Wednesday, 27 January 2016

Eks Ketua Umum Gafatar Lucu

oleh Tom Finaldin   

Bandung, Putera Sang Surya

Yang saya maksud eks Ketua Umum Gafatar lucu itu adalah pernyataannya, bukan fisiknya. Pada news sticker dalam salah satu stasiun televisi swasta  iNews dimuat dua pernyataan eks Ketua Umum Gafatar yang menurut saya sangat lucu. Untung saya tidak tertawa terpingkal-pingkal, tetapi yang jelas tertawa sendirian.

Kata orang kalau tertawa sendirian, bisa disebut gila. Biarin aja lah.

Kalau pengen ketawa, gimana?

Pernyataan yang lucu itu adalah pertama, ia mengatakan, “Kami bukan koruptor dan teroris.”

Pernyataan kedua yang lucu juga adalah ia menegaskan, “Kami sudah keluar dari pemahaman Islam mainstream.”

Pernyataan pertama yang mengatakan bahwa mereka bukanlah koruptor dan teroris adalah lucu karena untuk apa pernyataan itu dikeluarkan?

Memangnya siapa yang menuduh Gafatar koruptor?

Memangnya siapa yang memfitnah Gafatar sebagai organisasi teroris?

Ada gitu yang mengatakan seperti itu?

Ada-ada saja.

Masa “penerima wahyu gaib” ngomongnya kayak gitu. Malu-maluin.

            Tidak korup dan bukan teroris tidak berarti Gafatar bisa dibenarkan. Mereka tetap saja mengajarkan hal-hal yang sesat. Masyarakat resah karena ajaran mereka yang menyimpang dari Al Quran dan Hadits, kemudian membuat keluarga menjadi terpisah dan tercerai-berai.

            Menurut saya sih lucu. Nggak ada yang nuduh, nggak ada yang nyalahin, nggak ada angin, nggak ada hujan, mereka bilang dirinya bukan koruptor dan teroris. Nggak nyambung banget.

            Pernyataan yang kedua juga lucu sekali. Dia menyatakan bahwa mereka sudah keluar dari pemahaman Islam mainstream.

            Jadi, pemahaman siapa yang mereka ikuti?

            Pemahaman pribadi?

            Apa yang mereka pahami?

            Lagian, nggak ada itu pemahaman Islam mainstream. Pemahaman Islam yang benar adalah ya yang diajarkan Muhammad Rasulullah saw. Beliau saw meninggalkan dua hal untuk seluruh kaum muslimin agar tidak hidup tersesat, yaitu Al Quran dan Al Hadits. Itu saja. Kalaupun ada pendapat, penafsiran, dan pemahaman baru, tetap harus disesuaikan dengan Al Quran dan Hadits. Begitu patokannya. Tidak ngarang sendiri atau ngorong sendirian.

     Akan tetapi, saya mencoba mengerti apa yang mereka maksudkan keluar dari pemahaman Islam mainstream itu. Maksud mereka adalah keluar dari kebiasaan orang-orang Islam pada umumnya yang suka shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Mereka tidak melakukan itu karena bagi mereka belum saatnya dilaksanakan. Mereka memang banyak ngarang.

       Paling tidak, beberapa stasiun televisi sudah menayangkan pengakuan orang-orang yang pernah berdialog dengan penganut Gafatar. Demikian pula ada pengakuan dari seseorang yang pernah dilantik menjadi Ketua Gafatar untuk wilayah Sumedang, Jawa Barat. Namun, dia cepat sadar dan keluar dari Gafatar karena tidak sesuai dengan pemahaman Islam yang dimilikinya. Menurutnya, memang Gafatar tidak mewajibkan shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Bahkan, ketika pada bulan Ramadhan, dia berpuasa dan mengobrol dengan orang Gafatar. Orang Gafatar itu ngobrolnya sambil makan mie rebus saat bulan Ramadhan.

            Menurut banyak pihak yang berwenang di Indonesia, Gafatar itu metamorfosa dari pemahaman-pemahaman dan organisasi-organisasi lama yang berakar pada Negara Islam Indonesia (NII). Kalau begitu ceriteranya, saya sangat paham karena soal tidak wajib shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya itu sangat sering saya dengar dan saya berupaya memahaminya. Sayangnya, saya bukannya paham, malah ketawa-ketawa. Lucu soalnya.

            Kalau soal NII Kartosoewiryo, saya sangat menghormatinya karena mereka berawal dari ketidaksetujuannya terhadap Perjanjian Renville yang hanya membuat wilayah Republik Indonesia menjadi sangat sempit, yaitu hanya Yogyakarta dan beberapa keresidenan di sekitarnya. Di luar itu adalah wilayah milik Belanda. Akan tetapi, Perjanjian Renville itu batal disebabkan adanya Agresi Militer Belanda 2 yang menyerang wilayah Republik Indonesia yang sudah sangat sempit itu. Belanda tidak menghormati perjanjian yang dibuatnya sendiri. Hal itu menyebabkan pihak RI pun menganggap bahwa wilayah RI kembali pada semula, yaitu dari Sabang sampai Merauke, bukan hanya Yogyakarta lagi. Hal itu pun mengakibatkan wilayah yang dikuasai oleh pasukan Kartosoewiryo harus kembali pada RI. Dari sanalah segala konflik RI vs NII bermula.

            Jadi, sebenarnya konflik RI vs NII adalah persoalan politik, bukan soal agama. Entah kapan dimulainya menjadi persoalan agama yang kemudian melahirkan pemahaman takfiriyah, ‘kafir-mengkafirkan’ sesama muslim. NII Kartosoewiryo sendiri masih sangat dihormati sampai saat ini karena memang merupakan bagian dari sejarah dan Kartosoewiryo sendiri adalah seorang tokoh pejuang Indonesia. Bahkan, di dalam kamus hukum, yang namanya NII atau DI/TII diuraikan secara positif, tidak negatif. Kenegatifan NII atau DI/TII justru disebabkan oleh gerombolan-gerombolan pengacau dan penjahat yang entah dari mana datangnya melakukan banyak kejahatan dengan mengaku-aku sebagai NII atau DI/TII.

            Entah bagaimana ceriteranya selepas Kartosoewiryo meninggal, banyak orang yang mengaku NII dengan pemahaman takfiriyah. Setiap orang yang tidak berbaiat kepada NII disebut kafir. Padahal, ajaran Kartosoewiryo sendiri sangat hebat yang disusun dalam Pedoman Darma Bakti NII.  Dia menjelaskan mengenai Jihad Kecil sebagai perang yang menimbulkan banyak kerusakan, kematian, dan hal-hal negatif, sedangkan Jihad Besar menimbulkan pengaruh yang sangat positif, yaitu membangun bangsa yang berdaulat dan penuh dengan kemakmuran.

            Dari orang-orang yang mengaku NII saat inilah saya mendapatkan pemahaman-pemahaman aneh yang tidak mewajibkan shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Menurut mereka, umat Islam tidak wajib melaksanakan hal-hal tersebut karena  saat ini dianggap sebagai periode Mekah. Artinya, negara berada dalam kekuasaan kafir dan tidak menggunakan hukum Allah swt. Nanti kalau sudah sampai periode Madinah, baru bisa dilaksanakan dan mendapatkan pahala.

            Hukum Allah swt itu apa sih?

            Yang saya dengar cuma potong leher-potong tangan-rajam. Itu dan itu saja diulang-ulang, padahal mengatur negara itu bukan cuma melakukan hal itu. Ada soal keuangan, pendidikan, kesehatan, budaya, seni, pariwisata, ekonomi, sumber daya alam, dan lain sebagainya sampai pada hal-hal bersifat teknis. Mereka nggak pernah membahas hal-hal itu, kecuali ya itu tadi potong leher-potong tangan-rajam.

            Kalaulah NII Kartosoewiryo yang menjadi awal segalanya dalam arti hukum Allah swt yang murni dan ingin diterapkan, coba lihat undang-undangnya yang pernah disusun dan dilaksanakan NII sejak 1949 s.d. 1962. Undang-Undang Dasar NII itu disebut Qanun Azasy. Isinya nggak beda-beda amat dengan UUD RI 1945 sebelum diamandemen. Hal yang paling mencolok perbedaannya adalah Qanun Azasy sangat banyak menggunakan istilah-istilah dalam bahasa arab, sedangkan UUD 1945 menggunakan bahasa Indonesia. Itu saja.

            Itukah yang disebut hukum Allah swt?

            Yang membuat saya merasa lucu adalah adanya pemahaman periode Mekah. Kalau disebut periode Mekah, artinya pemerintahan Indonesia adalah kafir. Akan tetapi, anehnya, pemerintah Indonesia tidak melarang umat Islam untuk shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Malahan, elit-elit muslim Indonesia yang eling selalu mendorong rakyat untuk beribadat dengan baik. Berbeda dengan kafir Quraisy dulu yang menghalangi umat Islam untuk beribadat, malahan sampai menganiaya dan memburu umat Islam bagai binatang. Beda amat antara pemerintah Indonesia dengan kafir Quraisy.

            Di mana periode Mekah-nya?

            Kalau saat dulu Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin tidak melakukan banyak ritual, itu disebabkan memang belum ada perintah untuk melakukannya dari Allah swt. Kalau sudah ada, ya pasti dilaksanakan. Perintah-perintah tentang ibadat ritual itu memang kebanyakan turun ketika Nabi Muhammad saw berada di Madinah.

            Ketika Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin diganggu terus oleh orang-orang kafir, Rasulullah saw memilih hijrah ke wilayah yang tidak dikuasai kaum kafir Quraisy, yaitu Madinah. Beda sekali dengan Gafatar yang pindah karena kemauan sendiri tanpa ada yang menganiaya, mengusir, dan memburu. Lagian hijrahnya ke Kalimantan.

Kan Kalimantan itu masih wilayah yang dikuasai pemerintah kafir Indonesia?

Lihat Nabi Muhammad saw yang hijrah ke wilayah yang tidak dikuasai pemerintah kafir Quraisy serta orang-orang Madinah menyambutnya dengan sukacita dan lagu-lagu pujian.

Lihat Gafatar, hijrah ke Kalimantan yang masih milik pemerintah kafir Indonesia, terus boro-boro disambut masyarakat, malahan diusir dan dibakar.

Di mana periode Madinah-nya?

Kalau mau hijrah, harus ke wilayah yang tidak dikuasai pemerintah kafir RI dan penduduk di wilayah yang baru sangat mencintai Gafatar sehingga mampu melindungi Gafatar dari berbagai kesulitan seperti penduduk Madinah yang disebut “kaum penolong” bagi kaum muhajirin, ‘pendatang’ yang bersama Rasulullah saw. Setelah itu, baru berperang dengan pemerintah kafir RI untuk merebut Kabah yang ada di Jakarta. Makin ngaco deh.

Begitukah?

Di mana samanya antara Rasulullah saw dengan Gafatar?

Lagian, wilayah mana yang akan menjadi “kaum anshor” bagi Gafatar?

Jadi, kapan akan sampai ke periode Madinah?

Makanya, jangan kebanyakan ngorong sambil ngarang.

Akan tetapi, seperti yang kata bekas ketuanya bilang bahwa Gafatar memang sudah keluar dari pemahaman Islam mainstream. Artinya, mereka memahami Islam sesuai dengan kehendaknya sendiri. Arti lebih jauh lagi, mereka memiliki wahyu atau ilham atau pengalaman spiritual yang mereka duga berasal dari Allah swt. Itulah yang disebut sesat.

Mereka harus tahu bagaimana caranya membedakan mana wahyu dari Allah swt dan mana wahyu dari Iblis. Memang Allah swt selalu memberikan pengalaman-pengalaman spiritual sampai hari ini kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Akan tetapi, Iblis pun punya cara yang hampir sama dengan Allah swt dalam memberikan pengalaman spiritual. Iblis mencontek bagaimana Allah swt dalam memberikan pengalaman spiritual. Akibatnya, orang-orang sulit membedakan mana petunjuk gaib dari Allah swt dan mana petunjuk gaib dari Iblis laknatullah.

Coba baca artikel saya masih di dalam blog ini yang berjudul Wahyu Sang Iblis pada http://tom-finaldin8.blogspot.co.id/2011/05/wahyu-sang-iblis.html. Insyaallah, Saudara-saudara sekalian dapat membedakan dengan baik mana petunjuk gaib dari Allah swt dan mana yang berasal dari Iblis.

Gafatar dapat wahyu dari Allah swt atau dari Iblis?


Baca artikel saya yang berjudul Wahyu Sang Iblis, lalu nilai sendiri dari siapa mesias Gafatar mendapatkan petunjuk.

No comments:

Post a Comment