Saturday, 18 September 2021

Maaf Jenderal, Anda Salah

 


 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Masih ingat dengan nama Letnan Jenderal Dudung Abdurachman yang menjadi benteng negara dalam membubarkan Front Pembela Islam (FPI)?

            Para mantan FPI seharusnya kenal dengan wajah Jenderal Dudung. Orang-orang di luar FPI pun banyak yang hapal benar dengan wajah Dudung karena menurut Mahfud M.D., 92% rakyat Indonesia setuju FPI dibubarkan.


Letnan Jenderal Dudung Abdurachman (Foto: CNN Indonesia)


               Akhir-akhir ini Dudung menjadi sorotan publik karena ucapannya yang dinilai salah. 

            Pada 14 September 2021 dia sempat mengatakan, “… semua agama benar di mata Tuhan ….”

            Kalimatnya itu tentu saja mendapatkan kecaman dan kritik keras dari para pemuka Agama Islam, seperti, dari Muhammadiyah, MUI, kiyai NU, dan Ormas lainnya, termasuk mantan FPI. Ada yang mengkritiknya sangat keras, ada yang berusaha memperbaikinya, ada juga yang menuntut Dudung untuk membuat permohonan maaf kepada umat Islam.

            Buat saya, ada tiga hal yang menyebabkan Dudung berkata seperti itu. Pertama, dia kurang wawasan dalam memahami agamanya. Kedua, kurang penjelasan terhadap maksud yang dikatakannya. Ketiga, Dudung terlalu nasionalis.

            Pertama, tidak enak sebetulnya kalau mengatakan Dudung kurang memahami Islam. Dia itu keturunan Sunan Gunung Djati (SGD). Dalam beberapa literatur, SGD juga terhubung kepada Nabi Muhammad saw. Artinya, Dudung pantas kalau disebut habib, tetapi tidak menggunakan gelar itu. Di samping itu, Dudung adalah jebolan pesantren dan mewakafkan tanah miliknya untuk pesantren.

Akan tetapi, mau bagaimana lagi menilai seseorang yang mengatakan bahwa semua agama itu benar di mata Tuhan kalau bukan karena kurang paham terhadap Islam?

Ini persoalan akidah. Dalam Islam kalau berbicara itu harus jelas dalilnya, baik yang berupa ayat Al Quran, hadits, ataupun dalil akal. Secara naqli, tidak ada yang dapat menjadi dasar pemikiran untuk mengatakan bahwa semua agama itu benar di mata Tuhan. Bahkan, di dalam kitab-kitab suci agama lain pun, seperti, Injil, Taurat, Weda, Tripitaka, atau yang lainnya, tidak akan ada kalimat seperti itu. Secara aqli pun, tidak masuk akal.

Bagaimana mungkin semua agama benar di mata Tuhan, kalau Tuhan-nya sama?

Misalnya, agama yang satu tidak membolehkan berzina, tetapi agama yang lainnya membolehkan berzina. Kalau Tuhan-nya sama, tidak mungkin ada agama berbeda dengan ajaran yang berbeda. Kalau Tuhan-nya berbeda, ya nggak apa-apa, baru masuk akal. Kan Tuhan-nya juga beda.

Kalau yang dimaksud Dudung Tuhan-nya sama, tidak perlu marah, tidak perlu maki-maki, tidak perlu menuntut ke pengadilan karena penghinaan agama. Sebagai sesama muslim, harus saling mengingatkan, bukan saling menghardik. Dudung perlu diingatkan dengan menggunakan QS Ali Imran ayat 19 yang pada awal ayatnya berbunyi “Innaddiina indallaahil Islaam”. Cari terjemahannya sendiri. Mudah-mudahan Dudung lebih paham, menyadari kesalahannya, kemudian bertaubat. Tidak perlu diperpanjang, toh pada akhirnya urusan itu kembali kepada Allah swt.

Kedua, Dudung kurang menjelaskan kalimatnya. Kalau Tuhan yang dimaksud Dudung itu adalah Allah swt, jelas salah. Hal itu disebabkan tidak mungkin Allah swt menurunkan dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, atau banyak agama berbeda dengan perbedaan ajaran, kewajiban, dan larangan. Akan tetapi, kalau Tuhan-nya beda, tidak ada masalah. Tuhannya kan masing-masing, ajarannya juga pasti masing-masing. Ya sudah, masing-masing saja. Sayangnya, Dudung tidak menjelaskan kalimat itu dengan benar, jadi wajar jika ada banyak kritikan dan protes kepadanya.

Ketiga, Dudung terlalu nasionalis. Sikap patriotik dan nasionalis itu hebat. Akan tetapi, kalau berlebihan juga bisa jadi salah. Maksud Dudung mengatakan bahwa semua agama benar di mata Tuhan adalah supaya tidak ada perpecahan di antara para prajuritnya. Dia ingin para prajurit tetap bersatu meskipun berbeda agama. Dia tidak ingin ada fanatisme berlebihan di kalangan prajurit yang membuat ketegangan di antara sesama prajurit. Itu bagus, sangat bagus malahan, sayangnya karena keinginan dan semangatnya terlalu tinggi, dia keseleo lidah.  

Adalah hal yang sangat baik dapat memenej anak buah yang berbeda agama untuk bersatu dalam persaudaraan. Akan tetapi, tidak perlu juga jika harus mengatakan bahwa semua agama benar di mata Tuhan. Itu akan menjadi polemik (sudah terjadi) dan harus dipertanggungjawabkan pula di hadapan Allah swt.

Saya juga punya banyak murid yang berbeda agamanya. Saya pun berusaha agar di antara mereka tidak berkonflik soal agama. Akan tetapi, saya tidak pernah mengatakan bahwa semua agama adalah sama di mata Tuhan. Saya memilih untuk berusaha bersikap adil kepada mereka sehingga mereka paham bahwa perbedaan agama itu bukanlah masalah di antara kami.

Ada seorang murid Kristen datang dan bertanya kepada saya, “Pak, boleh saya tahan atau saya jabel laptop punya teman saya?”

“Memang kenapa?”

“Dia punya hutang sama saya dan sudah lama nggak dibayar-bayar.”

Kebetulan, yang punya hutang beragama Islam.

“Itu mah terserah kalian. Bukan urusan saya. Kalian bersepakat saja baik-baik. Kalian kan sudah pada gede, masa urusan begitu saya harus ikutan.”

Meskipun yang berhutang itu agamanya sama dengan saya, kan saya tidak mungkin membelanya mati-matian karena kesamaan agama. Urusan hutang piutang itu ya jadi urusan mereka, nggak ada kaitannya dengan kesamaan agama.

Nah, kan perilaku semacam itu pun bisa mempersatukan di antara anak buah atau orang-orang yang di bawah kita. Artinya, semua diperlakukan sama, tidak perlu mengatakan bahwa semua agama adalah benar di mata Tuhan.

Maaf Jenderal, sebagai sesama muslim, sebagai sesama orang Sunda, dan sebagai sesama orang Indonesia, saya mengingatkan bahwa kita semua harus saling mengingatkan supaya tetap berada di jalan yang benar, sebagaimana yang Allah swt ajarkan di dalam QS Al Ashr.

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment