oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Bahar bin Smith bodoh itu
disebabkan tidak melaksanakan perintah Allah swt, “iqra”, sebelum bicara atau bertindak. Orang-orang dan para habib sejenis
Bahar sama pisan bodohnya. Sama juga dengan para pendukung dan pengikut fanatiknya
yang tidak melakukan perintah Allah swt itu sebelum bicara atau bertindak. Dari
sinilah mulai terjadinya kebodohan dan kesesatan itu. Hasilnya, bicaranya
ngawur dan tindakannya ngaco.
Iqra adalah ayat pertama yang diturunkan Allah swt kepada
Nabi Muhammad saw di Gua Hira melalui malaikat Jibril. Kita biasa menerjemahkan
iqra dengan kata “baca”. Itu kalimat
perintah dari Allah swt. Kalau menurut Habib Quraish Shihab yang menyusun “Tafsir Al Misbah” itu, artinya bukan
baca, melainkan “kumpulkan!”.
Apa yang mesti dikumpulkan?
Hal yang harus dikumpulkan adalah data, fakta, informasi,
fenomena, ilmu, sehingga kita dapat melakukan analisa terhadap segala sesuatu
agar terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan semakin bijak. Kegiatan membaca
pun sebetulnya merupakan bagian dari aktivitas mengumpulkan. Membaca adalah
kegiatan mengumpulkan huruf-huruf menjadi kata. Kata-kata dikumpulkan menjadi
kalimat. Kalimat-kalimat dikumpulkan menjadi paragraf. Paragraf-paragraf
dikumpulkan menjadi wacana. Ke sananya bisa menjadi buku, majalah, koran, artikel,
karya ilmiah, dan lain sebagainya.
Nah, karena ayat ini tidak dilaksanakan, Bahar jadi bodoh
berantakan. Kemudian, diikuti oleh para pengikutnya yang jadi berantakan pula
pikiran dan tingkah lakunya.
Sangat banyak contoh kebodohan yang dilakukan Bahar.
Kejadian akhir-akhir adalah contoh nyata. Dia katakan bahwa Jenderal Dudung tidak
ada dalam aktivitas membantu korban letusan Gunung Semeru, malah yang ada hanya
para FPI dengan poster-poster Rizieq Shihab. Itu tandanya dia tidak iqra, tidak
mengumpulkan informasi dulu, tidak punya data, dan tidak membaca situasi yang
ada. Hal itu menyebabkan dirinya bodoh serta berbicara berdasarkan lamunan dan
emosinya.
Kenyataannya, TNI AD adalah yang paling pertama datang di
wilayah Semeru dan membuka jalan bagi para korban serta ribuan relawan yang
membantu, termasuk untuk FPI juga yang jumlahnya sangat sedikit itu. Bahar
tidak tahu itu karena tidak iqra. Akibatnya, prajurit TNI AD marah, rakyat
marah, orang-orang waras marah, lalu melaporkan Bahar ke polisi.
Bisa lihat kan?
Tidak iqra, jadi bodoh, ngomong ngelantur, bikin marah
orang, dilaporkan ke polisi, kemungkinannya dia masuk lagi penjara kalau tidak
ada yang membunuhnya. Coba kalau iqra dulu, rentetan kejadian itu tidak perlu
terjadi.
Saya jadi ingat prajurit Serda Ucok yang marah, lalu
membantai empat preman hingga mati karena Ucok punya kecintaan sangat tinggi
pada kesatuannya di TNI. Dia memang salah dan dihukum sebelas tahun, tetapi
empat orang sudah tewas di tangannya.
Ketika diwawancara Karni Ilyas, Bahar mengatakan bahwa
selama dirinya hidup dia akan melawan kemunkaran. Lalu, dia mencontohkan
penurunan baliho Rizieq Shihab oleh Dudung yang menurutnya salah. Itu pula yang
menyebabkan dia kerap melakukan penyerangan secara bahasa kepada Dudung. Bahar
itu bodoh karena tidak iqra. Dudung melakukan itu karena FPI yang terlarang itu
sudah keterlaluan salahnya. Yang namanya spanduk, baliho, dan sebagainya itu
ada aturan pemasangannya, ada batas ukurannya, ada batas waktu pemasangannya,
ada pajaknya, ada aturan penempatannya. Ketika Satpol PP menegakkan aturan itu,
FPI dengan premanismenya memaksa Satpol PP untuk memasangnya kembali. Melihat
hal itu, Dudung membantu Satpol PP untuk memaksa FPI patuh pada aturan dengan
menurunkan baliho dan merobeknya. Itu artinya, Bahar tidak membaca aturan dan
tidak punya dasar ukuran tentang hal salah-benar dalam soal baliho. Ukuran
salah dan benar adalah hawa nafsunya sendiri. Dia tidak iqra, jadi bodoh,
pikirannya jadi ngaco, lalu menggunakan agama untuk mendukung kesesatan berpikirnya.
Terus ngajak orang-orang bodoh lain untuk mengikutinya. Timbul teriakan “Dudung
murtad!” kayak mereka saja yang paling Islam dan berhak menentukan kemurtadan
seseorang. Makin kacau dan makin menyesatkan.
Banyak sebetulnya kalau mau ditulis satu-satu kebodohan
Bahar, tetapi cukuplah segitu saja dulu agar kita paham bahwa adalah suatu
keharusan melakukan “iqra” sebelum
berbicara dan bertindak agar tidak bodoh dan sesat.
No comments:
Post a Comment