Friday, 7 January 2022

Tak Semua Laporan Diproses Lanjut Polisi

 

oleh Tom Finaldin

                                                

Bandung, Putera Sang Surya

Aksi saling lapor kepada polisi sebetulnya ada bagusnya karena masyarakat sudah paham untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan hukum yang berlaku dan menghindari penyelesaian dengan cara main hakim sendiri atau aksi jalanan. Akan tetapi, ada yang salah dalam pemikiran masyarakat bahwa seluruh laporan ke polisi itu harus lanjut diproses polisi. Memang setiap laporan itu apa pun bentuknya harus diproses polisi dan itu adalah perintah undang-undang. Salah besar jika polisi tidak memprosesnya. Akan tetapi, ada yang berlanjut dan ada yang tidak berlanjut. Hal itu disebabkan polisi harus memiliki petunjuk dan bukti untuk melanjutkan prosesnya. Polisi pun harus yakin bahwa masalah yang dilaporkan itu memang merupakan pelanggaran terhadap hukum.

            Banyak orang yang melaporkan kepada polisi, tetapi tidak ada pelanggaran hukumnya. Oleh sebab itu, polisi selalu memanggil pelapor agar menunjukkan hal mana yang dianggap pelapor sebagai pelanggaran hukumnya. Kalau ada, lanjut. Kalau tidak ada, tidak akan berlanjut. Polisi harus berhati-hati karena bisa dituntut balik oleh masyarakat jika merasa dirugikan kepolisian. Selain itu, polisi pun harus melimpahkan berkas-berkas perkara yang dilaporkan masyarakat ke kejaksaan. Jaksa pun tidak akan menerima begitu saja jika tidak lengkap dan tidak yakin bakal menang di pengadilan.

            Saya berkali-kali mendengar keluhan dari jaksa yang sudah capek-capek menyusun konstruksi hukum, membuktikan adanya pelanggaran hukum, tetapi di pengadilan mereka dikalahkan. Hakim membebaskan terdakwa. Hal itu disebabkan salah satunya hakim memandang bahwa tidak ada pelanggaran hukum di sana. Hal itu sangat merugikan kepolisian dan kejaksaan. Oleh sebab itu, setiap laporan harus jelas bukti dan petunjuknya. Tidak asal lapor, lalu harus diproses.

Kalau laporan tidak diproses, protes dianggap tebang pilih, tidak adil, kriminalisasi, dan sebagainya. Protes boleh, bahkan harus, tetapi harus jelas bahwa ada pelanggaran hukum yang tidak diproses polisi. Bukan asal protes.

            Sekarang ini kan banyak yang lapor, tetapi tidak diproses lanjut.

            Kenapa Si A ditahan, tetapi Si B tidak?

            Ini kriminalisasi ulama!

            Sering dengar hal seperti itu kan?

            Penyebabnya, ya itu tadi, salah satunya adalah tidak ada bukti atau petunjuk yang mengarah pada pelanggaran hukum. Kalau diteruskan pun, bisa ditolak jaksa dan mentah di pengadilan oleh hakim. Itu membuat citra polisi buruk dan tidak profesional. Pasti polisi tidak mau hal itu terjadi.

            Saya ingat ketika anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, mengupload video di Youtube yang isinya mengkritik orang-orang yang suka bikin gaduh di Indonesia dengan nada yang sedikit kesal. Orang-orang seperti itu dianggapnya tidak produktif.

            Dia bilang, “Kerja! Dasar Ndeso! Ndeso!”

            Begitu kira-kira.

            Video yang viral itu kemudian dilaporkan ke polisi oleh seseorang dengan tuduhan penistaan agama. Polisi menerima laporan itu. Akan tetapi, pada hari yang lain  ketika laporan akan diproses lanjut, pelapor itu dipanggil polisi untuk menunjukkan hal mana yang merupakan penistaan agama. Pelapor itu tidak pernah datang memenuhi panggilan polisi. Kasus itu tidak berlanjut karena memang tidak ada bukti yang bisa dihadirkan sebagai kasus penistaan agama. Sayangnya, di luaran berkembang isu bahwa polisi telah bertindak tidak adil karena Kaesang adalah anak Presiden.

            Isu itu jelas menyesatkan. Memang polisi tidak melanjutkan prosesnya karena buktinya pun tidak ada. Laporan itu hanya didasarkan pada kebencian dan emosional tanpa menggunakan pikiran sehat.

            Sekarang juga sama, banyak laporan yang tidak bisa diteruskan karena tidak ada pelanggaran hukum itu. Akan tetapi, diisukan sebagai polisi tidak adil dan hanya memproses laporan orang-orang dari kelompok tertentu, sedangkan kelompok lainnya tidak diproses. Bukan soal kelompok sebetulnya, masalahnya bukti yang mengarah pada pelanggaran hukumnya tidak ada.

            Kepolisian memang tidak sempurna 100% dan tetap harus diingatkan jika mereka melakukan kesalahan atau tebang pilih. Polisi pun harus mendengar protes masyarakat itu. Akan tetapi, harus ada bukti yang masuk akal untuk melakukan protes pada polisi itu. Jangan sampai asal bunyi alias “Asbun”.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment