Wednesday, 8 September 2021

Taliban Belajar dari Kenyataan

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Taliban mulai harus memahami kenyataan bahwa sudah terjadi perbedaan antara idealisme dan kenyataan. Selama ini mereka menginginkan pendidikan diselenggarakan dengan cara Islam. Maksud mereka cara Islam itu adalah dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki diajari oleh guru laki-laki. Perempuan diajari oleh guru perempuan. Tempatnya juga harus terpisah. Ini sudah lumayan bagus sebetulnya karena dulu mereka tidak membolehkan perempuan untuk bersekolah. Kini perempuan boleh bersekolah meskipun harus terpisah dari laki-laki.

            Hal yang menarik adalah ternyata idealisme mereka tidak bisa dilaksanakan karena kenyataannya Afghanistan kekurangan tenaga pengajar, kurang guru. Entah karena memang sumber daya manusia mereka terbatas sejak dulu atau karena banyak guru yang kabur ke luar negeri ketika Afghanistan mulai jatuh ke tangan Taliban. Akhirnya, mereka tetap mencampurkan laki-laki dan perempuan dalam satu kelas. Bedanya, meskipun dalam kelas yang sama, murid-murid dibatasi dengan menggunakan tirai sehingga terpisah antara murid laki-laki dan perempuan. Mereka tidak bisa saling pandang.

            Bagaimana dengan gurunya?

            Kalau gurunya, bisa memandang mahasiswa laki-laki dan perempuan sekaligus. Begitu juga murid-muridnya, tetap bisa memandang dosen/guru, baik laki-laki maupun perempuan. Jadi, tetap saja bisa saling pandang antara laki-laki dan perempuan, khusus untuk dosen atau gurunya. Yang tidak bisa saling pandang itu antara murid/mahasiswa dengan teman-temannya sendiri di dalam kelas.

            Begitulah kenyataannya. Mereka harus banyak belajar bahwa antara idealisme dengan kenyataan kerap berbeda.

Mereka mungkin berpandangan bahwa laki-laki harus selalu menjadi pemimpin bagi perempuan. Oleh sebab itu, tak ada seorang perempuan pun yang ada dalam jajaran kabinet yang mereka bentuk untuk memimpin Afghanistan.

Bagaimana kalau guru atau dosen di kelas?

Mereka pun harus belajar dari kenyataan bahwa jika ada perempuan yang cerdas dan pantas menjadi dosen atau guru, para perempuan itu adalah pemimpin laki-laki dan perempuan di kelasnya. Itulah kenyataan yang harus dihadapi.

Ada keinginan lain yang belum jelas dalam pendidikan yang mereka inginkan, yaitu akan menghapus pelajaran yang anti-Islam.

Pelajaran anti-Islam itu apa? Pelajaran yang mana?

Matematika? Fisika, kimia, sosiologi, ekonomi, politik?

Mungkin biologi yang nggak boleh diajarkan karena mengajarkan anatomi tubuh manusia yang harus ditampakkan jelas semua auratnya berikut isi dalemannya?

Kalau begitu, mereka nggak akan punya dokter karena dokter kan harus tahu semua tubuh manusia, termasuk yang dianggap aurat itu.

Mungkin pelajaran komunis yang harus dihapuskan karena cenderung ateis?

Kalau begitu, mereka tidak akan paham tentang perkembangan pemikiran manusia di dunia. Saya sendiri mengajarkan komunisme karena itu termasuk dalam bagian mata kuliah “Dinamika Ekonomi Politik Global”. Di dalam mata kuliah itu ada ajaran merkantilisme, liberalisme, kapitalisme, komunisme, Pancasila, dan Islam.

Jujur saja saya ingin belajar apa sih pelajaran yang anti-Islam itu. Kalau ada penggemar Taliban baca tulisan saya ini, tolong kasih tahu saya tentang pelajaran anti-Islam, saya berterima kasih untuk itu.

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment