oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Yang saya maksud eks Ketua
Umum Gafatar lucu itu adalah pernyataannya, bukan fisiknya. Pada news sticker dalam salah satu stasiun
televisi swasta iNews dimuat dua pernyataan eks Ketua Umum Gafatar yang menurut
saya sangat lucu. Untung saya tidak tertawa terpingkal-pingkal, tetapi yang
jelas tertawa sendirian.
Kata
orang kalau tertawa sendirian, bisa disebut gila. Biarin aja lah.
Kalau
pengen ketawa, gimana?
Pernyataan
yang lucu itu adalah pertama, ia
mengatakan, “Kami bukan koruptor dan teroris.”
Pernyataan
kedua yang lucu juga adalah ia menegaskan, “Kami sudah keluar dari pemahaman
Islam mainstream.”
Pernyataan
pertama yang mengatakan bahwa mereka bukanlah koruptor dan teroris adalah lucu
karena untuk apa pernyataan itu dikeluarkan?
Memangnya
siapa yang menuduh Gafatar koruptor?
Memangnya
siapa yang memfitnah Gafatar sebagai organisasi teroris?
Ada
gitu yang mengatakan seperti itu?
Ada-ada
saja.
Masa
“penerima wahyu gaib” ngomongnya kayak gitu. Malu-maluin.
Tidak korup dan bukan teroris tidak berarti Gafatar bisa
dibenarkan. Mereka tetap saja mengajarkan hal-hal yang sesat. Masyarakat resah
karena ajaran mereka yang menyimpang dari Al Quran dan Hadits, kemudian membuat
keluarga menjadi terpisah dan tercerai-berai.
Menurut saya sih lucu. Nggak ada yang nuduh, nggak ada
yang nyalahin, nggak ada angin, nggak ada hujan, mereka bilang dirinya bukan
koruptor dan teroris. Nggak nyambung banget.
Pernyataan yang kedua juga lucu sekali. Dia menyatakan
bahwa mereka sudah keluar dari pemahaman Islam mainstream.
Jadi, pemahaman siapa
yang mereka ikuti?
Pemahaman pribadi?
Apa yang mereka pahami?
Lagian, nggak ada itu pemahaman Islam mainstream. Pemahaman Islam yang benar
adalah ya yang diajarkan Muhammad Rasulullah saw. Beliau saw meninggalkan dua
hal untuk seluruh kaum muslimin agar tidak hidup tersesat, yaitu Al Quran dan
Al Hadits. Itu saja. Kalaupun ada pendapat, penafsiran, dan pemahaman baru,
tetap harus disesuaikan dengan Al Quran dan Hadits. Begitu patokannya. Tidak ngarang sendiri atau ngorong sendirian.
Akan tetapi, saya mencoba mengerti apa yang mereka
maksudkan keluar dari pemahaman Islam mainstream itu. Maksud mereka adalah
keluar dari kebiasaan orang-orang Islam pada umumnya yang suka shalat, puasa,
haji, dan lain sebagainya. Mereka tidak melakukan itu karena bagi mereka belum
saatnya dilaksanakan. Mereka memang banyak ngarang.
Paling tidak, beberapa stasiun televisi sudah menayangkan
pengakuan orang-orang yang pernah berdialog dengan penganut Gafatar. Demikian
pula ada pengakuan dari seseorang yang pernah dilantik menjadi Ketua Gafatar
untuk wilayah Sumedang, Jawa Barat. Namun, dia cepat sadar dan keluar dari Gafatar karena
tidak sesuai dengan pemahaman Islam yang dimilikinya. Menurutnya, memang
Gafatar tidak mewajibkan shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Bahkan,
ketika pada bulan Ramadhan, dia berpuasa dan mengobrol dengan orang Gafatar.
Orang Gafatar itu ngobrolnya sambil makan mie rebus saat bulan Ramadhan.
Menurut banyak pihak yang berwenang di Indonesia, Gafatar
itu metamorfosa dari pemahaman-pemahaman dan organisasi-organisasi lama yang
berakar pada Negara Islam Indonesia (NII). Kalau begitu ceriteranya, saya
sangat paham karena soal tidak wajib shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya
itu sangat sering saya dengar dan saya berupaya memahaminya. Sayangnya, saya
bukannya paham, malah ketawa-ketawa. Lucu soalnya.
