Friday, 10 September 2021

Jokowi-Prabowo Vs Kotak Kosong

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Entah untuk ke berapa kalinya saya memberikan nasihat yang lumayan memusingkan dan berskala luas, tetapi banyak yang nggak mau dengar. Akibatnya, kejadian deh apa yang sudah saya perkirakan sebelumnya.

            Saya ingatkan dua nasihat saya yang banyak enggak didengar, tetapi akibatnya kejadian beneran dan fatal.

            Pertama, masih ingat kan Pilpres 2019  ketika terjadi persaingan antara Jokowi-Maruf Amin melawan Prabowo-Sandiuno?

            Dua kali saya menulis bahwa kalau ingin Prabowo-Sandi menang, jangan ngomongin Jokowi terus, baik kejelekannya apalagi kebaikannya. Kalau ingin menang, harus lebih banyak ngomongin kehebatan Prabowo dan Sandiaga Uno. Kalau ngomongin Jokowi terus, apalagi menggunakan fitnah, hoax, maki-maki, kebencian, kedustaan, pendukung Jokowi akan melawan dengan membongkar fitnah dan kedustaan itu ditambah dengan menyebarkan kebaikan dan keberhasilan Jokowi. Artinya, cuma Jokowi yang diomongin se-Indonesia, sedangkan Prabowo sangat sedikit dibicarakan. Akibatnya, di dalam kepala dan memori rakyat lebih tertanam nama Jokowi dibandingkan Prabowo. Hasilnya, Jokowi menang, Prabowo kalah.

            Padahal, Prabowo itu orang hebat. Saya ngefans sama Prabowo. Sejak saya SMA, kalau ada tulisan di koran dan majalah tentang Prabowo, saya selalu baca. Bukunya pun saya beli. Coba kalau banyak menceriterakan kehebatan Prabowo sambil membuat nama Jokowi tenggelam, tidak dibicarakan lagi, hasilnya bisa beda. Prabowo bisa menang. Akan tetapi, seperti saya bilang, nasihat saya tidak didengar sih. Ini mah kesalahan para Jurkam, tokoh-tokoh, atau buzzer-buzzer Prabowo yang memprovokasi rakyat untuk selalu membicarakan Jokowi. Hasilnya, Jokowi menang, kan jadi sakit hati. Rasain aja.

            Kedua, masih ingat kepulangan HRS dari Arab?

            Saya kan kasih nasihat bahwa kalau HRS pulang dari Arab ke Indonesia, jangan bersikap berlebihan, tenang saja, biasa saja. Dia pulang, ya pendukungnya boleh gembira dan tetap menghormatinya, tetapi jangan berlebihan karena memancing kemarahan kelompok lain yang tidak suka HRS dan FPI. Soalnya, HRS sudah banyak dilaporkan ke polisi sama orang lain dan saya juga mendengar ada kelompok-kelompok merah, kuning, biru, hijau, loreng yang akan melakukan sweping terhadap anggota FPI. Mereka akan menangkapi orang-orang FPI. Itu sangat berbahaya. Bisa terjadi pertumpahan darah, menimbulkan banyak kematian, dan menyebabkan kekacauan. Bentrokan di antara masyarakat sangat mungkin terjadi.

            Sayangnya, nasihat saya banyak tidak didengar. Malah, banyak orang yang marah sama saya. Katanya, saya tidak menghormati habib, tidak sopan, dan lain sebagainya. Padahal, saya itu kasihan sama HRS dan berharap FPI tetap harus ada sebagai elemen bangsa yang ikut menyeimbangkan situasi. Akan tetapi, nggak mau denger sih.

Akibatnya, sekarang apa?

FPI dibubarkan, HRS dan Munarman juga ditangkap, ada anggota FPI yang mati  ditembak. Selesai.

Coba kalau ketika HRS pulang, para pendukungnya bersikap lebih tenang, biasa saja, ikuti Prokes, jauhi kerumunan seperti yang disarankan pemerintah, dan hadapi kasus hukum yang sedang membelitnya dengan wajar dan jantan di pengadilan, mungkin sekarang FPI masih ada, tidak perlu ada yang mati, serta HRS dan Munarman tidak ditangkap. Saya kan sudah kasih tahu dulu soal itu.

 Tulisan-tulisan saya itu sudah dibaca lebih dari 250 ribu orang.

Nih, sekarang saya kasih nasihat lagi. Sebetulnya sudah sih kemarin-kemarin, tetapi ya banyak yang nggak mengambil pelajaran juga dari yang sudah-sudah. Kan saya sudah bilang kalau tidak ingin Jokowi tiga periode menjadi presiden, jangan bikin keributan, jangan bikin dan menyebarkan hoax, jangan bikin fitnah, kebencian dan kedustaan. Soalnya, mereka yang menginginkan Jokowi tiga periode itu alasannya adalah adanya potensi huru-hara dan perpecahan di masyarakat Indonesia dan itu jadi pertikaian senegara. Jokowi dan Prabowo adalah pasangan yang tepat untuk mengendalikan situasi. Akan tetapi, saya masih melihat banyak hoax, ujaran kebencian, manipulasi berita dan foto, serta mengedit atau memotong-motong video punya orang lain sehingga menyesatkan, berbeda jauh jika dibandingkan dengan video aslinya. Itu semua bisa menjadi alasan agar Jokowi menjadi presiden tiga periode dengan ditemani Prabowo sebagai wakilnya.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah bisa terjadi dalam Pilpres ke depan yang bertarung dalam Pilpres adalah Jokowi-Prabowo melawan Kotak Kosong. Artinya, hanya calon tunggal.

Memang siapa yang bisa melawan Jokowi-Prabowo?

Anies Baswedan?

Susah pisan Anies untuk menjadi presiden. Jangankan menjadi presiden, untuk mendaftar sebagai calon presiden saja sudah tidak bisa.

Memang partai mana yang akan mencalonkan Anies menjadi presiden?

PKS? Partai Demokrat?

Tidak bisa. Itu karena gabungan kekuatan mereka cuma 18%, sedangkan syarat untuk bisa mencalonkan presiden itu minimal harus 20%. Berbeda dengan kekuatan partai koalisi politik Jokowi, jumlahnya 82%, kuat pisan.

Mau jika ketika Pilpres nanti kita memilih Jokowi-Prabowo Vs Kotak Kosong?

Kalau mau, silakan bikin bibit-bibit perpecahan sejak sekarang, buatlah lebih banyak fitnah, hoax, ujaran kebencian, dan manipulasilah berita, foto, atau video punya orang lain sehingga menyesatkan. Kalau tidak mau, jadilah masyarakat yang beradab. Dukung  pemerintah jika benar dan kritik pemerintah jika salah. Belajarlah membedakan mana kritik dan mana ujaran kebencian.

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment