, kita sudah mengejawantahkan pengamalan sila pertama dari Pancasila,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita
wajib meyakini Tuhan Yang Maha Esa dan membuktikan keyakinan itu dengan
mengembalikan segala masalah pada petunjuk dari Allah swt.
Jika masih bertengkar tanpa mengembalikan masalah kepada
Allah swt dan Rasul-Nya, kalian sesungguhnya tidak islami sekaligus tidak
Pancasilais.
Demi Allah swt,
kalian tidak islami sekaligus tidak Pancasilais. Sesat dalam hawa nafsu
sendiri-sendiri.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment