oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Masih ingat dengan nama Letnan
Jenderal Dudung Abdurachman yang menjadi benteng negara dalam membubarkan Front
Pembela Islam (FPI)?
Para mantan FPI seharusnya kenal dengan wajah Jenderal Dudung.
Orang-orang di luar FPI pun banyak yang hapal benar dengan wajah Dudung karena
menurut Mahfud M.D., 92% rakyat Indonesia setuju FPI dibubarkan.
Letnan Jenderal Dudung Abdurachman (Foto: CNN Indonesia) |
Akhir-akhir ini Dudung menjadi sorotan publik karena ucapannya yang dinilai salah.
Pada 14 September 2021 dia sempat mengatakan, “… semua
agama benar di mata Tuhan ….”
Kalimatnya itu tentu saja mendapatkan kecaman dan kritik
keras dari para pemuka Agama Islam, seperti, dari Muhammadiyah, MUI, kiyai NU,
dan Ormas lainnya, termasuk mantan FPI. Ada yang mengkritiknya sangat keras,
ada yang berusaha memperbaikinya, ada juga yang menuntut Dudung untuk membuat permohonan
maaf kepada umat Islam.
Buat
saya, ada tiga hal yang menyebabkan Dudung berkata seperti itu. Pertama, dia kurang wawasan dalam memahami
agamanya. Kedua, kurang penjelasan
terhadap maksud yang dikatakannya. Ketiga,
Dudung terlalu nasionalis.
Pertama, tidak
enak sebetulnya kalau mengatakan Dudung kurang memahami Islam. Dia itu
keturunan Sunan Gunung Djati (SGD). Dalam beberapa literatur, SGD juga
terhubung kepada Nabi Muhammad saw. Artinya, Dudung pantas kalau disebut habib,
tetapi tidak menggunakan gelar itu. Di samping itu, Dudung adalah jebolan
pesantren dan mewakafkan tanah miliknya untuk pesantren.
Akan
tetapi, mau bagaimana lagi menilai seseorang yang mengatakan bahwa semua agama
itu benar di mata Tuhan kalau bukan karena kurang paham terhadap Islam?
Ini
persoalan akidah. Dalam Islam kalau berbicara itu harus jelas dalilnya, baik
yang berupa ayat Al Quran, hadits, ataupun dalil akal. Secara naqli, tidak ada
yang dapat menjadi dasar pemikiran untuk mengatakan bahwa semua agama itu benar
di mata Tuhan. Bahkan, di dalam kitab-kitab suci agama lain pun, seperti,
Injil, Taurat, Weda, Tripitaka, atau yang lainnya, tidak akan ada kalimat
seperti itu. Secara aqli pun, tidak masuk akal.
Bagaimana
mungkin semua agama benar di mata Tuhan, kalau Tuhan-nya sama?
Misalnya,
agama yang satu tidak membolehkan berzina, tetapi agama yang lainnya
membolehkan berzina. Kalau Tuhan-nya sama, tidak mungkin ada agama berbeda
dengan ajaran yang berbeda. Kalau Tuhan-nya berbeda, ya nggak apa-apa, baru
masuk akal. Kan Tuhan-nya juga beda.
Kalau
yang dimaksud Dudung Tuhan-nya sama, tidak perlu marah, tidak perlu maki-maki,
tidak perlu menuntut ke pengadilan karena penghinaan agama. Sebagai sesama muslim,
harus saling mengingatkan, bukan saling menghardik. Dudung perlu diingatkan
dengan menggunakan QS Ali Imran ayat 19 yang pada awal ayatnya berbunyi “Innaddiina indallaahil Islaam”. Cari terjemahannya
sendiri. Mudah-mudahan Dudung lebih paham, menyadari kesalahannya, kemudian
bertaubat. Tidak perlu diperpanjang, toh pada akhirnya urusan itu kembali
kepada Allah swt.
Kedua, Dudung
kurang menjelaskan kalimatnya. Kalau Tuhan yang dimaksud Dudung itu adalah
Allah swt, jelas salah. Hal itu disebabkan tidak mungkin Allah swt menurunkan
dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, atau banyak agama berbeda dengan perbedaan
ajaran, kewajiban, dan larangan. Akan tetapi, kalau Tuhan-nya beda, tidak ada
masalah. Tuhannya kan masing-masing, ajarannya juga pasti masing-masing. Ya
sudah, masing-masing saja. Sayangnya, Dudung tidak menjelaskan kalimat itu dengan
benar, jadi wajar jika ada banyak kritikan dan protes kepadanya.
Ketiga, Dudung
terlalu nasionalis. Sikap patriotik dan nasionalis itu hebat. Akan tetapi,
kalau berlebihan juga bisa jadi salah. Maksud Dudung mengatakan bahwa semua
agama benar di mata Tuhan adalah supaya tidak ada perpecahan di antara para
prajuritnya. Dia ingin para prajurit tetap bersatu meskipun berbeda agama. Dia
tidak ingin ada fanatisme berlebihan di kalangan prajurit yang membuat
ketegangan di antara sesama prajurit. Itu bagus, sangat bagus malahan,
sayangnya karena keinginan dan semangatnya terlalu tinggi, dia keseleo lidah.
Adalah
hal yang sangat baik dapat memenej anak buah yang berbeda agama untuk bersatu
dalam persaudaraan. Akan tetapi, tidak perlu juga jika harus mengatakan bahwa
semua agama benar di mata Tuhan. Itu akan menjadi polemik (sudah terjadi) dan
harus dipertanggungjawabkan pula di hadapan Allah swt.
Saya
juga punya banyak murid yang berbeda agamanya. Saya pun berusaha agar di antara
mereka tidak berkonflik soal agama. Akan tetapi, saya tidak pernah mengatakan
bahwa semua agama adalah sama di mata Tuhan. Saya memilih untuk berusaha
bersikap adil kepada mereka sehingga mereka paham bahwa perbedaan agama itu
bukanlah masalah di antara kami.
Ada
seorang murid Kristen datang dan bertanya kepada saya, “Pak, boleh saya tahan atau
saya jabel laptop punya teman saya?”
“Memang
kenapa?”
“Dia
punya hutang sama saya dan sudah lama nggak dibayar-bayar.”
Kebetulan,
yang punya hutang beragama Islam.
“Itu
mah terserah kalian. Bukan urusan saya. Kalian bersepakat saja baik-baik.
Kalian kan sudah pada gede, masa urusan begitu saya harus ikutan.”
Meskipun
yang berhutang itu agamanya sama dengan saya, kan saya tidak mungkin membelanya
mati-matian karena kesamaan agama. Urusan hutang piutang itu ya jadi urusan
mereka, nggak ada kaitannya dengan kesamaan agama.
Nah,
kan perilaku semacam itu pun bisa mempersatukan di antara anak buah atau
orang-orang yang di bawah kita. Artinya, semua diperlakukan sama, tidak perlu
mengatakan bahwa semua agama adalah benar di mata Tuhan.
Maaf
Jenderal, sebagai sesama muslim, sebagai sesama orang Sunda, dan sebagai sesama
orang Indonesia, saya mengingatkan bahwa kita semua harus saling mengingatkan
supaya tetap berada di jalan yang benar, sebagaimana yang Allah swt ajarkan di
dalam QS Al Ashr.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment