oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pernah dengar peribahasa lidah lebih tajam daripada mata pedang?
Pedang memang bisa melukai
orang lain, tetapi bisa melukai pula pemiliknya jika tidak hati-hati. Demikian
pula lidah, bisa melukai orang lain, tetapi bisa pula melukai pemiliknya. Lidah
yang saya maksud tentu saja bukan lidah dalam arti fisik, tetapi dalam arti
konotatif, yaitu “berkata-kata”.
Di Indonesia ini, bahkan di seluruh dunia, gara-gara
lidah bisa mengakibatkan terjadinya pembunuhan. Orang yang tersinggung atau
cekcok yang kemudian terlibat saling hina dan saling merendahkan bisa saling
bunuh. Akan tetapi, itu hal yang sangat kecil meskipun sering terjadi. Hal yang
sangat besar pun sebenarnya berkali-kali terjadi di Indonesia ini. Sayangnya,
banyak orang yang tidak menyadarinya, bahkan tidak belajar dari berbagai
peristiwa yang terjadi. Ada banyak kasus besar gara-gara lidah ini. Akan
tetapi, saya hanya ingin memberikan contoh yang masih dapat diingat oleh orang
banyak secara langsung.
Kita mulai dengan pembantaian terhadap anggota dan
simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurut beberapa sumber,
sesungguhnya ada jutaan manusia yang mati dalam pembantaian ini. Ir . Soekarno
sendiri, selaku Presiden RI, menyatakan kesedihannya karena banyak orang mati
yang dibuang di sungai, di tengah jalan, digantung di pohon, dan disembelih.
Soekarno sendiri menganggapnya bahwa kita telah memperlakukan orang-orang PKI
seperti bangkai anjing. Akan tetapi, ia berterima kasih kepada Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) yang setidak-tidaknya telah menguburkan mayat-mayat itu
dengan baik.
Orang-orang boleh berkilah dan menulis macam-macam buku
dengan mempertanyakan apakah adil kematian tujuh jenderal dan satu orang bocah
perempuan kecil dibalas oleh kematian jutaan nyawa PKI?
Jawabannya tentu saja tidak adil. Akan tetapi,
sesungguhnya kematian tujuh jenderal yang kemudian jasadnya ditemukan di lubang
buaya itu hanyalah puncak kekejian yang dilakukan elit PKI yang memicu
kemarahan rakyat yang sudah sangat kesal dengan tingkah polah PKI dengan segala
ajarannya. Bukan kematian para jenderal yang membuat massa menjadi beringas,
tetapi kelakuan orang-orang PKI sendiri.
Saya mendapatkan banyak ceritera dari orang-orang tua
yang mengalami peristiwa itu. Orang-orang PKI itu suka menjelek-jelekkan orang,
menghina orang lain seenaknya, mengajarkan untuk membenci orang lain tanpa
alasan yang jelas, dan yang lainnya. Uwak saya sendiri hampir menjadi korban
penculikan dan pembunuhan PKI. Menurut orang-orang, uwak saya akan diculik karena
disebut sebagai orang kaya raya.
Lho, apa salahnya menjadi orang kaya?
Memang saat itu uwak saya termasuk orang kaya di
daerahnya. Dia sekretaris salah satu perusahaan Wybert. Semacam permen pereda gatal di tenggorokan, mirip Pagoda Pastiles. Sekarang permen itu
sudah tidak ada lagi.
Kabarnya, orang-orang PKI mengajarkan untuk memusuhi
orang kaya karena dianggap kapitalis. Seharusnya, yang dimusuhi itu orang-orang
pelit, bukan orang kaya.
Di samping itu, komunisme itu tidak bisa dibantah
bersaudara erat atau sejiwa dengan ateisme. Orang-orang ateis itu gemar sekali
menghina Allah swt dan Nabi Muhammad saw. Paling tidak, hampir 200 orang ateis
asing yang berdebat dengan saya akhir-akhir ini. Mereka selalu bisa saya kalahkan. Ketika
mereka kalah debat, tak memiliki lagi kalimat yang bisa mengalahkan saya,
keluarlah jurus “menjijikan” mereka, yaitu menghina Allah swt dan Nabi Muhammad
saw tanpa pengetahuan yang jelas.
Mereka punya puluhan frase untuk menghina Allah swt dan
Nabi Muhammad saw. Perhatikan bahasa-bahasa kotor ini. Mereka menulis kata-kata
tanpa pengetahuan, seperti, Allaaahu
Cockbar ….! Allaahu Fuckbar …!. Ketika menghina Nabi Muhammad saw, mereka
menulis Muhammad pemerkosa! Muhammad
ejakulasi dengan sperma di paha gadis kecil.
Ada yang lebih
menjijikan daripada yang sudah saya tulis itu. Namun, itu saja sudah cukup
untuk membuktikan bahwa orang-orang ateis memang membuat muslim mana pun marah
besar.
Belakangan mereka menghapus penghinaan-penghinaan itu
setelah saya ancam mereka. Saya memang tidak bisa berdebat lagi dengan kata-kata
kotor seperti itu. Saya ancam saja mereka dengan keras.
Tahu bagaimana saya mengancam?
Saat itu sudah ada berita bahwa 2.000 orang Eropa bergabung
dengan Isis. Sekarang sih sudah mencapai lebih dari 8.000 orang. Saya ancam mereka bahwa bisa jadi orang-orang Isis itu adalah
tetangga mereka, lalu membunuh mereka di mana saja Isis menemui mereka.
