Sunday, 19 December 2021

Bahar dan Pendukungnya Harus Hati-Hati

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Masih ingat tulisan saya yang lalu-lalu tentang jangan berlebihan dalam menjemput Rizieq Shihab sepulang dari Arab?

            Saya sarankan itu sesungguhnya saya ngeri karena banyak Ormas yang anti-FPI akan melakukan sweeping terhadap anggota FPI.

Untunglah hal itu tidak terjadi. Kalau beneran terjadi, berbahaya sekali. Bisa terjadi konflik horizontal dan pertarungan antara rakyat melawan rakyat. Hal yang terjadi malah penyambutan itu berujung pada kasus kerumunan yang membuat Rizieq masuk penjara. Coba kalau tidak berlebihan dan biasa-biasa saja menyambutnya, tampaknya tidak ada yang harus masuk penjara dan tidak perlu ada yang mati di jalan tol Km 50. Anak-anak yang mati itu kalau tidak mati, kan bisa jadi pengacara, arsitektur, pengusaha sukses, diplomat, atau karir cemerlang lainnya.

Ya sudahlah, itu sudah terjadi dan tidak perlu terulang lagi.

Sekarang saya ingatkan lagi untuk Bahar bin Smith dan para pendukungnya. Kalian harus hati-hati karena sudah membuat marah banyak orang, terutama para pecinta Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dengan gegabah, Bahar dalam ceramahnya menganggap Jenderal Dudung tidak ada dalam menangani korban letusan Gunung Semeru. Kata Bahar malah yang ada adalah FPI dengan poster-poster bergambar Rizieq Shihab. Itu jelas Bahar bin Smith sangat salah. Dia ngomong seenaknya tanpa bukti dan fakta.

TNI itu sudah ada sejak awal Semeru meletus, kemudian memberikan banyak bantuan. Jenderal Dudung datang untuk memberikan semangat kepada para prajuritnya dalam memberikan bantuan itu.  Beritanya ada di mana-mana, ada pada berbagai media. Bahar jelas tidak tahu itu dan tidak memperhatikan berita, tetapi berani berbicara sebaliknya yang mengatakan Dudung tidak ada. Dia itu sembrono dan mengaburkan pemahaman orang lain.

Soal FPI lama itu tidak ada membantu korban Semeru karena sudah dibubarkan, kecuali FPI baru dan penggemar Rizieq Shihab. Mereka bukan satu-satunya yang ada di sana. FPI itu hanya sebagian kecil. Ada ribuan orang relawan dari berbagai organisasi yang membantu korban Semeru. Mereka biasa-biasa saja membantu. Berbeda dengan pendukung Rizieq yang memasang bendera bergambar Rizieq Shihab di pohon. Akan tetapi, pohon itu ditebang warga di sana karena tidak mau bencana Semeru dipolitisasi.

Ceramah Bahar yang tanpa dasar itu membuat marah seseorang yang mengaku prajurit TNI. Dia membuat video mengancam akan mencari Bahar yang katanya beraninya cuma memukuli tukang ojek dan santri. Dia marah karena merasa pemimpinnya, Kasad Jenderal Dudung Abdurachman, dihina. Dia sendiri kesal karena sudah capek-capek membantu korban letusan Semeru, tetapi dianggap tidak ada. Dia bilang kalau Bahar sudah ditangkap, paling juga akan menangis.

Saya melihat video itu diupload sekitar sembilan jam yang lalu. Tidak ada keterangan identitas jelas siapa orang itu, kecuali kemarahan dan pengakuannya sebagai prajurit TNI yang sedang marah.

Saya penasaran, benarkah dia anggota TNI?

Saya punya banyak murid anggota TNI dan kepolisian. Mereka mahasiswa saya yang kuliahnya sore hari sepulang berdinas di kesatuannya. Saya bandingkan ukuran tubuhnya untuk orang seusia itu. Mahasiswa saya itu tubuhnya lebih ramping-ramping, tetapi kekar, kuat. Adapun yang ada di video itu lebih tambun. Kalau untuk ukuran pejabat lebih tinggi di TNI, tubuhnya memang seperti itu, lebih tambun. Akan tetapi, untuk ukuran prajurit lapangan, lebih atletis dan kuat.

Akan tetapi, tak tahulah, saya coba mengira-ngira saja.

Baik dia adalah beneran anggota TNI atau hanya seseorang yang menggunakan seragam TNI, hal yang jelas adalah dia marah benar-benar. Dia tidak sendirian dilihat dari cara pengambilan video dan keberanian menunjukkan wajahnya dengan sempurna terlihat, tidak diblur, dan tidak disembunyikan.

Secara institusi, tentara memang tidak boleh mengancam rakyat. Mereka harus melindungi rakyat, termasuk membina rakyat. Bahar bin Smith adalah rakyat yang harus dibina sekaligus dilindungi sebagai rakyat Indonesia. Secara pribadi pun anggota TNI harus mampu mengontrol dirinya untuk membela rakyat. Sejauh ini mereka berhasil meredam kemarahannya.

Sebenarnya mereka sudah marah dan sangat marah sejak setahun lalu, bahkan kemarahan mereka itu sudah pada tingkat mendidihkan darah di kepalanya hingga berasap melihat para pengacau di Indonesia. Akan tetapi, keputusan politik tidak memberinya ruang untuk memuntahkan amarahnya, jadi mereka diam saja di barak. Begitu kira-kira yang disampaikan analis militer dari UI Connie Rahakundini Bakrie. Para prajurit itu jika sekali diberi perintah, akan segera melibas musuhnya. Sayangnya, pemerintahan Jokowi dipandang diam saja, terlalu sabar, dan membuat geregetan banyak pihak.

Meskipun anggota TNI dan masyarakat umum harus sabar dalam menghadapi gejolak yang ada, tetapi jangan dipancing-pancing untuk marah karena akibatnya bisa berbahaya luar biasa. Hal yang lebih baik adalah sama-sama berusaha menahan diri dan santun. Jangan sampai terjadi konflik fisik. Apalagi jika terjadi huru-hara ketika dalam suatu acara yang menghadirkan banyak orang, akan ada banyak korban berjatuhan.

Zaman sekarang bukanlah zaman adu otot, melainkan adu otak dan adu prestasi.

Hati-hati ya.

Sampurasun.

 

Sumber:

https://www.youtube.com/watch?v=dXxMGhQdHbQ

No comments:

Post a Comment