oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Masih ingat tulisan saya
yang lalu-lalu tentang jangan berlebihan dalam menjemput Rizieq Shihab sepulang
dari Arab?
Saya sarankan itu sesungguhnya saya ngeri karena banyak
Ormas yang anti-FPI akan melakukan sweeping terhadap anggota FPI.
Untunglah
hal itu tidak terjadi. Kalau beneran terjadi, berbahaya sekali. Bisa terjadi
konflik horizontal dan pertarungan antara rakyat melawan rakyat. Hal yang
terjadi malah penyambutan itu berujung pada kasus kerumunan yang membuat Rizieq
masuk penjara. Coba kalau tidak berlebihan dan biasa-biasa saja menyambutnya,
tampaknya tidak ada yang harus masuk penjara dan tidak perlu ada yang mati di jalan
tol Km 50. Anak-anak yang mati itu kalau tidak mati, kan bisa jadi pengacara,
arsitektur, pengusaha sukses, diplomat, atau karir cemerlang lainnya.
Ya
sudahlah, itu sudah terjadi dan tidak perlu terulang lagi.
Sekarang
saya ingatkan lagi untuk Bahar bin Smith dan para pendukungnya. Kalian harus
hati-hati karena sudah membuat marah banyak orang, terutama para pecinta
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dengan gegabah, Bahar dalam ceramahnya
menganggap Jenderal Dudung tidak ada dalam menangani korban letusan Gunung
Semeru. Kata Bahar malah yang ada adalah FPI dengan poster-poster bergambar
Rizieq Shihab. Itu jelas Bahar bin Smith sangat salah. Dia ngomong seenaknya
tanpa bukti dan fakta.
TNI
itu sudah ada sejak awal Semeru meletus, kemudian memberikan banyak bantuan.
Jenderal Dudung datang untuk memberikan semangat kepada para prajuritnya dalam
memberikan bantuan itu. Beritanya ada di
mana-mana, ada pada berbagai media. Bahar jelas tidak tahu itu dan tidak
memperhatikan berita, tetapi berani berbicara sebaliknya yang mengatakan Dudung
tidak ada. Dia itu sembrono dan mengaburkan pemahaman orang lain.
Soal
FPI lama itu tidak ada membantu korban Semeru karena sudah dibubarkan, kecuali
FPI baru dan penggemar Rizieq Shihab. Mereka bukan satu-satunya yang ada di
sana. FPI itu hanya sebagian kecil. Ada ribuan orang relawan dari berbagai
organisasi yang membantu korban Semeru. Mereka biasa-biasa saja membantu.
Berbeda dengan pendukung Rizieq yang memasang bendera bergambar Rizieq Shihab
di pohon. Akan tetapi, pohon itu ditebang warga di sana karena tidak mau bencana
Semeru dipolitisasi.
Ceramah
Bahar yang tanpa dasar itu membuat marah seseorang yang mengaku prajurit TNI.
Dia membuat video mengancam akan mencari Bahar yang katanya beraninya cuma memukuli
tukang ojek dan santri. Dia marah karena merasa pemimpinnya, Kasad Jenderal
Dudung Abdurachman, dihina. Dia sendiri kesal karena sudah capek-capek membantu
korban letusan Semeru, tetapi dianggap tidak ada. Dia bilang kalau Bahar sudah
ditangkap, paling juga akan menangis.
Saya
melihat video itu diupload sekitar sembilan jam yang lalu. Tidak ada keterangan
identitas jelas siapa orang itu, kecuali kemarahan dan pengakuannya sebagai prajurit
TNI yang sedang marah.
Saya
penasaran, benarkah dia anggota TNI?
Saya
punya banyak murid anggota TNI dan kepolisian. Mereka mahasiswa saya yang
kuliahnya sore hari sepulang berdinas di kesatuannya. Saya bandingkan ukuran
tubuhnya untuk orang seusia itu. Mahasiswa saya itu tubuhnya lebih
ramping-ramping, tetapi kekar, kuat. Adapun yang ada di video itu lebih tambun.
Kalau untuk ukuran pejabat lebih tinggi di TNI, tubuhnya memang seperti itu, lebih
tambun. Akan tetapi, untuk ukuran prajurit lapangan, lebih atletis dan kuat.
Akan
tetapi, tak tahulah, saya coba mengira-ngira saja.
Baik
dia adalah beneran anggota TNI atau hanya seseorang yang menggunakan seragam
TNI, hal yang jelas adalah dia marah benar-benar. Dia tidak sendirian dilihat
dari cara pengambilan video dan keberanian menunjukkan wajahnya dengan sempurna
terlihat, tidak diblur, dan tidak disembunyikan.
Secara
institusi, tentara memang tidak boleh mengancam rakyat. Mereka harus melindungi
rakyat, termasuk membina rakyat. Bahar bin Smith adalah rakyat yang harus
dibina sekaligus dilindungi sebagai rakyat Indonesia. Secara pribadi pun
anggota TNI harus mampu mengontrol dirinya untuk membela rakyat. Sejauh ini
mereka berhasil meredam kemarahannya.
Sebenarnya
mereka sudah marah dan sangat marah sejak setahun lalu, bahkan kemarahan mereka
itu sudah pada tingkat mendidihkan darah di kepalanya hingga berasap melihat
para pengacau di Indonesia. Akan tetapi, keputusan politik tidak memberinya
ruang untuk memuntahkan amarahnya, jadi mereka diam saja di barak. Begitu kira-kira
yang disampaikan analis militer dari UI Connie Rahakundini Bakrie. Para prajurit
itu jika sekali diberi perintah, akan segera melibas musuhnya. Sayangnya,
pemerintahan Jokowi dipandang diam saja, terlalu sabar, dan membuat geregetan
banyak pihak.
Meskipun
anggota TNI dan masyarakat umum harus sabar dalam menghadapi gejolak yang ada,
tetapi jangan dipancing-pancing untuk marah karena akibatnya bisa berbahaya
luar biasa. Hal yang lebih baik adalah sama-sama berusaha menahan diri dan
santun. Jangan sampai terjadi konflik fisik. Apalagi jika terjadi huru-hara ketika
dalam suatu acara yang menghadirkan banyak orang, akan ada banyak korban
berjatuhan.
Zaman
sekarang bukanlah zaman adu otot, melainkan adu otak dan adu prestasi.
Hati-hati
ya.
Sampurasun.
Sumber:
No comments:
Post a Comment