oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Soal Bahar bin Smith ini
bikin saya kaget, tetapi juga pengen ketawa. Ini polisi memang agak
mengherankan dari awal. Banyak yang mereka tutupi soal Bahar ini. Mereka memang
bekerja keras, tetapi tidak jelas apa yang sebenarnya mereka selidiki dan
sidik. Orang-orang, TNI, termasuk saya banyak membicarakan soal penghinaan atau
ujaran kebencian Bahar kepada Kasad Jenderal Dudung Abdurahman. Bahar,
teman-temannya, termasuk para pengacaranya pun banyak berbicara tentang hal
itu. Saya juga coba memahami kasus “Tuhan bukan orang Arab” dan kalimat
pelintiran Bahar dari segi bahasa. Maklum, saya kan lulusan bahasa Indonesia
dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Semua energi tersedot ke arah masalah
itu. Polisi mendiamkan berita dan diskursus soal ujaran kebencian itu.
Tak tahunya, ketika Bahar ditahan Polda Jabar, polisi
menjelaskan bahwa kasus Bahar adalah soal penyebaran berita bohong. Kaget saya.
Berita bohong yang mana?
Saya pikir soal kebohongan Bahar yang bilang dalam
ceramahnya bahwa TNI tidak ada di
bencana Semeru, padahal TNI adalah yang pertama datang dan sampai sekarang pun
masih ada di Semeru. Eh, ternyata yang dikerjakan polisi itu adalah dugaan
penyebaran berita bohong soal kasus penembakan di jalan tol km 50 itu.
Gusti, yang itu?
Itu mah kasus lama. Jadi, salah kalau ada orang yang
bilang bahwa polisi secepat kilat mengurus soal Bahar, padahal kasusnya baru
saja terjadi. Berbeda dengan kasus lain yang diurus atau ditanggapi polisi
tidak cepat alias dalam waktu lama. Kasus di jalan tol itu kan kasus yang lama,
baru diurus sekarang karena ada beberapa hal yang harus dipersiapkan.
Hal itulah yang membuat saya pengen tertawa.
Saya tidak tahu Bahar berbohong apa pada ceramah 11 Desember
2021 di Margaasih, Kabupaten Bandung karena saya tidak menontonnya. Akan
tetapi, ada beberapa sumber yang menjelaskan bahwa dalam ceramahnya Bahar
mengatakan bahwa enam FPI yang mati di tol km 50 itu dicabuti kuku-kukunya,
lalu kemaluannya dibakar, dan ada beberapa kalimat lainnya. Karena kebohongan
itulah Bahar ditahan. Jadi, bukan soal ujaran kebencian kepada Dudung.
Karena kebohongan itu, Bahar terancam lima tahun penjara.
Hal itu bisa menjadi tambah panjang jika ditambah kasus ujaran kebencian kepada
Dudung, penghinaan kepada presiden, ancaman kekerasan, dan lain sebagainya.
Banyak sekali tabungan kasus yang dapat menjerat Bahar pada masa depan.
Bahar pernah sesumbar bahwa dirinya pantang meminta maaf
dan lebih suka membusuk dalam penjara. Selain itu, dia menantang Jokowi dan polisi
untuk menangkapnya. Itulah yang membuat saya sangat ragu bahwa dia adalah
seorang ulama.
Tidakkah dia tahu bahwa Imam Al Ghazali pernah memberikan
nasihat agar berhati-hati berbicara?
Tidakkah dia paham bahwa ketika kita berbicara dan masa
itu adalah dalam masa kabul doa, kata-kata kita itu bisa menjadi kenyataan?
Jika kita berbicara hal yang baik, kebaikan itu menjadi
kenyataan. Sebaliknya, jika kita berbicara buruk, keburukan itu bisa menjadi
kenyataan. Hal itu disebabkan ketika kita mengatakan hal-hal itu, mau kebaikan
atau keburukan, sedang berada dalam masa kabul doa. Begitulah yang diajarkan
Imam Al Ghazali.
Karena kita tidak tahu kapan masa kabul doa itu,
berbicaralah hal-hal yang baik sehingga kebaikan itu menjadi kenyataan bagi
kita. Hindari berbicara buruk sehingga keburukan itu tidak terjadi kepada kita.
Lebih baik membusuk dalam penjara!
Kalau itu terucap dalam masa kabul doa, ya … nikmatilah.
Allah swt Mahakasih, Maha Pengampun. Dia sangat sayang kepada
seluruh ciptaan-Nya.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment