Tuesday 12 January 2016

Indonesia dalam Pandangan Allah swt

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Setelah membaca bolak-balik Al Quran Surat Saba (34), saya mendapatkan sesuatu yang menarik yang membuat saya terus berpikir dan tidak bisa berhenti. Bahkan, pikiran ini terus ada meskipun saya berusaha menghilangkannya. Saya ingin berhenti memikirkannya karena saya takut salah, takut sesat, dan menyesatkan orang lain. Akan tetapi, saya tidak bisa berhenti. Dorongan untuk merenungkannya sangat tinggi sampai-sampai saya tidak bisa konsentrasi bekerja. Ada dua penerbit yang meminta saya menulis buku, tetapi saya tidak bisa  konsentrasi karena terus memikirkan Surat Saba. Memang jika saya mengalihkan aktivitas ke hal-hal yang bersifat fisik, misalnya, membuat kandang ayam, mengobati dan memberi makan ayam, bebek, dan itik, mencangkul di kebun, merapikan kolam ikan, atau mencabuti tanaman sayuran di kebun orang setelah minta izin tentunya, saya tidak lagi memikirkan Surat Saba. Akan tetapi, ketika aktivitas-aktivitas fisik itu berhenti, saya kembali lagi memikirkan Surat Saba.

            Saya ingin berbagi tentang pikiran saya mengenai Surat Saba dengan pembaca sekalian. Kalau segala yang saya tulis ini benar, itu datang dari Allah swt. Akan tetapi, jika saya salah, itu berasal dari kebodohan saya sendiri. Meskipun demikian, kalaupun saya salah, saya sudah dapat satu pahala, yaitu pahala berpikir. Kalau benar, saya mendapatkan dua pahala, yaitu pahala berpikir dan pahala pikiran yang benar. Oleh sebab itu, saya sangat senang jika ada yang memberikan tambahan atas tulisan saya ini, baik itu bantahan, koreksi, ataupun pelengkapan. Sepanjang disampaikan dengan konstruktif, saya akan sangat menghargai, tetapi jika disampaikan dengan cara tidak beradab, saya akan balik menghajar habis-habisan.

            Semua yang saya tulis dalam artikel ini berasal dari Surat Saba yang ada dalam Tafsir Al Quran Perkata: Dilengkapi Asbabun Nuzul & Terjemah yang disusun oleh Dr. Ahmad Hatta, M.A. terbitan Maghfirah Pustaka. Jadi, saya tidak mengambil sumber dari surat-surat lainnya, hanya Surat Saba, meskipun kisah tentang Saba ada pula pada surat-surat lainnya dalam Al Quran.


Ciri Indonesia dalam Surat Saba

1. Candi dan Fosil

“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam Bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit, dan apa yang naik kepadanya. Dan Dialah yang Maha Penyayang, Maha Pengampun.” (QS 34 : 2)

            Ketika terjadi bencana yang teramat dahsyat menimpa tanah air Indonesia pada masa lalu, baik oleh banjir besar maupun gempa vulkanik dan tektonik, Allah swt tahu benar apa saja yang tertimbun lumpur dan tanah karena banjir besar dan melesak jatuh terjerembab ke dalam tanah akibat gempa. Manusia, bangunan-bangunan megah seperti candi, binatang-binatang, tumbuhan, harta benda, dan lain sebagainya yang tertimbun tanah diketahui Allah swt secara detail

            Allah swt tahu apa saja yang kemudian keluar dari dalam tanah ketika manusia terheran-heran. Candi Borobudur dan berbagai candi lainnya kembali keluar tampak kepada manusia pada zaman ini agar manusia mendapatkan pelajaran darinya. Masih sangat banyak candi dan bangunan-bangunan lainnya yang terkubur dalam tanah. Allah swt tahu kapan candi-candi dan harta benda spektakuler lainnya akan keluar tampak ke hadapan manusia setelah terkubur ribuan tahun. Allah swt pun mungkin hanya tersenyum ketika para pekerja batu kapur di Padalarang, Bandung, terkaget-kaget menemukan berbagai biota laut yang terkubur di pegunungan kapur, kemudian keluar karena tercangkul oleh cangkul para pekerja. Bandung itu adalah dataran tinggi, sedangkan pegunungan batu kapur Padalarang adalah dataran yang lebih tinggi lagi daripada dataran tinggi Bandung.

                Secara akal akan sangat sulit dipahami, mengapa fosil-fosil makhluk laut bisa terpendam di pegunungan batu kapur?
                    
                    Bukankah pegunungan batu kapur Padalarang, Bandung itu sangat tinggi di atas permukaan laut?

                  Penjelasan logis satu-satunya adalah di Indonesia ini pernah terjadi bencana teramat dahsyat yang menyebabkan sebagian daratan tenggelam dan sebagian lainnya meninggi. Dasar-dasar laut yang kemudian meninggi tentu saja membawa serta makhluk-makhluk laut yang kemudian mati dan sejalan dengan waktu terkubur dalam waktu yang lama. Di samping itu, bisa pula bukan karena dasar laut yang meninggi menjadi pegunungan kapur, tetapi banjir besar yang membuat air laut sangat tinggi melahap semua yang ada di darat dan pegunungan, kemudian surut dengan meninggalkan biota-biota laut pada berbagai tempat yang telah dibanjirinya. Allah swt yang lebih tahu tentang hal itu. Manusia hanya mencoba mencari tahu dan menghasilkan dugaan yang bisa benar bisa pula salah.

              Dari beberapa nama tempat, kita bisa lihat pula bahwa pada masa lalu gunung-gunung di Indonesia ini dihajar banjir besar. Di Bandung ada nama Ujungberung dan jika dari Bandung melewati Gunung Tangkuban Parahu menuju Subang ada nama tempat Tanjungsiang. Nama-nama tempat itu menandakan bahwa wilayah tersebut pernah dipenuhi air mirip lautan lepas dalam arti tenggelam oleh banjir dahsyat. Ketika air surut ke laut yang sekarang, nama-nama tempat itu tidak ikut surut, malahan abadi sampai saat ini. Meskipun lautnya sudah surut, namanya tetap Tanjungsiang, padahal berada di tempat yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi di atas permukaan laut.
          
          Kalaulah ada yang menduga bahwa Nabi Nuh as adalah orang Indonesia, kemungkinan besar benar. Hal itu disebabkan sampai saat ini tak ada peristiwa banjir yang teramat dahsyat yang sampai menghancurkan sebuah peradaban, kecuali banjir teramat besar di Indonesia.
        
               QS 34 : 2 tersebut menjelaskan bahwa Allah swt tahu segala bencana yang pernah terjadi di Indonesia. Dunia harus setuju dengan hal itu karena memang peninggalan-peninggalan kebesaran Indonesia masa lalu masih banyak yang terkubur dan sedikit-sedikit tampak keluar ke hadapan manusia.


2. Penguasaan atas Jin

“Mereka para jin itu bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya, di antaranya, (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam, dan periuk-periuk (yang tetap berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS 34 : 13)

            Keturunan orang hebat, cerdas, dan kaya raya masa lalu tidak seluruhnya habis dibantai bencana alam. Ada banyak orang yang selamat dan tetap tinggal di Indonesia. Mereka inilah yang kemudian mewarisi kemampuan Nabi Sulaiman as dalam hal menguasai jin. Kita punya kisah Sangkuriang dan Roro Jongrang. Kedua kisah itu memperlihatkan bagaimana manusia berkemampuan tinggi mampu menguasai jin dan mempekerjakan jin sebagaimana Sulaiman as memerintah para jin. Ada ribuan bahkan jutaan jin yang terlibat dalam membendung sungai dan membangun candi. Itu memang hanya kisah, tetapi kisah itu pasti berasal dari pengalaman manusia yang kemudian dibumbui dengan berbagai informasi lainnya. Kalau mau lihat lebih nyata saat ini masih banyak manusia yang mampu menguasai jin. Ada banyak orang Indonesia pada berbagai pulau yang mampu memerintah dan mempekerjakan jin. Bahkan, ada yang pernah menjalankan bisnis jual beli jin. Pada musim pemilihan umum banyak para calon yang memanfaatkan orang-orang pemilik jin untuk kemenangannya. Sayangnya, para pemilik jin itu belum bisa melakukan hal sebagaimana yang dilakukan Nabi Sulaiman as dalam membangun bangunan besar yang menjadi ciri peradaban tinggi. Orang-orang saat ini hanya memiliki kemampuan yang jauh lebih sedikit. Demikian pula dengan para jin yang mereka kuasai, kemampuannya sangat terbatas. Para jin dan pemiliknya ini hanya baru bisa beraktivitas dalam urusan santet-menyantet, pelet-memelet, ramal-meramal, tuyul-menuyul, babi ngepet-mengepet, asih-pengasihan, wibawa-mewibawai, kebal-mengebal, dan obat-mengobati yang kadang berhasil kadang tidak. Tidak ada yang berupaya berkolaborasi dengan jin dalam hal yang lebih positif dan berpengaruh luas. Misalnya, membuat kesurupan gembong Narkoba, menjatuhkan para begal dari motor rampasannya, membuat linglung para teroris, membuat gila para koruptor, menebarkan penyakit eksim pada para pembohong yang ingkar janji, atau bekerja sama dengan kerajaan jin di Timur Tengah untuk bersatu padu menghajar Israel dalam membebaskan rakyat Palestina. 

            Kemana gerangan jin yang sakti-sakti zaman Nabi Sulaiman as itu?

            Di mana para keturunannya?

            Kemungkinan besar mereka juga musnah bersama manusia-manusia yang sangat kafir ditelan bencana mahadahsyat. Yang selamat hari ini dari bencana besar masa lalu hanyalah keturunan manusia dan jin berkemampuan minim yang berkolaborasi hanya untuk kepentingan ecek-ecek. Malahan, celakanya, mereka bekerja sama dalam mengganggu kehidupan manusia supaya tidak harmonis dan penuh pertengkaran.


3. Mempercepat Waktu Tempuh

“Dan Kami tundukkan angin bagi Sulaiman yang perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.” (QS 34 : 12)

            Allah swt memberikan ilmu pengetahuan yang luar biasa bagi Sulaiman as agar mampu menggunakan angin untuk mempercepat waktu tempuh dalam jarak yang teramat jauh. Dengan demikian, perjalanan yang normalnya memerlukan waktu satu bulan, hanya dapat ditempuh dalam satu atau dua jam.

            Ada yang bilang bahwa kisah dan profil Gatot Kaca itu terinspirasikan oleh kisah Sulaiman as. Ia mampu terbang ke sana ke mari dan menguasai angin dalam arti angin mendorongnya menuju tujuan yang hendak dicapainya.

            Kemampuan memperpendek waktu tempuh ini pun diwarisi oleh banyak orang Indonesia. Banyak tempat di Indonesia ini yang merupakan “jalan pintas” ke Mekah. Mereka hanya perlu waktu beberapa menit untuk sampai ke Mekah dari Indonesia. Di Tasikmalaya ada gua yang pernah dipakai salah seorang wali dan ulama sebagai tempat tembus ke Mekah. Hal ini pun dibenarkan dalam riwayat para sufi. Orang-orang saleh yang sakti ini sering melakukan shalat Jumat di Mekah dan Ashar di Mekah. Bahkan, ada wali yang terburu-buru shalat Ashar ke Mekah sampai lupa membersihkan tangannya yang masih belepotan oleh air bekas cucian. Ia tampaknya saat itu sedang mencuci perabotan di rumahnya, lalu teringat shalat Ashar, lalu segera pergi dan lupa membersihkan tangannya. Para wali yang lain yang lebih dulu sampai di Mekah mengingatkannya untuk segera membersihkannya.

            Sampai hari ini pun masih sangat banyak orang Indonesia yang memiliki kemampuan memperpendek waktu tempuh ini. Saya tahu dua orang dari mereka. Dulu waktu saya kecil, jalan tol belum ada. Jadi, waktu tempuh Bandung-Jakarta itu sekitar 6 s.d. 8 jam. Ada seorang paruh baya yang tidak pernah ingin naik bus jika berangkat ke Jakarta. Ia memilih berjalan kaki. Ketika ada acara rombongan pergi ke Jakarta, orang-orang normal berangkat menggunakan bus dan berangkat duluan. Ia belakangan dan berjalan kaki. Akan tetapi, ajaibnya ia lebih dulu sampai di Jakarta. Ia hanya perlu waktu satu sampai dengan dua jam Bandung-Jakarta dengan berjalan kaki. Ada pula seorang yang memiliki kemampuan ini diwawancarai oleh wartawan majalah Mangle tentang bagaimana caranya bisa seperti itu. Dia menjawab biasa saja dengan menerangkan jalan-jalan dan tempat serta belokan yang dilaluinya. Tak tampak ada yang gaib. Akan tetapi, ia pun menjelaskan bahwa ilmunya itu ingin diturunkan kepada anaknya, sayangnya anak-anaknya belum ada yang dianggap mampu meneruskan ilmunya. Saya juga pernah tahu seseorang yang mampu menggeser awan hanya dengan pikirannya. Ia pun mampu memperpendek waktu tempuh. Dia orang Surabaya dan punya pacar di Bandung. Ia berangkat dari Surabaya setelah Isya dan sampai tepat ke rumah pacarnya di Bandung pukul sembilan malam. Waktu yang sangat cepat.


4. Kesuburan Tanah, Keamanan, dan Kenyamanan

“Sungguh bagi kaum Saba ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun’.” (QS 34 : 15)

            Indonesia adalah negeri yang nyaman dan kaya dengan sumber daya alam serta hasil pertanian yang berlimpah. Negeri ini memiliki hanya dua musim yang membuat penduduknya gemar bersenang-senang dan bermalas-malasan. Pada berbagai kota di Jawa Barat ada tempat-tempat yang bernama Pamoyanan yang artinya tempat berjemur bermandikan Matahari yang hangat. Kalaupun Matahari menjadi panas menyengat, tak perlu susah-susah karena di tempat itu juga banyak pohon rindang yang nyaman untuk berteduh. Banyak sekali buah-buahan rupa-rupa yang lezat dan nikmat. Makanan pokok dari padi, yaitu beras adalah makanan yang penuh gizi kaya protein dan vitamin. Dari padi bisa lahir beraneka ragam makanan dan masakan. Pada masa lalu buah-buahan dan hasil panen bisa didapatkan dengan gratis dan sangat mudah. Bahkan, sampai hari ini pun masih ada daerah yang membiarkan orang memakan hasil kebunnya tanpa harus bayar asalkan dimakan di tempat itu. Kalau sudah dibawa pulang, pasti dikejar karena itu adalah pencurian. Tumbuh-tumbuhan yang ada pun bukan hanya nikmat untuk dimakan, melainkan pula berkhasiat untuk obat bagi banyak penyakit. Sekarang malahan kembali orang mencari khasiat dari tanaman untuk mengobati penyakitnya setelah obat-obat kimiawi tidak menyembuhkan penyakitnya. Malahan, saat ini banyak dokter yang jika sudah tidak mampu mengobati pasien menyarankan agar pasien dibawa pulang dan menggunakan obat-obat kampung. Obat-obat kampung adalah obat yang berasal dari tanaman langsung.

            Bukan hanya ada yang di permukaan Bumi kita bisa menikmati berbagai anugerah Allah swt, melainkan pula yang berada di dalam perut Bumi. Misalnya, emas, perak, tembaga, batu bara, besi, timah, nikel, dan lain sebagainya.
“Dan Kami jadikan antara mereka (penduduk Saba) dan negeri-negeri yang kami berkahi, beberapa negeri yang berdekatan, dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman.” (QS 34 : 18)

            Pada masa itu Indonesia bukanlah suatu negara kepulauan, melainkan sebuah benua yang besar dan dikelilingi oleh samudera yang luas. Bencana gempa dan banjir besar luar biasalah yang membuat Indonesia berubah menjadi negara kepulauan. Ketika masih merupakan suatu benua, Allah swt menganugerahkan keberkahan bukan hanya untuk Saba, melainkan pula negeri-negeri yang berdekatan dengan Saba. Perjalanan di antara negeri-negeri itu sangat dekat agar hubungan ekonomi, sosial, budaya, politik, dan agama dapat lancar dalam arus yang cepat. Dengan demikian, rakyatnya hidup makmur, tenang, dan berkecukupan. Karena tenang dan berkecukupan itulah, terjadi kehidupan yang aman dan tenteram jauh dari gangguan kriminalitas.

            Buat apa orang melakukan kejahatan jika hidupnya telah makmur?

            Meskipun Allah swt telah menghancurkannya berkeping-keping hingga menjadi negara kepulauan, tanda-tanda keberkahan dan kemakmuran itu masih dapat dilihat. Mereka yang selamat dari musibah luar biasa itu memulai kembali kehidupan baru dengan alam yang baru dan situasi baru. Mereka pun hampir berhasil mengembalikan kejayaan masa lalu meskipun berada dalam pulau-pulau yang terpisah. Mereka membentuk kerajaan-kerajaan kecil yang lambat laun menguat dan semakin makmur. Hal itu bisa dilihat dari bukti sejarah bagaimana keemasan Kerajaan Sunda Padjadjaran yang luas mencakup hampir seluruh wilayah nusantara meluas ke Kamboja dan setengah India. Kita masih menyimpan catatan kegagahan Kerajaan Perlak, Samudera Pasai, Sriwijaya, Kutai Kartanegara, Ternate, Tidore, Poli, Majapahit, Erlangga, dan lain sebagainya. Kekayaan kerajaan-kerajaan itulah yang membuat air liur para penjajah menetes tak berhenti-berhenti.

            Orang Indonesia hampir berhasil mengembalikan kejayaan prabencana dahsyat. Sayangnya, perkembangan itu terganggu dan hancur oleh penjajahan. Sejak VOC datang, kekusutan pada berbagai bidang terjadi dan menjurus ke kemusnahan. Beruntung Allah swt memberikan kemerdekaan kepada Indonesia sehingga kita bisa mulai lagi dari awal meskipun dengan terengah-engah.

            Keamanan Indonesia pada masa sebelum menjadi kepulauan pun bukan hanya disebabkan kemakmuran dan kekayaan, melainkan pula Allah swt melekatkan nilai-nilai yang sangat luhur kepada setiap manusia Indonesia sejak dalam kandungan. Hal ini bisa kita buktikan sampai hari ini.

            Adakah keinginan dalam hati kita yang terdalam untuk menjajah orang lain?

            Adakah hati kita mengatakan benar jika merugikan orang lain?

            Apakah kita merasa nyaman jika melukai perasaan orang lain?

            Apakah kita menganggap benar memiliki rasa iri dan dengki kepada orang lain?

            Apakah kita menganggap benar perbuatan fitnah?

            Apakah kita menganggap benar jika merugikan orang lain?

            Apakah kita merasakan nikmat jika telah membunuh orang lain?

            Jawaban dari semua itu tentu saja “tidak”. Kalaupun kita pernah atau telah melakukan keburukan, hati yang terdalam kita mengakui dengan jujur bahwa kita sudah melakukan kesalahan. Itulah nilai yang melekat dalam diri kita sejak kecil. Kalaupun lingkungan kita berperilaku buruk, kita dengan cepat mengetahui bahwa hal itu buruk dan tidak pernah membenarkan keburukan. Begitulah Allah swt menanamkan nilai-nilai luhur kepada diri kita.

            Tak heran jika pada masa lalu keadaan Indonesia sangat makmur dan aman. Hal itu disebabkan semuanya bisa dipenuhi dengan mudah dan setiap diri memahami dengan benar tentang kebaikan dan keburukan.


6. Buah Pahit

“Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan kami ganti kedua kebun mereka dengan kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsi dan pohon Sidr.” (QS 34 : 16)

            Dalam hasil penelitian K.H. Fahmi Basya lokasi yang disebut ayat di atas adalah gunung atau dataran tinggi Wanasaba yang dalam bahasa Jawa Wonosobo. Saat ini memang di kanan kirinya dipenuhi oleh hutan yang banyak pohon dengan buah yang rasanya pahit. Buah itu dikenal dengan nama buah mojo yang pahit. Dalam periode berikutnya menjadi sebuah kerajaan besar Mojopahit, ‘Majapahit’.

            Meskipun pahit, Allah swt tetap memberikan anugerah terhadap buah itu. Buah itu memiliki kandungan zat untuk mengobati berbagai penyakit khusus. Ketika salah seorang pembesar Jawa menjelajahi tanah Sunda, ia memerlukan obat yang berasal dari buah maja yang pahit itu. Akan tetapi, ia sangat sulit sekali menemukannya. Oleh sebab itu, wilayah yang sulit untuk mendapatkan buah maja itu diberi nama Majalangka, artinya daerah yang langka buah maja. Kita mengenal wilayah ini sekarang dengan nama Majalengka yang terletak di Provinsi Jawa Barat.


7. Kaum Terhormat

Asbabun nuzul QS 34 : 15-17 adalah:

“Ali bin Rabbah ra meriwayatkan bahwa ketiga ayat ini diturunkan berkenaan dengan Farwah bin Maslik al Ghatifi ra yang suatu ketika menemui Rasulullah saw dan berkata, ‘Rasulullah, kaum Saba adalah kaum yang terpandang di masa jahiliah. Aku khawatir mereka menolak masuk Islam. Bolehkah aku memerangi mereka?” (HR Ibnu Abi Hatim. Lihat Ibnu Katsir 4/316 dan Qurthubi : 8/5551)

            Baik Allah swt maupun Muhammad saw tidak memperbolehkan Farwah bin Maslik al Ghatifi ra untuk memerangi orang-orang Indonesia. Akan tetapi, Allah swt memberikan alat agar orang-orang Saba di Indonesia itu mau menerima Islam. Alat itu berupa firman Allah swt dalam QS 34 : 15-17.

            QS 34 : 15-17 itu seolah-olah merupakan saran atau modal atau bekal bagi Farwah bin Maslik al Ghatifi ra untuk mengingatkan kaum Saba agar beriman kepada Allah swt. Ketiga ayat tersebut adalah untuk menggambarkan kejayaan dan kemegahan kaum Saba sebelum hancur menjadi negara kepulauan serta akibat yang harus diderita kaum Saba setelah diterjang badai besar karena dosa-dosa mereka.

            Islam masuk ke Indonesia itu saat Muhammad Rasulullah saw masih hidup. Farwah berniat mendakwahi kaum Saba yang ada di Indonesia itu. Akan tetapi, ia ragu karena orang Indonesia itu kaya raya, terhormat, punyak banyak sumber daya alam, dan memiliki kerajaan-kerajaan yang sangat kuat.

Orang-orang Arab mengatakan Indonesia saat itu sebagai Jaziratul Muluk, ‘tanah yang banyak rajanya’.

Memang iya kan?

Dari Bandung ke Sumedang, sudah beda lagi rajanya. Lewat Tomo memasuki Kadipaten, beda lagi rajanya. Masuk ke Cirebon, pasti berubah lagi rajanya. Memutar ke kuningan, ada lagi raja yang lain. Begitu memang setiap wilayah di Indonesia ini.

Dakwah Islam di Indonesia semasa Rasulullah saw terus berlanjut. Para sahabat berdatangan ke Indonesia karena memang juga punya bisnis di Indonesia. Menurut Dr. H. Gunawan Undang, Drs., M.Si., hal itu bisa dilihat dari salah satunya hadits-hadits mengenai pengurusan jenazah yang mengharuskan penggunaan “kapur barus”.

Memangnya dari mana Rasulullah saw beserta para sahabat mendapatkan kapur barus?

Di Mekah sebelah mana yang bisa menghasilkan kapur barus?

Di Yatsrib sebelah mana yang merupakan penghasil kapur barus?

Di wilayah Jeddah mana yang menghasilkan kapur barus?

Kapur barus itu didapatkan mereka dari Indonesia. Dari Pulau Jawa.

Bukan hanya kepada kaum Saba para sahabat dan tabiin serta penerusnya menyebarkan Islam, melainkan pula ke seluruh wilayah Indonesia. Menurut Abah Dedi Effendi, pelukis kenamaan tingkat dunia yang lukisannya pernah ditayangkan di Metro TV dan mendapatkan rekor dari Muri, ketika Muhammad Rasulullah saw masih hidup, orang Sunda sudah ada yang beragama Islam. Mereka hanya kelompok kecil sekitar enam sampai dengan delapan orang. Bukti lainnya adalah adanya pedang Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi Muhammad saw, yang dimiliki oleh salah seorang raja Sunda, yaitu Raja Panjalu Borosngora.

Raja Panjalu Borosngora disebut-sebut sebagai raja Sunda pertama yang memeluk Islam. Ketika beliau ke Mekah, Ali bin Abi Thalib memberinya hadiah sebuah pedang. Pedang ini sampai saat ini masih dijaga oleh keluarga Raja Panjalu. Pedang ini selalu dicuci dalam ritual tertentu setiap minggu keempat bulan Maulud dalam acara “Nyangku”. Ribuan orang Kabupaten Ciamis selalu mengikuti prosesi pencucian pedang ini.

Acara Nyangku adalah ritual sebagai media untuk dakwah Islam. Orang-orang diingatkan untuk selalu jujur, berperilaku baik, dan berhati bersih. Nyangku sendiri bisa diartikan sebagai Nyaangan Laku, ‘memberi penerang pada perilaku’ agar manusia bisa berperilaku dengan baik. Bisa pula diartikan Nyaangan Kuring, ‘menerangi diri’ agar diri tercerahkan untuk berperilaku lebih baik.


8. Kaya Raya dan Banyak Anak

“Dan setiap Kami mengutus seorang pemberi peringatan kepada suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) berkata, ‘Kami benar-benar mengingkari apa yang kamu  sampaikan sebagai utusan.’

Dan mereka berkata, ‘Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab’.” (QS 34 : 34-35)

            Indonesia seperti yang telah diterangkan sebelumnya memiliki banyak penguasa dan banyak negeri. Setiap Allah swt memberikan utusan, orang-orang mewah di Indonesia pada berbagai kerajaan itu suka membantah dan mengingkarinya. Oleh sebab itu, dijatuhkanlah hukuman yang mengerikan hingga negeri ini menjadi kepulauan.

            Memiliki banyak anak adalah kelakuan orang Indonesia yang sudah nyata. Banyak anak banyak rezeki itu memang terjadi secara nyata pada masa lalu. Jika kita lihat sejarah Indonesia sebelum kedatangan penjajah Belanda dengan VOC-nya, tanah adalah milik bersama. Slogan petani saminis adalah tanah, air, dan hutan milik bersama. Tak sejengkal tanah pun di Indonesia yang merupakan hak milik individu atau kelompok. Setiap orang bebas mengelola tanah yang diinginkannya sepanjang tanah itu kosong dan tidak ada yang menggarapnya. Dengan memiliki banyak anak, tentunya semakin banyak tenaga yang menggarap tanah. Tanahnya pun bertambah luas.

            Menurut pembaca, berapa ukuran sebuah keluarga yang memiliki banyak anak?

            Lima anak atau sepuluh anak? 15, 20, 25?

            Angka-angka itu masih terlalu sedikit untuk ukuran orang Indonesia masa lalu. Ada yang sampai memiliki ratusan anak dari puluhan istri.

            Teman saya yang saya sebutkan tadi namanya Dr. H. Gunawan Undang, Drs., M.Si. adalah keturunan bangsawan Dalem Sawidak. Nama itu adalah gelar. Sawidak artinya  enam puluh. Dalem Sawidak artinya “Tuan Enam Puluh”. Angka enam puluh itu berasal dari jumlah anaknya yang enam puluh. Artinya, Si Tuan Yang Punya Enam Puluh Anak.

            Saya suka berkelakar kepadanya, “Itu leluhur kamu punya enam puluh anak. Gimana ngebiayain sekolahnya?”

            Teman saya yang lain menimpali, “Dulu mah nggak dikasih akta kelahiran dan KTP.”   

Teman ayah saya pernah 45 kali menikah. Sudah bisa dipastikan anaknya sangat banyak sampai dia sendiri tidak hapal siapa nama anaknya dan berasal dari istri yang mana.

Dengan banyak anak, semakin luas pula tanah yang bisa digarap, semakin kaya raya pula mereka. Begitulah orang Indonesia menjadi sangat kaya raya pada masa lalu. Dengan harta yang banyak dan anak yang juga banyak dari banyak istri, mereka lupa kebenaran dan menyombongkan dirinya sehingga menolak seruan untuk mengabdi kepada Allah swt.
Akan tetapi, sejak kehadiran penjajah Belanda dan VOC, tanah, air, dan hutan tidak lagi milik bersama. Penjajah Belanda menarik seluruh rakyat mendekat mengelilingi pusat pemerintahan agar mudah ditarik pajaknya. Setiap keluarga diberi tanah seluas 2.000 ha untuk digarap dan tidak boleh berpindah-pindah lagi. Akibatnya, banyak terjadi penjualan tanah oleh rakyat kepada orang yang lebih banyak punya uang. Hasilnya, yang sudah membeli banyak tanah menjadi tuan tanah dan yang mulai sedikit tanahnya sampai akhirnya habis dijual hanya menjadi petani penggarap. Dimulailah kemiskinan yang merajalela sampai dengan hari ini.

Jika kita tidak mampu mengembalikan sistem pergaulan hidup seperti masa lalu, kemiskinan akan terus menemani penduduk Indonesia. Hal itu disebabkan akan selalu ada orang serakah yang merugikan orang lain, koruptor yang bekerja sama dengan para pencuri, dan penguasa yang menjadikan jabatannya sebagai perusahaan pribadinya. Seharusnya, kembalikan sistem hidup dengan berdasarkan pengalaman keemasan sendiri, tetapi jaga dengan pengabdian kepada Allah swt. Dengan begitu, insyaallah, Indonesia akan menjadi negeri yang baik, nyaman, makmur, dan penuh ampunan Allah swt.


9. Penyembah Malaikat dan Jin

“Dan ingatlah pada hari ketika Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Dia berfirman kepada para malaikat, ‘Apakah kepadamu mereka dahulu ini menyembah?’
Para malaikat itu menjawab, “Mahasuci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.’” (QS 34 : 40-41)

Mengapa Allah swt bertanya kepada para malaikat bahwa orang-orang Indonesia ini menyembah malaikat?

Mengapa pertanyaan itu timbul dari Allah swt?

Hal itu disebabkan Allah swt tahu bahwa orang Indonesia ini gemar sekali menyembah malaikat yang ditugasi oleh para bos malaikat untuk mengurusi hal tertentu. Malaikat-malaikat itulah yang disebut dengan para dewa. Di dunia perdewaan dikenal banyak dewa yang mengurusi hal-hal tertentu, misalnya, yang mengurusi hujan ada Dewa Hujan, yang mengurus angin ada Dewa Angin, Dewa Percintaan, Dewa Lautan, Dewa Tanaman, Dewa Api, Dewa Bintang, Dewa Kematian, Dewa Kehidupan, Dewa Rezeki, Dewa Kemarahan, Dewa Petir, dan sebagainya. Memang Allah swt melimpahkan pengurusan berbagai hal di dunia ini kepada para malaikat. Setiap urusan dikuasakan kepada malaikat tertentu, baik itu untuk kehidupan, kegembiraan, kesusahan, maupun kematian. Yang kita ketahui dan hapal ada sepuluh malaikat. Itu adalah bos-bos malaikat. Untuk urusan panen padi, pasti dikelola oleh Malaikat Mikail yang bertugas membagi-bagikan rezeki. Mikail pasti punya anak buah untuk soal panen padi, hujan, kemajuan peternakan, pengembangan perusahaan, dan lain sebagainya. Nah, orang Indonesia itu justru menyembah para pengurus setiap urusan itu atau menyembah malaikat-malaikat yang mereka sebut dewa. Itulah sebabnya Allah swt bertanya kepada malaikat tentang hal itu dan para malaikat tidak membantahnya. Bahkan, malaikat semakin menyudutkan orang Indonesia karena berperilaku lebih bodoh lagi, yaitu menyembah jin.

            Penyembahan terhadap malaikat-malaikat yang mereka sebut dewa itu memang terjadi dan tandanya tetap ada sampai saat ini. Pulau Bali disebut Pulau Dewata, artinya pulau tempat banyak malaikat yang disebut dewa. Demikian pula tanah Sunda tempat saya lahir disebut tanah Parahyangan, ‘tempat para dewa bersemayam’. Hal itu menunjukkan bahwa orang Indonesia ini gemar sekali menyembah dewa yang sesungguhnya adalah malaikat yang ditugasi oleh para bos malaikat untuk mengurus berbagai urusan di dunia ini.

            Ketika orang memuja pengurus padi dan mengharapkan keberhasilan panen padi, mereka memanggil nama-nama pengurus itu sesuai keinginan mereka sendiri, ada yang menyebutnya Dewi Sri, adapula yang menyebutnya dengan nama lain. Orang Baduy menyebut pengurus padi itu Nyai Pohaci.

            Mana yang benar, Dewi Sri atau Nyai Pohaci?

            Ketika panen berhasil, mereka pun berterima kasih kepada para pengurus itu yang sesungguhnya adalah malaikat ciptaan Allah swt.

Tak heran jika Allah swt bertanya kepada para malaikat, “Apakah kepadamu mereka dahulu ini menyembah?”

Untuk penyembahan pada jin, jangan ditanya lagi, orang Indonesia ini memang jagonya. Ketika Nabi Sulaiman as diketahui telah wafat, para jin itu girang bukan main karena terbebas dari beban-beban yang teramat menyiksa dan menghinakan. Mereka tak lagi dikuasai oleh Nabi Sulaiman as. Mereka bebas sebebas yang mereka kehendaki. Keluyuran kemana saja mereka mau. Mereka adalah jin-jin sakti berilmu pengetahuan tinggi sehingga mampu membuat berbagai bangunan spektakuler yang mampu bertahan sampai abad ini. Di antara mereka yang kafir berkolaborasi dengan manusia untuk menciptakan hal-hal hebat dan menakjubkan. Sebagai balasannya, jin-jin kafir yang sakti itu meminta penyembahan dan pengorbanan manusia. Para manusia pun setuju. Terjadilah peradaban tinggi yang hebat yang disebut-sebut karya para dewa, baik di bidang teknologi maupun sosial, tetapi sesungguhnya mengantarkan kehidupan ke arah kehancuran.

Ketika para jin kafir dan manusia kafir itu mencapai kejayaannya, penolakan terhadap Allah swt menjadi-jadi hingga menimbulkan kemurkaan Allah swt. Banjir besar dan gunung berapi meletus di segala arah secara bersamaan pun terjadi. Jin kafir dan manusia kafir itu pun gulung tikar ditenggelamkan ke dalam lautan dan dibenamkan ke dalam tanah. Indonesia yang dulunya sebuah benua yang satu pun hancur berkeping-keping menjadi negara kepulauan.

Mereka yang masih diselamatkan adalah jin-jin dan manusia-manusia berkemampuan minim yang harus mulai lagi dari awal membangun peradaban baru. Meskipun tinggal para jin berkemampuan minim, manusia Indonesia ini masih saja banyak yang menyembah jin. Saat ini masih banyak penyembahan terhadap jin secara sembunyi-sembunyi di tempat-tempat yang juga gelap dan tersembunyi. Mereka meminta perlindungan dan keselamatan pada para jin. Demikian pula jin kafir menakut-nakuti manusia dengan penyakit, kecemasan, penampakan, kekhawatiran yang kadang-kadang tidak beralasan.


10. Gemar Bermain Sihir

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang, mereka berkata, ‘Orang ini tidak lain hanya ingin menghalang-halangi kamu dari apa yang disembah oleh nenek moyangmu,’ dan mereka berkata, ‘(Al Quran) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan saja.’ Dan orang-orang kafir berkata terhadap kebenaran ketika kebenaran (Al Quran) itu datang kepada mereka, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.’” (QS 34 : 43)

            Karena hubungan dengan jin kafir yang begitu sering dan olah spiritual yang menyimpang sering dilakukan, banyak sekali orang Indonesia yang mendalami ilmu sihir untuk niat jelek, baik itu menjatuhkan, menghancurkan, merugikan orang lain atau mengukuhkan posisi pribadinya secara tidak halal. Ketika kekuatan-kekuatan sihir mereka berhasil dikalahkan oleh mukjizat Al Quran, mereka pun segera menuding bahwa Al Quran adalah sihir yang nyata.

            Kisah pertarungan antara sihir yang dinetralisir oleh ayat-ayat Al Quran ini banyak terdapat dalam kisah para wali di Indonesia ini. Demikian pula sampai hari ini banyak santet, guna-guna, dan sihir lainnya yang selalu dikalahkan oleh ayat-ayat Al Quran. Meskipun kebenaran Al Quran telah tampak nyata dan mampu mengalahkan sihir mereka, tetap saja mereka tidak mau beriman kepada Allah swt. Bahkan, dengan kesombongan dan kedengkiannya mereka menuding keras bahwa Al Quran adalah sihir yang nyata. Meskipun banyak ayat Al Quran yang telah menyembuhkan orang-orang sakit dalam arti berguna sebagai pengobatan untuk menolong orang lain, mereka tak juga beriman karena mereka kehilangan pengikut atau konsumen yang dulu selalu mendatangi mereka untuk menyelesaikan berbagai masalah.


11. Kekayaan Tiada Tara

“Dan orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul), sedang orang-orang itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada orang-orang terdahulu itu, namun mereka mendustakan para rasul-Ku. Maka (lihatlah) bagaimana dahsyatnya akibat kemurkaan-Ku.” (QS 34 : 45)

            Allah swt memberikan pengetahuan kepada Nabi Muhammad saw tentang Indonesia. Orang-orang Indonesia ketika daratannya masih berbentuk benua adalah manusia-manusia cerdas, kuat, dan kaya raya. Orang-orang Indonesia yang sezaman dengan Rasulullah saw ketika Indonesia sudah menjadi negara kepulauan pun sangat kaya raya melebihi orang-orang Mekah, tetapi kekayaannya itu masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan orang-orang Indonesia ketika negerinya  masih berbentuk benua. Perhatikan ayat tadi.

            “... orang-orang itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada orang-orang terdahulu itu ….”

            Kekayaan orang Indonesia yang sudah sangat kaya pada zaman Muhammad saw itu masih jauh di bawah kekayaan orang-orang Indonesia masa lalu sebelum banjir dan gempa besar. Orang-orang Indonesia yang sezaman dengan Muhammad saw kekayaannya masih belum sampai 10% dibandingkan dengan orang-orang Indonesia masa lalu. Betapa kaya raya dan hebatnya orang-orang Indonesia saat itu.

            Meskipun demikian, Allah swt mengingatkan bahwa orang-orang Indonesia yang teramat kuat dan kaya raya itu melakukan dosa-dosa besar yang membuat murka Allah swt. Oleh sebab itu, Allah swt mengirimkan banjir besar yang melahap seluruh daratan dan menerjang gunung-gunung hingga gunung-gunung tinggi pun hanya menjadi tepi pantai akibat terjangan banjir lautan lepas. Buktinya, kan sudah saya sebutkan bahwa di atas dataran tinggi Subang dekat Gunung Tangkuban Parahu ada nama wilayah Tanjungsiang yang artinya tanah menjorok di bibir pantai.

            Dengan ayat itu diharapkan orang-orang Indonesia mengingat dan memahami berbagai dosa yang telah dilakukan leluhurnya sehingga bersedia beriman kepada Allah swt. Hal itu disebabkan Allah swt bisa mengulangi lagi hukumannya, bahkan lebih dahsyat jika orang-orang Indonesia tidak juga beriman kepada Allah swt.


Dosa-Dosa Orang Indonesia

Ada banyak dosa yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia pada masa lalu ketika daratannya masih berbentuk benua. Dosa-dosa itu sangat besar sehingga mengakibatkan kemurkaan Allah swt. Banjir besar teramat dahsyat disertai gunung berapi meletus dan gempa tektonik yang terjadi bersamaan membuat daratan Indonesia hancur berkeping-keping menjadi kepulauan yang kurang lebih berjumlah 17.000 pulau. Di samping itu, banyak kota, kekayaan, dan bangunan-bangunan megah yang melesak jatuh terkubur ke dalam tanah dan tertutupi lumpur banjir. Dengan demikian, untuk mengeluarkannnya kembali ke hadapan publik, diperlukan dana miliaran, bahkan mungkin triliunan rupiah yang bisa berhasil ataupun tidak.


1. Mengingkari Hari Kiamat

“Dan orang-orang kafir berkata, ‘Hari Kiamat itu tidak akan datang kepada kami.’ ….” (QS 34 : 3)


2. Menganggap Diri Mampu Melawan Azab

“Dan mereka berkata, ‘Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab’.” (QS 34 : 35)

“Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka akan memperoleh azab, yaitu azab yang sangat pedih.”  (QS 34 : 5)

            Azab adalah hukuman atas pengingkaran dan perbuatan dosa. Karena orang-orang Indonesia sangat kuat, cerdas, pandai, kaya-raya, dan banyak anak. Mereka menggunakan berbagai ilmu dan teknologi untuk menentang azab-azab yang diancamkan kepada mereka. Mirip orang-orang bodoh dari Amerika Serikat itu saat ini yang membangun bunker anti-kiamat, kemudian dijual dengan harga mahal. Para pembeli dan penjualnya merasa aman berada di dalam bunker. Bloon.

Akan tetapi, apa yang terjadi?

Telah hancur sebuah benua menjadi pulau kecil-kecil yang terpecah yang sekarang bernama Indonesia.


3. Tidak Bersyukur kepada Allah swt

“Sungguh bagi kaum Saba ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun’.

Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan kami ganti kedua kebun mereka dengan kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsi dan pohon Sidr.” (QS 34 : 15-16)

Tanah yang subur, rezeki berlimpah, negeri yang aman, cuaca yang hangat, situasi yang menyenangkan adalah anugerah yang sangat besar. Tak banyak yang Allah swt pinta kepada orang Indonesia, yaitu “bersyukur”. Akan tetapi, orang-orang Indonesia “berpaling”, tidak bersyukur.


4. Serakah dan Cinta Dunia

“Maka mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami,’ dan (berarti mereka) menzalimi diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur.” (QS 34 : 19)

            Permohonan mereka kepada Allah swt sangat bertolak belakang dengan kebijaksanaan Allah swt. Mereka menginginkan jarak perjalanan di antara negeri-negeri dalam daratan benua Indonesia menjadi jauh. Mereka lebih suka jarak di antara negeri-negeri itu makin jauh. Padahal, Allah swt sangat sayang dan mencintai mereka dengan membuat jarak antara Saba dengan negeri-negeri penuh berkah di sekelilingnya sangat berdekatan, mudah dicapai, dan membuat arus perdagangan menjadi sangat lancar. Hal itu sebagaimana yang Allah swt sampaikan:

            “Dan Kami jadikan antara mereka (penduduk Saba) dan negeri-negeri yang kami berkahi, beberapa negeri yang berdekatan, dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman.” (QS 34 : 18)

            Mengapa orang-orang kaya Indonesia itu lebih suka jarak yang jauh daripada jarak yang dekat?

            Dr. Ahmad Hatta, M.A. dalam Tafsir Al Quran Perkata menjelaskan bahwa jarak yang dekat dengan arus ekonomi yang teramat lancar membuat para pengusaha  sulit untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi. Para pengusaha harus rela berbagi dengan banyak perusahaan dalam berbisnis di lokasi berdekatan dengan konsumen yang itu-itu juga. Para pengusaha tidak sabar dan kurang bersyukur dengan keadaan itu. Mereka ingin lebih cepat kaya. Oleh sebab itu, mereka ingin jarak yang lebih jauh di antara negeri-negeri itu. Dengan jarak yang jauh antarnegeri, mereka bisa melakukan monopoli di wilayah kekuasaannya masing-masing sehingga konsumen terpusat hanya pada satu atau sedikit perusahaan. Jarak yang jauh membuat konsumen enggan untuk mencari perusahaan lain untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka pasti memilih yang paling dekat dengan mereka.

            Akan tetapi, Allah swt tampaknya tidak mengabulkan permohonan mereka hingga mereka tetap hidup berdekatan dan berkembang tidak sesuai dengan nafsu-nafsu mereka. Akibatnya, mereka kecewa dan terus kecewa. Kekecewaan itu sesuai perjalanan waktu berubah menjadi kekafiran hingga membuat mereka lupa terhadap Allah swt, terlalu sibuk dengan bisnis dan teknologinya serta menyombongkan dirinya sebagai manusia paling unggul dan hebat tidak mungkin terkena azab dan kiamat. Kesombongan dan kekafiran itu terus-menerus terjadi dari satu generasi ke generasi lainnya hingga beralih menyembah para malaikat sebagai pengurus urusan tertentu. Bahkan, menyembah pula ciptaan-ciptaan Allah swt yang mudah mereka lihat, seperti, Matahari, Bulan, bintang, patung, pohon, batu, air terjun, ataupun gunung.


5. Menyembah Dewa dan Berhala serta Mengikuti Iblis

Pergeseran keimanan dari menyembah Allah swt menjadi menyembah dewa yang sesungguhnya malaikat itu membuat orang-orang Indonesia semakin tersesat. Mereka malah menyembah sesuatu yang bisa mereka lihat, rasakan, dan dengar. Mereka pun menyembah Matahari, Bulan, batu, pohon, gunung, dan lain sebagainya.

            Kekecewaan akibat dari ketidaksabaran dan ketidakbersyukuran kepada Allah swt, membuat keimanan mereka goyah dan semakin hancur. Iblis yang dulu menolak sujud kepada Adam as pun ikut nimbrung membuat orang-orang Indonesia semakin tersesat. Kepiawaian, kecerdasan, dan kekuatan Iblis telah mampu membuat orang-orang Indonesia melupakan Allah swt benar-benar dan tunduk serta patuh dalam komando Sang Iblis.

            Perhatikan ayat berikut:

“Dan sungguh, Iblis telah dapat meyakinkan terhadap mereka kebenaran sangkaannya, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian dari orang-orang Mukmin.” (QS 34 : 20)


6. Mendustakan Para Rasul

Sebelum bencana banjir terbesar sepanjang sejarah manusia sampai hari ini serta gempa vulkanik dan tektonik terjadi berbarengan, Allah swt telah mengirimkan banyak rasul untuk Indonesia. Allah swt masih sangat berharap agar orang-orang Indonesia kembali kepada-Nya dan mengabdi hanya kepada-Nya. Para rasul itu dibekali pula pengetahuan oleh Allah swt mengenai azab besar yang akan menimpa Indonesia jika tetap mengingkari Allah swt. Akan tetapi, orang-orang Indonesia yang sudah sangat bandel dan terkuasai Iblis itu menolak dan mengingkari para rasul yang telah diutus Allah swt. Bahkan, mereka meragukan, menolak, dan menganggap diri mampu melawan azab Allah swt.

            Perhatikan ayat berikut:

“Dan setiap Kami mengutus seorang pemberi peringatan kepada suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) berkata, ‘Kami benar-benar mengingkari apa yang  kamu sampaikan sebagai utusan.’

Dan mereka berkata, ‘Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab’.” (QS 34 : 34-35)

Para rasul itu diutus bukan hanya untuk negeri Saba, melainkan pula negeri-negeri yang berdekatan dengan Saba. Negeri-negeri itu berada dalam benua Indonesia.

Perhatikan pula ayat berikut:

“Dan orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul), sedang orang-orang itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada orang-orang terdahulu itu, namun mereka mendustakan para rasul-Ku. Maka (lihatlah) bagaimana dahsyatnya akibat kemurkaan-Ku.” (QS 34 : 45)


Hukuman Terbesar untuk Indonesia

Indonesia pada masa lalu disepakati oleh para peneliti dan arkeolog dunia sebagai sebuah pulau besar atau benua yang membentang luas. Namanya Sundaland, ‘tanah Sunda’. Setelah Allah swt menghancurkannya, muncul istilah Sunda Besar yang meliputi pulau-pulau besar dan Sunda Kecil yang meliputi pulau-pulau lebih kecil.

             Banyak peneliti yang menyatakan bahwa dari benua Sundaland-lah dimulainya seluruh peradaban manusia yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Hal itu disebabkan manusianya yang berkualitas unggul dalam teknologi, peradaban, kekayaan, kemakmuran, kekuatan, dan berbagai kesempurnaan lainnya. Orang-orang masih berdebat yang perdebatan itu tampak bukan dari sisi akademis, tetapi dari sisi kekagetan dan keengganan untuk mengakui peradaban Indonesia adalah yang paling unggul di muka Bumi ini. Bagi saya yang terlahir sebagai orang Sunda, tenang-tenang saja karena saya yakin bahwa memang awal mula peradaban manusia ini berasal dari tanah tempat saya lahir.

Mengapa saya begitu yakin?

Saya suka sekali bertanya-tanya dan mencari tahu arti nama dari setiap tempat atau wilayah. Nama-nama wilayah itu pasti punya sejarah dan makna tertentu. Di tanah Sunda ini ada gunung yang bernama Salakanagara.

Apa arti dari salakanagara?

Dalam bahasa Sunda salakanagara berarti sasakala nagara. Dalam bahasa Indonesia memiliki arti awal mula negara. Di tempat inilah dimulainya peradaban berbangsa dan bernegara yang menyebar ke seluruh dunia.

Karena di Indonesia ini tempat awal mulanya peradaban dunia, tak heran orang-orangnya sangat kaya, cerdas, kuat, dan makmur. Akan tetapi, sayang mereka melakukan banyak dosa sebagaimana yang dijelaskan Allah swt dalam Surat Saba. Akibatnya, peradaban yang tinggi dan benua yang spektakuler itu hancur lebur berkeping-keping, berantakan. Di samping itu, banyak pula hukuman lainnya yang ditimpakan kepada Indonesia oleh Allah swt.


1. Allah swt Mengabulkan Doa Orang Indonesia

            Saya sudah jelaskan permintaan orang-orang Indonesia untuk menjauhkan jarak di antara negeri-negeri yang berdekatan. Doa itu tidak dikabulkan Allah swt. Mereka pun menjadi kecewa dan terus kecewa hingga berubah kafir, bahkan menjadi pengikut setia Iblis. Parahnya, mereka dengan sangat sombong menganggap diri mampu melawan azab karena kekayaan, kecerdasan, teknologi, dan keturunan yang banyak.

            Perhatikan ayat berikut:

“Maka mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami,’ dan (berarti mereka) menzalimi diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur.” (QS 34 : 19)

Ketika orang Indonesia benar-benar menjadi pengikut setia Iblis yang diakibatkan kekecewaan atas ketidaksabaran dan ketidakbersyukuran mereka ditambah mendustakan para rasul, Allah swt segera mengabulkan doa mereka. Permintaan orang Indonesia pun dikabulkan, yaitu menjauhkan jarak di antara negeri yang berdekatan.

Allah swt mengabulkannya dengan cara mengirimkan banjir dahsyat dan gempa vulkanik serta tektonik. Bencana besar itu benar-benar menjauhkan jarak serta mempersulit perjalananan. Hal itu disebabkan Indonesia yang asalnya Benua Sundaland menjadi hancur berkeping-keping menjadi wilayah kepulauan terbesar di dunia.

“… Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya….”

Perubahan dari daratan yang satu menjadi belasan ribu pulau kecil-kecil yang dipisahkan oleh lautan adalah jelas menjauhkan jarak dan mempersulit perjalanan. Itulah yang diinginkan oleh orang-orang Indonesia saat itu.

Dalam bahasa Sunda Allah swt itu seolah-olah nyungkun kepada orang Indonesia. Nyungkun itu mempunyai arti memberikan sesuatu karena dipaksa, tetapi sebenarnya tidak setuju dan tidak senang untuk memberikannya. Hal ini bisa dicontohkan terhadap orangtua yang sudah sangat kesal dan marah kepada anaknya yang masih Balita yang terus-terusan merengek, menangis keras, marah-marah, banting itu-banting ini, menjerit memekakan telinga hanya karena keinginannya tidak dipenuhi. Sang Orangtua memang tidak ingin dan tidak akan pernah setuju terhadap keinginan anak Balitanya untuk bermain-main dengan pisau dapur yang tajam. Akan tetapi, Si Anak terus-terusan memusingkan orangtuanya karena ingin pisau dapur beneran bukan mainan. Si Anak menyangka akan asyik bermain dengan pisau itu. Akan tetapi, karena tidak disetujui oleh orangtuanya, Si Anak melakukan hal-hal yang membuat orangtua sangat kesal. Saking kesal dan marahnya, akhirnya orangtuanya pun mengizinkan pisau itu dimainkan anaknya. Sikap memberikan izin kepada Sang Anak untuk memainkan pisau dapur itu disebut nyungkun biar Si Anak tahu akibat dari keinginannya yang jelas salah itu. Ketika tampak akan seolah-olah mendapatkan kegembiraan, rasa senang Si Anak segera terhenti karena beberapa jari tangannya terluka tersayat pisau dapur tajam itu hingga mengeluarkan banyak darah. Tangisan yang lebih keras pun dari Si Anak terdengar teramat nyaring melebihi tangisannya ketika meminta pisau itu.

Orangtuanya segera bilang dengan keras, “Kenapa? Sok terusin aja main pisaunya supaya putus itu semua jari! Kenapa berhenti mainnya? Sakit? Rasain luh!”

Begitu juga Allah swt terhadap orang Indonesia.

Seolah-olah Allah swt berkata kepada orang Indonesia, “Bukankah ini yang kalian dulu inginkan? Tuh, sudah aku jauhkan jarak negeri-negeri kalian! Kenapa kalian lari kesana-kemari? Takut? Sakit? Rasain sendiri!”

Benarlah kata Allah swt, “… (berarti mereka) menzalimi diri mereka sendiri….”

Akan tetapi, bagaimanapun juga yang namanya orangtua tetap sayang sama anaknya. Orangtua itu segera meraih anaknya, kemudian membersihkan lukanya, mengobatinya, bahkan sampai membawanya ke dokter. Orangtuanya ingin anaknya sembuh. Meskipun demikian, jari-jari tangan Si Anak yang beberapa sudah tersayat terluka hampir terpotong itu tidak segera sembuh. Untuk sembuh, perlu proses yang cukup waktu dan rasa sakit yang harus selalu dirasakan Sang Anak ketika dalam proses penyembuhan. Sang Anak akan selalu menangis ketika perban luka di jarinya dibuka. Tangisan itu jadi makin keras ketika orangtuanya mengobati tangannya. Tangisan Si Anak berlanjut karena perban di jari tangannya harus diganti oleh orangtuanya dengan yang baru dan itu sangat menyakitkan. Tangisan tak segera berhenti karena Sang Anak harus meminum obat yang rasanya sangat pahit, jauh lebih tidak enak dibandingkan dengan permen yang manis. Tangisan pun perlahan berhenti karena Si Anak letih menangis sampai tertidur. Tangisan memang berhenti dan rasa sakit tak ada lagi, tetapi jarinya masih belum sembuh, masih perlu waktu beberapa hari lagi untuk sembuh. Itu artinya, tangisan-tangisan dia masih akan terdengar dalam beberapa hari ke depan dan itu sangat menyakitkan.

Di samping itu, telinga Si Anak akan terus mendengar nasihat orangtuanya yang itu-itu juga, “Makanya, kalau dikasih tahu itu harus patuh. Kalau dibilangin jangan, ya jangan. Lihat akibatnya! Sakit kan?”

Orangtuanya terus mengingatkan Si Anak agar tidak mengulangi lagi perbuatannya dan tidak menginginkan lagi sesuatu yang dipandang berbahaya oleh orangtuanya. Orangtua Si Anak tidak menginginkan anaknya celaka untuk kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya oleh pisau yang tajam atau oleh keinginan-keinginan lainnya yang membahayakan.

Begitupula dengan Indonesia. Allah swt tetap sayang kepada Indonesia. Allah swt memberikan kesempatan kepada keturunan orang-orang Indonesia yang hebat-hebat yang masih tetap tinggal di tanahnya itu meskipun telah berkeping-keping untuk memperbaiki dirinya dan kembali menjadi orang-orang hebat, bahkan lebih hebat daripada nenek moyangnya. Akan tetapi, untuk sampai kembali seperti nenek moyangnya, bahkan lebih hebat, lebih makmur, dan lebih perkasa harus melewati beberapa proses “penyembuhan” seperti Si Anak tadi. Bangsa Indonesia harus merasakan sakit penderitaan yang berkepanjangan. Kita harus mulai lagi dari awal sambil menderita dan terus menderita sampai penderitaan itu sembuh sesuai dengan proses penyembuhan itu sendiri. Sakit memang, bingung memang, kesal memang, marah memang, sedih memang, malu memang, tersingkir memang, tetapi itu semua adalah kondisi yang harus diterima bangsa Indonesia karena pada masa lalu memiliki keinginan yang sangat merugikan dirinya sendiri, sebagaimana keinginan anak balita terhadap pisau dapur yang tajam.

Bangsa Indonesia memang akan kembali sehat, hebat, dan perkasa, tetapi harus melewati proses jatuh-bangun berkali-kali dalam waktu yang panjang seperti Si Anak tadi yang akan terus-menerus menangis sebelum tangannya sembuh benar. Setelah tangan Si Anak sembuh, segera ia dapat bermain seperti sediakala, bahkan akan lebih ceria dan kuat karena ia tumbuh dari Balita menjadi anak-anak yang lebih cerdas, patuh, dan sehat. Demikian pula bangsa Indonesia yang jika sudah sembuh, akan lebih kuat, lebih pintar, lebih kuat, dan lebih berkuasa di seluruh dunia. Segala peradabannya yang tinggi dan harta karun kekayaannya yang terbesar di dunia yang telah lama terpendam kembali muncul ke permukaan Bumi.

Hal itu sebagaimana yang disampaikan Muhammad saw, “Kiamat tidak akan datang sebelum seluruh perhiasan dunia dikeluarkan dari dalam perut Bumi.”

Di samping kembali menguasai peradaban dan harta kekayaannya yang sejak lama terpendam, bangsa Indonesia pun akan tumbuh menjadi bangsa terhebat di muka Bumi karena akan menciptakan peradaban baru. Peradaban baru itu merupakan gabungan kekuatan dari peradaban lama dengan peradaban modern yang dimilikinya. Hanya Indonesia yang memiliki itu. Negeri-negeri lain tak punya itu!

Meskipun demikian, dalam proses penyembuhan, Allah swt tak pernah bosan mengingatkan bangsa Indonesia melalui orang-orang beriman untuk tidak lagi mengulangi kesalahannya pada masa lalu dan tidak menginginkan, bahkan melakukan hal-hal bodoh yang bisa membuatnya celaka untuk kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Jika Si Anak kembali memainkan pisau dapur dan menginginkan atau melakukan hal-hal yang tidak disetujui orangtuanya, dia akan celaka lagi, bahkan lebih celaka menyakitkan dan penderitaannya akan berulang, bahkan lebih menyakitkan. Demikian pula bangsa Indonesia. Jika bangsa Indonesia mengulangi kesalahannya seperti pada masa lalu dan menginginkan atau melakukan hal-hal yang tidak disetujui Allah swt, kita akan kembali hancur, bahkan lebih lebih hancur dan penderitaan kita akan berulang, bahkan lebih menderita dan lebih panjang waktu kesedihan yang harus kita alami.


2. Menjadi Tujuan Penjajah Serakah

Tidak seluruh manusia Indonesia yang Allah swt hancurkan dan timpakan azab. Hanya orang-orang yang sangat kafirlah yang dibenamkan ke dalam Bumi dan ditenggelamkan ke lautan lepas. Hal itu sebagaimana pernyataan Allah swt sendiri.

            “Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS 34 : 17)

            Firman Allah swt tersebut menegaskan bahwa hanya orang-orang yang terlalu kafir yang ditimpakan azab. Artinya, ada orang-orang yang selamat dari bencana itu, yaitu orang-orang kafir yang tidak keterlaluan kafirnya dan orang-orang yang beriman. Ketika banjir besar dahsyat melanda, gunung berapi meletus bersamaan, dan gempa tektonik meruntuhkan daratan, orang-orang berlarian kesana-kemari ketakutan, sebagian ada yang menyelamatkan diri dan harta benda yang dapat mereka bawa dengan menggunakan perahu untuk mencari daratan baru, sebagian lagi berlarian ke daratan-daratan yang lebih tinggi dan ke gunung-gunung. Mereka sangat cemas dan khawatir terhadap nasib mereka sendiri. Kekalutan, kegalauan, kegelisahan, kecemasan, kesedihan, dan penderitaan bercampur menjadi satu menghancurkan seluruh harapan dan mengerdilkan jiwa-jiwa yang sombong. Pikiran mereka kusut dan semrawut, tak tahu apa lagi yang harus dilakukan.

            Allah swt sangat tahu dengan kondisi orang-orang itu. Oleh sebab itu, Allah swt menenangkan mereka semuanya. Ketika mereka semua telah tenang, barulah tersadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan sekaligus mengakui dengan sejujur-jujurnya bahwa para rasul yang pernah mereka dustakan itu menyampaikan berita yang benar tentang azab Allah swt. Hal ini sebagaimana yang dikisahkan oleh Allah swt sendiri.

            “Dan syafaat (pertolongan) di sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang telah diizinkan-Nya (memperoleh syafaat itu). Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, ‘Apa yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘(Perkataan) yang benar,’ dan Dialah Yang Mahatinggi, Mahabesar.” (QS 34 : 23)

            Orang-orang kafir yang selamat mendadak beriman dan orang yang sudah beriman menjadi lebih beriman lagi dalam keadaan lemah dan berputus asa ketakutan. Peradaban dan kehidupan yang luar biasa mengagumkan itu hancur musnah dalam sekejap tak bersisa.

            Ini mirip dengan yang akan terjadi nanti ketika kiamat tiba. Sebetulnya peristiwa banjir yang meluluhlantakan Benua Sundaland menjadi Negara Kepulauan Indonesia adalah kiamat juga. Akan tetapi, itu kiamat kecil, kiamat sughro. Kiamat yang nanti itu adalah kiamat besar, kiamat akbar. Beruntung hanya kiamat kecil karena mereka tersadar dari kesalahannya dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri meskipun apa yang dipunyai mereka telah hilang sirna. Berbeda dengan kiamat besar nanti yang seluruh manusia akan tersadar juga terhadap kedurhakaan yang telah mereka lakukan sekaligus membenarkan kerasulan para nabi. Akan tetapi, nanti itu tidak ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Semua pintu taubat telah tertutup.

            Hendaknya peristiwa yang pernah terjadi di Benua Sundaland ini menjadi pelajaran agar seluruh manusia beriman kepada Allah swt dan tak perlu menyesal ketika semuanya sudah terlambat. Para penduduk Indonesia yang diselamatkan dari banjir besar itu juga sebenarnya telah terlambat karena mereka beriman setelah semuanya lenyap, tetapi tidak “terlalu terlambat” karena masih memiliki kesempatan untuk berbuat lebih baik. Jika kiamat besar nanti terjadi, memang semuanya lenyap dan kesempatan untuk memperbaiki diri lenyap pula. Itu lebih mengerikan.

            Orang-orang yang berlarian menuju berbagai daratan Asia, Eropa, Afrika, Barat, Timur, Utara, Selatan menggunakan perahu dan berbagai kendaraan lainnya yang kita tidak tahu apa namanya karena toh mereka bisa juga terbang dengan teknologinya yang tinggi itu, membawa serta harta benda berharga mereka dan kisah-kisah mengagumkan tentang negerinya yang telah hancur dan tenggelam itu. Mereka pun memahami benar pengingkaran mereka kepada Allah swt. Kisah-kisah itu mereka bawa dan ceriterakan di negeri-negeri tempat mereka yang baru. Kisah-kisah itu diturunkan dari generasi yang satu ke generasi lainnya secara turun temurun. Kisah kehebatan negeri Indonesia pada saat masih Benua Sundaland tersebar ke seluruh penjuru dunia. Begitulah Allah swt memang berkehendak kisah ini menjadi buah pembicaraan di seluruh dunia.

            “… maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan ….” (QS 34 : 19)

            Cerita luar biasa tentang negeri yang hancur itu sampai pula ke telinga Plato. Kemudian, Plato menamakan negeri mengagumkan yang hilang dan hancur itu sebagai The Lost World Atlantis. Kita menyaksikan dan mendengar sampai hari ini dunia yang telah hilang itu selalu menjadi bahan perbincangan dan perdebatan yang tak pernah berhenti. Perbincangan dan perdebatan itu ada yang didasarkan pada keangkuhan ras dengan mengaku-aku bahwa ras merekalah yang menjadi penduduk Atlantis itu, ada yang didasarkan pada kesetiaan terhadap pengetahuan dan sejarah, adapula yang disandarkan pada keserakahan duniawi, namun ada juga yang memperbincangkan bersandarkan pada kebodohan.

            Orang-orang Indonesia yang berlarian ke seluruh penjuru dunia itu membawa pula berbagai ilmu dan teknologi di kepala mereka. Di tempatnya yang baru mereka mengembangkan berbagai ilmu pengetahuannya. Mereka bersama dengan penduduk setempat berkembang dari zaman ke zaman hingga menguasai banyak teknologi. Hasilnya, pengetahuan yang berkembang di wilayah barat lebih tinggi dan maju dibandingkan dengan yang di Indonesia.

            Hal tersebut dimungkinkan karena orang-orang Indonesia yang berlarian ke berbagai penjuru Bumi itu adalah orang-orang yang lebih kaya dan lebih pintar karena menguasai atau memiliki banyak kendaraan untuk melarikan diri. Adapun orang-orang yang selamat dari bencana yang tetap tinggal adalah orang-orang yang lebih lemah dan lebih miskin dibandingkan orang yang pergi ke luar negeri.

            Meskipun demikian, saya menduga dengan sangat keras bahwa orang-orang pintar Indonesia yang menyelamatkan diri ke luar negeri itu adalah yang kepintarannya sangat rendah, bahkan mungkin berasal dari orang rendahan. Hal itu bisa dilihat dari kemajuan teknologi saat ini yang masih teramat rendah dibandingkan dulu. Buktinya, sampai hari ini tak ada orang tercerdas pun di dunia ini yang mampu menerangkan tentang bagaimana Candi Borobudur dibangun dan kembali membuatnya hingga bertahan ribuan tahun. Pada zaman dulu ada jin yang mampu memindahkan Borobudur dari wilayah kekuasaan Ratu Balqis di kawasan Candi Boko di Kabupaten Bantul ke tempatnya yang sekarang ini dalam waktu yang sangat cepat, yaitu sebelum Sulaiman as berdiri dari duduknya. Akan tetapi, ada manusia yang lebih cerdas dibandingkan jin itu, yaitu mampu memindahkan Borobudur sebelum Sulaiman as berkedip. Memang buktinya ada, Borobudur pun pindah dari kawasan Candi Boko ke tempatnya sekarang. Itu adalah teknologi yang teramat tinggi. Cara membuat candinya saja orang-orang sekarang belum tahu, apalagi cara memindahkannya yang dengan menggunakan kekuatan 60.000 kali kecepatan cahaya. Artinya, teknologi teramat tinggi di Benua Sundaland benar-benar musnah bersama orang-orang cerdasnya berikut jin-jin yang sangat cerdas pula yang bekerja di bawah komando Sulaiman as. Kemungkinan besar mereka adalah orang-orang dan jin-jin cerdas yang kemudian menjadi sangat kafir sehingga dimusnahkan Allah swt.

            Berita dan kisah tentang keluarbiasaan orang-orang Indonesia yang tersebar ke seluruh penjuru dunia ini terdengar pula oleh orang-orang serakah dan para penguasa yang juga tamak harta benda. Hampir semua petualang di dunia mencari dunia yang hilang ini karena sangat banyak kekayaan yang dimilikinya. Di antara mereka ada yang tersesat, ada yang tidak sampai dan kembali lagi, adapula yang sampai kemudian melakukan penjajahan di Indonesia.

            Christoper Columbus adalah penjelajah yang tersesat dalam mencari Indonesia. Setelah ia merayu dan meyakinkan penguasa dan bangsawan di negerinya agar membiayai ekspedisinya ke Indonesia, ia pun segera berlayar. Sangat sulit sebelumnya ia meyakinkan orang-orang berkuasa dan kaya raya di negerinya untuk membiayai dirinya berlayar ke Indonesia. Masih sangat banyak orang yang tidak percaya dengan kekayaan Indonesia dan menganggapnya hanya mitos. Setelah Columbus memperlihatkan perhiasan emas, permata, dan berlian yang berasal dari Indonesia yang mungkin berasal dari orang-orang Indonesia yang selamat dan berlari ke luar negeri itu, barulah Columbus mendapatkan banyak dana dan izin untuk berlayar.  Tampaknya Columbus yang tamak, penguasa yang tamak, dan para bangsawan yang juga tamak melihat banyak keuntungan apabila ekspedisinya berhasil. Ia pun berlayar mencari Indonesia dengan berbagai pengetahuan yang dimilikinya tentang Indonesia dari berbagai ceritera yang beredar dari generasi ke generasi. Akan tetapi, ia tersesat. Ketika sampai di daratan yang sekarang menjadi Amerika Serikat, ia melihat orang-orang yang ciri-cirinya mirip dengan yang ada dalam ceritera-ceritera tentang Indonesia. Oleh sebab itu, ia menyangka telah sampai ke tanah Indonesia. Ia bergembira dan menyebut orang-orang yang ditemuinya itu sebagai orang Indonesia. Saat itu nama Indonesia belum ada, hanya dikenal dengan nama Indi, Indische, Hindi, atau Hindia. Columbus pun menyebut mereka dengan sebutan Indians, maksudnya orang-orang yang dulu tinggal di Benua Sundaland. Ia memang tersesat. Di samping itu, memang orang-orang Indian yang ditemuinya itu merupakan pula orang-orang yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Kemungkinan mereka juga salah satu kaum yang pernah tinggal di kawasan Sundaland jika dilihat dari warna kulit, ukuran tubuh, kegemaran melakukan sihir, dan kebiasaan melakukan kontak dengan para jin.

            Negeri-negeri yang berhasil sampai ke Indonesia benar-benar mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Mereka menikmati kekayaan alam Indonesia meskipun masih sebatas kulit Bumi terluar Indonesia, belum sampai menikmati yang masih disembunyikan Allah swt di dalam perut Bumi Indonesia. Karena mereka pada dasarnya orang-orang tamak, mereka pun melakukan penjajahan di Indonesia ini untuk mendapatkan kesenangan, kemakmuran, dan kekuasaan yang lebih banyak lagi. Bahkan, perusahaan pertama di dunia ini yang dikelola secara modern lahir di Indonesia, yaitu VOC. Perusahaan ini adalah perusahaaan tertua di dunia sekarang ini.

            Sementara itu, orang-orang Indonesia yang tetap tinggal yang merupakan keturunan orang-orang yang diselamatkan dari azab Allah swt harus menderita berulang-ulang dalam kepedihan yang mendalam. Paling tidak Ir. Soekarno mengatakan ada enam negara yang menyedot kekayaan alam serta keringat dan darah rakyat Indonesia, yaitu Belanda, Amerika Serikat, Jerman, Portugis, Inggris, dan Jepang.

            Begitulah Allah swt menghukum Indonesia. Setelah dihancurkan berkeping-keping, lalu mulai memperbaiki diri sampai hampir berhasil, dihukum lagi oleh keserakahan penjajahan.

            Akan tetapi, ingat Allah swt sebetulnya sayang kepada Indonesia dan berniat menyembuhkannya sebagaimana orangtua yang menyembuhkan anak balitanya yang terkena pisau. Penjajahan Belanda yang sangat lama itu pun merupakan “obat penyembuh” bagi Indonesia. Ketika bangsa Indonesia memperbaiki dirinya pada lokasi yang berjauhan karena telah hancur berkeping-keping menjadi 17.000 pulau, Allah swt mempersatukannya kembali melalui penjajahan Belanda. Sakit memang, menderita pasti, terhina jelas, tetapi penjajahan Belanda itu “menyembuhkan”. Obat itu pahit, mengganti perban pada luka di tangan juga sakit, tetapi menyembuhkan. Dengan penjajahan Belanda, Indonesia yang terpencar-pencar itu bersatu padu dan mengikrarkan diri sebagai bangsa yang satu, bertanah air satu, dan berbahasa yang satu, yaitu Indonesia. Melalui diplomasi Ir. Soekarno, ribuan pulau itu adalah Indonesia.

            Mana saja wilayah Indonesia?

            Wilayah Indonesia adalah “seluruh wilayah bekas penjajahan Belanda” tanpa kecuali. Itu artinya Allah swt kembali “mendekatkan” negeri-negeri yang telah berjauhan akibat dari keinginan dan kerakusan nenek moyang kita itu. Dengan bersatunya negara kepulauan ini, perjalanan antarnegeri di Indonesia kembali lebih mudah dan lebih cepat.

            Saya dari Bandung ke Bali hanya perlu waktu satu jam kurang dengan menggunakan pesawat terbang dan hanya membayar tiket pesawat. Mau tinggal berapa lama juga bebas-bebas saja. Bahkan, pindah rumah pun bisa.

            Coba bayangkan jika Bandung dijajah Belanda, sedangkan Bali dijajah Italia. Pasti keduanya akan jadi negara yang berbeda. Perbedaan negara itu akan membuat sulit perjalanan dan menambah waktu tempuh karena ada banyak persyaratan administrasi yang harus dipenuhi berikut pemeriksaan yang harus dilalui dengan lebih rumit. Waktu tinggal pasti terbatas. Kalau mau pindah rumah, belum tentu bisa.

            Di samping mempersatukan negeri-negeri yang telah berjauhan itu, penjajahan pun meninggalkan banyak hal, yaitu teknologi, pendidikan, sistem politik, dan perusahaan-perusahaan yang dapat digunakan untuk mengelola kekayaan alam Indonesia. Kita tidak bisa memungkiri mendapatkan pula itu semua meskipun hanya dalam skala sangat kecil. Itu artinya, perlahan namun pasti Allah swt mengembalikan banyak pengetahuan ke tempatnya berasal. Selama berabad-abad orang-orang barat itu telah mendapat pengetahuan dari para pelarian bencana besar di Indonesia dan mengembangkannya sampai sekarang ini. Melalui penjajahan, pengetahuan itu kembali lagi, bahkan kita bisa lebih hebat dan sudah terbukti mampu mendorong anak-anak bangsa menjadi orang-orang yang sangat cerdas jika setiap dirinya diberi kesempatan untuk berkembang dan didorong untuk berprestasi.

            Anak-anak Indonesia telah berhasil menjuarai berbagai perlombaan pengetahuan tingkat dunia. Kita telah mampu menjadi juara olimpiade fisika, kimia, biologi, matematika, dan pembuat robot terhebat di dunia. Anak-anak pesantren Jatiwangi telah menemukan Energi Baru dan Terbarukan dari bahan nabati kemiri sunan untuk mengganti energi fosil sebagai bahan bakar minyak. Hanya perlu dorongan lebih serius untuk memperbanyaknya dan menjadikannya alternatif komersial.

            Saat ini banyak anak muda Indonesia yang dikirim ke luar negeri untuk mempelajari banyak hal. Itu adalah dalam rangka “penyembuhan” agar kembali sehat sebagaimana sebelum bencana mengerikan itu. Apalagi saat ini sangat keras dorongan masyarakat yang juga diamini oleh pemerintah bahwa jika terjadi kerja sama pengelolaan sumber daya alam dengan pihak asing, harus disertai dengan adanya upaya “alih teknologi”. Hal itu dimaksudkan agar bangsa kita kembali memiliki teknologi yang telah lama hilang.

            Allah swt pun menjaga sumber daya alam Indonesia untuk pemiliknya yang sah, yaitu rakyat Indonesia. Cara menjaganya adalah dengan rasa nasionalisme yang tinggi. Jika ada pihak-pihak yang berupaya melakukan upaya curang untuk memberikan manfaaat kekayaan alam Indonesia kepada pihak asing dengan tidak sah, rakyat akan menghinanya dan negara akan menghukumnya sebagai koruptor.

            Allah swt menginginkan penduduk Sundaland sembuh dan kembali seperti sediakala, bahkan lebih hebat. Oleh sebab itu, Allah swt akan menyingkirkan segala hal yang mengganggu “kesembuhan” ini.  Allah swt akan membongkar kejahatan para koruptor karena jika masih ada, kekayaan alam Indonesia dan yang masih terpendam dalam perut Bumi akan lari ke orang-orang yang tidak sah. Allah swt akan menyingkirkan para teroris karena jika masih ada, negeri ini tidak akan aman. Allah swt akan mempermalukan orang-orang curang karena akan merusak berbagai hubungan sosial dan ekonomi. Allah swt akan memusnahkan para kriminal, seperti, para gembong Narkoba dan berbagai sindikat lainnya karena mereka hanya akan menghambat otak-otak bangsa yang seharusnya sehat.


Sikap Kita

Sadari diri bahwa nenek moyang kita telah melakukan kesalahan. Sadari pula diri bahwa kita adalah keturunan orang-orang cerdas, hebat, kuat, dan berteknologi tinggi. Belajar dan bekerjalah dengan lebih giat hingga Allah swt menganggap pantas kita menerima kembali kehebatan kita. Tetaplah beriman kepada Allah swt agar kita tak mendapatkan hukuman sebagaimana yang diterima nenek moyang kita.

            Ketika kita mampu menguasai berbagai teknologi saat ini, berarti tinggal satu langkah untuk kembali pada teknologi tertinggi yang pernah ada di dunia, yaitu mempelajari teknologi berdasarkan pengalaman fisik dan pengalaman spiritual. Perhatikan bagaimana Sulaiman as dan orang-orang yang di sekitarnya membangun peradaban dengan pengalaman fisik dan spiritual yang mampu memindahkan Borobudur dengan kecepatan 60.000 kali kecepatan cahaya. Hasil teknologi masa kini yang digabungkan dengan kecanggihan teknologi masa lalu akan membuat Indonesia negeri yang menguasai dunia dalam hal apa pun.

            Sadari bahwa segala yang ada di Bumi Indonesia, baik yang ada di permukaan maupun yang masih tersimpan dalam perut Bumi adalah hak milik kita sebagai ahli waris dari penduduk terhebat yang pernah ada di dunia ini. Jangan biarkan para pencoleng murahan merampoknya dengan orang-orang lain.

            Yakini pula bahwa seluruh perhiasan yang ada di dalam Bumi Indonesia akan dikeluarkan Allah swt sebelum kiamat tiba. Itu semua harus kita pergunakan untuk pengabdian kepada Allah swt.

            Tetapkan dalam hati kita bahwa apa pun yang dianugerahkan Allah swt kepada kita adalah hanya untuk kita kembalikan kepada Allah swt dalam pengabdian kita yang tulus kepada Allah swt.


No comments:

Post a Comment