Monday, 17 July 2017

Meminjam Ayat Al Quran untuk Indonesia

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Al Quran itu sesungguhnya adalah petunjuk bagi orang-orang beriman dan pedoman bagi seluruh umat manusia. Siapa pun boleh menggunakan Al Quran sebagai pedoman hidupnya. Pemeluk agama apa pun boleh mempelajari Al Quran dan melaksanakannya. Orang-orang yang tidak beragama dan ateis pun boleh. Siapa saja berhak mendapatkan manfaat dari Al Quran karena Allah swt sesungguhnya Maha Penuh Cinta, Maha Pemberi Petunjuk, dan Maha Kasih Sayang.

            Thomas Jefferson pun menggunakan ayat-ayat Al Quran dalam memberikan dasar-dasar masukan bagi pendirian Negara Amerika Serikat dan itu tertulis jelas dengan huruf Arab dalam sejarah Amerika Serikat, terutama tentang kesamaan hak, kemanusiaan, kebebasan, dan keadilan. Cari saja ayat-ayat itu, banyak yang sudah meng-upload-nya di Youtube dan ditulis dalam berbagai artikel berbahasa Inggris.

            Indonesia yang jelas merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia sudah pasti tidak melepaskan Al Quran dalam hidup berbangsa dan bernegara. Bahasa-bahasa Al Quran selalu ada dalam perundang-undangan Indonesia meskipun tidak menggunakan bahasa Arab. Pancasila landasannya Al Quran, Pembukaan UUD 1945 pun berasal dari semangat Al Quran, bahkan mencantumkan kata Allah swt. Perda, Perwal, Perbup, Pergub, dan berbagai peraturan lainnya banyak yang terjiwai semangat Qurani.

            Kita pun bisa meminjam ayat Al Quran untuk digunakan Indonesia dalam membina hubungan manusia di Indonesia. Saya gunakan kata “meminjam” karena pelaksanaannya tidak sebagaimana yang tercantum dalam Al Quran, tetapi Indonesia dapat memanfaatkannya untuk kepentingan nasional.

            Ayat itu adalah potongan dari ayat Al Quran Surat Al-Fath ayat 29.

            “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka ….”

            Kita bisa meminjamnya dengan mengubah kalimatnya menjadi seperti berikut ini.

            “Indonesia adalah negeri karunia Allah dan orang-orang yang bersama Indonesia bersikap keras terhadap orang-orang asing, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”

            Pemahaman saya terhadap QS Al Fath 48 : 29 itulah yang saya pinjam agar bisa digunakan oleh bangsa Indonesia. Kalau tidak boleh dengan istilah “meminjam” karena mungkin ada yang mengatakan saya bidah atau sesat, saya bisa menggantinya dengan istilah “meniru”. Saya memang meniru ayat Al Quran agar kalimatnya bisa khusus untuk kepentingan Indonesia.

            Hasil kalimat tiruan saya itu memang sangat cocok dengan berbagai teori hubungan internasional. Dalam berbagai teori hubungan internasional, selalu memiliki kesamaan pandangan, yaitu bahwa setiap interaksi internasional yang terjadi harus berdasarkan kepentingan di dalam negeri sendiri. Artinya, hubungan internasional yang dilakukan Indonesia, baik negara, lembaga swasta, maupun pribadi, harus dilandaskan pada kepentingan diri sendiri dan bukan kepentingan orang lain atau bangsa lain. Sangat aneh jika kita berinteraksi secara internasional, tetapi menguntungkan orang lain dan merugikan diri sendiri. Saat ini memang teori-teori ini masih harus berlaku karena memang situasinya memaksa seperti itu. Meskipun demikian, teori-teori ini harus dibuang pada masa depan karena terlalu egois, tidak Islami, dan membatasi perasaan-perasaan kemanusiaan yang sesungguhnya tidak terbatas pada teritorial dan ras.

            Karena teori-teori ini masih berlaku, negara atau swasta yang berinteraksi secara internasional, tetapi menguntungkan bangsa lain dan merugikan bangsa sendiri, bisa jatuh menjadi “pengkhianat bangsa”. Wajar dia disebut pengkhianat karena merugikan bangsanya sendiri dan menguntungkan bangsa lain dari hasil menyedot energi bangsa sendiri.

            Hal yang paling benar dilakukan adalah kita sebagai warga bangsa Indonesia harus “keras” dalam arti “tegas” terhadap orang-orang asing ketika melakukan interaksi melewati batas-batas teritorial negara. Kita harus tegas tentang kedaulatan wilayah, politik, ekonomi, budaya, agama, adat, dan pandangan-pandangan hidup. Kita tidak boleh lembek dan terkesan patuh terhadap bangsa lain, bangsa apa pun dan dari mana pun, mau dari barat, timur, tengah, dan dengan bahasa apa pun. Kita harus tegas bahwa kita hidup adalah untuk mencapai kemakmuran lahir dan batin dengan cara Indonesia dan bukan dengan cara bangsa lain. Kita adalah kita. Mereka adalah mereka. Mereka tidak lebih baik dibandingkan kita. Kita adalah paling baik untuk kita sendiri. Kalau mereka mau mencontoh kita, kita persilakan saja. Kalaupun harus meniru dan belajar dari mereka, kita akan memilih yang sesuai dengan diri kita dan bukan sesuai dengan keinginan mereka. Seluruh sumber daya alam, sumber daya manusia, dan seluruh potensi Indonesia adalah untuk seluruh warga Negara Indonesia dan tidak boleh satu tetes pun yang dinikmati bangsa lain secara curang. Kalaulah ada yang curang berkolaborasi dengan bangsa lain dan merugikan bangsa sendiri, dialah pengkhianat yang harus dihentikan dengan keras. Itulah ketegasan yang harus dilakukan.

            Berbeda jika berhadapan dengan bangsa sendiri. Kita harus saling mengasihi, saling memberi, saling berbagi, saling mendorong, saling mencerdaskan, saling mengisi kekurangan, saling melindungi, dan saling-saling lainnya. Kita tidak boleh menganggap sesama bangsa sebagai musuh atau saingan berat. Kita tidak boleh saling menjatuhkan dan tidak boleh saling merugikan, bahkan tidak boleh saling fitnah agar kita menjadi bangsa yang kuat dan makmur bersama. Kita terlarang saling sikut, saling pukul, saling hina, dan saling caci karena kita adalah sama hidup di negeri yang diberkahi Allah swt. Kalaulah ada kesalahan di antara kita, bisa kita selesaikan dengan baik dengan cara Indonesia. Pendidikan, pelayanan kesehatan, pergerakan ekonomi, keamanan, dan keadilan adalah harus dilaksanakan dalam mewujudkan rasa kasih sayang di antara kita dan bukan saling menyedot energi yang ujungnya adalah keinginan bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Bahkan, pelaksanaan hukuman pun harus dilandaskan atas rasa kasih sayang, bukan kebencian. Negara harus melakukan hukuman adalah untuk menumbuhkan keadilan dan mengubah perilaku buruk menjadi perilaku positif, bukan melakukan penghukuman atas dasar kemarahan dan kebencian sehingga menutup kesempatan orang yang telah dihukum untuk berubah menjadi baik. Hukuman mati pun harus dalam rangka kasih sayang, yaitu menyayangi korban kejahatan dan menyayangi pelaku kejahatan agar dia terbebas dari tanggung jawab atas perbuatannya di akhirat kelak.

            Indonesia akan menjadi kuat jika kita menyadari bahwa kita harus tegas terhadap kepentingan dan pengaruh asing dari mana pun walaupun dengan dalih dasar agama apa pun, tetapi harus lembut dan penuh kasih di antara bangsa sendiri apa pun agamanya, apa pun sukunya, apa pun rasnya, bagaimana pun bentuk fisiknya. Sepanjang dia mencintai Indonesia dan menjaga kesepakatan negara yang bernama Indonesia, dia adalah saudara kita yang harus kita kasihi dan kita cintai.


            Sampurasun

No comments:

Post a Comment