oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sejak kejadian Bom Thamrin,
Jakarta Pusat, 14 Januari 2016, banyak suara dan pihak yang memberikan
pandangan dan masukan untuk melakukan pencegahan dan penanganan terorisme di
Indonesia. Baik, pemerintah, legislatif, maupun masyarakat memberikan banyak
komentar untuk langkah-langkah selanjutnya. Akan tetapi, komentar, pendapat,
pandangan itu sudah mengarah ke lebay,
‘berlebihan’.
Saya sangat berharap pemerintah dan petinggi negeri
lainnya di Indonesia ini tidak berlebihan yang akan mengacaukan ajaran Islam
dalam menangani terorisme ini. Saya melihat sekarang segala hal yang mengarah
pada “kekerasan’ dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya. Padahal, tidak
selalu.
Islam itu mengajarkan ‘kekerasan” itu jelas dan jangan
direduksi atau dikacaukan oleh pandangan-pandangan kontemporer yang berlebihan
tanpa pengetahuan. Kekerasan memang diajarkan dalam Islam untuk hal-hal
positif. Kekerasan itu bukan harus dihilangkan, melainkan harus diarahkan pada
hal-hal yang positif. Paling tidak, saya melihat bahwa Islam mengajarkan
kekerasan itu untuk membela diri,
menegakkan keadilan, serta menegakkan
hak dan kehormatan. Islam tidak mengajarkan kekerasan untuk tujuan di luar
ketiga hal itu.
Jangan sampai telinga kita dipengaruhi oleh orang-orang
lebay yang menginginkan ajaran Islam “direduksi”.
Bahaya sekali jika ada buku atau guru atau ustadz atau
dosen yang mengajarkan jihad dianggap
sebagai suatu kekerasan. Padahal, Indonesia bisa merdeka pun pada intinya
sangat didorong oleh kekerasan yang diajarkan Islam. Para kiyai menyuarakan semangat
untuk melawan, bahkan membunuh para penjajah yang telah melakukan banyak
keburukan di Indonesia.
Bukankah itu kekerasan?
Ya, itu adalah kekerasan, tetapi diarahkan pada hal yang
positif.
Jihad itu “wajib” diajarkan, baik itu dalam arti sempit
maupun arti luas. Jihad itu adalah point ketiga yang harus dicintai oleh umat
Islam setelah Allah swt dan Rasululullah saw. Bahkan, rasa cinta pada jihad ini
harus lebih besar dibandingkan rasa cinta kita kepada orangtua. Urutan rasa
cinta orang Islam itu adalah Allah swt, Muhammad saw, dan jihad. Setelah urutan
itu, ada rasa cinta kepada orangtua, masyarakat, pekerjaan, dan lain
sebagainya.
Saran dari Menkumham RI yang saya baca dari news sticker salah satu stasiun televisi
swasta pun saya pandang sebagai “berlebihan”. Ia mengatakan seolah-olah bahwa
orang Indonesia harus dilarang berperang di luar negeri.
Apa itu?
Itu bisa mereduksi dan mengacaukan ajaran Islam.
Saya ingatkan bahwa umat Islam itu bersaudara di mana
saja negaranya. Jika saudaranya disakiti, sudah kewajiban sesama muslim untuk
memberikan pertolongan. Kita tahu di Bosnia pernah terjadi pembunuhan massal
terhadap kaum muslim. Kita tahu bahwa tanah milik rakyat Palestina dirampas
oleh Israel. Masih banyak contoh lainnya.
Apakah untuk membela manusia dan kemanusiaan, terutama
sesama muslim yang dianiaya merupakan sebuah pelanggaran?
Banyak yang pergi ke Bosnia dan pulang baik-baik saja
sebagai orang baik. Untuk Palestina, kebetulan saja orang-orang Palestina tidak
membutuhkan bantuan manusia untuk berperang.
Mereka bilang, “Jangan kirim orang, kami punya banyak.”
Hal yang sangat mereka butuhkan adalah obat-obatan dan
makanan.
Kita
memang mengirimnya kan?
Saya khawatir jika ada aturan yang mereduksi ajaran Islam,
malahan akan membuat aksi-aksi terorisme menjadi-jadi di Indonesia. Ingat
ketika terjadi kerusuhan di Ambon, Poso. Orang-orang dari Pulau Jawa banyak
yang berangkat ke sana. Ketika ada aparat atau bagian dari pemerintah melarang
mereka dan menghalangi mereka, kemarahan pun terjadi.
Mereka bilang, “Kita mulai jihad di sini!”
Artinya, mereka akan memulai jihad di kota-kota Pulau
Jawa. Ancaman Ini benar-benar ada dan banyak media yang memberitakannya. Saya
juga baca dari media.
Jika kaum muslim Indonesia dilarang oleh aturan untuk
membela saudaranya di seluruh dunia ini, Indonesia benar-benar akan menjadi
medan jihad. Hal itu disebabkan pemerintah mengekang hak untuk melaksanakan
ajaran Islam. Dengan demikian, jihad akan dimulai di Indonesia oleh kaum muslim
Indonesia.
Itukah yang pemerintah inginkan?
Larangan untuk berperang di luar negeri adalah salah
besar. Seharusnya, larangan itu adalah untuk melarang siapa pun orang Indonesia,
agama apa pun, untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris. Ada banyak
kelompok teror di dunia ini dari berbagai agama. Ada IRA, FARC, Macan Tamil
Elam, dan sebagainya. Jangan melarang umat Islam Indonesia untuk membela
saudaranya.
Pemerintah harus tegas dengan larangan untuk bergabung
dengan kelompok-kelompok teroris. Oleh sebab itu, pemerintah pun harus secara
jelas, terang, utuh, dan masuk akal menerangkan organisasi-organisasi yang
dianggap pemerintah sebagai teroris. Jangan sampai masyarakat kebingungan
dengan informasi yang beredar. Maksudnya, ketika pemerintah mengatakan suatu
kelompok adalah teroris, tetapi masyarakat mendapatkan informasi lain bahwa
kelompok yang dituding pemerintah itu adalah para penegak kebenaran.
Kalau aturan untuk tidak boleh berperang di luar negeri itu
diberlakukan, berarti pemerintah sudah mengacaukan dan mereduksi ajaran Islam
sekaligus berkhianat terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Preambul UUD 1945 itu menyatakan dengan
jelas bahwa penjajahan di muka Bumi harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Jika di belahan Bumi yang lain ada manusia yang melakukan
penjajahan atas manusia lainnya, apakah patut orang Indonesia dilarang untuk
berperan serta menghentikan penjajahan?
Kalau pemerintah belum mampu menghapuskan penjajahan di
muka Bumi ini dengan militer resminya, jangan halangi siapa pun yang ingin
berperang untuk menghapuskan penjajahan di mana pun berada, agama apa pun.
Jangan lebay.
Jangan berlebihan!
No comments:
Post a Comment