He he he … lumayan ampuh juga ancaman saya itu. Saya
gunakan nama Isis untuk mengancam para penghina Islam itu. Orang-orang ateis
itu ternyata takut juga.
Memang jadi kenyataan juga kan?
Isis mengatakan bahwa Paris dibom itu karena penyerangan Perancis terhadap Isis di Suriah sekaligus karena di Perancis banyak orang yang menghina Nabi Muhammad saw.
Kemungkinan
besar penghinaan-penghinaan kotor itulah yang membuat setiap muslim Indonesia
pada masa lalu menjadi sangat beringas untuk melakukan pembantaian terhadap
orang-orang PKI ketika kesempatan membantai itu datang. Inilah yang saya sebut lidah lebih tajam daripada mata pedang.
Penghinaan-penghinaan itu memicu kemarahan besar yang mengakibatkan pembunuhan
besar-besaran.
Jadi,
hati-hati kalau berbicara. Jangan menghina agama orang lain. Bisa mati konyol
dibunuh.
Adapula
kelompok kecil yang ngakunya Islam, tetapi melakukan penghinaan terhadap Islam
dan kaum muslimin. Kita mungkin masih ingat ada kelompok syiah yang dibenci dan
atau diusir dari kampungnya. Itu juga kemungkinan besar gara-gara lidah yang
membuat orang lain marah. Kita tahu bahwa banyak kelompok syiah yang gemar
melakukan penghinaan terhadap para sahabat Rasulullah saw, seperti, Abu Bakar
ra, Umar bin Khattab ra, dan Usman bin Affan ra. Di samping itu, mereka pun
sering memutarbalikan sejarah sekaligus menghina istri Nabi Muhammad saw, Siti
Aisyah ra. Penghinaan-penghinaan itu jelas membuat orang lain marah. Siti
Aisyah ra dan para sahabat Rasulullah saw yang dihina syiah itu adalah
orang-orang yang dijadikan contoh hidup oleh kaum muslimin mayoritas di
Indonesia.
Jadi,
jangan menghina Islam dan kaum muslimin. Bisa diusir.
Sekarang
soal Gafatar. Mereka diusir dari Kalimantan tempat mereka berkumpul.
Kenapa?
Pasti
soal lidah.
Lidah
mereka telah mengajarkan hal-hal sesat yang membuat terpisah anggota keluarga
dari keluarganya. Mereka mengklaim mendapat petunjuk dari seorang mesias.
Memang
sehebat apa sih mesias mereka itu mendapatkan pengalaman spiritual?
Mereka
pun menafsirkan Al Quran sekehendak hati mereka, misalnya, tidak perlu shalat,
puasa, dan lain sebagainya. Mereka menganggap diri mereka yang benar. Sementara
itu, orang lain salah. Semuanya itu bukanlah yang nyata-nyata tercantum dalam
Al Quran, melainkan penafsiran yang disesuaikan dengan hawa nafsu mereka.
Bahkan,
lebih sesat lagi jika mereka mengafirkan orang lain. Padahal, tugas orang Islam
itu adalah membuat orang kafir menjadi Islam, bukan memandang orang Islam sebagai
orang kafir.
Wajar
jika orang-orang marah, bahkan sampai mengusirnya karena setiap keluarga yang
waras otak pasti tidak mau kehilangan anggota keluarganya untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan yang tidak diketahui dengan jelas dan serba rahasia. Mereka
khawatir jika ada anggota keluarganya yang ketularan ikut hilang dan tidak lagi
menghormati keluarganya sendiri. Mereka pun tidak mau jika ada anggota
keluarganya memahami Islam secara tidak benar.
Ini
bukan soal intoleransi, melainkan soal melindungi keluarga dari jalan yang
sesat. Intoleransi itu adalah jika menghalangi orang lain untuk beribadat
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Akan tetapi, upaya mengusir
ajaran sesat dan membahayakan keutuhan keluarga merupakan suatu kewajiban.
Allah
swt sendiri mewanti-wanti agar umat Islam selalu menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Jika ada ajaran
yang membawa kesesatan sekaligus penghinaan bagi yang lain, sudah merupakan
sesuatu hal yang wajar untuk dihalangi dan dijauhkan.
Ajaran Islam yang benar adalah selalu mengajarkan untuk menjaga
keutuhan keluarga dan menghormati keluarga. Bahkan, seorang muslim harus tetap
berbakti kepada orangtua dan keluarganya meskipun orangtua dan keluarganya itu
bukan orang Islam. Meskipun hanya dia satu-satunya yang beragama Islam dalam
keluarganya, sangat tidak diperbolehkan untuk menyakiti, menghina, serta
menjauhi orangtua dan keluarganya. Sepanjang orangtua dan keluarganya itu tidak
menghalanginya menjadi muslim yang baik dan tidak memaksanya pada kekufuran,
dia tetap harus berbakti kepada orangtua dan keluarganya.
Jadi, ajaran yang menganjurkan terpisah dan
bercerai-berai dengan keluarganya adalah ajaran sesat. Inilah lidah yang sangat tajam yang mengajarkan
kesesatan yang pada akhirnya berbalik pada dirinya sendiri menjadi berbagai
buah keburukan dan kesusahan.
Jangan menghina dan jangan berbohong karena Pancasila
tidak bisa bertoleransi dengan para penghina dan pembohong.
Bersikaplah
“intoleran” terhadap para penghina dan pembohong.
Kita
memang tidak boleh bertoleransi dengan penghina dan pembohong.
Tak
ada toleransi terhadap penghina dan pembohong!
No comments:
Post a Comment