oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Beberapa hari lalu saya
mengikuti “Capacity Building” yang
diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas Al Ghifari yang isinya memberikan pelatihan bagi para dosen untuk
menjadi peneliti yang baik. Dalam pelatihan itu, saya sebagai orang yang
dilatih sempat berkomunikasi dengan seorang pemberi materi atau pelatih tentang
hal yang membuat saya tertarik. Hal itu adalah sekarang ini banyak peneliti,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang meneliti perilaku netizen di Media
Sosial. Hasil penelitiannya digunakan oleh instansi-instansi pemerintah dan
perusahaan swasta yang besar-besar untuk merekrut pegawai atau karyawan.
Saya baru mendengar ada hal semacam ini dan sangat
mengagetkan. Jadi, ketika kita melamar suatu pekerjaan atau mendaftarkan diri
menjadi pegawai negeri atau swasta, di samping ada serangkaian tes yang biasa
dilakukan, juga perilaku kita di media sosial semacam facebook, instagram,
twitter, dan whatsapp, akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian untuk
diterima atau tidak. Bahkan, diri kita diteliti dari akun-akun kita sejak dari
sekolah dasar. Mereka akan melihat dan menilai status-status yang kita buat,
foto-foto yang kita upload, narasi-narasi yang kita posting, serta
komentar-komentar yang kita tujukan pada status orang lain dan narasi-narasi
yang kita sebarkan. Apa yang kita perbuat di Medsos milik kita akan jadi
penilaian instansi pemerintah dan atau perusahaan swasta ketika kita melamar
pekerjaan kepada mereka.
Hal ini sangat terutama untuk membendung pikiran-pikiran
dan aktivitas radikal yang ada di samping watak, sikap, dan cara berbahasa kita. Mereka tidak akan mau
menerima orang yang berpikiran radikal dengan sikap dan bahasa yang buruk. Hal
itu disebabkan, baik instansi pemerintah maupun swasta tidak akan mau menerima
orang yang akan menimbulkan masalah di tempat pekerjaan, baik di pemerintahan
maupun di perusahaan swasta.
Dari dulu saya sering mengingatkan untuk bijak dalam
bermedsos, seperti, jangan berbohong, memfitnah, menyebarkan hoax, memposting
ujaran kebencian, dan bikin huru-hara. Hal itu bisa menyebabkan pelanggaran
hukum. Akan tetapi, banyak orang yang tidak menggubrisnya. Akibatnya, kita tahu
banyak sekali orang yang ditangkap dan dihukum gara-gara itu. Sekarang saya
ingatkan lagi bahwa perilaku, bahasa, pikiran, dan dukungan kita kepada
pihak-pihak yang dianggap penyakit masyarakat akan membuat kita menjadi
pengangguran. Jangan kaget ketika kita ditolak bekerja di mana-mana karena
perilaku buruk kita di Medsos. Jangan heran pula ketika kita melihat teman atau
kenalan yang kita anggap lebih bodoh dibandingkan kita atau tidak berpengalaman
seperti kita, malah diterima kerja dengan baik. Jangan salahkan siapa-siapa
pula ketika kita bekerja, tetapi karir kita terhenti di sana dan tidak pernah
naik jabatan atau naik gaji. Itu semua bisa terjadi karena perilaku kita di
media sosial.
Hentikan memosting hal-hal yang membuat citra diri kita
sendiri buruk. Hapus postingan dan komentar yang akan menghambat dunia kerja kita.
Meskipun postingan dan komentar itu tetap masih bisa ditampilkan kembali walaupun
sudah dihapus, minimal kita berupaya memperbaik citra diri kita. Postingan dan
komentar itu masih bisa ditampilkan meskipun sudah dihapus, kecuali di-replace, begitu teorinya.
Segera perbaiki citra diri kita di media sosial sehingga
orang lain menyukai kita dan memudahkan kita dalam berbisnis. Kalau tidak, ya ada
risiko yang harus kita tanggung dan itu menyusahkan.
Jika kita selalu bersama orang-orang yang tidak baik,
lalu kita mendapatkan kesulitan dalam hidup kita, apakah mereka bertanggung
jawab atas diri kita?
Apakah ketika kita terluka dan terjatuh dalam hidup,
mereka ada untuk kita?
Hati-hati menggunakan Medsos, jadilah manusia yang lebih
baik lagi, baik di dunia nyata maupun di dunia maya supaya kita lebih mudah
dalam menjalani hidup.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment