oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Taliban mulai harus memahami
kenyataan bahwa sudah terjadi perbedaan antara idealisme dan kenyataan. Selama
ini mereka menginginkan pendidikan diselenggarakan dengan cara Islam. Maksud
mereka cara Islam itu adalah dipisahkan antara laki-laki dan perempuan.
Laki-laki diajari oleh guru laki-laki. Perempuan diajari oleh guru perempuan.
Tempatnya juga harus terpisah. Ini sudah lumayan bagus sebetulnya karena dulu
mereka tidak membolehkan perempuan untuk bersekolah. Kini perempuan boleh
bersekolah meskipun harus terpisah dari laki-laki.
Hal yang menarik adalah ternyata idealisme mereka tidak
bisa dilaksanakan karena kenyataannya Afghanistan kekurangan tenaga pengajar,
kurang guru. Entah karena memang sumber daya manusia mereka terbatas sejak dulu
atau karena banyak guru yang kabur ke luar negeri ketika Afghanistan mulai
jatuh ke tangan Taliban. Akhirnya, mereka tetap mencampurkan laki-laki dan
perempuan dalam satu kelas. Bedanya, meskipun dalam kelas yang sama,
murid-murid dibatasi dengan menggunakan tirai sehingga terpisah antara murid
laki-laki dan perempuan. Mereka tidak bisa saling pandang.
Bagaimana dengan gurunya?
Kalau gurunya, bisa memandang mahasiswa laki-laki dan
perempuan sekaligus. Begitu juga murid-muridnya, tetap bisa memandang
dosen/guru, baik laki-laki maupun perempuan. Jadi, tetap saja bisa saling
pandang antara laki-laki dan perempuan, khusus untuk dosen atau gurunya. Yang
tidak bisa saling pandang itu antara murid/mahasiswa dengan teman-temannya
sendiri di dalam kelas.
Begitulah kenyataannya. Mereka harus banyak belajar bahwa
antara idealisme dengan kenyataan kerap berbeda.
Mereka
mungkin berpandangan bahwa laki-laki harus selalu menjadi pemimpin bagi
perempuan. Oleh sebab itu, tak ada seorang perempuan pun yang ada dalam jajaran
kabinet yang mereka bentuk untuk memimpin Afghanistan.
Bagaimana
kalau guru atau dosen di kelas?
Mereka
pun harus belajar dari kenyataan bahwa jika ada perempuan yang cerdas dan
pantas menjadi dosen atau guru, para perempuan itu adalah pemimpin laki-laki
dan perempuan di kelasnya. Itulah kenyataan yang harus dihadapi.
Ada
keinginan lain yang belum jelas dalam pendidikan yang mereka inginkan, yaitu
akan menghapus pelajaran yang anti-Islam.
Pelajaran
anti-Islam itu apa? Pelajaran yang mana?
Matematika?
Fisika, kimia, sosiologi, ekonomi, politik?
Mungkin
biologi yang nggak boleh diajarkan karena mengajarkan anatomi tubuh manusia
yang harus ditampakkan jelas semua auratnya berikut isi dalemannya?
Kalau
begitu, mereka nggak akan punya dokter karena dokter kan harus tahu semua tubuh
manusia, termasuk yang dianggap aurat itu.
Mungkin
pelajaran komunis yang harus dihapuskan karena cenderung ateis?
Kalau
begitu, mereka tidak akan paham tentang perkembangan pemikiran manusia di
dunia. Saya sendiri mengajarkan komunisme karena itu termasuk dalam bagian mata
kuliah “Dinamika Ekonomi Politik Global”.
Di dalam mata kuliah itu ada ajaran merkantilisme, liberalisme, kapitalisme, komunisme,
Pancasila, dan Islam.
Jujur
saja saya ingin belajar apa sih pelajaran yang anti-Islam itu. Kalau ada
penggemar Taliban baca tulisan saya ini, tolong kasih tahu saya tentang
pelajaran anti-Islam, saya berterima kasih untuk itu.
No comments:
Post a Comment