Kalau soal NII Kartosoewiryo, saya sangat menghormatinya
karena mereka berawal dari ketidaksetujuannya terhadap Perjanjian Renville yang hanya membuat wilayah Republik Indonesia
menjadi sangat sempit, yaitu hanya Yogyakarta dan beberapa keresidenan di
sekitarnya. Di luar itu adalah wilayah milik Belanda. Akan tetapi, Perjanjian
Renville itu batal disebabkan adanya Agresi Militer Belanda 2 yang menyerang
wilayah Republik Indonesia yang sudah sangat sempit itu. Belanda tidak
menghormati perjanjian yang dibuatnya sendiri. Hal itu menyebabkan pihak RI pun
menganggap bahwa wilayah RI kembali pada semula, yaitu dari Sabang sampai
Merauke, bukan hanya Yogyakarta lagi. Hal itu pun mengakibatkan wilayah yang
dikuasai oleh pasukan Kartosoewiryo harus kembali pada RI. Dari sanalah segala
konflik RI vs NII bermula.
Jadi, sebenarnya konflik RI vs NII adalah persoalan
politik, bukan soal agama. Entah kapan dimulainya menjadi persoalan agama yang
kemudian melahirkan pemahaman takfiriyah,
‘kafir-mengkafirkan’ sesama muslim. NII Kartosoewiryo sendiri masih sangat
dihormati sampai saat ini karena memang merupakan bagian dari sejarah dan
Kartosoewiryo sendiri adalah seorang tokoh pejuang Indonesia. Bahkan, di dalam
kamus hukum, yang namanya NII atau DI/TII diuraikan secara positif, tidak
negatif. Kenegatifan NII atau DI/TII justru disebabkan oleh
gerombolan-gerombolan pengacau dan penjahat yang entah dari mana datangnya
melakukan banyak kejahatan dengan mengaku-aku sebagai NII atau DI/TII.
Entah bagaimana ceriteranya selepas Kartosoewiryo
meninggal, banyak orang yang mengaku NII dengan pemahaman takfiriyah. Setiap orang yang tidak berbaiat kepada NII disebut
kafir. Padahal, ajaran Kartosoewiryo sendiri sangat hebat yang disusun dalam Pedoman Darma Bakti NII. Dia menjelaskan mengenai Jihad Kecil sebagai perang yang menimbulkan banyak kerusakan,
kematian, dan hal-hal negatif, sedangkan Jihad
Besar menimbulkan pengaruh yang sangat positif, yaitu membangun bangsa yang
berdaulat dan penuh dengan kemakmuran.
Dari orang-orang yang mengaku NII saat inilah saya
mendapatkan pemahaman-pemahaman aneh yang tidak mewajibkan shalat, puasa, haji,
dan lain sebagainya. Menurut mereka, umat Islam tidak wajib melaksanakan
hal-hal tersebut karena saat ini
dianggap sebagai periode Mekah. Artinya,
negara berada dalam kekuasaan kafir dan tidak menggunakan hukum Allah swt.
Nanti kalau sudah sampai periode Madinah,
baru bisa dilaksanakan dan mendapatkan pahala.
Hukum Allah swt itu apa sih?
Yang saya dengar cuma potong leher-potong tangan-rajam.
Itu dan itu saja diulang-ulang, padahal mengatur negara itu bukan cuma
melakukan hal itu. Ada soal keuangan, pendidikan, kesehatan, budaya, seni,
pariwisata, ekonomi, sumber daya alam, dan lain sebagainya sampai pada hal-hal
bersifat teknis. Mereka nggak pernah membahas hal-hal itu, kecuali ya itu tadi
potong leher-potong tangan-rajam.
Kalaulah NII Kartosoewiryo yang menjadi awal segalanya
dalam arti hukum Allah swt yang murni dan ingin diterapkan, coba lihat
undang-undangnya yang pernah disusun dan dilaksanakan NII sejak 1949 s.d. 1962.
Undang-Undang Dasar NII itu disebut Qanun
Azasy. Isinya nggak beda-beda amat dengan UUD RI 1945 sebelum diamandemen.
Hal yang paling mencolok perbedaannya adalah Qanun Azasy sangat banyak
menggunakan istilah-istilah dalam bahasa arab, sedangkan UUD 1945 menggunakan
bahasa Indonesia. Itu saja.
Itukah yang disebut hukum Allah swt?
Yang membuat saya merasa lucu adalah adanya pemahaman periode Mekah. Kalau disebut periode
Mekah, artinya pemerintahan Indonesia adalah kafir. Akan tetapi, anehnya,
pemerintah Indonesia tidak melarang umat Islam untuk shalat, puasa, haji, dan
sebagainya. Malahan, elit-elit muslim Indonesia yang eling selalu mendorong rakyat untuk beribadat dengan baik. Berbeda
dengan kafir Quraisy dulu yang menghalangi umat Islam untuk beribadat, malahan
sampai menganiaya dan memburu umat Islam bagai binatang. Beda amat antara
pemerintah Indonesia dengan kafir Quraisy.
Di mana periode Mekah-nya?
Kalau saat dulu Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin tidak
melakukan banyak ritual, itu disebabkan memang belum ada perintah untuk
melakukannya dari Allah swt. Kalau sudah ada, ya pasti dilaksanakan.
Perintah-perintah tentang ibadat ritual itu memang kebanyakan turun ketika Nabi
Muhammad saw berada di Madinah.
Ketika Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin diganggu terus
oleh orang-orang kafir, Rasulullah saw memilih hijrah ke wilayah yang tidak
dikuasai kaum kafir Quraisy, yaitu Madinah. Beda sekali dengan Gafatar yang
pindah karena kemauan sendiri tanpa ada yang menganiaya, mengusir, dan memburu.
Lagian hijrahnya ke Kalimantan.
Kan
Kalimantan itu masih wilayah yang dikuasai pemerintah kafir Indonesia?
Lihat
Nabi Muhammad saw yang hijrah ke wilayah yang tidak dikuasai pemerintah kafir
Quraisy serta orang-orang Madinah menyambutnya dengan sukacita dan lagu-lagu
pujian.
Lihat
Gafatar, hijrah ke Kalimantan yang masih milik pemerintah kafir Indonesia,
terus boro-boro disambut masyarakat, malahan diusir dan dibakar.
Di
mana periode Madinah-nya?
Kalau
mau hijrah, harus ke wilayah yang tidak dikuasai pemerintah kafir RI dan
penduduk di wilayah yang baru sangat mencintai Gafatar sehingga mampu
melindungi Gafatar dari berbagai kesulitan seperti penduduk Madinah yang
disebut “kaum penolong” bagi kaum muhajirin, ‘pendatang’ yang bersama Rasulullah
saw. Setelah itu, baru berperang dengan pemerintah kafir RI untuk merebut Kabah
yang ada di Jakarta. Makin ngaco deh.
Begitukah?
Di
mana samanya antara Rasulullah saw dengan Gafatar?
Lagian,
wilayah mana yang akan menjadi “kaum anshor” bagi Gafatar?
Jadi,
kapan akan sampai ke periode Madinah?
Makanya,
jangan kebanyakan ngorong sambil ngarang.
Akan
tetapi, seperti yang kata bekas ketuanya bilang bahwa Gafatar memang sudah
keluar dari pemahaman Islam mainstream. Artinya,
mereka memahami Islam sesuai dengan kehendaknya sendiri. Arti lebih jauh lagi,
mereka memiliki wahyu atau ilham atau pengalaman spiritual yang mereka duga
berasal dari Allah swt. Itulah yang disebut sesat.
Mereka
harus tahu bagaimana caranya membedakan mana wahyu dari Allah swt dan mana wahyu
dari Iblis. Memang Allah swt selalu memberikan pengalaman-pengalaman spiritual
sampai hari ini kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Akan tetapi, Iblis pun
punya cara yang hampir sama dengan Allah swt dalam memberikan pengalaman
spiritual. Iblis mencontek bagaimana Allah swt dalam memberikan pengalaman
spiritual. Akibatnya, orang-orang sulit membedakan mana petunjuk gaib dari
Allah swt dan mana petunjuk gaib dari Iblis laknatullah.
Coba
baca artikel saya masih di dalam blog ini yang berjudul Wahyu Sang Iblis pada http://tom-finaldin8.blogspot.co.id/2011/05/wahyu-sang-iblis.html. Insyaallah, Saudara-saudara sekalian
dapat membedakan dengan baik mana petunjuk gaib dari Allah swt dan mana yang
berasal dari Iblis.
Gafatar
dapat wahyu dari Allah swt atau dari Iblis?
Baca
artikel saya yang berjudul Wahyu Sang
Iblis, lalu nilai sendiri dari siapa mesias Gafatar mendapatkan petunjuk.
No comments:
Post a Comment