oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Entah untuk ke berapa
kalinya saya memberikan nasihat yang lumayan memusingkan dan berskala luas,
tetapi banyak yang nggak mau dengar. Akibatnya, kejadian deh apa yang sudah
saya perkirakan sebelumnya.
Saya ingatkan dua nasihat saya yang banyak enggak
didengar, tetapi akibatnya kejadian beneran dan fatal.
Pertama, masih
ingat kan Pilpres 2019 ketika terjadi
persaingan antara Jokowi-Maruf Amin melawan Prabowo-Sandiuno?
Dua kali saya menulis bahwa kalau ingin Prabowo-Sandi
menang, jangan ngomongin Jokowi terus, baik kejelekannya apalagi kebaikannya.
Kalau ingin menang, harus lebih banyak ngomongin kehebatan Prabowo dan Sandiaga
Uno. Kalau ngomongin Jokowi terus, apalagi menggunakan fitnah, hoax, maki-maki,
kebencian, kedustaan, pendukung Jokowi akan melawan dengan membongkar fitnah
dan kedustaan itu ditambah dengan menyebarkan kebaikan dan keberhasilan Jokowi.
Artinya, cuma Jokowi yang diomongin se-Indonesia, sedangkan Prabowo sangat
sedikit dibicarakan. Akibatnya, di dalam kepala dan memori rakyat lebih
tertanam nama Jokowi dibandingkan Prabowo. Hasilnya, Jokowi menang, Prabowo
kalah.
Padahal, Prabowo itu orang hebat. Saya ngefans sama
Prabowo. Sejak saya SMA, kalau ada tulisan di koran dan majalah tentang
Prabowo, saya selalu baca. Bukunya pun saya beli. Coba kalau banyak
menceriterakan kehebatan Prabowo sambil membuat nama Jokowi tenggelam, tidak
dibicarakan lagi, hasilnya bisa beda. Prabowo bisa menang. Akan tetapi, seperti
saya bilang, nasihat saya tidak didengar sih. Ini mah kesalahan para Jurkam,
tokoh-tokoh, atau buzzer-buzzer Prabowo yang memprovokasi rakyat untuk selalu
membicarakan Jokowi. Hasilnya, Jokowi menang, kan jadi sakit hati. Rasain aja.
Kedua, masih
ingat kepulangan HRS dari Arab?
Saya kan kasih nasihat bahwa kalau HRS pulang dari Arab
ke Indonesia, jangan bersikap berlebihan, tenang saja, biasa saja. Dia pulang,
ya pendukungnya boleh gembira dan tetap menghormatinya, tetapi jangan
berlebihan karena memancing kemarahan kelompok lain yang tidak suka HRS dan
FPI. Soalnya, HRS sudah banyak dilaporkan ke polisi sama orang lain dan saya
juga mendengar ada kelompok-kelompok merah, kuning, biru, hijau, loreng yang
akan melakukan sweping terhadap anggota FPI. Mereka akan menangkapi orang-orang
FPI. Itu sangat berbahaya. Bisa terjadi pertumpahan darah, menimbulkan banyak
kematian, dan menyebabkan kekacauan. Bentrokan di antara masyarakat sangat
mungkin terjadi.
Sayangnya, nasihat saya banyak tidak didengar. Malah,
banyak orang yang marah sama saya. Katanya, saya tidak menghormati habib, tidak
sopan, dan lain sebagainya. Padahal, saya itu kasihan sama HRS dan berharap FPI
tetap harus ada sebagai elemen bangsa yang ikut menyeimbangkan situasi. Akan
tetapi, nggak mau denger sih.
Akibatnya,
sekarang apa?
FPI
dibubarkan, HRS dan Munarman juga ditangkap, ada anggota FPI yang mati ditembak. Selesai.
Coba
kalau ketika HRS pulang, para pendukungnya bersikap lebih tenang, biasa saja,
ikuti Prokes, jauhi kerumunan seperti yang disarankan pemerintah, dan hadapi
kasus hukum yang sedang membelitnya dengan wajar dan jantan di pengadilan,
mungkin sekarang FPI masih ada, tidak perlu ada yang mati, serta HRS dan
Munarman tidak ditangkap. Saya kan sudah kasih tahu dulu soal itu.
Tulisan-tulisan saya itu sudah dibaca lebih
dari 250 ribu orang.
Nih,
sekarang saya kasih nasihat lagi. Sebetulnya sudah sih kemarin-kemarin, tetapi
ya banyak yang nggak mengambil pelajaran juga dari yang sudah-sudah. Kan saya
sudah bilang kalau tidak ingin Jokowi tiga periode menjadi presiden, jangan
bikin keributan, jangan bikin dan menyebarkan hoax, jangan bikin fitnah,
kebencian dan kedustaan. Soalnya, mereka yang menginginkan Jokowi tiga periode
itu alasannya adalah adanya potensi huru-hara dan perpecahan di masyarakat Indonesia
dan itu jadi pertikaian senegara. Jokowi dan Prabowo adalah pasangan yang tepat
untuk mengendalikan situasi. Akan tetapi, saya masih melihat banyak hoax,
ujaran kebencian, manipulasi berita dan foto, serta mengedit atau
memotong-motong video punya orang lain sehingga menyesatkan, berbeda jauh jika
dibandingkan dengan video aslinya. Itu semua bisa menjadi alasan agar Jokowi
menjadi presiden tiga periode dengan ditemani Prabowo sebagai wakilnya.
Hal
yang lebih mengkhawatirkan adalah bisa terjadi dalam Pilpres ke depan yang
bertarung dalam Pilpres adalah Jokowi-Prabowo melawan Kotak Kosong. Artinya,
hanya calon tunggal.
Memang
siapa yang bisa melawan Jokowi-Prabowo?
Anies
Baswedan?
Susah
pisan Anies untuk menjadi presiden. Jangankan menjadi presiden, untuk mendaftar
sebagai calon presiden saja sudah tidak bisa.
Memang
partai mana yang akan mencalonkan Anies menjadi presiden?
PKS?
Partai Demokrat?
Tidak
bisa. Itu karena gabungan kekuatan mereka cuma 18%, sedangkan syarat untuk bisa
mencalonkan presiden itu minimal harus 20%. Berbeda dengan kekuatan partai
koalisi politik Jokowi, jumlahnya 82%, kuat pisan.
Mau
jika ketika Pilpres nanti kita memilih Jokowi-Prabowo Vs Kotak Kosong?
Kalau
mau, silakan bikin bibit-bibit perpecahan sejak sekarang, buatlah lebih banyak
fitnah, hoax, ujaran kebencian, dan manipulasilah berita, foto, atau video
punya orang lain sehingga menyesatkan. Kalau tidak mau, jadilah masyarakat yang
beradab. Dukung pemerintah jika benar
dan kritik pemerintah jika salah. Belajarlah membedakan mana kritik dan mana
ujaran kebencian.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment