oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Istilah “habib” ini semakin populer sejak pemilihan presiden pada 2019
lalu. Banyak pendukung Prabowo yang mengaku habib mengumpulkan dan mempengaruhi
massa untuk memilih Prabowo. Suara keras para habib ini mendorong para habib
lain yang berada di sisi Jokowi. Mereka mendukung Jokowi dan mempengaruhi massa
untuk mendukung dan membela Jokowi. Baik para habib pendukung Prabowo maupun
pendukung Jokowi sama-sama berdoa untuk kemenangan jagoannya masing-masing agar
menjadi presiden.
Hasilnya, kenyataannya, dukungan dan doa para habib pendukung
Jokowi adalah yang dikabulkan Allah swt. Buktinya, Jokowi yang menjadi
presiden, adapun Prabowo dihormati Jokowi dengan menjadikannya sebagai menteri
pertahanan. Itu kenyataan yang tidak bisa dibantah.
Hal ini menunjukkan bahwa di antara para habib terjadi
perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, perbedaan piikiran, dan perbedaan
pilihan. Jadi, masyarakat yang tidak merasa sebagai habib, jangan takut dan
tidak perlu merasa berdosa jika berbeda pandangan atau pendapat dengan para
habib. Toh, di antara mereka sendiri berbeda, tidak satu suara. Bisa kita ingat
habib pendukung Prabowo saat itu ada Rizieq Shihab dan Bahar bin Smith; habib pendukung
Jokowi ada Quraish Shihab, Alwi Shihab, dan Habib Luthfi bin Yahya. Itu
kenyataannya, mereka berbeda posisi. Jadi, tenang saja. Biasa saja, berbeda
pendapat itu normal. Hal yang salah itu adalah melakukan kebohongan, fitnah,
ujaran kebencian, dan provokasi yang membahayakan nyawa.
Perbedaan pendapat dan pikiran di antara para habib ini
sekarang semakin mengeras dan mengarah pada pertarungan. Hal ini dapat dilihat
setelah bebasnya Bahar bin Smith dari penjara Gunung Sindur. Saya sangat
berharap bahwa Bahar bin Smith bisa berubah sikap dan cara lebih baik lagi
sehingga bisa menjadi penerang umatnya. Sayangnya, beberapa saat setelah keluar
dari penjara Bahar bin Smith berceramah sangat kasar dengan mengancam dan menantang
para habib, para kiyai, dan para ulama yang membiarkan Rizieq Shihab masuk
penjara. Dia akan mendatangi mereka karena menganggap mereka adalah pengkhianat.
Ancaman dan tantangan ini tentu saja dijawab dengan tantangan lagi oleh Habib
Kribo Zen Assegaf. Dia memang berambut kribo. Habib ini memiliki jiwa petarung.
Habib Kribo ini merasa sangat malu bahwa para habib derajatnya diturunkan oleh
perilaku Bahar sehingga banyak rakyat Indonesia yang melakukan penghinaan
kepada para habib. Dia mengatakan tidak takut Bahar dan akan melawan Bahar. Dia
pun merasa sangat malu karena baik dirinya maupun Bahar adalah pendatang yang
telah diterima dengan baik sebagai keturunan Arab oleh bangsa Indonesia untuk
hidup dengan baik di Indonesia. Jadi, menurutnya sangat buruk jika membuat
kekacauan di Indonesia.
Sungguh, mereka mulai bertarung. Jika ini diteruskan dan
semakin meruncing, akan ada habib-habib lain yang ikut masuk dalam pertarungan
ini.
Bagus tidak situasi seperti ini?
Bagi sebagian orang mungkin perseteruan ini jelek, tetapi
bagi sebagian lain mungkin bagus.
Bagi saya pribadi, pertarungan itu bagus jika sebatas
pertarungan pemahaman, pikiran, dan pendapat. Biarkan para habib itu
mengeluarkan ilmunya masing-masing dan kita sebagai masyarakat bisa menilainya,
mana yang berdasarkan Al Quran dan hadits-hadits shahih serta mana yang hanya
mengandalkan pikiran dan emosinya sendiri. Kita akan mendapatkan ilmu yang
bermanfaat dari perdebatan itu sekaligus menentukan sikap. Akan tetapi,
pertarungan akan berubah menjadi malapetaka jika sudah menjadi pertarungan
fisik, kampungan itu namanya.
Hal yang harus diperhatikan adalah hindari ucapan dan
perilaku yang melanggar hukum, baik hukum pidana maupun perdata. Tak perlu lagi
ada yang masuk penjara atau ada yang mati gara-gara perbedaan pemahaman dan
pilihan.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment