Thursday 21 January 2016

Jangan Lebay Menghadapi Terorisme

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Sejak kejadian Bom Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016, banyak suara dan pihak yang memberikan pandangan dan masukan untuk melakukan pencegahan dan penanganan terorisme di Indonesia. Baik, pemerintah, legislatif, maupun masyarakat memberikan banyak komentar untuk langkah-langkah selanjutnya. Akan tetapi, komentar, pendapat, pandangan itu sudah mengarah ke lebay, ‘berlebihan’.

            Saya sangat berharap pemerintah dan petinggi negeri lainnya di Indonesia ini tidak berlebihan yang akan mengacaukan ajaran Islam dalam menangani terorisme ini. Saya melihat sekarang segala hal yang mengarah pada “kekerasan’ dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya. Padahal, tidak selalu.

            Islam itu mengajarkan ‘kekerasan” itu jelas dan jangan direduksi atau dikacaukan oleh pandangan-pandangan kontemporer yang berlebihan tanpa pengetahuan. Kekerasan memang diajarkan dalam Islam untuk hal-hal positif. Kekerasan itu bukan harus dihilangkan, melainkan harus diarahkan pada hal-hal yang positif. Paling tidak, saya melihat bahwa Islam mengajarkan kekerasan itu untuk membela diri, menegakkan keadilan, serta menegakkan hak dan kehormatan. Islam tidak mengajarkan kekerasan untuk tujuan di luar ketiga hal itu.

            Jangan sampai telinga kita dipengaruhi oleh orang-orang lebay yang menginginkan ajaran Islam “direduksi”.

            Bahaya sekali jika ada buku atau guru atau ustadz atau dosen yang mengajarkan jihad dianggap sebagai suatu kekerasan. Padahal, Indonesia bisa merdeka pun pada intinya sangat didorong oleh kekerasan yang diajarkan Islam. Para kiyai menyuarakan semangat untuk melawan, bahkan membunuh para penjajah yang telah melakukan banyak keburukan di Indonesia.

            Bukankah itu kekerasan?

            Ya, itu adalah kekerasan, tetapi diarahkan pada hal yang positif.

            Jihad itu “wajib” diajarkan, baik itu dalam arti sempit maupun arti luas. Jihad itu adalah point ketiga yang harus dicintai oleh umat Islam setelah Allah swt dan Rasululullah saw. Bahkan, rasa cinta pada jihad ini harus lebih besar dibandingkan rasa cinta kita kepada orangtua. Urutan rasa cinta orang Islam itu adalah Allah swt, Muhammad saw, dan jihad. Setelah urutan itu, ada rasa cinta kepada orangtua, masyarakat, pekerjaan, dan lain sebagainya.

            Saran dari Menkumham RI yang saya baca dari news sticker salah satu stasiun televisi swasta pun saya pandang sebagai “berlebihan”. Ia mengatakan seolah-olah bahwa orang Indonesia harus dilarang berperang di luar negeri.

            Apa itu?

            Itu bisa mereduksi dan mengacaukan ajaran Islam.

            Saya ingatkan bahwa umat Islam itu bersaudara di mana saja negaranya. Jika saudaranya disakiti, sudah kewajiban sesama muslim untuk memberikan pertolongan. Kita tahu di Bosnia pernah terjadi pembunuhan massal terhadap kaum muslim. Kita tahu bahwa tanah milik rakyat Palestina dirampas oleh Israel. Masih banyak contoh lainnya.

            Apakah untuk membela manusia dan kemanusiaan, terutama sesama muslim yang dianiaya merupakan sebuah pelanggaran?

            Banyak yang pergi ke Bosnia dan pulang baik-baik saja sebagai orang baik. Untuk Palestina, kebetulan saja orang-orang Palestina tidak membutuhkan bantuan manusia untuk berperang.

            Mereka bilang, “Jangan kirim orang, kami punya banyak.”

            Hal yang sangat mereka butuhkan adalah obat-obatan dan makanan.

Kita memang mengirimnya kan?

            Saya khawatir jika ada aturan yang mereduksi ajaran Islam, malahan akan membuat aksi-aksi terorisme menjadi-jadi di Indonesia. Ingat ketika terjadi kerusuhan di Ambon, Poso. Orang-orang dari Pulau Jawa banyak yang berangkat ke sana. Ketika ada aparat atau bagian dari pemerintah melarang mereka dan menghalangi mereka, kemarahan pun terjadi.

            Mereka bilang, “Kita mulai jihad di sini!”

            Artinya, mereka akan memulai jihad di kota-kota Pulau Jawa. Ancaman Ini benar-benar ada dan banyak media yang memberitakannya. Saya juga baca dari media.

            Jika kaum muslim Indonesia dilarang oleh aturan untuk membela saudaranya di seluruh dunia ini, Indonesia benar-benar akan menjadi medan jihad. Hal itu disebabkan pemerintah mengekang hak untuk melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian, jihad akan dimulai di Indonesia oleh kaum muslim Indonesia.

            Itukah yang pemerintah inginkan?

            Larangan untuk berperang di luar negeri adalah salah besar. Seharusnya, larangan itu adalah untuk melarang siapa pun orang Indonesia, agama apa pun, untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris. Ada banyak kelompok teror di dunia ini dari berbagai agama. Ada IRA, FARC, Macan Tamil Elam, dan sebagainya. Jangan melarang umat Islam Indonesia untuk membela saudaranya.

            Pemerintah harus tegas dengan larangan untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris. Oleh sebab itu, pemerintah pun harus secara jelas, terang, utuh, dan masuk akal menerangkan organisasi-organisasi yang dianggap pemerintah sebagai teroris. Jangan sampai masyarakat kebingungan dengan informasi yang beredar. Maksudnya, ketika pemerintah mengatakan suatu kelompok adalah teroris, tetapi masyarakat mendapatkan informasi lain bahwa kelompok yang dituding pemerintah itu adalah para penegak kebenaran.

            Kalau aturan untuk tidak boleh berperang di luar negeri itu diberlakukan, berarti pemerintah sudah mengacaukan dan mereduksi ajaran Islam sekaligus berkhianat terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Preambul UUD 1945 itu menyatakan dengan jelas bahwa penjajahan di muka Bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

            Jika di belahan Bumi yang lain ada manusia yang melakukan penjajahan atas manusia lainnya, apakah patut orang Indonesia dilarang untuk berperan serta menghentikan penjajahan?

            Kalau pemerintah belum mampu menghapuskan penjajahan di muka Bumi ini dengan militer resminya, jangan halangi siapa pun yang ingin berperang untuk menghapuskan penjajahan di mana pun berada, agama apa pun.


            Jangan lebay. Jangan berlebihan!

No comments:

Post a Comment